Anda di halaman 1dari 13

A.

PENGERTIAN
1. Penyakit Kronik
Penyakit kronik adalah suatu penyakit yang perjalanan penyakit
berlangsung lama sampai bertahun-tahun,bertambah berat,menetap,dan
sering kambuh. (Purwaningsih dan Karbina, 2009).Penyakit kronis bisa
menyebabkan kematian/ kondisi terminal.
Ketidakmampuan merupakan persepsi individu bahwa segala hal
yang dilakukan tidak akan mendapatkan hasil atau suatu keadaan dimana
individu kurang dapat mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan yang
baru dirasakan. (Purwaningsih dan Karbina, 2009).
Jadi penyakit kronis yaitu penyakit yang terjadi pada seseorang
dalam waktu lama akan membuat orang tersebut menjadi tidak mampu
melakukan sesuatu seperti biasanya.
2. Penyakit Terminal
Kondisi Terminal adalah: Suatu proses yang progresif menuju
kematian berjalan melalui suatu tahapan proses penurunan fisik,
psikososial dan spiritual bagi individu. (Carpenito ,1995 )
Pasien Terminal adalah : Pasien–pasien yang dirawat, yang sudah
jelas bahwa mereka akan meninggal atau keadaan mereka makin lama
makin memburuk. (P.J.M. Stevens, dkk ,hal 282, 1999 )
Bisa dikatakan Penyakit terminal adalah lanjutan dari penyakit
kronik/ penyakit akut yang sifatnya tidak bisa disembuhkan dan mengarah
pada kematian.
Pasien terminal illness adalah pasien yang sedang menderita sakit
dimana tingkat sakitnya telah mencapai stadium lanjut sehingga
pengobatan medis sudah tidak mungkin dapat menyembuhkan lagi. Oleh
karena itu, pasien terminal illnes harus mendapatkan perawatan paliatif
yang bersifat meredakan gejala penyakit, namun tidak lagi berfungsi
untuk menyembuhkan.
Jadi fungsi perawatan paliatif pada pasien terminal illnes adalah
mengendalikan nyeri yang dirasakan serta keluhan-keluhan lainnya dan
meminimalisir masalah emosi, sosial dan spiritual. Penjelasan tersebut
mengindikasi bahwa pasien terminal illness adalah orang-orang sakit
yang diagnosis dengan penyakit berat yang tidak dapat disembuhkan lagi
dimana prognosisnya adalah kematian.
B. JENIS-JENIS PENYAKIT KRONIK DAN TERMINAL PADA ANAK
1. Infeksi Saluran Nafas Bawah, Pneumonia dan Bronkhitis
2. HIV/AIDS
3. Malaria
4. Diare
5. Tuberkulosis
6. Campak
7. Tetanus
8. Infeksi Selaput Otak (Meningitis)
9. Difteri
10. Penyakit Kanker
11. Akibat Kecelakaan Fatal

C. KRITERIA PENYAKIT KRONIK DAN TERMINAL


Menurut Wristht Le (1987) mengatakan bahwa penyakit kronik mempunyai
beberapa sifat diantaranya adalah :
1. Progresif
Penyakit kronik yang semakin lama semakin bertambah parah. Contoh
penyakit kanker, Jantung.
2. Menetap
Setelah seseorang terserang penyakit, maka penyakit tersebut akan
menetap pada individu. Contoh penyakit diabetes mellitus.
3. Kambuh
Penyakit kronik yang dapat hilang timbul sewaktu-waktu dengan kondisi
yang sama atau berbeda. Contoh penyakit Tuberkolosis.

Sedangkan kriteria penyakit terminal yaitu:

1. Penyakit sudah tidak dapat disembuhkan


2. Mengarah pada kematian
3. Diagnosa medis sudah jelas
4. Tidak ada obat untuk menyembuhkan
5. Prognosis jelek dan bersifat progresif.
D. RESPON KLIEN TERHADAP PENYAKIT KRONIK DAN TERMINAL
Penyakit kronik dan keadaan terminal dapat menimbulkan respon Bio-
Psiko-Sosial-Spritual ini akan meliputi respon kehilangan. (Purwaningsih dan
kartina, 2009)
1. Kehilangan kesehatan
Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kesehatan dapat berupa klien
merasa takut, cemas dan pandangan tidak realistic, aktivitas terbatas.
2. Kehilangan kemandirian
Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kemandirian dapat ditunjukan
melalui berbagai perilaku, bersifat kekanak-kanakan, ketergantungan
3. Kehilangan situasi
Klien merasa kehilangan situasi yang dinikmati sehari-hari bersama
keluarga kelompoknya
4. Kehilangan rasa nyaman
Gangguan rasa nyaman muncul sebagai akibat gangguan fungsi tubuh
seperti panas, nyeri, dll
5. Kehilangan fungsi fisik
Contoh dampak kehilangan fungsi organ tubuh seperti klien dengan gagal
ginjal harus dibantu melalui hemodialisa
6. Kehilangan fungsi menta
Dampak yang dapat ditimbulkan dari kehilangan fungsi mental seperti
klien mengalami kecemasan dan depresi, tidak dapat berkonsentrasi dan
berpikir efisien sehingga klien tidak dapat berpikir secara rasional
7. Kehilangan konsep diri
Klien dengan penyakit kronik merasa dirinya berubah mencakup bentuk
dan fungsi sehingga klien tidak dapat berpikir secara rasional (bodi
image) peran serta identitasnya. Hal ini dapat akan mempengaruhi
idealism diri dan harga diri rendah
8. Kehilangan peran dalam kelompok dan keluarga
E. TAHAPAN PENERIMAAN TERHADAP PENYAKIT KRONIK DAN
TERMINAL
Perilaku Klien Dengan Penyakit Kronis
Ada beberapa respon emosional yang muncul pada pasien atas penyakit
kronis yang dideritanya oleh klien atau individu (Purwaningsih dan kartina,
2009), yaitu:
1. Penolakan (Denial)
Merupakan reaksi yang umum terjadi pada penderita penyakit
kronis seperti jantung, stroke dan kanker. Atas penyakit yang dideritanya
ini, pasien akan memperlihatkan sikap seolah-olah penyakit yang diderita
tidak terlalu berat (menolak untuk mengakui bahwa penyakit yang diderita
sebenarnya berat) dan menyakini bahwa penyakit kronis ini akan segera
sembuh dan hanya akan memberi efek jangka pendek (menolak untuk
mengakui bahwa penyakit kronis ini belum tentu dapat disembuhkan
secara total dan menolak untuk mengakui bahwa ada efek jangka
panjang atas penyakit ini, misalnya perubahan body image).
2. Cemas
Setelah muncul diagnosa penyakit kronis, reaksi kecemasan
merupakan sesuatu yang umum terjadi. Beberapa pasien merasa terkejut
atas reaksi dan perubahan yang terjadi pada dirinya bahkan
membayangkan kematian yang akan terjadi padanya. Bagi individu yang
telah menjalani operasi jantung, rasa nyeri yang muncul di daerah dada,
akan memberikan reaksi emosional tersendiri. Perubahan fisik yang
terjadi dengan cepat akan memicu reaksi cemas pada individu dengan
penyakit kanker.
3. Depresi
Depresi juga merupakan reaksi yang umum terjadi pada penderita
penyakit kronis. Kurang lebih sepertiga dari individu penderita stroke,
kanker dan penyakit jantung mengalami depresi.

Sedangkan untuk Tahapan Kondisi terminal, Kubler- Ross (dalam


Taylor, 1999) merumuskan lima tahap ketika seseorang dihadapkan pada
kematian. Kelima tahap tersebut antara lain:
1. Denial (penyangkalan)
Respon dimana klien tidak percaya atau menolak terhadap apa
yang dihadapi atau yang sedang terjadi. Dan tidak siap terhadap kondisi
yang dihadapi dan dampaknya. Ini memungkinkan bagi pasien untuk
membenahi diri. Dengan berjalannya waktu, sehingga tidak refensif
secara radikal.
Penyangkalan merupakan reaksi pertama ketika seseorang
didiagnosis menderita terminal illness. Sebagian besar orang akan
merasa shock, terkejut dan merasa bahwa ini merupakan kesalahan.
Penyangkalan adalah awal penyesuaian diri terhadap kehidupan yang
diwarnai oleh penyakit dan hal tersebut merupakan hal yang normal dan
berarti.
2. Anger (Marah)
Fase marah terjadi pada saat fase denial tidak lagi bisa
dipertahankan. Rasa kemarahan ini sering sulit dipahami oleh keluarga
atau orang terdekat oleh karena dapat terpicu oleh hal-hal yang secara
normal tidak menimbulkan kemarahan. Rasa marah ini sering terjadi
karena rasa tidak berdaya, bisa terjadi kapan saja dan kepada siapa saja
tetapi umumnya terarah kepada orang-orang yang secara emosional
punya kedekatan hubungan.
Pasien yang menderita terminal illness akan mempertanyakan
keadaan dirinya, mengapa ia yang menderita penyakit dan akan
meninggal. Pasien yang marah akan melampiaskan kebenciannya pada
orang-orang yang sehat seperti teman, anggota keluarga, maupun staf
rumah sakit. Pasien yang tidak dapat mengekspresikan kemarahannya
misalnya melalui teriakan akan menyimpan sakit hati. Pasien yang sakit
hati menunjukkan kebenciannya melalui candaan tentang kematian,
mentertawakan penampilan atau keadaannya, atau berusaha melakukan
hal yang menyenangkan yang belum sempat dilakukannya sebelum ia
meninggal.
Kemarahan merupakan salah satu respon yang paling sulit dihadapi
keluarga dan temannya. Keluarga dapat bekerja sama dengan terapis
untuk mengerti bahwa pasien sebenarnya tidak marah kepada mereka
tapi pada nasibnya.
3. Bargaining (menawar)
Klien mencoba untuk melakukan tawar menawar dengan tuhan agar
terhindar dari kehilangan yang akan terjadi, ini bisa dilakukan dalam diam
atau dinyatakan secara terbuka. Secara psikologis tawar menawar
dilakukan untuk memperbaiki kesalahan atau dosa masa lalu. Pada tahap
ini pasien sudah meninggalkan kemarahannya dalam berbagai strategi
seperti menerapkan tingkah laku baik demi kesehatan, atau melakukan
amal, atau tingkah laku lain yang tidak biasa dilakukannya merupakan
tanda bahwa pasien sedang melakukan tawar-menawar terhadap
penyakitnya.
4. Depresi
Tahap keempat dalam model Kubler-Ross dilihat sebagai tahap di
mana pasien kehilangan kontrolnya. Pasien akan merasa jenuh, sesak
nafas dan lelah. Mereka akan merasa kesulitan untuk makan, perhatian,
dan sulit untuk menyingkirkan rasa sakit atau ketidaknyamanan. Rasa
kesedihan yang mendalam sebagai akibat kehilangan (past loss &
impending loss), ekspresi kesedihan ini verbal atau nonverbal merupakan
persiapan terhadap kehilangan atau perpisahan abadi dengan apapun
dan siapapun.
Tahap depresi ini dikatakan sebagai masa ‘anticipatory grief’, di
mana pasien akan menangisi kematiannya sendiri. Proses kesedihan ini
terjadi dalam dua tahap, yaitu ketika pasien berada dalam masa
kehilangan aktivitas yang dinilainya berharga, teman dan kemudian mulai
mengantisipasi hilangnya aktivitas dan hubungan di masa depan.
5. Penerimaan (acceptance)
Pada tahap ini pasien sudah terlalu lemah untuk merasa marah dan
memikirkan kematian. Beberapa pasien menggunakan waktunya untuk
membuat perisapan, memutuskan kepunyaannya, dan mengucapkan
selamat tinggal pada teman lama dan anggota keluarga.
Pada tahap menerima ini, klien memahami dan menerima keadaannya
yang bersangkutan mulai kehilangan interest dengan lingkungannya,
dapat menemukan kedamaian dengan kondisinya, dan beristirahat untuk
menyiapkan dan memulai perjalanan panjang.
F. ADAPTASI DENGAN TERMINAL ILLNES
Bagaimana cara seseorang beradaptasi dengan terminal illness sesuai
dengan umurnya dijelaskan Sarafino (2002) sebagai berikut:
1. Anak
Konsep kematian masih abstrak dan tidak dimengerti dengan baik
oleh anak-anak. Sampai umur 5 tahun, anak masih berpikir bahwa
kematian adalah hidup di tempat lain dan orang dapat datang kembali.
Mereka juga percaya bahwa kematian bisa dihindari. Kematian adalah
topik yang tidak mudah bagi orang dewasa untuk didiskusikan dan
mereka biasanya menghindarkan anaknya dari realita akan kematian
dengan mengatakan bahwa orang mati akan “pergi” atau “berada di
surga” atau hanya tidur.
Pada anak yang mengalami terminal illness kesadaran mereka
akan muncul secara bertahap. Pertama, anak akan menyadari bahwa
mereka sangat sakit tetapi akan sembuh. Kemudian mereka menyadari
penyakitnya tidak bertambah baik dan belajar mengenai kematian dari
teman seumurnya terutama orang yang memiliki penyakit mirip, lalu
mereka menyimpulkan bahwa mereka juga sekarat.
Saat ini, para ahli percaya bahwa anak-anak seharusya mengetahui
sebanyak mungkin mengenai penyakitnya agar mereka mengerti dan
dapat mendiskusikannya terutama mengenai perpisahan dengan orang
tua. Ketika anak mengalami terminal illness biasanya orang tua akan
menyembunyikannya, sehingga emosi anak tidak terganggu. Untuk anak
yang lebih tua, pendekatan yang hangat, jujur, terbuka, dan sensitif
mengurangi kecemasan dan mempertahankan hubungan yang saling
mempercayai dengan orang tuanya.
2. Remaja atau Dewasa muda
Walaupun remaja dan dewasa muda berpikir bahwa kematian pada
usia muda cukup tinggi, mereka memimpikan kematian yang tiba-tiba dan
kekerasan. Jika mereka mengalami terminal illness, mereka menyadari
bahwa kematian tidak terjadi semestinya dan merasa marah dengan
“ketidakberdayaannya” dan “ketidakadilan” serta tidak adanya
kesempatan untuk mengembangkan kehidupannya.
Pada saat seperti ini, hubungan dengan ibunya akan menjadi lebih
dekat. Menderita terminal illness terutama pada pasien yang memiliki
anak akan membuat pasien merasa bersalah tidak dapat merawat
anaknya dan seolah-olah merasa bahagia melihat anaknya tumbuh.
Karena kematian pada saat itu terasa tidak semestinya, dewasa muda
menjadi lebih marah dan mengalami tekanan emosi ketika hidupnya
diancam terminal illness.
3. Dewasa madya dan dewasa tua
Penelitian membuktikan bahwa dewasa muda menjadi semakin
tidak takut dengan kematian ketika mereka bertambah tua. Mereka
menyadari bahwa mereka mungkin akan mati karena penyakit kronis.
Mereka juga memiliki masa lalu yang lebih panjang dibandingkan orang
dewasa muda dan memberikan kesempatan pada mereka untuk
menerima lebih banyak. Orang-orang yang melihat masa lalunya dan
percaya bahwa mereka telah memenuhi hal-hal penting dan hidup
dengan baik tidak begitu kesulitan beradaptasi dengan terminal illness.
G. MENJELASKAN KEMATIAN PADA ANAK
Kebanyakan seorang psikolog percaya bahwa dengan berkata jujur
merupakan strategi yang terbaik dalam mendiskusikan kematian dengan
anak.Respon anak terhadap pertanyaan mengenai kematian merupakan
dasar tingkat kematangan anak dalam mengartikan kematian.
Pada anak pra sekolah, anak mengartikan kematian sebagai: kematian
adalah sudah tidak ada nafas, dada dan perut datar, tidak bergerak lagi,dan
tidak bisa berjalan seperti layaknya orang yang dapat berjalan seperti orang
sebelum mati/ meninggal.
Kebanyakan anak-anak (anak yang menderita penyakit terminal)
membutuhkan keberanaian, bahwa ia di cintai dan tidak akan merasa di
tinggalkan.Tanpa memandang umur, sebagai orang tua seharusnya sensitife
dan simpati, mendukunng apa yang anak rasakan.

H. KEBUTUHAN ANAK YANG TERMINAL


1. Komunikasi, dalam hal ini anak sangat perlu di ajak unuk berkomunikasi
atau berbicara dengan yang lain terutama oleh kedua orang tua karena
dengan orang tua mengajak anak berkomunikasi /berbicara anak merasa
bahhwa ia tidak sendiri dan ia merasa ditemani.
2. Memberitahu kepada anak bahwa ia tidak sendiri dalam menghadapi
penyakit tersebut.
3. Berdiskusi dengan siblings (saudara kandung) agar saudara kandung
mau ikut berpartisipasi dalam perawatan atau untuk merawat.
4. Social support meningkatkan koping
I. ASUHAN KEPERAWATAN YANG DIPERLUKAN PADA ANAK YANG
MENGALAMI PENYAKIT TERMINAL
Asuhan keperawatan yang diperlukan dan digunakan pada anak yang
mengalami penyakit terminal adalah ”PALLIATIVE CARE” tujuan perawatan
paliatif ini adalah guna untuk meningkatkan kualitas hidup anak dengan
kematian minimal mendekati normal, diupanyakan dengan perawatan yang
baik hingga pada akhirnya menuju pada kematian
1. PALLIATIFE CARE
a. Menambah kualitas hidup (anak) pada kondisi terminal.
b. Perawatan paliatif berfokus pada gejala rasa sakit (nyeri, dypsnea) dan
kondisi (kesendirian) dimana pada kasus ini mengurangi kepuasan
atau kesenangan hidup anak.
c. Mengontrol rasa nyeri dan gejala yang lain,masalah psikologi,social
atau spiritualnya dari anak dalam kondisi terminal.
2. PRINSIP DARI PERAWATAN PALLIATIVE CARE
a. Menghormati atau menghargai martabat dan harga diri dari pasient
dan keluarga pasien.
b. Dukungan untuk caregiver
c. Palliateve care merupakan accses yang competent dan compassionet
d. Mengembangkan professional dan social support untuk pediatric
palliative care
e. Melanjutkan serta mengembangkan pediatrik palliative care melalui
penelitian dan pendidikan
3. A PALLIATIVE CARE PLANE (RENCANA ASUHAN PERAWATAN
PALLIATIVE)
a. Melibatkan seorang partnership antara anak, keluarga, orang tua,
pegawai, guru, staff sekolah dan petugas keseatan yang professional
b. Suport phisik, emosinal, pycososial, dan spiritual khususnya
c. Melibatkan anak pada self care
d. Anak memerlukan atau membutuhkan gambaran dan kondisi (kondisi
penyakit terminalnya) secara bertahap, tepat dan sesuai
e. Menyediakan diagnostic atau kebutuhan intervensi terapeutik guna
memperhatikan/memikirkan konteks tujuan dan pengaharapan dari
anak dan keluarga.
J. Askep Anak Sakit Terminal Atau Menjelang Ajal
1. Pengkajian
Lakukan pengkajian fisik Dapatkan riwayat kesehatan tentang penyakit
terminal dan terapinya Kaji konsep anak tentang diri sendiri, proses yang
terjadi pada lima tahap berikut dimana anak memerlukan informasi
tentang situasinya sendiri

Tahap 1 : Penyakit adalah sakit serius

Tahap 2 : Penemuan hubungan antara pengobatan dan pemulihan

Tahap 3 : Pemahaman tentang tujuan dan implikasi prosedur khusus.


Rasa sejahtera mulai menghilang dan menerima diri sebagai anak yang
berbeda dari anak lain.

Tahap 4 : Penyakit dipandang sebagai kondisi permanen. Perasaan


selalu menjadi orang sakit yang tidak pernah menjadi lebih baik.

Tahap 5 : Kesadaran bahwa hanya terdapat pengobatan dalam jumlah


Terbatas. Kesadaran tentang prognosis fatal.

Observasi tanda-tanda fisik yang mendekati kematian.

a. Kehilangan sensasi dan gerakan pada ekstremitas bawah, berlanjut ke


tubuh bagian atas.
b. Sensasi panas, meskipun badan terasa dingin
c. Kehilangan indera
d. Sensasi taktil menurun
e. Sensasi terhadap sinar
f. Pendengaran adalah indera yang terakhir hilang
g. Konfusi, kehilangan kesadaran, bicara tidak jelas
h. Kelemahan otot
i. Kehilangan kontrol defekasi dari kandung kemih
j. Penurunan nafsu makan/ haus
k. Kesulitan menelan
l. Perubahan pola napas
m. Pernapasan cheyne–stokes“ Death rattle (bunyi dada bising karena
akumulasi sekresi paru dan faring) Nadi lemah dan lambat, penurunan
tekanan darah
n. Kaji respon keluarga terhadap ancaman kematian Observasi adanya
manifestasi reaksi berduka yang normal pada anggota keluarga
o. Kaji sistem pendukung keluarga, mekanisme koping, dan ketersediaan
sumber.
p. Kaji kemampuan diri untuk memberikan perawatan efektif pada anak
yang menjelang ajal
q. Waspadai perasaan sendiri
r. Identifikasi strategi koping
2. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
penyakit terminal dan ancaman kematian
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
kehilangan nafsu makan, tidak tertarik pada makanan.
c. Takut/ cemas berhubungan dengan diagnosa, terapi, dan prognosis
d. Berduka antisipasi berhubungan denga ancaman kematian anak
K. PEDOMAN UNTUK MENDUKUNG KELUARGA BERDUKA UMUM
Tinggal dengan keluarga ; duduk dengan tenang bila mereka tidak
ingin bicara Terima reaksi berduka keluarga ; hindari pernyataan
menghakimi (mis “Anda harus merasa baik sekarang”). Hindari pernyataan
yang dibuat-buat (mis ; “Saya tahu apa yang anda rasakan” atau “anda
masih cukup muda untuk mempunyai bayi lagi”). Hadapi secara terbuka
perasaan-perasaan seperti rasa bersalah, marah dan kehilangan harga diri.
Fokuskan perasaan dengan menggunakan kata-kata berperasaan dalam
pernyataan (mis :”Anda masih merasakan semua kepedihan karena
kehilangan anak)
L. PADA SAAT KEMATIAN
1. Yakinkan keluarga bahwa segala sesuatu mungkin sedang dilakukan
untuk anak, bila mereka menginginkan intervensi penyelamatan hidup.
Lakukan apa saja yang mungkin dilakukan untuk menjamin kenyamanan
anak, khususnya penghilangan nyeri. Beri kesempatan pada anak dan
keluarga untuk meninjau ulang pengalaman khusus atau memori dalam
kehidupan mereka.
2. Ekspresikan perasaan pribadi tentang kehilangan dan/ atau frustasi
(mis;”Kami akan sangat kehilangan dia” atau “ Kami sudah mencoba
segala sesuatu; kami sangat menyesal bahwa kami tidak dapat
menyelamatkannya”) Berikan informasi yang diminta keluarga dan
bersikap jujur.
3. Hargai kebutuhan emosional anggota keluarga seperti saudara
kandung, yang mungkin ingin menyingkir sejenak dari anak yang
menjelang ajal
4. Buat setiap upaya untuk mengatur anggota keluarga khususnya orang
tua untuk bersama anak pada saat kematian, bila mereka
menginginkannya.
5. Dorong kelurga untuk bicara dengan anak bahkan bila ia tampak koma
6. Bantu keluarga mengidentifikasi dan menghubungi kerabat, teman atau
individu pendukung lain.
7. Hargai keyakinan religius dan budaya seperti upacara khusus atau ritual
8. Atur untuk dukungan spiritual, seperti rohaniawan, beri dukungan
spiritual sesuai permintaan anak atau keluarganya.
M. SIMTOMATOLOGI BERDUKA NORMAL
1. Sensasi distres somatic
2. Perasaan sesak di tenggorok
3. Tersedak, dengan napas pendek
4. Kecenderungan nyata untuk napas pendek
5. Perasaan kosong dalam abdomen

Distres subyektif terus-menerus yang digambarkan sebagai tegangan atau


sakit mental

1. Preokupasi dengan bayangan kematian


2. Mendengar, melihat atau membayangkan kehadiran individu yang
sudah meninggal
3. Sedikit rasa tidak nyata
4. Perasaan jarak emosi dari orang lain
5. Dapat meyakini bahwa ia mendekati kegilaan
6. Perasaan bersalah
7. Mencari bukti kegagalan dalam mencegah kematian
8. Mendakwa diri sendiri tentang pengabaian atau kelalaian minor yang
berlebihan
9. Perasaan bermusuhan
10. Kehilangan kehangatan terhadap orang lain
11. Kecenderungan untuk peka rangsang dan marah
12. Mengharapkan untuk tidak diganggu oleh teman dan kerabat
13. Kehilangan pola berhubungan yang umum,Gelisah, tidak dapat duduk
diam, gerakan tanpa tujuan.Terus menerus mencari seuatu untuk
dilakukan atau apa yang ia pikir harus lakukan .Kurang kapasitas untuk
memulai atau mempertahankan pola aktivitas yang teratur.

Anda mungkin juga menyukai