Anda di halaman 1dari 7

Kasus Kekerasan Seksual

ABSTRAK

Saat ini sering sekali ditemukan kasus tentang kekerasan seksual terhadap
perempuan yang terjadi disekitar kita. Kekerasan seksual adalah salah satu dari
kejahatan yang jumlah kasusnya terus meningkat. Catatan tahunan kekerasan
terhadap Perempuan di Indonesia 2019 yang disebutkan oleh Komisi Anti
Kekerasan terhadap perempuan (Komnas Perempuan) menunjukan pengaduan
yang meningkat 14 persen dari tahun-tahun sebelumnya. Belum adanya payung
hukum yang melindungi korban dari kekerasan seksual ini membuat indonesia
menjadi darurat kekerasan seksual dan membuat korban yang mengalami
kekerasan semakin banyak. Penelitian dengan judul “Perlindungan Hukum
Terhadap Korban Kasus Kekerasan Seksual”, memiliki rumusan bagaimana upaya
penyelesain dalam hukum positif Indonesia terhadap kasus kekerasan seksual dan
bagaimana perlindungan yang didapatkan oleh para korban kasus kekerasan
seksual. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hukum
ditegakkan terhadap kasus kekerasan seksual dan untuk mengetahui peran
pemerintah dalam perlindungan korban dari kasus kekerasan seksual.

1
A. Pendahuluan
Artikel ini membahas Kasus kekerasan seksual sudah menjadi isu besar
yang sering terjadi di Indonesia. Kekerasan seksual merupakan jenis
kekerasan yang dapat terjadi baik diruang publik maupun domestik.
Kekerasan seksual yang terjadi pada ranah domestik misalnya pada kasus
perkosaan yang dilakukan oleh orang yang berhubungan darah “incest”
dilaporkan pada tahun 2018 terdapat sebanyak 1.071 kasus dengan pelaku
ayah kandung dan paman. Subyek hukum dari pelaku kekerasan seksual ini
biasanya diderita oleh perempuan dan anak yang seringkali dianggap sebagai
korban yang lemah.1

Anak dikatakan sebagai subyek yang lemah dalam hal kekerasan


seksual dikarenakan kedudukan anak yang masih memiliki ketergantungan
tinggi dengan orang yang lebih dewasa. Sehingga anak menjadi korban yang
rentan terhadap kekerasan seksual yang dilakukan oleh pelaku.2

Upaya penyelesaian kasus kekerasan seksual sebenarnya telah termuat


dalam beberapa peraturan perundang-undangan positif Indonesia namun
rumusannya tidak mengatur secara spesifik mengenai jenis dan bentuk
kekerasan seksual sehingga dalam pelaksanaanya rumusan hukum yang ada
belum mampu mengakomodir aduan yang berasal dari masyarakat.

B. Jumlah Korban Kekerasan Seksual yang Terjadi di Indonesia

Jumlah kasus kekerasan seksual yang terjadi terhadap perempuan


maupun anak terus menerus meningkat setiap tahunnya. Komisioner Komnas
Perempuan Mariana Amiruddin menyebutkan bahwa ditahun 2019 ada
kenaikan 14% kasus kekerasan terhadap perempuan yaitu sejumlah 406.178
kasus. Data tersebut dihimpun dari tiga sumber yakni Pengadilan Negeri

1
Ani Purwanti, Strategi Penyelesaian Tindakan Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan
dan Anak Melalui RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, Masalah – masalah Hukum No.2.
Edisi April 2018, hal. 139.
2
Ibid

2
(PN), Pengadilan Agama (PA), Lembaga Layanan Mitra Komnas Perempuan,
dan Unit Pelayanan Rujukan (UPR).

Tabel 1.
Jumlah Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan
Tahun 2006-2017 di Indonesia

NO Tahun Jumlah Korban Kekerasan


Terhadap Perempuan
1. 2006 22.512
2. 2007 22.522
3. 2008 54.425
4. 2009 143.586
5. 2010 105.103
6. 2011 119.107
7. 2012 215.156
8. 2013 279.688
9. 2014 293.220
10. 2015 321.752
11. 2016 259.150
12 2017 348.446

Sumber : Ringkasan Eksekutif Catatan Tahunan 2018 oleh Komisi


Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan

Sedangkan dalam kasus kekerasan seksual pada anak Lembaga Perlindungan


Saksi dan Korban (LPSK) mencatat adanya peningkatan permohonan
perlindungandan bantuan hukum tindak pidana kekerasan seksual pada anak.
Pada 2016 ada 35 korban, lalu meningkat pada 2017 sejumlah 70 korban,
dan sebanyak 149 korban pada tahun 2018. Sampai dengan bulan Juni 2019
telah mencapai 78 permohonan terhadap kasus kekerasan seksual. Kemudian,
jika sebelumnya menyebutkan mengenai jumlah permohonan perlindungan
dan bantuan hukum. Maka LPSK juga mencatat adanya peningkatan kasus
kekerasan seksual pada anak yang terjadi sejak 2016 sejumlah 25 kasus, lalu

3
meningkat pada 2017 menjadi 81 kasus, dan puncaknya pada 2018 menjadi
206 kasus.

C. Upaya Pengaturan Mengenai Perlindungan Terhadap Korban


Kekerasan Seksual

Mengenai pengaturan tentang Perlindungan terhadap korban kekerasan


seksual juga masih sangat minim, dikarenakan persepsi masyarakat terhadap
kasus kekerasan seksual ini masih sangat lemah karena hanya melihat dari sisi
norma kesusilaan. Persepsi perkosaan dan korban kekerasan seksual sebagai
bagian dari norma kesusilaan mengakibatkan perempuan yang menjadi
korban rentan dipersalahkan kembali. Didalam KUHP perkosaan dan
kekerasan seksual masuk dalam norma kesusilaan. Akibatnya, yang
dilindungi hanyalah norma kesusilaan saja. The fact shows that crime victims
are only placed as evidence only as witnesses. In this conditions the
possibility for the victim to gain freedom in figthing for their right is very
small. This is because theoritically and practice in the indonesian criminal
justice system the interests of crime victims are represented by the Public
Prosector as part of the social protection arguement and social solidary
arguement.3

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP justru lebih


banyak mengatur perlindungan terhadap pelaku, misalnya hak untuk
mendapatkan pendampingan hukum dan lain-lain. Sedangkan untuk korban
kekerasaan seksual sendiri tidak di atur secara jelas di dalam KUHAP padahal
korban dari kekerasaan ini memerlukan pemenuhan untuk mendapatkan
haknya seperti hak atas penanganan, perlindungan, dan pemulihan bertujuan
untuk mencegah keberulangan kekerasan seksual dan dampak yang
berkelanjutan terhadap korban.

3
Diandra Preludio Ramada, Reality For Sexual Violence Victims : Comprehensive
Protection Analysis For Sexual Violence Victims, Indonesian Journal of Criminal Law Studies,
Edisi November 2017, hal. 169.

4
Indonesia sendiri sebenarnya sudah memiliki rancangan undang-undang
untuk melindungi para korban kekerasan seksual yaitu Rancangan Undang-
undang Penghapusan Kekerasan Seksual namun, belum dibahas bersama
pemerintah. RUU ini menimbulkan banyak kontroversial dalam masyarakat
dan dianggap terlalu liberal. Padahal RUU ini dibuat agar korban kekerasan
seksual dapat terlindungi dan semakin mempersempit ruang gerak pelaku.
Selain itu, juga memuat sejumlah poin penting di antaranya aturan soal
rehabilitasi dan pendampingan terhadap korban kekerasan seksual. Dan
paling penting memuat Pengakuan, Penghormatan, dan Perlindungan hak-hak
asasi manusia serta harkat dan martabat setiap orang secara proporsional.

D. Pentingnya Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan


Seksual

Menurut Kamus Hukum, “ Sex dalam bahasa Inggris diartikan dengan


jenis kelamin”. Jenis kelamin di sini lebih dipahami sebagai persoalan
hubungan (persetubuhan) antara laki-laki dengan perempuan. (Abdul Wahid
dan Muhammad Irfan, 2001)

Kekerasan Seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina,


menyerang, dan/atau perbuatan lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual
seseorang, dan/atau fungsi reproduksi, secara paksa, bertentangan dengan
kehendak seseorang, yang menyebabkan seseorang itu tidak mampu
memberikan persetujuan dalam keadaan bebas, karena ketimpangan relasi
kuasa dan/atau relasi gender, yang berakibat penderitaan atau kesengsaraan
secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya,
dan/atau politk.

Penghapusan Kekerasan Seksual adalah segala upaya untuk mencegah


terjadinya Kekerasan Seksual, menangani, melindungi dan memulihkan
Korban, menindak pelaku dan mengupayakan tidak terjadi keberulangan
Kekerasan Seksual.

5
RUU Penghapusan Kekerasan Seksual menjadi sangat penting karena
didalam draft RUU tersebut terdapat kebijakan yang berpihak baik kepada
laiki-laki maupun perempuan untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual
ini dialami ataupun dilakukan oleh keduanya.

RUU Penghapusan Kekersan Seksual ini juga memuat pasal tentang


kekerasan seksual didalam rumah tangga yang mampu melengkapi
kekurangan pada UU No.23 Tahun 2004 tentang PKDRT (Penghapusan
Kekerasan Seksual Dalam Rumah Tangga) yang dinilai cukup memberikan
perlindungan dan memberikan keadilan kepada korban kekerasan seksual di
ranah rumah tangga. Didalam draft RUU tersebut diatur secara rinci penangan
kasus kekerasan seksual. Misalnya, pengaturan mengenai berbagai macam
bentuk kekarasan seksual sesuai dengan gradasinya.

Sistem pemidanaan bagi para pelaku kekerasan seksual juga diatur


didalam RUU ini dengan pidana pokok yang bisa dijerat tidak hanya berupa
kurungan, tetapi juga meliputi rehabilitasi khusus bagi pelaku yang masih
anak-anak, dan restitusi terhadap korban.

Pidana kurungan maksimal yang diatur adalah 40 tahun, dan hukuman


seumur hidup bagi pemerkosaan dengan pemberatan jika dilakukan kepada
anak-anak, wanita hamil, atau penyandang disabilitas. Dalam RUU PKS ini
mengandung aturan pemidanaan yang diadopsi dari ketentuan dalam UU
PKRDT seperti pidana tambahan mencakup pembatasan ruang gerak pelaku,
pembatasan ruang kerja sosial, pencabutan hak politik, pengemuman
keputusan hakim, dan sanksi administratif.

Dengan adanya RUU ini masyarakat khusunya kaum perempuan


mendorong agar pemerintah Indonesia segera mengesahkan RUU
Penghapusan Kekerasan Seksual sebagai upaya untuk menyelesaikan
permasalahan seksual dan meminimalisir korban kekerasan seksual di
Indonesia.

6
7

Anda mungkin juga menyukai