Anda di halaman 1dari 2

Budaya Literasi sebagai Pendukung Lahirnya Generasi

Penulis
(One Khusnawati Yuanda)

Budaya literasi masyarakat Indonesia sangat rendah. Hal tersebut dapat


dibuktikan dalam hal kondisi yang sederhana seperti saat berada di tempat umum
misalnya di taman, di dalam kereta, bus, halte, dan tempat umum lainnya. Beberapa
masyarakat Indonesia tidak banyak yang mengisi waktu mereka dengan membaca
buku. Minat baca masyarakat Indonesia saat ini masih tergolong rendah. UNESCO
pada tahun 2012 mencatat, indeks minat baca Indonesia baru mencapai 0,0001. Jadi
hanya ada satu orang yang mempunyai minat baca diantara 1000 orang.

Taufik Ismail yang pernah membandingkan minat baca kalangan pelajar di


berbagai negara menyebutkan, rata-rata lulusan SMA di Jerman membaca 32 judul
buku, di Belanda 30 buku, Rusia 12 buku, Jepang 15 buku, Singapura 6 buku,
Malaysia 6 buku, Brunei 7 Buku, sedangkan Indonesia nol buku. Taufik Ismail
menyebut kondisi tersebut sebagai “tragedi nol buku”, yaitu generasi yang tidak
membaca satu pun buku dalam satu tahun, generasi yang rabun membaca, dan
lumpuh menulis.

Pernyataan Taufik Imail bahwa Indonesia generasi lumpuh menulis setelah


mengetahui bahwa tidak ada yang membaca satu pun buku dalam setahun oleh para
pelajar menjadi bukti bahwa budaya literasi sangat mempengaruhi kondisi generasi
penulis di Indonesia pada nantinya. Apabila budaya literasi di Indonesia lemah,
generasi penulis di Indonesia juga akan melemah. Membaca dan menulis seperti
sudah menjadi sebuah ikatan yang tidak dapat dipisahkan. Saat menulis, kita akan
menuangkan segala pikiran kita di dalam tulisan. Salah satu cara untuk mendapatkan
ide atau gagasan yang ingin dituliskan dalam sebuah tulisan, cara itu kita dapat dari
kegiatan membaca. Adler dan Doren (1972:9) menyatakan bahwa tujuan membaca
adalah untuk mendapatkan informasi dan mendapatkan pemahaman lebih dalam lebih
dari sekedar mendapatkan informasi. Dari pernyataan tersebut, dapat menjadi bukti
bahwa membaca sangat penting bagi mereka para generasi penulis. Apabila seorang
penulis tidak banyak melakukan aktivitas membaca ketika akan menulis, karya
tersebut akan menghasilkan tulisan yang kurang berkualitas. Pada akhirnya isi tulisan
tersebut kurang berbobot dan kurang memadahi. Tulisan yang tidak berkualitas tidak
akan membuat pembacanya lebih pintar. Ilmu tidak akan berkembang sehingga
pembaca tidak akan mendapatkan ilmu yang luas dan pengetahuan yang baru.

Maka dari itu, untuk menghasilkan generasi penulis yang berkualitas agar
dapat membangun bangsa Indonesia ini menjadi bangsa yang cerdas, dibutuhkan
budaya literasi yang kuat seperti di negara-negara lain. Sedikit demi sedikit secara
lebih kontinyu akan lebih baik. Apabila hari ini satu orang telah sadar untuk
membaca, kemudian esok harinya dapat menularkan pada orang lain walaupun hanya
satu, itu akan menjadi langkah yang lebih baik untuk mendukung generasi penulis
bangsa Indonesia selanjutnya.

Sumber :

Gewati, Mikhael. 2016. “Minat Baca Indonesia Ada di Urutan ke-60 Dunia”. Artikel
di unduh dari
https://edukasi.kompas.com/read/2016/08/29/07175131/minat.baca.indonesia.ada.di.u
rutan.ke-60.dunia pada 19 Maret 2016
Adler, J. Mortimer & Charles Van Doren, 2007, How to Read a Book, transl. A.
Santoso dan Ajeng AP, Indonesia Publishing, Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai