Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

KEGAWATDARURATAN OBSTETRI

KELOMPOK 6

MAFTUHA
RIRIN SRI CINDRAYANA
ALKAF REYNAL

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA JAYA PALU

TAHUN AJARAN 2019/2020


KONSEP TEORI KEGAWATDARURATAN OBSTETRI

Definisi
Kegawatdaruratan obstetri adalah Perdarahan yang mengancam nyawa selama
kehamilan dan dekat cukup bulan meliputi perdarahan yang terjadi pada minggu awal
kehamilan (abortus, mola hidatidosa, kista vasikuler, kehamilan ekstrauteri/ ektopik) dan
perdarahan pada minggu akhir kehamilan dan mendekati cukup bulan (plasenta previa,
solusio plasenta, ruptur uteri, perdarahan persalinan per vagina setelah seksio sesarea,
retensio plasentae/ plasenta inkomplet), perdarahan pasca persalinan, hematoma, dan
koagulopati obstetri.

Jenis-jenis kegawat daruratan obstetri

1. Abortus
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi yang usia kehamilannya kurang
dari 20 minggu.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya amenore, tanda-tanda kehamilan,
perdarahan hebat per vagina, pengeluaran jaringan plasenta dan kemungkinan
kematian janin. Pada abortus septik, perdarahan per vagina yang banyak atau sedang,
demam (menggigil), kemungkinan gejala iritasi peritoneum, dan kemungkinan syok.

Etiologi
Abortus pada wanita hamil bisa terjadi karena beberapa sebab diantaranya :
1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi. Kelainan inilah yang paling umum
menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum umur kehamilan 8 minggu.
Beberapa faktor yang menyebabkan kelainan ini antara lain : kelainan
kromoson/genetik, lingkungan tempat menempelnya hasil pembuahan yang
tidak bagus atau kurang sempurna dan pengaruh zat-zat yang berbahaya bagi
janin seperti radiasi, obat obatan, tembakau, alkohol dan infeksi virus.
2. Kelainan pada plasenta. Kelainan ini bisa berupa gangguan pembentukan
pembuluh darah pada plasenta yang disebabkan oleh karena penyakit darah
tinggi yang menahun.
3. Faktor ibu seperti penyakit penyakit khronis yang diderita oleh sang ibu
seperti radang paru paru, tifus, anemia berat, keracunan dan infeksi virus
toxoplasma.
4. Kelainan yang terjadi pada organ kelamin ibu seperti gangguan pada mulut
rahim, kelainan bentuk rahim terutama rahim yang lengkungannya ke
belakang (secara umum rahim melengkung ke depan), mioma uteri, dan
kelainan bawaan pada rahim.

Terapi

Terapi untuk perdarahan yang tidak mengancam nyawa adalah dengan


Macrodex, Haemaccel, Periston, Plasmagel, Plasmafundin (pengekspansi plasma
pengganti darah) dan perawatan di rumah sakit. Terapi untuk perdarahan yang
mengancam nyawa (syok hemoragik) dan memerlukan anestesi, harus dilakukan
dengan sangat hati-hati jika kehilangan darah banyak. Pada syok berat, lebih dipilih
kuretase tanpa anestesi kemudian Methergin. Pada abortus pada demam menggigil,
tindakan utamanya dengan penisilin, ampisilin, sefalotin, rebofasin, dan pemberian
infus.

2. Mola hidatidosa (Kista Vesikular)

Mola Hidatidosa (Hamil Anggur) adalah suatu massa atau pertumbuhan di


dalam rahim yang terjadi pada awal kehamilan. Mola Hidatidosa adalah kehamilan
abnormal, dimana seluruh villi korialisnya mengalami perubahan hidrofobik. Mola
hidatidosa juga dihubungkan dengan edema vesikular dari vili khorialis plasenta dan
biasanya tidak disertai fetus yang intak. Secara histologist, ditemukan proliferasi
trofoblast dengan berbagai tingkatan hiperplasia dan displasia. Vili khorialis terisi
cairan, membengkak, dan hanya terdapat sedikit pembuluh darah.
Etiologi
Penyebab pasti mola hidatidosa tidak diketahui, tetapi faktor-faktor yang mungkin
dapat menyebabkan dan mendukung terjadinya mola, antara lain:
a. Faktor ovum, di mana ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi
b. terlambat dikeluarkan
c. Imunoselektif dari trofoblast
d. Keadaan sosioekonomi yang rendah
e. Paritas tinggi
f. Kekurangan protein
g. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
Tanda dan gejala
Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa.
Kecurigaaan biasanya terjadi pada minggu ke 14 – 16 dimana ukuran rahim lebih
besar dari kehamilan biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan,
dan bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada
pakaian dalam Tanda dan gejala.
a. Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien masuk RS
b. Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar):
1) Gejala – gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan
BB yangtidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab
2) Gejala – gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai,
peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni)
Manifestasi Klinis
a. Amenorrhoe dan tanda-tanda kehamilan.
b. Perdarahan pervaginam dari bercak sampai perdarahan berat. Merupakan gejala
utama dari mola hidatidosa, sifat perdarahan bisa intermiten selama berapa
minggu sampai beberapa bulan sehingga dapat menyebabkan anemia defisiensi
besi.
c. Uterus sering membesar lebih cepat dari biasanya tidak sesuai dengan usia
kehamilan.
d. Tidak dirasakan tanda-tanda adanya gerakan janin maupun ballottement.
e. Hiperemesis, pasien dapat mengalami mual dan muntah cukup berat.
f. Preklampsi dan eklampsi sebelum minggu ke-24
g. Keluar jaringan mola seperti buah anggur, yang merupakan diagnosa pasti
h. Gejala Tirotoksikosis
PENATALAKSANAAN
Evakuasi
a. Perbaiki keadaan umum.
b. Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap. Bila Kanalis
servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam kemudian dilakukan
kuret.
c. Memberikan obat-obatan antibiotik, uterotonika dan perbaiki keadaan umum
penderita.
d. 7 – 10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke dua untuk
membersihkan sisa-sisa jaringan.
e. Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30 tahun,
paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi pusat atau lebih.
Pengawasan Lanjutan
a. Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai kontrasepsi oral pil.
b. Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun, yaitu setiap minggu pada
Triwulan pertama, setiap 2 minggu pada Triwulan kedua, setiap bulan pada 6
bulan berikutnya, setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3
bulan.
c. Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan :
1) Gejala klinis : keadaan umum, perdarahan
2) Pemeriksaan dalam : keadaan serviks, uterus bertambah kecil atau tidak
3) Laboratorium : Reaksi biologis dan imunologis : 1x seminggu sampai hasil
negatif, 1x per 2 minggu selama Triwulan selanjutnya, 1x sebulan dalam 6
bulan selanjutnya, 1x per 3 bulan selama tahun berikutnya. Kalau hasil reaksi
titer masih (+) maka harus dicurigai adanya keganasan
4) Sitostatika Profilaksis : Metoreksat 3x 5mg selama 5 hari.
3. Kehamilan Ekstrauteri (Ektopik)
Kehamilan ektopik adalah implantasi dan pertumbuhan hasil konsepsi diluar
endometrium kavum uteri.
Kehamilan ektopik adalah hamil di luar kandungan atau rahim. Kondisi ini
menyebabkan perdarahan dari vagina dan nyeri hebat di panggul atau perut bawah.
Kehamilan ektopik harus segera ditangani karena dapat berbahaya, dan janin juga
tidak akan berkembang dengan normal.

Penyebab
Gangguan ini adalah terlambatnya transport ovum karena obstruksi mekanis
pada jalan yang melewati tuba uteri. Kehamilan tuba terutama di ampula, jarang
terjadi kehamilan di ovarium.
Tanda dan Gejala
Nyeri yang terjadi serupa dengan nyeri melahirkan, sering unilateral (abortus
tuba), hebat dan akut (rupture tuba), ada nyeri tekan abdomen yang jelas dan
menyebar. Kavum douglas menonjol dan sensitive terhadap tekanan. Jika ada
perdarahan intra-abdominal, gejalanya sebagai berikut:
a. Sensitivitas tekanan pada abdomen bagian bawah, lebih jarang pada abdomen
bagian atas.
b. Abdomen tegang.
c. Mual.
d. Nyeri bahu.
e. Membran mukosa anemis.
Jika terjdi syok, akan ditemukan nadi lemah dan cepat, tekanan darah di
bawah 100 mmHg, wajah tampak kurus dan bentuknya menonjol-terutama
hidung, keringat dingin, ekstremitas pucat, kuku kebiruan, dan mungkin terjadi
gangguan kesadaran.
penatalaksanaan
Penanganan Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
a. Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi.
b. Pada laparotomi perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan menjepit
bagian dari adneksa yang menjadi sumber perdarahan.
c. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dalam rongga perut
sebanyak mungkin dikeluarkan.
Dalam tindakan demikian, beberapa hal yang harus dipertimbangkan yaitu :
a. Kondisi penderita pada saat itu,
b. Keinginan penderita akan fungsi reproduksinya,
c. Lokasi kehamilan ektopik.
d. Hasil ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi (pemotongan
bagian tuba yang terganggu) pada kehamilan tuba. Dilakukan pemantauan
terhadap kadar HCG (kuantitatif). Peninggian kadar HCG yang berlangsung
terus menandakan masih adanya jaringan ektopik yang belum terangkat.
Penanganan pada kehamilan ektopik dapat pula dengan :
a. Transfusi, infus, oksigen,
b. Atau kalau dicurigai ada infeksi diberikan juga antibiotika dan antiinflamasi.
Sisa-sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin supaya
penyembuhan lebih cepat dan harus dirawat inap di rumah sakit
Terapi
Terapi untuk gangguan ini adalah dengan infuse ekspander plasma (Haemaccel,
Macrodex) 1000 ml atau merujuk ke rumah sakit secepatnya.

4. Plasenta previa
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada
segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan
jalan lahir.
Etiologi
Mengapa Plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu dapat
diterangkan, bahwasanya vaskularisasi yang berkurang atau perubahan atrofi pada
dosidua akibat persalinan yang lampau dan dapat menyebabkan plasenta previa
tidak selalu benar, karena tidak nyata dengan jelas bahwa plasenta previa didapati
untuk sebagian besar pada penderita dengan paritas fungsi, memang dapat
dimengerti bahwa apabila aliran darah ke plasenta tidak cukup atau diperlukan
lebih banyak seperti pada kehamilan kembar. Plasenta yang letaknya normal
sekalipun akan meluaskan permukaannya, sehingga mendekati atau menutupi sama
sekali pembukaan jalan lahir.
Patofisiologi
Perdarahan anter partum akibat plasenta previa terjadi sejak kehamilan 20
minggu saat sekmen uterus telah terbentuk dan mulai melebar dan menipis.
Umumnya terjadi pada trimester ke tiga karena segmen bawah uterus lebih
banyak mengalami perubahan. Pelebaran sekmen bawah uterus dan
pembukaan servik menyababkan sinus uterus robek karena lepasnya plasenta dari
dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahan tak
dapat dihindarkankarena adanya ketidakmampuan selaput otot segmen bawah uterus
untuk  berkontraksi seperti pada plasenta letak normal.
Gambaran klinis plasenta previa
Perdarahan vagina setelah minggu ke 20 kehamilan adalah karakteristik dari
placenta previa, Biasanya perdarahan tidak menyakitkan, namun ia dapat
dihubungkan dengan kontraksi-kontraksi kandungan dan nyeri perut, Perdarahan
berulang,Warna perdarahan merah segar, Adanya anemia dan renjatan yang sesuai
dengan keluarnya darah, timbulnya perlahan-lahan, Kulit pucat, His biasanya tidak
ada, rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi, Denyut jantung janin ada, Teraba jaringan
plasenta pada periksa dalam vagina, Penurunan kepala tidak masuk pintu atas
panggul, Presentasi mungkin abnormal.
Komplikasi
1. Plasenta abruptio. Pemisahan plasenta dari dinding rahim
2. Perdarahan sebelum atau selama melahirkan yang dapat menyebabkan
histerektomi (operasi pengangkatan rahim).
3. Plasenta akreta, plasenta inkreta, plasenta perkreta
4. Prematur atau kelahiran bayi sebelum waktunya (< 37 minggu)
5. Kecacatan pada bayi
Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan darah : hemoglobin, hematokrit
b. Pemeriksaan ultra sonografi, dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan plasenta
atau jarak tepi plasenta terhadap ostium
c. Pemeriksaan inspekkulo secara hati-hati dan benar, dapat menentukan sumber
perdarahan dari karnalis servisis atau sumber lain (servisitis, polip,keganasan,
laserasi/troma)
Penatalaksanaan
Tindakan pada plasenta previa :
a. Tindakan dasar umum. Memantau tekanan darah, nadi, dan hemoglobin,
memberi oksigen, memasang infuse, member ekspander plasma atau serum
yang diawetkan. Usahakan pemberian darah lengkap yang telah diawetkan
dalam jumlah mencukupi.
b. Pada perdarahan yang mengancam nyawa, seksio sesarea segera dilakukan
setelah pengobatan syok dimulai.
c. Pada perdarahan yang tetap hebat atau meningkat karena plasenta previa totalis
atau parsialis, segera lakukan seksio sesaria; karena plasenta letak rendah
(plasenta tidak terlihat jika lebar mulut serviks sekitar 4-5 cm), pecahkan selaput
ketuban dan berikan infuse oksitosin; jika perdarahan tidak berhenti, lakukan
persalinan pervagina dengan forsep atau ekstraksi vakum; jika perdarahan tidak
berhenti lakukan seksio sesaria.
d. Tindakan setelah melahirkan.
1) Cegah syok (syok hemoragik)
2) Pantau urin dengan kateter menetap
3) Pantau sistem koagulasi (koagulopati).
4) Pada bayi, pantau hemoglobin, hitung eritrosit, dan hematokrit.
Penatalaksanaan keperawatan
Sebelum dirujuk anjurkan pasien untuk tirah baring
total  dengan     menghadap ke kiri, tidak melakukan senggama, menghidari
peningkatan tekanan rongga perut (misal batuk, mengedan karena sulit buang air
besar). Pasang infus NaCl fisiologis, Bila tidak memungkinkan, beri cairan
peroral, pantau tekanan darah dan frekuensi nadi pasien secara teratur tiap 15
menit untuk mendeteksi adanya hipotensi atau syok akibat perdarahan.
Pantau pula BJJ dan pergerakan janin Bila terjadi renjatan, segera lakukan
resusitasi cairan dan transfusi darah bila tidak teratasi, upaya penyelamatan
optimal.
Terapi
Terapi atau tindakan terhadap gangguan ini dilakukan di tempat praktik. Pada
kasus perdarahan yang banyak, pengobatan syok adalah dengan infuse Macrodex,
Periston, Haemaccel, Plasmagel, Plasmafudin. Pada kasus pasien gelisah,
diberikan 10 mg valium (diazepam) IM atau IV secara perlahan.

5. Solusio (Abrupsio) Plasenta

Solusio plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh jaringan plasenta


yang berimplantasi normal pada kehamilan di atas 22 minggu dan sebelum anak
lahir .

Etiologi
Penyebab utama dari solusio plasenta masih belum diketahui pasti. Meskipun
demikian ada beberapa factor yang diduga mempengaruhi nya, antara lain :
a. penyakit hipertensi menahun
b. pre-eklampsia
c. tali pusat yang pendek
d. trauma
e. tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior uterus yang
sangat mengecil ( hidramnion pada waktu ketuban pecah, kehamilan ganda
pada waktu anak pertama lahir Di samping hal-hal di atas, ada juga
pengaruh dari :
a. umur lanjut
b. multiparitas
c. ketuban pecah sebelum waktunya
d. defisiensi asam folat
e. merokok, alcohol, kokain
f. mioma uteri
Gejala klinis
a. Perdarahan yang disertai nyeri, juga diluar his.
b. Anemi dan syok, beratnya anemi dan syok sering tidak sesuai dengan
banyaknya darah yang keluar.
c. Uterus keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi uterus bertambah
dengan darah yang berkumpul di belakang placenta sehingga uterus teregang
(uterus en bois).
d. Palpasi sukar karena rahim keras.
e. Fundus uteri makin lama makin naik
f. Bunyi jantung biasanya tidak ada
g. Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus (karena isi uterus
bertambah)
h. Sering ada proteinuri karena disertai preeclampsia
Gambaran klinik
a. Solusio plasenta ringan
Ruptura sinus marginalis sama sekali tidak mempengaruhi keadaan ibu ataupun
janinnya. Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitaman dan
jumlahnya sedikit sekali. Perut mungkin terasa agak sakit atau terus menerus
agak tegang. Uterus yang agak tegang ini harus diawasi terus menerus apakah
akan menjadi lebih tegang karena perdarahan terus menerus. Bagian bagian
janin masih mudah teraba.
b. Solusio plasenta sedang
Plasenta telah lepas lebih dari seperempatnya tapi belum sampai duapertiga luas
permukaannya. Tanda dan gejalanya dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio
plasenta ringan, atau mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, yang
disusul dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam
tampak sedikit, mungkin perdarahan telah mencapai 1000ml. Dinding uterus
teraba tegang terus menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar
diraba. Bila janin masih hidup, bunyi jantungnya sukar didengar dengan
stetoskop biasa, harus dengan stetoskop ultrasonic. Tanda-tanda persalinan
biasanya telah ada dan akan selesai dalam waktu 2 jam. Kelainan pembekuan
darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi, walaupun biasanya terjadi pada
solusio plasenta berat.
c. Solusio plasenta berat.
Plasenta telah lepas lebih dari duapertiga permukaannya. Terjadi sangat tiba-
tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam syok dan janin telah meninggal. Uterus
sangat tegang seperti papan, sangat nyeri, perdarahan pervaginam tidak sesuai
dengan keadaan syok ibu, malahan mungkin , perdarahan pervaginam belum
sempat terjadi. Besar kemungkinan telah terjadi kelainan pembekuan darah dan
kelainan ginjal.
Penanganan solusio plasenta
a. Solusio plasenta ringan
Apabila kehamilannya kurang dari 36 minggu, perdarahannya kemudian
berhenti, perutnya tidak menjadi sakit, uterusnya tidak menjadi tegang maka
penderita dapat dirawat secara konservatif di rumah sakit dengan observasi
ketat.
b. Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila perdarahannya berlangsung terus, dan gejala solusio plasenta bertambah
jelas, atau dalam pemantauan USG daerah solusio plasenta bertambah luas,
maka pengakhiran kehamilan tidak dapat dihindarkan lagi. Apabila janin hidup,
dilakukan sectio caesaria. Sectio caesaria dilakukan bila serviks panjang dan
tertutup, setelah pemecahan ketuban dan pemberian oksitosin dalam 2 jam
belum juga ada his. Apabila janin mati, ketuban segera dipecahkan untuk
mengurangi regangan dinding uterus disusul dengan pemberian infuse oksitosin
5 iu dalam 500cc glukosa 5% untuk mempercepat persalinan.
Pengobatan :
Umum :
a. Transfusi darah.
Transfusi darah harus segera diberikan tidak peduli bagaimana keadaan umum
penderita waktu itu. Karena jika diagnosis solusio placenta dapat ditegakkan itu
berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000ml.
b. Pemberian O2
c. Pemberian antibiotik.
d. Pada syok yang berat diberi kortikosteroid dalam dosis tinggi.
Khusus :
Terhadap hipofibrinogenemi : substitusi dengan human fibrinogen 10 gr atau
darah segar dan menghentikan fibrinolisis dengan trasylol (proteinase inhibitor)
200.000 iu diberikan IV, selanjutnya jika perlu 100.000 iu / jam dalam infus.
Pemberian 1 gram fibrinogen akan meningkatkan kadar fibrinogen darah 40 mg%.
Jadi apabila kadar fibrinogen sangat rendah atau tidak ada sama sekali,
diperlukan sekurangnya 4 gram fibrinogen untuk menaikkan di atas kadar kritis
fibrinogen darah 150mg%.
Biasanya diperlukan 4-6 gram fibrinogen yang dilarutkan dalam glucosa 10%,
diberikan IV perlahan-lahan selama 15-30 menit. Apabila tidak ada fibrinogen,
transfusikan darah segar yang mengandung kira-kira 2 gram fibrinogen per
1000ml. Sehingga dengan transfusi darah lebih dari 2000ml, kekurangan
fibrinogen dalam darah dapat diatasi. Untuk merangsang diuresis : manitol,
diuresis yang baik lebih dari 30-40cc/jam. Pimpinan persalinan pada solusio
plasenta bertujuan untuk mempercepat persalinan sedapat dapatnya kelahiran
terjadi dalam 6 jam. Apabila persalinan tidak selesai atau diharapkan tidak akan
selesai dalam waktu 6 jam setelah pemecahan selaput ketuban dan infuse oksitosin,
satu-satunya cara adalah dengan melakukan sectio caesaria.
Histerektomi dilakukan bila ada atonia uteri yang berat yang tidak dapat diatasi
dengan usaha-usaha yang lazim. Alasan :
a. Bagian placenta yang terlepas meluas
b. Perdarahan bertambah
c. Hipofibrinogenemi menjelma atau bertambah

6. Retensio Plasenta (Plasenta Inkompletus)


Adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 1 jam setelah bayi
lahir. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya plasenta tidak lahir spontan dan tidak
yakin apakah plasenta lengkap.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta:
a. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan
dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta
pembentukan constriction ring.
b. Kelainan dari placenta dan sifat perlekatan placenta pada uterus.
c. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang
tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi
yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktu dapat
menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi
terutama yang melemahkan kontraksi uterus.
Sebab-sebab terjadinya retensio plasenta ini adalah:
a. Plasenta belum terlepas dari dinding uterus karena tumbuh melekat lebih dalam.
Perdarahan tidak akan terjadi jika plasenta belum lepas sama sekali dan akan
terjadi perdarahan jika lepas sebagian. Hal ini merupakan indikasi untuk
mengeluarkannya.
Menurut tingkat perlekatannya dibagi menjadi:
1) Plasenta adhesiva, melekat pada endometrium, tidak sampai membran basal.
2) Plasenta inkreta, vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua
sampai ke miometrium.
3) Plasenta akreta, menembus lebih dalam ke miometrium tetapi belum
menembus serosa.
4) Plasenta perkreta, menembus sampai serosa atau peritoneum dinding rahim.
b. Plasenta sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan
oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III,
sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi
keluarnya plasenta (plasenta inkarserata).
Penanganan
Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:
a. Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang
berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau
larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi,
tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang
dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
b. Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau
NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
c. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan
drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
d. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi
manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400
cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang
sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk
eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
e. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan
dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya
pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di
rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan
dengan kuretase pada abortus.
f. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian
obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
g. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan
infeksi sekunder.
Terapi
Terapi untuk retensio atau inkarserasi adalah 35 unit Syntocinon (oksitosin) IV yang
diikuti oleh usaha pengeluaran secara hati-hati dengan tekanan pada fundus. Jika
plasenta tidak lahir, usahakan pengeluaran secara manual setelah 15 menit. Jika ada
keraguan tentang lengkapnya plasenta,lakukan palpasi sekunder.

7. Ruptur Uteri
Ruptur uterus adalah robekan pada uterus, dapat meluas ke seluruh dinding
uterus dan isi uterus tumpah ke seluruh rongga abdomen (komplet), atau dapat pula
ruptur hanya meluas ke endometrium dan miometrium, tetapi peritoneum di sekitar
uterus tetap utuh (inkomplet).

Etiologi
Penyebab kejadian ruptur uteri, yakni:
a. tindakan obstetri,
b. ketidakseimbangan fetopelvik,
c. letak lintang yang diabaikan
d. kelebihan dosis obat bagi nyeri persalinan atau induksi persalinan,
e. jaringan parut pada uterus,
f. kecelakaan.
Gejala-gejala rupture uteri
a. Anamnesis dan inspeksi
Pada suatu his yang kuat sekali, pasien merasa kesakitan yang luar biasa,
menjerit seolah-olah perutnya sedang dirobek kemudian jadi gelisah, takut, pucat,
keluar keringat dingin sampai kolaps.
1) Pernafasan jadi dangkal dan cepat, kelihatan haus.
2) Muntah-muntah karena rangsangan peritoneum
3) Syok nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tidak teratur
4) Keluar perdarahan pervaginam yang biasanya tidak begitu banyak, lebih-
lebih kalau bagian terdepan atau kepala sudah jauh turun dan menyumbat
jalan lahir.
5) Kadang-kadang ada perasaan nyeri yang menjalar ketungkai bawah dan
dibahu.
6) Kontraksi uterus biasanya hilang.
7) Mula-mula terdapat defansmuskuler kemudian perut menjadi kembung dan
8) meteoristis (paralisis khusus).
b. Palpasi
1) Teraba krepitasi pada kulit perut yang menandakan adanya emfisema
subkutan
2) Bila kepala janin belum turun, akan mudah dilepaskan dari PAP
3) Bila janin sudah keluar dari kavum uteri, jadi berada dirongga perut, maka
teraba bagian-bagian janin langsung dibawah kulit perut, dan di sampingnya
kadang-kadang teraba uterus sebagai suatu bola keras sebesar kelapa.
4) Nyeri tekan pada perut, terutama pada tempat yang robek
c. Auskultasi
Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi beberapa menit
setelah rupture, apalagi kalau plasenta juga ikut terlepas dan masuk kerongga
perut.
d. Pemeriksaan dalam
1) Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun kebawah, dengan mudah dapat
didorong keatas, dan ini disertai keluarnya darah pervaginam yang agak
banyak
2) Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding rahim
dan kalau jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi maka dapat diraba
usus, omentum dan bagian-bagian janin
3) Kateterisasi hematuri yang hebat menandakan adanya robekan pada kandung
kemih
4) Catatan
a) Gejala rupture uteri incomplit tidak sehebat komplit
b) Rupture uteri yang terjadi oleh karena cacat uterus biasanya tidak
didahului oleh uteri mengancam.
c) Sangat penting untuk diingat lakukanlah selalu eksplorasi yang teliti dan
hati-hati sebagai kerja tim setelah mengerjakan sesuatu operative
delivery, misalnya sesudah versi ekstraksi, ekstraksi vakum atau forsef,
embriotomi dan lain-lain
Penatalaksanaan
Tindakan pertama adalah memberantas syok, memperbaiki keadaan umum
penderita dengan pemberian infus cairan dan tranfusi darah, kardiotinika,
antibiotika, dsb. Bila keadaan umum mulai baik, tindakan selanjutnya adalah
melakukan laparatomi dengan tindakan jenis operasi:
a. Histerektomi baik total maupun sub total
b. Histerorafia, yaitu luka di eksidir pinggirnya lalu di jahit sebaik-baiknya
c. Konserfatif : hanya dengan temponade dan pemberian antibiotika yang cukup.
Tindakan yang akan dipilih tergantung pada beberapa faktor, diantaranya adala :
1) Keadaan umum penderita
2) Jenis ruptur incompleta atau complete
3) Jenis luka robekan : jelek, terlalu lebar, agak lama, pinggir tidak rata dan
sudah banyak nekrosis
4) Tempat luka : serviks, korpus, segmen bawah rahim
5) Perdarahan dari luka : sedikit, banyak
6) Umur dan jumlah anak hidup
7) Kemampuan dan ketrampilan penolong

8. Perdarahan Pascapersalinan
Pendarahan pasca persalinan (post partum) adalah pendarahan pervaginam
500 ml atau lebih sesudah anak lahir. Penyebab gangguan ini adalah kelainan
pelepasan dan kontraksi, rupture serviks dan vagina (lebih jarang laserasi
perineum), retensio sisa plasenta, dan koagulopati. Perdarahan pascapersalinan
tidak lebih dari 500 ml selama 24 jam pertama, kehilangan darah 500 ml atau
lebih berarti bahaya syok. Perdarahan yang terjadi bersifat mendadak sangat
parah (jarang), perdarahan sedang (pada kebanyakan kasus), dan perdarahan
sedang menetap (terutama pada ruptur). Peningkatan anemia akan mengancam
terjadinya syok, kegelisahan, mual, peningkatan frekuensi nadi, dan penurunan
tekanan darah.
Gejala Klinis
Gejala klinis berupa pendarahan pervaginam yang terus-menerus setelah bayi
lahir. Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tanda-tanda syok yaitu
penderita pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas
dingin, dan lain-lain. Penderita tanpa disadari dapat kehilangan banyak darah
sebelum ia tampak pucat bila pendarahan tersebut sedikit dalam waktu yang
lama.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perdarahan pascapersalinan
a. Perdarahan pascapersalinan dan usia ibu
b. Perdarahan pascapersalinan dan gravid
c. Perdarahan pascapersalinan dan paritas
d. Perdarahan pascapersalinan dan Antenatal Care
e. Perdarahan pascapersalinan dan kadar haemoglobin
Penanganan perdarahan pasca persalinan
Penanganan perdarahan pasca persalinan pada prinsipnya adalah
a. Hentikan perdarahan, cegah/atasi syok, ganti darah yang hilang dengan diberi
infuse cairan (larutan garam fisiologis, plasma ekspander, Dextran-L, dan
sebagainya), transfuse darah, kalau perlu oksigen.
b. Pada perdarahan sekunder atonik:
1) Beri Syntocinon (oksitosin) 5-10 unit IV, tetes oksitosin dengan dosis 20
unit atau lebih dalam larutan glukosa 500 ml.
2) Pegang dari luar dan gerakkan uterus ke arah atas.
3) Kompresi uterus bimanual.
4) Kompresi aorta abdominalis.
5) Lakukan hiserektomi sebagai tindakan akhir.

9. Syok Hemoragik
Semua keadaan perdarahan diatas, dapat menyebabkan syok pada penderita,
khususnya syok hemoragik yang di sebabkan oleh berkurangnya volume darah
yang beredar akibat perdarahan atau dehidrasi.
Penyebab syok hemoragik
a. Perdarahan eksterna atau interna yang menyebabkan hiposekmia atau ataksia
vasomotor akut.
b. Ketidakcocokan antara kebutuhan metabolit perifer dan peningkatan transpor
gangguan metabolic, kekurangan oksigen jaringan dan penimbunan hasil sisa
metabolik yang menyebabkan cidera sel yang semula reversibel kemudian tidak
reversibel lagi.
c. Gangguan mikrosirkulasi.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan tekanan darah dan nadi; pemeriksaan suhu,
warna kulit, dan membrane mukosa perbedaab suhu antara bagian pusat dan
perifer badan; evaluasi keadaan pengisian (kontraksi) vena dan evaluasi palung
kuku; keterlambatan pengisian daerah kapiler setelah kuku ditekan; dan ekskresi
urin tiap jam.
Penanganan Syok Hemoragik
Pada syok hemoragik tindakan yang esensial adalah menghentikan perdarahan dan
mengganti kehilangan darah. Setelah diketahui adanya syok hemoragik,:
a. Penderita dibaringkan dalam posisi Trendelenburg, yaitu dalam posisi
terlentang biasa dengan kaki sedikit tinggi ( 30 derajat ).
b. Dijaga jangan sampai penderita kedinginan badannya. Setelah kebebasan
jalan napas terjamin, untuk meningkatkan oksigenasi dapat diberi oksigen
100% kira-kira 5 liter/menit melalui jalan napas.
c. Sampai diperoleh persediaan darah buat transfusi, pada penderita melalui
infuse segera diberi cairan dalam bentuk larutan seperti NaCI 0,9%, ringer
laktat, dekstran, plasma dan sebagainya.
d. Jika dianggap perlu kepada penderita syok hemoragik diberi cairan
bikarbonat natrikus untuk mencegah atau menanggulangi asidosis.
Penampilan klinis penderita banyak memberi isyarat mengenai keadaan
penderita dan mengenai hasil perawatannya.

10. Syok Septik (Bakteri, Endotoksin)


Penyebab gangguan ini adalah masuknya endotoksin bakteri gram negative
(coli, proteus, pseudomonas, aerobakter, enterokokus). Toksin bakteri gram
positif (streptokokus, Clostridium welchii) lebih jarang terjadi. Pada abortus
septic, sering terjadi amnionitis atau pielonefritis. Adanya demam sering
didahului dengan menggigil, yang diikuti penurunan suhu dalam beberapa jam,
jarang terjadi hipotermi. Tanda lain adalah takikardia dan hipotensi yang jika
tidak diobati hamper selalu berlanjut ke syok yang tidak reversible. Gangguan
pikiran sementara (disorientasi) sering tidak diperhatikan. Nyeri pada abdomen
(obstruksi portal dan ekstremitas yang tidak tegas). Ketidak cocokan antara
gambaran setempat dan keparahan keadaan umum. Jika ada gagal ginjal akut
dapat berlanjut ke anuria.Trobopenia sering terjadi hanya sementara.
Terapi
Terapi untuk gangguan ini adalah tindakan segera selama fase awal. Terapi
tambahan untuk pengobatan syok septic (bakteri) selalu bersifat syok
hipovolemik (hipovolemia relatif) adalah terapi infuse secepat mungkin yang
diarahkan pada asidosis metabolik. Terapi untuk infeksi adalah antibiotika
(Leucomycin, kloramfenikol 2-3 mg/hari, penisilin sampai 80 juta satuan/ hari).
Pengobatan insufisiensi ginjal dengan pengenalan dini bagi perkembangan
insufisiensi ginjal, manitol (Osmofundin). Jika insufisiensi ginjal berlanjut 24 jam
setelah kegagalan sirkulasi, diperlukan dialysis peritoneal.

11. Preeklampsia Berat


Suatu komplikasi pada kehamilan lebih dari 22 minggu dijumpai :
a. Tekanan darah sistolik > 160 mmhg, diasnolis > 110 mmhg
b. Proteinuri lebih dari 5 gram /24 jam
c. Gangguan selebral atau visual
d. Edema pulmonum
e. Nyeri epigastrik atau kwadran atas kanan
f. Gangguan fungsi hati tanpa sebab yang jelas
g. Trobosisfeni
h. Pertumbuhan janin terhambat
i. Peningkatan serum creatinin

PREEKLAMPSIA BERAT DAN EKLAMPSIA


Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama, kecuali bahwa
persalinan harus berlangsung dalam 6 jam setelah timbulnya kejang pada
eklampsia.
Pengelolaan kejang:
a. Beri obat anti kejang (anti konvulsan)
b. Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, penghisap lendir,
masker oksigen, oksigen)
c. Lindungi pasien dari kemungkinan trauma
d. Aspirasi mulut dan tenggorokan
e. Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi Trendelenburg untuk mengurangi
risiko aspirasi
f. Berikan O24-6 liter/menit
Pengelolaan umum
a. Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi sampai
tekanan diastolic antara 90-100 mmHg
b. Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar no.16 atau lebih
c. Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload
d. Kateterisasi urin untuk pengukuran volume dan pemeriksaan proteinuria
e. Infus cairan dipertahankan 1.5 – 2 liter/24 jam
f. Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat
mengakibatkan kematian ibu dan janin
g. Observasi tanda vital, refleks dan denyut jantung janin setiap 1 jam
h. Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Adanya krepitasi
merupakan tanda adanya edema paru. Jika ada edema paru, hentikan
pemberian cairan dan berikan diuretic (mis. Furosemide 40 mg IV)
i. Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika pembekuan tidak
terjadi setelah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati

Anti konvulsan
Magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi
kejang pada preeklampsia dan eklampsia. Alternatif lain adalah Diasepam,
dengan risiko terjadinya depresi neonatal
DAFTAR PUSTAKA

ASKEP PLASENTA PREVIA. oleh Mira veyrra


http;//www.academia.edu//7935437//ASKEP_PLASENTA_PREVIA

KEGAWAT DARURATAN OBSTETRIK. oleh Irma choco

https://www.academia.edu/35620288/KEGAWAT_DARURATAN_OBSTETRIK

di akses: kamis, 5 maret 2020

Anda mungkin juga menyukai