Anda di halaman 1dari 20

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................................1

BAB I.........................................................................................................................................3

PENDAHULUAN......................................................................................................................3

A. LATAR BELAKANG....................................................................................................3

B. RUMUSAN MASALAH................................................................................................4

C. TUJUAN.........................................................................................................................4

1. TUJUAN UMUM........................................................................................................4

4. TUJUAN KHUSUS.....................................................................................................4

D. MANFAAT PENELITIAN.............................................................................................4

BAB II........................................................................................................................................5

PEMBAHASAN........................................................................................................................5

A. PENGERTIAN OEDEMA..............................................................................................5

B. GAMBARAN KLINIS OEDEMA.................................................................................6

C. ETIOLOGI......................................................................................................................8

D. KLASIFIKASI..............................................................................................................10

E. DISTRIBUSI OEDEMA...............................................................................................11

F. FAKTOR PENYEBAB OEDEMA...............................................................................11

G. PATOFISIOLOGI.........................................................................................................15

H. PENATALAKSAAN OEDEMA..................................................................................16

BAB III.....................................................................................................................................18

PENUTUP................................................................................................................................18

A. KESIMPULAN.............................................................................................................18

B. SARAN.........................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................19
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Proses Oedema”. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancarkan pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa kami masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ilmiah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini bermanfaat terhadap pembaca.

Pontianak, 27 Maret 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Edema merupakan manifestasi umum kelebihan volume cairan yang membutuhkan
perhatian khusus. Pembentukan edema sebagi akibat dari perluasan cairan dalam
kompartemen cairan interstisiel, dapat terlokalisir, contohnya pada pergelangan kaki dapat
berhubungan dengan rematoid arthritis atau dapat menyeluruh, seperti pada gagal jantung
atau ginjal. Edema menyeluruh yang berat disebut anasarka.

Edema akan terjadi jika ada perubahan dalam membrane kapiler, meningkatkan
pembentukan cairan interstisiel atau menurunkan perpindahan cairan interstisiel. Luka bakar
dan ineksi merupakan contoh-contoh keadaan yang dihubungkan dengan peningkatan volume
cairan interstisiel. Obstruksi aliran limfatik atau penurunan tekanan onkotik plasma
menyebabkan peningkatan volume cairan intertisiel. Ginjal menahan natrium dan air jika ada
penurunan volume ekstraseluler sebagai akibat dari npenurunan curah jantung dari gagal
jantung.

Asites merupakan bentuk edema yang terlihat pada kavitas peritoneal akibat dari
sindroma nefrotik atau sirosis. Pasien umumnya mengeluhkan napas pendek dan perasaan
tertekan karena adanya tekanan diafragma.

Edema biasanya terlihat pada area yang tergantung. Edema dapat ditemukan pada
pergelangan kaki, sacrum, skrotum, atau daerah periorbital di wajah. Edema pitting disebut
demikian karena sebuah lubang terbentuk jika seseorang menekan sebuah jari ke jaringan
yang edema. Edema pulmonal merupakan bentuk lain dari edema dimana terjadi peningkatan
cairan dalam intertisium paru dan alveoli. Maniestasi termasuk napas pendek, peningkatan
frekuensi penapasan, diaphoresis, krekels, dan mengi pada auskultasi paru.

Penurunan hematokrin akibat hemodilusi, hasil gas darah arteri menunjukkan


alkalosis respiratori dan hipoksemia, dan penurunan osmolalitas dan natrium serum karena
retensi cairan mungkin terjadi dengan edema. BUN dan kreatinin akan meningkat, berat jenis
urin akan menurun karena ginjal mencoba untuk mengekskresikan air yang berlebihan, dan
natrium urin akan menurun karena peningkatan produksi aldosteron.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan masalah dalam
penelitian ini sebagai berikut : bagaimanakah definisi, etiologi, klasifikasi, tanda- tanda,
gejala, patofisiologi, dan penatalaksanaan proses oedema?

C. TUJUAN
Adapun tujuan pembuatan makalah, yaitu

1. TUJUAN UMUM
1. Menjelaskan tentang definisi oedema
2. Menjelaskan etiologi oedema
3. Menyebutkan tanda dan gejala oedema

4. TUJUAN KHUSUS
1. Menjelaskan patofisiologi oedema
2. Menjelaksan penatalaksanaannya

D. MANFAAT PENELITIAN
Sebagai sumber dan bahan masukan bagi pembaca lain untuk menggali dan
melakukan eksperimen tentang proses oedema dan dapat memberikan informasi
kepada tenaga kesehatan tentang proses oedema serta penatalaksanaannya
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN OEDEMA
Dalam keadaan normal cairan tubuh berada dalam keseimbangan. Oleh karena
suatu sebab keseimbangan cairan tubuh dapat mengalami gangguan. Secara garis
besar cairan tubu8h terbagi atas dua, yaitu edema (hipervolemik) dan dehidrasi
(hipovolemik).

Edema adalah penimbunan cairan berlebihan dianatara sel-sel tubuh atau


didalam berbagai rongga tubuh (Robbins dan Kumar, 1995). Edema disebut juga
dengan efusi, asites. Penanaman penimbunan cairan ini bergantung pada lokasi
dimana edema itu tejadi. Edema dapat terjadi secara lokal maupun umum.edema lokal
disebut juga edema pitting, sedangkan edema umum disebut edema anasarka.

Edema diakibatkan oleh peningkatan tenaga yang memindahkan cairan dari


intravaskuler ke interstitial. Perpindahan cairan secara normal menurut Starling diatur
oleh tekana hidrostatik dan tekananosmotik didalam dan diluar vaskuler. Besarnya
tekanan hidrostatik pada ujung arteriola sekitar 35 mmHg, sedangkan pada ujung
venula sekitar 12-15 mmHg. Tekanan osmotik pada plasma sebesar 20-25 mmHg.

Tekanan hidrostatik kapiler dipengaruhi antara lain oleh besarnya tekanan dari
jantung dan jumlah cairan di intravaskuler. Sedangkan tekanan osmotik koloid
ditentukan oleh albumin. Tekanan hidrostatik bersifat mendorong cairan keluar
melintasi membran kapiler. Sisfat tekanan osmotik koloid adalah menarik air dari
luar. Tekanan hidrostatik intravaskuler dan tekanan osmotik koloid interstitial
cenderung menggerakkan cairan keluar melalui dinding kapiler, sedangkan tekanan
hidrostatik interstitial dan tekanan osmotik koloid intravaskuler cenderung
menggerakkan cairan masuk kedalam . Pada kondisi normal, tekanan hidrostatik
dikapiler tereus-menerus cenderung memaksa cairan dan zat terlarut didalamnya
keluar melalui pori-pori kapiler masuk kedalam ruan interstitial. Tapi sebaliknya,
tekanan osmotik koloid cenderung menyebabkan gerakan cairan dengan osmosis dari
ruang interstitial kedalam darah. Tekanan osmotik koloid inilah yang mencegah
keluarnya volume cairan secara terus-menerus dari darah kedalam ruang interstitial.

Edema adalah akumulasi berlebihan fluida interstitial, yang menyebabkan


pemengkakan jaringan. Salah satu krakteristik edema adalah ‘petting’. Jika kulit pada
daerah eema ditekan dengan jari, maka akan terbentuk lekukan (pit) yang menteap
sekitar 30 detik.

B. GAMBARAN KLINIS OEDEMA


Edema menunjukkan adanyacairan berlebihan pada jaringan tubuh. Pada banyak
keadaan, edema terutamaterjadi pada kompartemen cairan estraselular, tapi juga
dapat melibatkan cairanintracelular (Arthur, 2013).

1) Edema Intraseluler

Terjadinya pembengkakan intraseluler, karena duakondisi, yaitu :

1. Depresi sistem metabolik jaringan

2. Tidak adanya nutrisi sel yang adekuat

Bila aliran darah ke jaringan menurun, pengirimanoksigen dan nutrisi berkurang.


Jika aliran darah menjadi sangat rendah untukmempertahankan metabolisme
jaringan normal, maka pompa ion membran sel menjaditertekan. Bila ini terjadi, ion
natrium yang biasanya masuk ke dalam sel tidakdapat lagi di pompa keluar dari sel,
dan kelebihan natrium dalam selmenimbulkan osmosis air dalam sel, sehingga
edema dapat terjadi pada jaringanyang meradang.

2) Edema Ekstraseluler

Edema ini terjadi bila ada akumulasi cairan yangberlebihan dalam ekstraseluler.
Terjadinya pembengkakan ekstraseluler, karenadua kondisi yaitu :

1. Kebocoran abnormal cairan dari plasma ke ruanginterstisial dengan melintasi


kapiler.

2. Kegagalan limpatik untuk mengembalikan cairan dariinterstisiuim ke dalam


darah.

Penyebab klinis akumulasi cairaninterstisial yang paling sering adalah filtrasi


cairan kapiler yang berlebihan.
Ketika terjadinya edema pada jaringan subkutan yangberdekatan dengan rongga
potensial, cairan edema biasanya juga akan terkumpuldi rongga potensial, yang
disebut efusi. Rongga abdominal merupakan tempatpaling mudah untuk terjadinya
penggumpalan cairan efusi, dan pada keadaan ini,efusi disebut ASITES. Rongga
potensial lainnya, seperti rongga pleura, ronggaperikardial, dan rongga sendi, dapat
sangat membengkok bila ada edema bersifatnegatif sama seperti yang dijumpai
pada jaringan subkutan jarang yang jugabersifat negatif (subatmosferik).

Contoh, tekanan hidrostatik cairan interstisial besar7-8 mmHg dalam rongga


pleura, 3-5 mmHg dalam rongga sendi, dan 5-6 mmHg dalamrongga perikardial

Selain pada edema perifer, edema dapat terjadi padaorgan-organ tertentu, yaitu antara
lain :

1. Edema pada otak

Salah satu komplikasi yang paling serius dariabdormalitas hemodinamika serebral dan
dinamika cairan adalah terbentuknya edemaotak. Karena otak berada di dalam ruang
yang padat, maka akumulasi cairan edemaakan mengkompresi pembuluh darah,
seringkali secara serius menyebabkanpenurunan aliran darah dan kerusakan jaringan
otak.

Edema otak disebabkan olehpeningkatan tekanan kapiler yang hebat dan kerusakan
dinding kapiler. Salahsatu penyebab meningkatnya tekanan kapiler adalah
peningkatan tekanan daraharteri serebral secara tiba-tiba hingga mencapai nilai yang
terlalu tinggi (Arthur, 2013).

2. Edema pada paru

Edema paru terjadi dengancara yang sama seperti edema dimana saja dalam tubuh.
Faktor apapun yangmenyebabkan tekanan cairan interstisial paru meningkat dari batas
negatifmenjadi batas positif akan menyebabkan pengisian mendadak pada
ruanginterstisial paru dan alveolus dengan sejumlah besar cairan bebas (Arthur, 2013).
Pada kasus edema paru yang paling ringan, cairan edemaselalu memasuki alveoli, jika
edema ini menjadi cukup berat, dapat menyebabkankematian karena mati lemas
(Sufokasi).

3. Edema pada vulva

Edema pada daerah ini berhubungan dengan varises venavulva dan edema ini apabila
tidak segera diatasi akan menyebabkan kesulitandalam persalinan. Edema ini lebih
sering dijumpai pad pre eklamsi. Apabilaterdapat edema pada satu labium, maka
permukaan dalam perlu diperiksa untukmengesampingkan adanya syangkroid
sifilitikum (ulkus durum).

C. ETIOLOGI
1. Adanya kongesti

Pada kondisi vena yang terbendung (kongesti), terjadi peningkatan tekanan


hidrostatik intra vaskula (tekanan yang mendorong darah mengalir di dalam
vaskula oleh kerja pompa jantung) menimbulkan perembesan cairan plasma ke
dalam ruang interstitium. Cairan plasma ini akan mengisi pada sela-sela jaringan
ikat longgar dan rongga badan (terjadi edema).

2. Obstruksi limfatik

Apabila terjadi gangguan aliran limfe pada suatu daerah


(obstruksi/penyumbatan), maka cairan tubuh yang berasal dari plasma darah dan
hasil metabolisme yang masuk ke dalam saluran limfe akan tertimbun
(limfedema). Limfedema ini sering terjadi akibat mastek-tomi radikal untuk
mengeluarkan tumor ganas pada payudara atau akibat tumor ganas menginfiltrasi
kelenjar dan saluran limfe. Selain itu, saluran dan kelenjar inguinal yang
meradang akibat infestasi filaria dapat juga menyebabkan edema pada scrotum
dan tungkai (penyakit filariasis atau kaki gajah/elephantiasis).

3. Permeabilitas kapiler yang bertambah

Endotel kapiler merupakan suatu membran semi permeabel yang dapat dilalui
oleh air dan elektrolit secara bebas, sedangkan protein plasma hanya dapat
melaluinya sedikit atau terbatas. Tekanan osmotic darah lebih besar dari pada
limfe. Daya permeabilitas ini bergantung kepada substansi yang mengikat sel-sel
endotel tersebut. Pada keadaan tertentu, misalnya akibat pengaruh toksin yang
bekerja terhadap endotel, permeabilitas kapiler dapat bertambah. Akibatnya ialah
protein plasma keluar kapiler, sehingga tekanan osmotic koloid darah menurun
dan sebaliknya tekanan osmotic cairan interstitium bertambah. Hal ini
mengakibatkan makin banyak cairan yang meninggalkan kapiler dan
menimbulkan edema. Bertambahnya permeabilitas kapiler dapat terjadi pada
kondisi infeksi berat dan reaksi anafilaktik.

a) Hipoproteinemia
Menurunnya jumlah protein darah (hipoproteinemia) menimbulkan rendahnya
daya ikat air protein plasma yang tersisa, sehingga cairan plasma merembes
keluar vaskula sebagai cairan edema. Kondisi hipoproteinemia dapat diakibatkan
kehilangan darah secara kronis oleh cacing Haemonchus contortus yang
menghisap darah di dalam mukosa lambung kelenjar (abomasum) dan akibat
kerusakan pada ginjal yang menimbulkan gejala albuminuria (proteinuria, protein
darah albumin keluar bersama urin) berkepanjangan. Hipoproteinemia ini
biasanya mengakibatkan edema umum

b) Tekanan osmotic koloid

Tekanan osmotic koloid dalam jaringan biasanya hanya kecil sekali, sehingga
tidak dapat melawan tekanan osmotic yang terdapat dalam darah. Tetapi pada
keadaan tertentu jumlah protein dalam jaringan dapat meninggi, misalnya jika
permeabilitas kapiler bertambah. Dalam hal ini maka tekanan osmotic jaringan
dapat menyebabkan edema. Filtrasi cairan plasma juga mendapat perlawanan dari
tekanan jaringan (tissue tension). Tekanan ini berbeda-beda pada berbagai
jaringan. Pada jaringan subcutis yang renggang seperti kelopak mata, tekanan
sangat rendah, oleh karena itu pada tempat tersebut mudah timbul edema.

c) Retensi natrium dan air

Retensi natrium terjadi bila eksresi natrium dalam kemih lebih kecil dari pada
yang masuk (intake). Karena konsentrasi natrium meninggi maka akan terjadi
hipertoni. Hipertoni menyebabkan air ditahan, sehingga jumlah cairan
ekstraseluler dan ekstravaskuler (cairan interstitium) bertambah. Akibatnya
terjadi edema. Retensi natrium dan air dapat diakibatkan oleh factor hormonal
(penigkatan aldosteron pada cirrhosis hepatis dan sindrom nefrotik dan pada
penderita yang mendapat pengobatan dengan ACTH, testosteron, progesteron
atau estrogen).

Derajat terjadinya oedema:

1+   : menekan sedalam 2mm akan kembali dengan cepat

2+   : menekan lebih dalam (4mm) dan akan kembali dalam waktu 10-15 detik

3+   : menekan lebih dalam (6mm) akan kemabli dalam waktu >1 menit, tampak
bengkak

4+   : menekan lebih dalam lagi (8mm) akan kembali dalam waktu 2-5
menit, tampak sangat bengkak yang nyata (Rony dkk, 2009).

D. KLASIFIKASI
1. Edema Lokalista (Edema local)

terbatas pada organ atau pembuluh darah tertentu.

a. pada 1 ekstremitas (unilateral) : disebabkan oleh obstruksi pada vena atau


pembuluh limfe,misalnya : trombosis vena dalam, obstruksi oleh tumor,
limfedema primer, edema stasis pada ekstremitas yang mengalami kelumpuhan.
b. pada 2 ekstremitas (bilateral), biasanya pada ekstremitas bawah : disebabkan
oleh obstruksi vena cafa inferior, tekanan akibat asites masif atau massa intra
abdomen
c. pada muka (facial edema) : disebabkan oleh obstruksi pada vena cafa superior
dan reaksi alergi (angioedema) asites (cairan di rongga peritoneal) hidrotoraks
(cairan di rongga pleura) = efusi pleura.

2. Edema Generalista (Edema Umum)

Pembengkakan terjadi pada seluruh tubuh atau sebagian besar tubuh penderita.

a. pada ekstremitas bawah, terutama setelah berdiri lama dan disertai dengan
edema pada paru : disebabkan oleh kelainan jantung

b. pada mata, terutama setelah bangun tidur : disebabkan oleh kelainan ginjal dan
gangguan ekskresi natrium
c. asites, edema pada ekstremitas dan skrotum : sering disebabkan oleh sirosis
atau gagal jantung

Cairan edema dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Transudat

Transudat adalah cairan yang tertimbun di dalam jaringan atau ruangan karena alasan-
alasan lain dan bukan akibat dari perubahan permeabilitas pembuluh. Gagal jantung
merupakan penyebab utama pembentukan transudat. Selain itu pada edema akibat
turunnya tekanan koloid osmotik plasma, cairan edema akan terisi sedikit protein
maka cairannya termasuk transudat.

2. Eksudat

Eksudat adalh cairan yang tertimbun di dalam jaringan atau ruangan karena
bertambahnya permeabilitas pembuluh terhadap protein. Edema peradangan
merupakan salah satu jenis eksudat. Eksudat dengan sifatnya yang alami cenderung
mengandung lebih banyak protein daripada transudat oleh karena itu eksudat
cenderung memiliki berat jenis yang lebih besar. Selain itu protein eksudat sering
mengandung fibrinogen yang akan mengendap sebagai fibrin sehingga dapat
menyebabkan terjadinya pembekuan eksudat dan akhirnya eksudat mengandung
leukosit sebagai bagian dari proses peradangan (Asmasi, 2008).

E. DISTRIBUSI OEDEMA
Penyebaran edema dapat memberi petunjuk tentang kemungkinan penyebabnya. Bila
hanya pada satu tungkai, kemungkina penyebabnya adalah obstruksi vena atau
limfatik. Edema karena hipoproteinemia bersifat umum, namun palimg dulu nyata
pada kelopak mata dan muka pada pagi hari. Edema karena gagal jantung umumnya
paling nyata dikaki dan cenderung menyebar keseluruh tubuh.

F. FAKTOR PENYEBAB OEDEMA


Banyak hal yang menyebabkan edema, akan tetapi hanya terdapat empat
mekanisme fisiologis pembentukan edema.

1. Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler,

- menyebabkan peningkatan aliran keluar fluida dari kapiler.


Contohnya : kehamilan, balutan atau plester ketat, vena varikose, dan pemberian
infus intravena berlebihan.

2. Penurunan tekanan osmotik protein plasma,

- Penurunan reabsorbsi fluida.

Contohnya : kerusakan hati, luka bakar, malnutrisi, dan kelaparan yang semuanya
menyebabkan trunnya protein darah (hipoproteinemia)

3. Peningkatan permeabilitas dinding kapiler

- Menyebabkan peningkatan aliran keluar fluida dan kapiler

Contohnya : respons inflamasi atau reaksi alergi yang disebabkan oleh pelepasan
histamin.

4. Penurunan aliran limfatik

- Penurunan reabsorbsi fluida ke sistem limfatik

Contohnya : operasi pengangkatan kelenjar getah bening, infestasi cacing parasit,


filaria (kaki gajah, elfantiasis), limfadema, dan tumor pada kelenjar getah bening.

Edema sering dipertimbangkan sebagai tanda gagal jantung yang dapat dipercaya
dan tentu saja, ini sering ditemukan bila gagal ventrikel kanan telah terjadi. ini
sedikitnya merupakan tanda yang dapat dipercaya bahwa telah terjadi disfungsi
ventrikel. Edema pergelangan kaki dapat terjadi karena kaki sering tergantung. Bila
pasien berdiri atau bangun, edema akan ditemukan secara primer pada pergelangan
kaki dan akan terus berlanjut ke bagian atas tungkai bila kegagalan makin buruk.
Manifestasi klinis gagal ventrikal kanan yang tampak adalah edema ekstrenitas
bawah (Edema Dependen), yang biasanya merupakan pitting edema, pertamabahan
berat badan, hepatomegali (pembesaran hepar), ditensi vena leher, asites
(penimbunan cairan didalam rongga peritoneum), anoreksia dan mual, nokturia, dan
lemah. Edema dimulai pada kaki dan tumit (edema dependen secara bertahap akan
meningkat hingga ke bagian tungkai dan paha hingga akhirnya ke genitalia eksterna
dan tubuh bagian bawah). Pitting edema merupakan cara pemeriksaan edema
dimana edema akan tetap cekung setelah penekanan ringan dengan ujung jari, dan
akan jelas terlihat setelah terjadi retensi cairan minimal sebanyak 4,5 kg.
Ada lima mekanisme yang berhubungan secara umum

1. Peningkatan tekanan hidrostatistik kapiler. Penyebab paling umum dari peningkatan


tekan kapiler adalah gagal jantung kongestif dimana peningkatan tekanan vena
sistemik dikombinasi dengan peningkatan volume darah. Manifestasi ini adalah
karakteristik untuk gagal ventrikel kanan, atau gagal jantung kanan. Gagal jantung
kiri dapat juga menimbulkan peningkatan tekanan kapiler paru. Bila tekana ini
melebihi 30 mmHg, terjadi edema paru.

Penyebab lain dari peningkatan tekanan hidrostatik adalah gagal ginjal danga
peningkatan volume darah total, peningkatan kekuatan gravitasi akibat berdiri lama,
kerusakan sirkulasi vena, dan obstruksi hati. Obstruksi vena biasanya menimbulkan
edema lokal daripada edema umum karena hanya satu vena atau kelompok vena
yang terkena.

Tipe edema : gagal jantung kongestif, flebotrombosis, dan serosis hati dengan
hipertensi portal.

2. Vasodilatasi/ peningkatan permeabilitas kapiler. Kerusakan langsung pada pembuluh


darah, seperti pada traum dan luka bakar, dapat menyebabkan peningkatan
permeabilitas hubungan endotelium. Edema lokal dapat terjadi pada respons
terhadap alergen, seperti sengatan lebah. Pada individu tertentu, alergen ini dapat
mencetuskan respons anafilaktif dengan edema luas yang ditimbulkan oleh reaksi
tipe histamin. Inflamasi menyebabkan hiperemia dan vasodilatasi, yang
menyebabkan akumulasi cairan, protein, dan sel pada area yang sakit. Ini
mengakibatkan pembengkakan edema atau eksudasi area yang terkait.

Tipe edema: inflamasi, reaksi alergis, dan luka bakar (cedera vaskular langsung).

3. Penurunan tekanan osmotik koloid. Bila protein plasma didalam darah menipis,
kekuatan kedalam menurun, yang memungkinkan gerakan kedalam jaringan. Ini
menimbulakan akumulasi cairan dalam jaringan dengan penurunan volume plasma
sentral. Ginjal merespon terhadap penurunan volume sirkulasi melalui aktifasi
sistem aldesteron renin-angiotensin, yang mengakibatkan reabsobsi tambahan
terhadap natrium dan air. Volume intrafaskuler meningkat sementara. Namun,
karena defisit protein plasma belum diperbaiki, penurunan tekanan osmotik koloid
(mis, kekuatan dari dalam) tetap rendah dalam proporsi terhadap tekanan hidrostatik
kapiler. Akibatnya cairan intrapaskular bergerak kedalam jaringan, memperburuk
edema dan status sirkulasi.

Hipoproteinemia menyebakan penurunan tekanan osmotik koloid dan dapat

diakibatkan malnutrisi, pelisutan neoplastik, gagal hati, atau kehilangan protein


melalui luka bakar, ginjal, atau saluran gastrointestinal. Albumin adalah protein
utama yang dipengaruhi karena albumin paling banyak dan juga karena molekulnya
lebih kecil dan dapat melewati endotel kapiler atau glomerulus yang
rusak.kehilangan protein kedalam jaringan menyebabkan penuruna resorpsi cairan
jaringan dan edema. Ini adalah respons umpan balik positif, karena sementara
volume darah sentral menjadi menipis, ginjal menghemat lebih banyak natrium dan
air dan terjadi edema yang lebih berat. Respons ini dapat diatasi dengan
memperbaiki kadar protein infravaskular, yang meningkatkan tekanan osmoik
koloid intravaskular dan akhirnya menurunkan volume edema.

Tipe edema: gagal hati, malnutrisi protein, nefrosis, dan luka bakar.

4. Obstruksi limfatik. Penyebab paling umum dari obstruksi limfatik adalah


pengangkatan limfo nodus dan pembuluh darah melalui pembedahan untuk
mencegah penyebaran keganasan. Terapi radiasi, trauma, metastasis keganasa, dan
inflamasi dapat juga menimbulkan obstruksi limfatik lokal. Filariasis, infeksi parasit
pada pembuluh darah, dapat menyebabkan obstruksi luar pada pembuluh darah.
Obstruksi limfatik menimbulkan retensi kelebihan cairan dan protein plasmadalam
cairan interstitial. Pada saat protein berkumpul dalam ruang interstitial, lebih banyak
air bergerak kedalam area, edema biasanya lokal

Tipe edema: Pemedahan mengangkat struktur limfe, inflamasi atau keterlibatan


keganasan noduslimfe dan pembuluh darah, dan vilariasis.

5. Kelebihan natrium atau air tubuh. Pada gagal jantung kongestif, dan curah jantung
menurun pada saat kekuatan kontraksi menuru. Untuk mengkompensasi,
peningkatan jumlah aldosteron menyebabkan retensi natrium dan air. Volume
plasma meningkat, begitu juga tekanan kapiler intravaskuler vena. Jantung yang
gagal ini tidak mampu memompa peningkatan aliran balik vena ini, dan cairan
dipaksa masuk kedalam ruang interstitial.
Tipe edema: gagal jantung kongestif, gagal ginjal, aldosteronisme, dan kelebihan
masukan natrium (James, 2008).

G. PATOFISIOLOGI
Pembengkakan jaringan akibat kelebihan cairan interstisium dikenal sebagai
edema. Penyebab edema dapat dikelompokan menjadi empat kategori  umum:
1. Penurunan konsentrasi protein plasma menyebabkan penurunan tekanan osmotic
plasma.penurunan ini menyebabkan filtrasi cairan yang keluar dari pembuluh
lebih tinggi, sementara jumlah cairan yang  direabsorpsi kurang dari normal ;
dengan demikian terdapat cairan tambahan yang tertinggal diruang –ruang
interstisium. Edema yang disebabkan oleh penurunan konsentrasi protein plasma
dapat terjadi melalui beberapa cara : pengeluaran berlebihan protein plasma di
urin akibat penyakit ginjal ; penurunan sintesis protein plasma akibat penyakit
hati ( hati mensintesis hampir semua protein plasma ); makanan yang kurang
mengandung protein ; atau pengeluaran protein akibat luka bakar yang luas .
2.  Peningkatan permeabilitas dinding kapiler menyebabkan protein plasma yang
keluar dari kapiler ke cairan interstisium disekitarnya lebih banyak. Sebagai
contoh, melalui pelebaran  pori –pori kapiler yang dicetuskan oleh histamin pada
cedera jaringan atau reaksi alergi . Terjadi penurunan tekanan osmotik koloid
plasma yang menurunkan kearah dalam sementara peningkatan tekanan osmotik 
koloid cairan interstisium yang disebabkan oleh kelebihan protein dicairan
interstisium meningkatkan tekanan kearah luar. ketidakseimbangan ini ikut
berperan menimbulkan edema lokal yang berkaitan dengan cedera ( misalnya ,
lepuh ) dan respon alergi (misalnya , biduran)
3.  Peningkatan tekanan vena , misalnya darah terbendung di vena , akan disertai
peningkatan tekanan darah kapiler, kerena kapiler mengalirkan isinya kedalam
vena. peningkatan tekanan kearah dinding kapiler ini terutama berperan pada
edema yang terjadi pada gagal jantung kongestif. Edema regional juga dapat
terjadi  karena restriksi lokal aliran balik  vena. Salah satu contoh adalah adalah
pembengkakan di tungkai dan kaki yang sering terjadi pada masa kehamilan.
Uterus yang membesar menekan vena –vena  besar  yang mengalirkan darah dari
ekstremitas bawah pada saat vena-vena tersebut masuk  ke rongga abdomen.
Pembendungan darah di vena ini menyebabkan kaki yang mendorong terjadinya
edema regional di ekstremitas bawah.
4.  Penyumbatan pembuluh  limfe menimbulkan edema,karena kelebihan cairan
yang difiltrasi keluar tertahan di cairan interstisium dan tidak dapat dikembalikan
ke darah melalui sistem limfe. Akumulasi protein di cairan interstisium
memperberat masalah melalui efek osmotiknya. Penyumbatan limfe lokal dapat
terjadi, misalnya di lengan wanita yang saluran-saluran drainase limfenya dari
lengan yang tersumbat akibat pengangkatan kelenjar limfe selama pembedahan
untuk kanker payudara. Penyumbatan limfe yang lebih meluas terjadi pada
filariasis, suatu penyakit parasitic yang ditularkan melalui nyamuk yang terutama
dijumpai di daerah-daerah tropis. Pada penyakit ini, cacing-cacing filaria kecil
mirip benang menginfeksi pembuluh limfe sehingga terjadi gangguan aliran
limfe. Bagian tubuh yang terkena, terutama skrotum dan ekstremitas, mengalami
edema hebat.Kelainan ini sering disebut sebagai elephantiasis,karena ekstremitas
yang membengkak seperti kaki gajah.

Apapun penyebab edema, konsenkuensi pentingnya adalah penurunan


pertukaran bahan-bahan antara darah dan sel. Sering dengan akumulasi cairan
interstisium, jarak antara sel dan darah yang harus ditempuh oleh nutrient, O2, dan
zat-zat sisa melebar sehingga kecepatan difusi berkurang. Dengan demikian, sel-
sel di dalam jaringan yang edematosa mungkin kurang mendapat pasokan darah.

H. PENATALAKSAAN OEDEMA
Terapi edema harus mencakup terapi penyebab yang mendasarinya yang
reversibel (jika memungkinkan). Pengurangan asupan sodium harus dilakukan untuk
meminimalisasi retensi air. tidak semua pasien edema memerlukan terapi
farmakologis, pada beberapa pasien terapi non farmakologis sangat efektif seperti
pengurangan asupan natrium (yakni kurang dari jumlah yang diekskresikan oleh
ginjal) dan menaikkan kaki diatas level dari atrium kiri. Tetapi pada kondisi tertentu
diuretic harus diberikan bersamaan dengan terapi non farmakologis. Pemilihan obat
dan dosis akan sangat tergantung pada penyakit yang mendasari, berat-ringannya
penyakit dan urgensi dari penyakitnya. Efek diuretik berbeda berdasarkan tempat
kerjanya pada ginjal. Pemeriksaan yang dilakukan sangat mudah yakni dengan
menekan pada daerah mata kaki akan timbul cekungan yang cukup lama untuk
kembali pada keadaan normal. Pemeriksaan lanjutan untuk menentukan penyebab dari
ankle edema adalah menentukan kadar protein darah dan di air seni (urin),
pemeriksaan jantung (Rontgen dada, EKG), fungsi liver dan ginjal. Pengobatan awal
yang dapat dilakukan dengan mengganjal kaki agar tidak tergantung dan meninggikan
kaki pada saat berbaring. Pengobatan lanjutan disesuaikan dengan penyebab yang
mendasarinya. Pergelangan kaki bengkak bisa akibat cedera atau penyakit tulang, otot
dan sendi. Penyebabnya secara umum akibat reaksi inflamasi/peradangan di daerah
tersebut, antara lain asam urat, rheumatoid arthritis dll (Irham, 2009).
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Edema adalah akumulasi abnormal cairan di dalam ruang interstitial (celah di
antara sel) atau jaringan tubuh yang menimbulkan pembengkakan. Pada kondisi yang
normal secara umum cairan tubuh yang terdapat diluar sel akan disimpan di dalam
dua ruangan yaitu pembuluh darah dan ruang – ruang interstitial. Apabila terdapat
gangguan pada keseimbangan pengaturan cairan tubuh, maka cairan dapat
berakumulasi berlebihan di dalam ruang interstitial sehingga menimbulkan edema.
Namun apabila cairan sangat berlebih maka kelebihan cairan adakalanya dapat
berkumpul di ruang ketiga yaitu rongga – rongga tubuh seperti perut dada dan rongga
perut.

B. SARAN
Sebaiknya melakukan pencegahan lebih dahulu agar tidak terjadinya oedema lebih
baik, seperti pencegahan yang disarankan oleh Arthur C Guyton yaitu:

a. Factor yang dihasilkan oleh compliance jaringan yang rendah pada tekanan
negative besarnya sekitar 3 mmHg.

b. Factor yang dihasilkan oleh peningkatan aliran limfe ialah sekitar 7 mm Hg.

c. Faktor yang disebabkan oleh bersihan protein dari uang interstisial adlah 7 mmHg.
DAFTAR PUSTAKA

Ronny., Setiawan Dan Fatimah. 2009. Fisiologi Kardiovaskular : Berbasis Masalah

Keperawatan. Jakarta : EGC

Asmadi. 2008. Teknik Prosedur Keperawatan : Konsep Dan Aplikasi Kebutuhan Dasar

Klien. Jakarta : Salemba Medika.

James, Joyce., Baker Dan Swein. 2008. Prinsip-Prinsip Sains Untuk Keperawatan. Jakarta :

Erlangga

Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem

Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika.

Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC

http://volimrini.blogspot.co.id/2012/09/oedema.html

Edema patofisiologi & penanganan. Ian effendi, Restu pasaribu (ed). BAIPD. Jilid I. Edisi
IV. Jakarta : FKUI.

Nelson, W. E., Ilmu Kesehatan Anak, Nelson Textbook of Peditrics, EGC, Jakarta; 2000.

Anda mungkin juga menyukai