Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM SITOHISTOTEKNOLOGI

“PEMBUATAN PREPARAT SITOLOGI (SEL)”

DISUSUN OLEH :
NAMA : KHUSNUL MAESARAH
NIM : 17 3145 353 068
KELOMPOK : V (LIMA)
KELAS : 17B

DIV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


FAKULTAS FARMASI TEKNOLOGI RUMAH SAKIT DAN INFORMATIKA
UNIVERSITAS MEGA REZKY MAKASSAR
2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sitologi merupakan salah satu bidang yang berkaitan dengan ilmu yang
mempelajari tentang morfologi selsel secara individual atau sel yang berasal dari
fragmen jaringan yang diamati secara mikroskopis. Sedangkan sitopatologi
merupakan cabang sitologi yang khusus mempelajari tentang kelainan morfologi
akibat jejas atau faktor lainnya (mikroorganisma atau kanker). Benar atau
tidaknya suatu siagnosis tergantung dari kualitas hasil sediaan sitologik yang
dihasilkan. Sedangkan untuk menghasilkan sediaan sitologik yang baik maka
kualitas persiapan materi untuk dijadikan sediaan wajib diketahui dengan benar
(Kemenkes, 2017).
Diagnostik atau sitologi klinis adalah studi tentang penilain normal dan
kelainan pada sel yang diperoleh dari berbagai situs tubuh (deteksi karakteristik
morfologi abnormal yang dipisahkan dari tubuh manusia) (Kemenkes, 2017).
Teknik pemeriksaan sitologi merupakan salah satu cara untuk melacak
berbagai kelainan yang umumnya tidak dijumpai secara klinis. Teknik ini
termasuk teknik diagnosis laboratorium veteriner yang cukup andal. Berbagai
informasi bisa didapatkan dengan memanfaatkan teknik ini, seperti keberadaan
sel tumor, status peradangan subklinis, dan lemahnya sistem pertahanan seluler
(Utama, 2016, Vol. 17, No. 3).
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis berinisiatif melakukan
praktikum pembuatan preparat sitologi yang bertujuan untuk mengetahui teknik
dari pembuatan preparat sitologi menggunakan sampel urin, darah, dan dahak.
B. TUJUAN
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui teknik
pembuatan preparat sitologi menggunakan sampel urin, darah, dan dahak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Istilah sel pertama kali digunakan oleh Robert Hooke (1635-1703), seorang
ilmuwan Inggris, untuk menjelaskan struktur potongan tipis gabus di bawah
mikroskop. Setelah beberapa abad kemudian istilah sel tersebut digunakan untuk
menyatakan satuan dasar minimum suatu jasad hidup yang mampu melakukan
perbanyakan sendiri (self-duplication). Satuan dasar tersebut menentukan struktur
maupun fungsi semua jasad hidup, baik jasad tingkat rendah maupun jasad tingkat
tinggi (Yuwono, 2005).
Pengertian sel adalah unit kehidupan yang paling mendasar, di mana tidak
ada lagi kehidupan pada unit yang lebih kecil daripada sel. Mempelajari mengenai sel
makhluk hidup dengan istilah – istilahnya yang bersumber dari bahasa latin, yunani
dan ada beberapa bahasa lainnya seperti inggris dan jerman yang unik dan sangat
banyak secara manual merupakan hal yang sangat sulit bagi mahasiswa ilmu biologi
(Triase, 2018, Vol. 1, No. 2).
Sel merupakan satu unit fungsional terkecil pada bagian tubuh makhluk
hidup. Pada bagian sel terdapat organel-organel sel yang memiliki peran masing-
masing. Makhluk hidup ada yang memiliki satu unit sel (uniseluler), seperti bakteri.
Adapula makhluk hidup yang tersusun dari banyak sel (multiseluler), seperti
tumbuhan dan hewan. Ilmu yang mempelajari tingkat sel disebut sitologi. Sitologi
adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur dan fungsi sel (Rahmah, 2017).
Sitologi merupakan salah satu bidang yang berkaitan dengan ilmu yang
mempelajari tentang morfologi selsel secara individual atau sel yang berasal dari
fragmen jaringan yang diamati secara mikroskopis. Sedangkan sitopatologi
merupakan cabang sitology yang khusus mempelajari tentang kelainan morfologi
akibat jejas atau faktor lainnya (mikroorganisma atau kanker). Benar atau tidaknya
suatu siagnosis tergantung dari kualitas hasil sediaan sitologik yang dihasilkan.
Sedangkan untuk menghasilkan sediaan sitologik yang baik maka kualitas persiapan
materi untuk dijadikan sediaan wajib diketahui dengan benar (Kemenkes, 2017).
Diagnostik atau sitologi klinis adalah studi tentang penilain normal dan
kelainan pada sel yang diperoleh dari berbagai situs tubuh (deteksi karakteristik
morfologi abnormal yang dipisahkan dari tubuh manusia). Sediaan sitologik dapat
dibuat dari berbagai sumber dalam tubuh (urin, puting, dahak, vagina, sinus, dll),
kerokan diperoleh (mukosa bukal, lambung, saluran pernapasan), dan dari cairan
yang terkumpul di dalam tubuh (pleura, peritoneal, perikardial) bahkan dari aspirasi
benjolan tubuh yang terlihat atau teraba (Kemenkes, 2017).
Pemeriksaan sitologi eksfoliatif rongga mulut dilakukan dengan pemeriksaan
mikroskopis sel-sel yang dikerok dari permukaan mukosa. Pemeriksaan sitologi
memiliki keuntungan di antaranya adalah sangat sederhana, tidak menimbulkan nyeri,
murah, dan cepat. Pemeriksaan sitologi apusan dapat mendeteksi perubahan abnormal
dari sel epitel, mulai dari displasia hingga karsinoma. Pemeriksan ini juga dapat
menilai sel leukosit maupun organisme patogen (Rahmawati, 2018. Vol. 7, No.2)
Menurut (Ardiansyah, 2017) Pemeriksaan sitologi ada 2 macam, yaitu :
1. Sitologi eksfoliatif, yaitu pemeriksaan sel yang lepas dari permukaan rongga
tubuh, misal : sitologi cairan pleura.
2. Sitologi aspiratif, yaitu pemeriksaan sel yang lepas dari jaringan padat/ solid,
misal : FNA, pap smear, dan scrapping.
Hasil pemeriksaan sitologi dapat dinyatakan dengan beberapa cara, antara
lain (Ardiansyah, 2017):
1. Papanicolaou
a. Kelas I : terdapat sel-sel normal
b. Kelas II : terdapat sel-sel abnormal yang tidak dicurigai ganas
c. Kelas III : terdapat sel-sel atypia yang dapat disebabkan karena dysplasia
d. Kelas IV : terdapat sel-sel yang dicurigai ganas
e. Kelas V : terdapat sel-sel ganas
2. Bethesda (untuk kanker serviks)
a. Tidak representatif
b. Infeksi, seperti fungus, bakteri, protozoa, dan virus
c. Reaksi/reparative, seperti radang, radiasi, kemoterapi dan terapi hormon
d. Nis I : dysplasia ringan
Nis II : dysplasia sedang
Nis III : dysplasia berat/carcinoma in situ
Keganasan, seperti SCC dan adenocarcinoma
e. Normal
3. WHO
a. Normal
b. Inkonklusif
c. Dysplasia
d. Keganasan
Pada kasus keganasan atau yang dicurigai sebagai keganasan, ahli
sitopatologi perlu menghubungkan gambaran karakteristik sel dengan pemeriksaan
histopatologi lanjutan serta data laboratoris pendukung lainnya (Sudiono, 2008).
Menurut (Sudiono, 2008), keunggulan/manfaat pemeriksaan sitologi :
1. Pembuatan pulasan apus tidak menimbulkan rasa nyeri pada penderita.
2. Dapat digunakan untuk pemeriksaan massal.
3. Dapat memberikan hasil positif meskipun pada pemeriksaan langsung dan
palpasi tidak menunjukkan kelaina. Karsinoma dapat terdiagnosis meskipun
masih dalam stadium in situ.
4. Efektif untuk diagnosis tumor saluran pencernaan, paru, saluran air kemih dan
lambung.
Menurut (Sudiono, 2008), kekurangan pemeriksaan sitologi :
1. Hanya dapat untuk mendeteksi lesi yang letaknya di permukaan mukosa mulut.
2. Hanya untuk lesi yang tidak tertutup keratin tebal.
3. Tidak efektif untuk digunakan pada lesi nonulseratif dan hiperkeratotik karena
sel-sel abnormal masih tertutup oleh keratin.
4. Hasil pemeriksaan sitologi yang mengindikasikan keganasan masih perlu
dikonfirmasi dengan biopsi.
5. Sering kali bahan yang terambil tidak representatif.
BAB III
METODE PEMERIKSAAN
A. WAKTU DAN TEMPAT
1. Waktu
Adapun waktu pelaksanaan praktikum histositoteknologi adalah :
a. Hari : Kamis
b. Tanggal : 19 Desember 2019
c. Pukul : 14.00 WITA – selesai
2. Tempat
Adapun tempat yang digunakan pada praktikum ini adalah
Laboratorium Kimia Lantai 1 Gedung D DIV Teknologi Laboratorium
Medis Universitas Mega Rezky.
B. PRINSIP
Pembuatan sediaan sitologi dengan sampel urin di buat apusan di atas
objek gelas kemudian dikeringkan di udara pemberian warna giemsa yang mampu
berikatan sel-sel pada urin sehingga tampak berwarna biru tua, sampel darah
dibuat apusan dan pemberian zat warna giemsa memberikan warna pada sel-sel
sehingga mudah untuk pengamatan, sampel sputum digunakan teknik metode
tekan di atas objek gelas kemudian difiksasi dengan alkohol 96% berfungsi
menjaga sediaan agar tidak rusak dan memperjelas sel serta penambahan zat
warna papanicolau yang akan memberikan warna pada sel sehingga mudah untuk
pengamatan.
C. ALAT DAN BAHAN
1. Preparat Sel Darah
a. Tabung Serologi
b. Centrifus
c. Rak pewarnaan
d. Tourniquete
e. Objek glass
f. Giemsa
g. Pipet tetes
h. Spoit
i. Swab Alkohol
j. Kapas kering
k. Entelan
l. Deck glass
2. Preparat Sel Urine
a. Centrifus
b. Rak pewarnaan
c. Pipet tetes
d. Giemsa
e. Sampel Urin
f. Deck glass
g. Entelan
h. Tabung reaksi
3. Preparat Sel Dahak
a. Pot sampel
b. Tusuk gigi
c. Object glass
d. Alkohol 96%
e. Alkohol 70%
f. Alkohol 90%
g. Alkohol 50%
h. Alkohol 95%
i. Zat pewarna Hematoxylin Ehrlich/Harris
j. HCl 0,5%
k. Aquadest
l. Litium carbonate
m. Zat pewarna Orange G
n. Zat warna papanicolau
o. Xylene
p. DPX/Crystalite
q. Alkohol absolute
r. Staining Jar
s. Deck glass
t. Entelan
D. PROSEDUR KERJA
1. Pembuatan preparat sel menggunakan sampel darah
a. Persiapan Sampel
1) Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2) Dilakukan sampling kemudian darah dimasukkan kedalam tabung.
3) Dicentrifus sampel darah selama 10 menit dengan kecepatan 3000
rpm.
4) Dipipet sel darah merah sebanyak 1 tetes.
5) Diteteskan diatas preparat.
6) Kemudian diletakkan preparat yang lain diatas preparat yang
sebelumnya.
7) Dibuat apusan dengan cara didorong.
8) Difiksasi dengan cara dikeringkan pada suhu ruang.
b. Pewarnaan Giemsa
1) Apusan yang telah kering digenangi dengan larutan giemsa.
2) Didiamkan selama 15 menit.
3) Dibuang kelebihan sisa zat giemsa.
4) Dibilas dengan air mengalir.
5) Kemudian dikeringkan pada suhu ruang.
6) Diteteskan entelan lalu ditutup deck glass.
2. Pembuatan Preparat sel menggunakan sampel urine
a. Persiapan Sampel
1) Disiapkan alat dan bahan
2) Dilakukan sampling kemudian darah dimasukkan kedalam tabung.
3) Dicentrifus sampel urin selama 10 menit dengan kecepatan 3000
rpm.
4) Dipipet pelet dari dasar tabung sebanyak 1 tetes.
5) Diteteskan diatas preparat.
6) Kemudian diletakkan preparat yang lain diatas preparat yang
sebelumnya.
7) Dibuat apusan dengan cara didorong.
8) Difiksasi dengan cara dikeringkan pada suhu ruang.
b. Pewarnaan Giemsa
1) Apusan yang telah kering digenangi dengan larutan giemsa.
2) Didiamkan selama 15 menit.
3) Dibuang kelebihan sisa zat giemsa.
4) Dibilas dengan air mengalir.
5) Kemudian dikeringkan pada suhu ruang.
6) Di teteskan dengan entelan lalu ditutup deck glass.
3. Pembuatan preparat menggunakan sampel dahak
a. Persiapan Sampel
1) Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2) Diambil dahak lalu dimasukkan ke dalam pot sampel.
3) Diambil dahak menggunakan tusuk gigi lalu dioleskan di atas
preparat.
4) Diambil preparat lain lalu ditekan di atas dahak hingga menyebar.
5) Dikeringkan di udara.
6) Di fiksasi menggunakan alkohol 96% dengan cara dimasukkan dan
direndam dalam alkohol 96%.
7) Di diamkan selama 15 menit.
8) Dikeringkan di udara.
b. Pewarnaan Papanicolau
1) Setelah difiksasi, dicuci berturut-turut dalam alkohol 90%, 70%,
dan 50%.
2) Dicuci preparat dalam aquadest.
3) Diwarnai dengan Hematoxylin Ehrlich/harris selama 5-10 menit
4) Dicuci lagi dalam aquadest.
5) Diferensiasi dalam 0,5% HCl, cuci dalam aquadest.
6) Celup dalam aquadest dimana ditambahkan 3 tetes Lithium
Carbonat jenuh dalam setiap 100 ml aquadest.
7) Cuci seluruhnya dalam aquadest
8) Cuci berturut-turut dalam alkohol 50%, 70% dan 90%
9) Warnai selama 1 menit dalam larutan Orange G
10) Cuci seluruhnya dalam alkohol 95% untuk menghilangkan
kelebihan zat warna.
11) Warnai selama 2 menit dalam Papanicolaou
12) Cuci selama 5-10 menit dalam setiap Staning Jar yang berisi
alkohol 95% (disini ada 3 buah Staining-Jar yang berisi alkohol
95%.
13) Cuci dalam alkohol absolut
14) Jernihkan dalam xylene dan tutup dalam Dpx atau Crystalite
15) Ditutup dengan entelan dan deck glass.

4.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL

Preparat Sel Sampel Darah Preparat Sel Sampel Dahak

Pre
parat Sel Sampel Urin

B. PEMBAHASAN
Pada praktikum pembuatan preparat pemeriksaan sitologi (sel) dilakukan di
laboratorium kimia Lantai 1 Gedung D DIV TLM Universitas Mega Rezky
Makassar. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui teknik pembuatan
preparat sel menggunakan sampel sel dari darah, urin, dan dahak.
Sampel yang digunakan pada praktikum ini adalah urin, darah dan dahak.
Karena sampel tersebut yang mengandung mengandung sel yang berupa cairan
yang keluar lepas dari organ tubuh dan sewaktu-waktu bisa kita siapkan dengan
mudah disebut eksfoliasi sel. Jadi spesimen tersebut mudah digunakan.
Sebelum memulai pemeriskaan preparat sel, dilakukan persiapan sampel.
Sampel darah yang telah diambil pada pasien, disimpan dalam tabung EDTA
lalu disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit sampai terpisah
antara serum dan sel darah eritrosit. Kemudian dipipet eritrosit sebanyak 1 tetes
lalu diletakkan di atas preparat dibuatkan apusan dengan menggunakan metode
sliding smear atau metode apus. Pada sampel urin juga di sentrifus dengan
kecepatan 3000 rpm selama 10 menit, lalu dipipet bagian peletnya 1 tetes
kemudian diletakkan di atas preparat dan dibuat apusan dengan menggunakan
metode tarik dan dorong (pull apart). Sedangkan pada sampel dahak, diletakkan
dahak ke atas preparat lalu dibuat apusan menggunakan metode tekan hingga
sampel menyebar.
Tahapan pertama dalam melakukan pemeriksaan preparat sel adalah
fiksasi. Fiksasi adalah usaha manusia untuk mempertahankan elemen-elemen sel
atau jaringan agar tetap pada tempatnya dan tidak mengalami perubahan bentuk
maupun ukuran. Fiksasi ada 2 macam, ada yang langsung dan ada yang tidak
langsung. Namun pada pemeriksaan ini kita menggunakan pemeriksaan langsung
yakni fiksasi pada apusan. Pada sampel urin dan darah menggunakan fiksasi
kering dimana fiksasi tersebut hanya dengan mengeringkan apusan di udara
minimal 5 menit. Sedangkan pada sampel dahak menggunakan fiksasi basah
yakni mencelupkan preparat ke dalam alkohol 96% selama 15 menit. Fiksasi
kering digunakan ketika ingin melakukan pewarnaan giemsa sedangkan fiksasi
menggunakan alkohol 96% itu digunakan ketika ingin melakukan pewarnaan
papanicolau atau pap smear.
Selanjutnya pewarnaan preparat sel. Pada sampel urin dan dahak dilakukan
pewarnaan giemsa. Apusan yang telah kering, digenangi dengan larutan giemsa
yang telah diencerkan dan didiamkan selama 15 menit lalu di cuci air mengalir
kemudian dikeringkan dan di teteskan entelan lalu tutup deck glass. Sedangkan
pada sampel dahak menggunakan pewarnaan papanicolau. Pada pemeriksaan
tersebut akan terjadi pewarnaan inti sel dan pewarnaan sitoplasma. Zat warna
orange G akan mewarnai sitoplasma menjadi kuning atau orange jika ada
keratin. Sel yang mengandung keratin dapat bersifat jinak atau ganas biasanya
sel-sel banyak mengandung keratin sehingga sitoplasmanya akan tampak
bercorak, warna orange berkilat kontras dengan warna inti yang gelap. Sel-sel
tersebut akan tampak nyata dibandingkan sel-sel lainnya pada sediaan. Zat warna
hematoxylin harris akan mewarnai inti sel dan zat warna papanicolau yang akan
memberikan warna pada sel sehingga mudah untuk pengamatan. Pada pewarnaan
papanicolau ini juga dilakukan pembeningan (clearing) yang merupakan proses
pengeluaran kandungan alkohol pada sel menggunakan xylol. Selanjutnya
preparat diteteskan entelan lalu ditutup dengan deck glass.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
teknik pengamatan sel pada sampel darah, urin dan dahak terdiri dari tahap
persiapan sampel, fiksasi, pewarnaan dan mounting.
B. SARAN
Dalam melakukan percobaan hendaknya praktikan dapat menguasai
materi dan prosedur kerja sebelum melakukan praktikum agar tujuan dan maksud
praktikum dapat berjalan lancar. Selain itu, praktikan juga menggunakan APD
yang lengkap agar terhindar dari bahaya dalam laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah, Azril Okta. 2017. Dasar-dasar Onkologi. Surabaya : Airlangga
Unversity Press
Kemenkes. 2017. Sitohistoteknologi. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI
Rahmah, Annisa, dkk. 2017. New Edition Big Book Biologi. Jakarta : Cmedia Imprint
Kawan Pustaka
Rahmawati, Athika, dkk. 2018. Gambaran Sitologi Eksfoliatif Pada Apusan Mukosa
Mulut Murid SD Negeri 13 Sungai Buluh Batang Anai Padang Pariaman.
Padang : Universitas Andalas. Vol. 7, No. 2
Sudiono, Janti. 2008. Pemeriksaan Patologi Untuk Diagnosis Neoplasma Mulut.
Jakarta : EGC
Triase. 2018. Desain Aplikasi Pencocokan String Pada Kamus Istilah Sel (Biologi)
Menggunakan Metode Boyer Moore. Sumatera Utara : Universitas Islam
Negeri Sumatera Utara. Vol. 1, No. 2
Utama, Iwan Harjoni, dkk. 2016. Gambaran Sitologi Cairan Peritoneal Dan Sinovial
Itik Bali. Denpasar : Universitas Udayana. Vol. 17, No. 3
Yuwono, Triwibowo. 2005. Biologi Molekuler. Yogyakarta : Erlangga

Anda mungkin juga menyukai