Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi ISPA
Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami jalan
nafasdalam menghadapi organisme asing (Whaley and Wong, 1991).
Infeksi saluran pernafasan akut adalah suatu keadaan dimana saluran
pernafasan(hidung, pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan
terjadinya obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan retraksi dinding dada pasa saat
melakukan pernafasan.(Pincus Catzel & Ian Roberts, 1993 ).
ISPA adalah radang akut saluran pernafasan atas maupun bawah yang
disebabkanoleh infeksi jasad renik bakteri, virus maupun riketsia, tanpa / disertai
radang parenkim paru.(Mohamad, 2010).
ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari
saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah)
termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA
umumnya berlangsung selama 14 hari. Yang termasuk dalam infeksi saluran nafas
bagian atas adalah batuk pilek biasa, sakit telinga, radang tenggorokan, influenza,
bronchitis, dan juga sinusitis. Sedangkan infeksi yang menyerang bagian bawah
saluran nafas seperti paru itu salah satunya adalah Pneumonia.
B. Klasifikasi ISPA
Dalam hal penentuan kriteria ISPA ini, penggunaan pola tatalaksana penderita
ISPA adalah Balita, dengan gejala batuk dan atau kesukaran bernapas. Pola
tatalaksana penderita ini sendiri terdiri atas 4 bagian yakni pemeriksaan, penentuan
ada tidaknya tanda bahaya, penentuan klasifikasi penyakit, dan pengobatan juga
tindakan.
Dalam penentuan klasifikasi, penyakit dibedakan atas dua kelompok, yakni
kelompok untuk umur 2 bulan hingga kurang dari 5 tahun dan kelompok umur kurang
dari dua bulan.
a.  Untuk kelompok umur 2 bulan – <5 tahun klasifikasi dibagi atas :
1. Pneumonia berat
2. Pneumonia
3.  Bukan Pneumonia.
b. Untuk kelompok umur < 2 bulan klasifikasi dibagi atas:
1.  Pneumonia berat
2.  Bukan Pneumonia
Sedangkan masing-masing gejala untuk klasifikasi di atas adalah sebagai berikut:
Klasifikasi Pneumonia Berat didasarkan apabila terdapat gejala batuk atau
kesukaran bernafas disertai nafas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam (chest indrawing) pada anak usia 2 bulan – <5 tahun. Sedangkan untuk anak
berumur kurang dari 2 bulan diagnosis Pneumonia berat ditandai dengan adanya
nafas cepat (fast breathing), yaitu frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali per menit
atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat pada dinding dada bagian bawah ke
dalam (severe chest indrawing).
Klasifikasi Pneumonia didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran
bernafas disertai adanya napas sesuai umur. Batas napas cepat (fast breathing) pada
anak usia 2 bulan – <1 tahun adalah 50 kali per menit dan 40 kali per menit untuk
anak usia 1 – < 5 tahun.
Klasifikasi Bukan Pneumonia mencakup kelompok penderita Balita dengan
batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas dan tidak
menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam. Dengan
demikian klasifikasi Bukan Pneumonia mencakup penyakit ISPA selain
Pneumonia. Contohnya batuk pilek biasa (common cold), pharyngitis, tonsilitis,
dan otitis.
C. Etiologi ISPA
Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan richetsia. Bakteri
penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptococcus, Staphylococcus,
Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab ISPA
antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus,
Micoplasma, Herpesvirus dan lain-lain.
Etiologi Pneumonia pada Balita sukar untuk ditetapkan karena dahak biasanya
sukar diperoleh. Penetapan etiologi Pneumonia di Indonesia masih didasarkan pada
hasil penelitian di luar Indonesia. Menurut publikasi WHO, penelitian di berbagai
negara menunjukkan bahwa di negara berkembang
streptococcus pneumonia danhaemophylus influenza merupakan bakteri yang selalu
ditemukan pada dua per tiga dari hasil isolasi, yakni 73, 9% aspirat paru dan 69, 1%
hasil isolasi dari spesimen darah. Sedangkan di negara maju, dewasa ini Pneumonia
pada anak umumnya disebabkan oleh virus.
D. Patofisiologi ISPA
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan
tubuh. Masuknya virus sebagai antigen kesaluran pernapasan akan menyebabkan silia
yang terdapat pada permukaan saluran napas bergerak ke atas mendorong virus ke
arah faring atau dengan suatu rangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks
tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran
pernapasan (Kending dan Chernik, 1983).
Iritasi kulit pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering
(Seliff). Kerusakan struktur lapisan dinding saluran pernapasan menyebabkan
kenaikan aktivitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran
pernapasan sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi normal.
Rangsangan cairan tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending dan Chermik; 1983).
Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang sangat menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder
bakteri. Akibat infeksi tersebut terjadi kerusakan mekanisme mokosiloris yang
merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernapasan sehingga memudahkan
infeksi baakteri-bakteri patogen patogen yang terdapat pada saluran pernapasan atas
seperti streptococcus pneumonia, Haemophylus influenza dan staphylococcus
menyerang mukosa yang rusak tersebut.
Infeksi sekunder bakteri tersebut menyebabkan sekresi mukus berlebihan atau
bertambah banyak dapat menyumbat saluran napas dan juga dapat menyebabkan
batuk yang produktif. Infeksi bakteri dapat dipermudah dengan adanya faktor-faktor
seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu menyebutkan bahwa dengan adanya suatu
serangan infeksi virus pada saluran napas dapat menimbulkan gangguan gisi akut
pada bayi dan anak .
Virus yang menyerang saluran napas atas dapat menyebar ke tempat-tempat
yang lain di dalam tubuh sehingga menyebabkan kejang, demam dan dapat menyebar
ke saluran napas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya diturunkan
dalam saluran pernapasan atas, akan menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan
pneumonia bakteri.
E. Pathway ISPA
F. Manifestasi klinis ISPA
1. Demam, pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul jika
anak sudah mencapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Sering kali demam muncul
sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai 39,5-40,5 derajat
celcius.
2. Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens,
biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri
kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk, terdapatnya tanda kernig dan
brudzinski.
3. Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi
susah minum dan bhkan tidak mau minum.
4. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi
tersebut mengalami sakit.
5. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran pernafasan
akibat infeksi virus.
6. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya
lymphadenitis mesenteric.
7. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih
mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
8. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan, mungkin
tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran pernafasan.
9. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya suara
pernafasan .
G. Komplikasi ISPA
1. Sinusitis
Sinusitis adalah radang sinus yang ada di sekitar hidung, dapat berupa sinusitis
maksilaris atau sinusitis frontalis. Biasanya paling sering terjadi adalah sinusitis
maksilaris, disebabkan oleh komplikasi peradangan jalan napas bagian atas,
dibantu oleh adanya faktor predisposisi. Penyakit ini dapat disebabkan oleh kuman
tunggal, namun 13 dapat juga disebabkan oleh campuran kuman seperti
streptokokus, pneumokokus, hemophilus influenzae, dan klebsiella pneumoniae.
Jamur dapat juga menyebabkan sinusitis (Ngastiyah, 2005).
2. Faringitis
Faringitis adalah proses peradangan pada tenggorokan. Penyakit ini juga sering
dilihat sebagai inflamasi virus. Namun juga bisa disebabkan oleh bakteri, seperti
hemolytic stretococcy, staphylococci, atau bakteri lainnya ( Reeves, Roux &
Lockhart, 2001). Tanda dan gejala faringitis antara lain membran mukosa dan
tonsil merah, demam, malaise, sakit tenggorokan, anoreksia, serak dan batuk
(Behrman, 1999).
3. Bronkitis
Bronkitis merupakan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) bagian bawah, terjadi
peradangan di daerah laring, trakhea dan bronkus. Disebabkan oleh virus, yaitu:
rhinovirus, respiratori sincytial virus (RSV), virus influenzae, virus para
influenzae, dan coxsackie virus. Dengan faktor predisposisi berupa alergi,
perubahan cuaca, dan polusi udara. Dengan tanda dan gejala batuk kering, suhu
badan rendah atau tidak ada demam, kejang, kehilangan nafsu makan, stridor,
napas berbunyi, dan sakit di tengah depan dada (Ngastiyah, 2005).
4. Pneumonia
Pneumonia adalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut bagian bawah yang mengenai
parenhim paru. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri yaitu streptococcus
pneumonia dan haemophillus influenza. Pada bayi dan anak kecil ditemukan
staphylococcus aureus sebagai penyebab pneumonia yang berat dan sangat
progresif dengan mortalitas tinggi 15 (Wardhani&Setiowulan, 2000). Gejala
pneumonia bervariasi, tergantung umur penderita dan penyebab infeksinya. Gejala-
gejala yang sering didapatkan pada anak adalah napas cepat dan sulit bernapas,
mengi, batuk, demam, menggigil, sakit kepala, dan nafsu makan hilang (Syair,
2009).
H. Pemeriksaan penunjang ISPA
1. Gambaran radiologis Foto toraks (posterior anterior/lateral) merupakan
pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis. Foto toraks saja tidak dapat
secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah
diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh
Streptococcus pneumonia, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat
bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering
menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat
mengenai beberapa lobus.
2. Pemeriksaan Laboratorium Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan
jumlah leukosit, biasanya lebih dari 10.000/ul kadang kadang mencapai 30.000/ul,
dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan
laju endap darah. Untuk menentukan diagnosis etiologi 23 diperlukan pemeriksaan
dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita
yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia, pada stadium lanjut
dapat terjadi asidosis respiratorik (Hartati, 2011).
I. Penatalaksanaan Keperawatan ISPA
Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang
benarmerupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya
kematian karena pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk yang
kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA). Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA
akan memberikan petunjuk standar pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak
mengurangi penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta
mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat.
Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang pemberian
makanan dan minumansebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi
pederita ISPA.Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut :
1. Upaya pencegahan
a) Pencegahan dapat dilakukan dengan :
b) Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
c) Immunisasi
d) Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
e) Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.
2. Pengobatan dan perawatan
a) Prinsip perawatan ISPA antara lain :
b) Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari
c) Meningkatkan makanan bergizi
d) Bila demam beri kompres dan banyak minum
e) Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan sapu
tangan yang bersih.
f) Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak
terlalu ketat.
g) Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak
tersebut masih menetek
Pengobatan antara lain :
a) Mengatasi panas (demam) dengan memberikan parasetamol atau dengan
kompres, bayi dibawah2 bulan dengan demam harus segera dirujuk.
Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untukwaktu 2 hari. Cara
pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus
dandiminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain
bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
b) Mengatasi batuk. Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu
ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap
atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kalisehari
J. Prognosis dari penyakit ISPA pada anak
Pengertian prognosis adalah ramalan mengenai berbagai aspek penyakit. Prognosis
penderita ISPA pada umumnya adalah baik. Akan tetapi ISPA yang berlangsung lebih
dari 14 hari cenderung mengarah pada pneumonia.
ISPA sangat jarang menyebabkan kecacatan permanen atau kematian, akan tetapi hal
ini sering mengganggu aktifitas sehari-hari seseorang. Biasanya ISPA terdiagnosis
dan ditangani sendiri di rumah, dan bisa sembuh tanpa peresepan obat. Namun apabila
infeksi terjadi terus menerus, dapat menyebabkan komplikasi yang serius.
K. Asuhan Kerawatan ISPA
A. Pengkajian
1. Pengkajiana.
a. Keluhan Utama : Klien mengeluh demam, batuk , pilek, sakit tenggorokan.
b. Riwayat penyakit sekarang : Dua hari sebelumnya klien mengalami demam
mendadak, sakitkepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan
menurun, batuk,pilek dan sakittenggorokan.
c. Riwayat penyakit dahulu : Kilen sebelumnya sudah pernah mengalami
penyakit sekarang.
d. Riwayat penyakit keluarga : Menurut pengakuan klien,anggota keluarga ada
juga yang pernahmengalami sakit seperti penyakit klien tersebute.
e. Riwayat sosial : Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang
berdebu dan padat penduduknya.
B. Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa I :
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
Tujuan kriteria hasil :
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspnea (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan
mudah, tidak ada pursed lips)
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
3. Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)

Intervensi :
1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
3. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
4. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
5. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
6. Lakukan suction pada mayo
7. Berikan bronkodilator bila perlu
8. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
9. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
10. Monitor respirasi dan status O2
11. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
12. Pertahankan jalan nafas yang paten
13. Atur peralatan oksigenasi
14. Monitor aliran oksigen
15. Pertahankan posisi pasien
16. Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
17. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi

Diagnosa II :
Hipertermi berhubungan dengan invasi mikroorganisme
Tujuan Kriteria Hasil :
1. Suhu tubuh dalam rentang normal
2. Nadi dan RR dalam rentang normal
3. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing

Intervensi :
1. Monitor suhu sesering mungkin
2. Monitor warna dan suhu kulit
3. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
4. Monitor intake dan output
5. ingkatkan intake cairan dan nutrisi
6. Berikan pasien kompres air hangat, hindari pemberian kompres dingin.
7. Tingkatkan sirkulasi udara.
8. Kolaborasi pemebrian cairan intravena.
9. Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas.
10. Kolaborasi pemberian antipiretik.
11. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

Diagnosa III :
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidakmampuan dalam memasukan dan mencerna makanan
Tujuan Kriteria Hasil :
1. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
4. Tidak ada tanda tanda malnutrisi
5. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
6. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

Intervensi :
1. Kaji adanya alergi makanan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
5. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
6. Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
7. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
8. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
9. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

A. Definisi Bronchopneumonia
Pneumonia merupakan inflamasi akut pada parenkim paru yang mengganggu
pertukaran udara. Diantara 100 anak, ada 2-4 anak yang menderita penyakit Pnemonia
dan itu lebih sering terjadi selama akhir musim dingin dan awal musim semi.
Pneumonia diklasifikasikan menurut agen etiologinya (Suriadi,Yuliani R, 2001).
Berdasarkan letak anatomis dibagi menjadi 3 yaitu pneumonia lobaris,
pneumonia lobularis (bronchopneumonia) dan pneumonia interstitialis
(bronkiolitis). Bronkopneumonia merupakan proses inflamasi paru yang
umumnya disebabkan oleh agens infeksius, serta mengambarkan pneumonia yang
mempunyai pola penyenaran berbercak, dalam satu atau lebih area terlokalisasi dalam
bronkiolus dan meluas ke parenkim paru yang terdekat (Nursalam, 2005).
Dapat disimpulkan bahwa Brokopneumonia adalah radang paru-paru yang
mengenai pada bronkus yang ditandai dengan adanya bercak infiltrat yang disebabkan
oleh bakteri, virus, jamur dan benda asing sehingga kemampuan menyerap oksigen
menjadi kurang. Kekurangan oksigen membuat sel tubuh tidak bisa bekerja dan
mengakibatkan kematian.
B. Klasifikasi Bronchopneumonia
Klasifikasi menurut Zul Dahlan (2001):
1. Berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas:
a. Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris dengan
opasitaslobus atau lobularis.
b. Pneumonia atipikal, ditandai gangguan respirasi yang meningkat lambatdengan
gambaran infiltrate paru bilateral yang difus.
2. Berdasarkan faktor lingkungan
a. Pneumonia komunitas
b. pneumonia nosokomial
c. pneumonia rekurens
d. pneumonia aspirasi
e. pneumonia pada gangguan imun
f. pneumonia hipostatik.
3. Berdasarkan sindrom klinis
a. Pneumonia bakterial berupa: pneumonia bakterial tipe tipikal yang
terutamamengenai parenkim paru dalam bentuk bronkopneumonia dan
pneumonialobar serta pneumonia bakterial tipe campuran atipikal yaitu
perjalananpenyakit ringan dan jarang disertai konsolidasi paru.
b. Pneumonia non bakterial, dikenal pneumonia atipikal yang
disebabkanmycoplasma, clamydia pneumoniae atau legionella.

C. Etiologi Bronchopneumonia
Timbulnya bronkopneumonia adalah bakteri, virus, mikroplasma, jamur dan
protozoa. Bronkopneumonia juga dapat berasal dari aspirasi makanan, cairan, muntah
atau inhalasi kimia, merokok dan gas. Bakteri penyebab bronkopneumonia meliputi :
2. Bakteri gram positif
a. Streptococcus pneumonia (biasanya disertai influenza dan meningkat pada
penderita PPOM dan penggunaan alkohol).
b. Staphylococcus (kuman masuk melalui darah atau aspirasi, sering
menyebabkan infeksi nasokomial).
2.      Bakteri gram negatif
a. Haemaphilius influenza (dapat menjadi penyebab pada anak-anak dan
menyebabkan gangguan jalan nafas kronis).
b. Pseudomonas aerogmosa (berasal dari infeksi luka, luka bakar, trakeostomi,
dan infeksi saluran kemih).
c. Klebseila pneumonia (insiden pada penderita alkoholis).
3.      Bakteri anaerob (masuk melalui aspirasi oleh karena gangguan kesadaran,
gangguan menelan).
4.      Bakteri atipikal (insiden mengingat pada usia lanjut, perokok dan penyakit
kronis).
D. Patofisiologi Bronchopneumonia
Proses terjadinya bronkopneumonia dimulai dari berhasilnya kuman pathogen
masuk ke cairan mukus dalam jalan nafas. Kuman tersebut berkembang biak di
saluran nafas atau sampai di paru-paru. Bila mekanisme pertahanan seperti sistem
transport mukosilia tidak adekuat, maka kuman berkembang biak secara cepat
sehingga terjadi peradangan di saluran nafas atas, sebagai respon peradangan akan
terjadi hipersekresi mukus dan merangsang batuk. Mikroorganisme berpindah karena
adanya gaya tarik bumi dan alveoli menebal. Pengisian cairan alveoli akan melindungi
mikroorganisme dari fagosit dan membantu penyebaran organisme ke alveoli lain.
Keadaan ini menyebabkan infeksi meluas, aliran darah di paru sebagian meningkat
yang diikuti peradangan vaskular dan penurunan darah kapiler .
Edema karena inflamasi akan mengeraskan paru dan akan mengurangi kapasitas
paru, penurunan produksi cairan surfaktan lebih lanjut, menurunkan compliance dan
menimbulkan atelektasis serta kolaps alveoli. Sebagai tambahan, bronkopneumonia
menyebabkan gangguan ventilasi okulasi partial pada bronkhi dan alveoli,
menurunkan tekanan oksigen arteri, akibatnya darah vena yang menuju atrium kiri
banyak yang tidak mengandung oksigen sehingga terjadi hipoksemia arteri.
Efek sistemik akibat infeksi, fagosit melepaskan bahan kimia yang disebut
endogenus pirogen. Bila zat ini terbawa aliran darah hingga sampai hipotalamus,
maka suhu tubuh akan meningkat sehingga terjadi demam dan menggigil, hal tersebut
juga menyebabkan meningkatnya kecepatan metabolisme. Pengaruh dari
meningkatnya metabolisme adalah penyebab takhipnea dan takhikardia, tekanan darah
menurun sebagai akibat dari vasodilatasi perifer dan penurunan sirkulasi volume
darah karena dehidrasi, panas dan takhipnea meningkatkan kehilangan cairan melalui
kulit (keringat) dan saluran pernafasan sehingga menyebabkan dehidrasi. Terdapat
cairan purulen pada alveolus juga dapat mengakibatkan peningkatakan tekanan pada
paru sehingga dapat berakibat penurunan kemampuan mengambil oksigen dari luar
juga mengakibatkan berkurangnya kapasitas paru. Penderita akan berusaha melawan
tingginya tekanan tersebut menggunakan otot – otot bantu pernapasan (otot
interkosta) yang menimbulkan retreksi dada sehingga gerakan dada tidak simetris.
Takipnea pernafasan abnormal cepat dan dangkal, biasanya di definisikan lebih
dari 60 hembusan permenit. Pernafasan abnormal cepat adalah gejala yang sering di
sebabkan oleh penumpukan karbon dioksida dalam paru-paru. Setiap kali kemampuan
untuk membuang karbon dioksida (CO2) menurun terjadi penumpukan CO2 darah.
Hasilnya adalah asidosis pernapasan, yang merangsang pusat pernapasan di
otak untuk meningkatkan frekuensi napas dalam upaya menormalkan pH darah.
Kontras dengan bradipnea. Ronchi bunyi gaduh yang dalam, terdengar selama
ekspirasi, penyebab gerakan udara melewati jalan napas yang menyempit akibat
obstruksi napas. Obstruksi sumbatan akibat sekresi, odema, atau tumor. Contoh :
suara ngorok.
Sputum cairan yang diproduksi dalam alveoli dan bronkioli. Sputum yang
memenuhi syarat pemeriksaan harus betul-betul dari trakea dan bronki bukan berupa
air ludah. Sputum dapat dibedakan dengan ludah antara lain: ludah biasa akan
membentuk gelembung-gelembung jernih di bagian atas permukaan cairan,sedang
pada sputum hal ini jarang terjadi. Secara mikroskopis ludah akan menunjukan
gambaran sel-sel gepeng sedang pada sputum.
Jika kuman terbawa bersama makanan akan masuk ke lambung dan terjadi
peningkatan asam lambung, hal inilah yang menyebabkan mual, muntah dan
anoreksia, sehingga timbul masalah pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Infeksi traktus respiratorius bagian atas selama beberapa hari suhu tubuh dapat naik
secara mendadak sampai 39-40  dan disertai kejang karena demam yang tinggi
sehingga anak menjadi sangat gelisah.
Virus, bakteri ataupun jamur yang menjadi penyebab dari penyakit
bronkopneumonia ini masuk lalu mengiritasi saluran nafas bagian bawah sehingga
menimbulkan inflamasi dan suhu tubuh pun meningkat (hipertermi). Adanya
hipertermi tersebut menyebabkan suplai O2 dalam darah pun menurun dan terjadi
hipoksia. Persediaan O2 dalam darah yang semakin menurun, akan menyebabkan
fatique sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Selain masuk menuju saluran
nafas bawah, kuman juga menuju ke saluran cerna sehingga terjadi infeksi. Adanya
infeksi tersebut menyebabkan flora normal usus dan gerak peristaltiknya meningkat,
karena hal tersebut membuat terjadinya malabsorpsi sehingga menyebabkan frekuensi
BAB bertambah per harinya.
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas
selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39–40°C dan
mungkin disertai kejang karena demam yag tinggi. Anak sangat gelisah, dispneu,
pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di
sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai di awal penyakit, anak akan
mendapat batuk setelah beberapa hari, dimana pada awalnya berupa batuk kering
kemudian menjadi produktif.
E. Pathway Bronchopneumonia
F. Manifestasi klinis Bronchopneumonia
1. Takipnea (nafas cepat)
2. Saat bernapas terdengar suara ronki
3. Batuk produktif
4. Menggigil dan demam
5. Sianosis area sirkumoral
6. Gerakan dada tidak simetris
7. Anoreksia dan Malaise
8. Gelisah
9. Fatique
10. Frekuensi BAB bertambah / harinya.

G. Komplikasi Bronchopneumonia
Komplikasi yang terjadi pada anak yang mengalami bronkopneumonia terjadi akibat
tidak dilakukan pengobatan secara segera. Komplikasi yang kemungkinan terjadi pada
diantaranya sebagai berikut:
a. Otitis media
Terjadi apabila anak yang mengalami bronkopnemonia tidak segera diobati
sehingga jumlah sputum menjadi berlebih dan akan masuk ke dalam tuba eustaci
sehingga menghalangi masuknya udara ke telinga tengah.
b. Bronkiektase
Hal ini terjadi akibat bronkus mengalami kerusakan dan timbul fibrosis juga
terdapat pelebaran bronkus akibat tumpukan nanah.
c. Abses Paru
Rongga bronkus terlalu banyak cairan akibat dari infeksi bakteri dalam paru –
paru.
d. Empiema
Anak yang mengalami bronkopneumonia, paru – parunya mengalami infeksi
akibat bakteri maupun virus sehingga rongga pleuranya berisi nanah.

H. Pemeriksaan penunjang Bronchopneumonia


a.  Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukkan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang
bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.
Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai
berikut:
1) Bila disertai dengan bronkhitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah
2) Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan
semakin bertambah.
3) Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrat pada paru
4) Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal
5) Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneutoraks, dan pneumoperikardium,
maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.

b.   Pemeriksaan tes kulit


Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
c.    Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3
bagian dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru, yaitu:
1)Perubahan aksis jantung, pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock
wise rotation
2)Terdapat tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right
Bundle branch Block)
3)Tanda-tanda hipoksemia, yaitu terdapatnya sinus takikardia,

d.    Scanning Paru


Dapat diketahui bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh
pada paru-paru.
e.    Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversibel. Pemeriksaan
spirometri tdak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting
untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan.
I. Penatalaksanaan Keperawatan Bronchopneumonia
1. Penatalaksanaan medis

Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi, tetapi karena hal itu
perlu waktu dan pasien perlu secepatnya, maka biasanya yang diberikan antara
lain:
a. Pennicillin 50000 unit/kg/BB/hari ditambah klorqmfenikol 80-90
mg/kg/BB/hari atau diberikan antibiotic yang mempunyai spectrum luas
seperti ampicillin, pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4-5 hari.
b. Berikan oksigen dan cairan intravena.
c. Diberikan korelasi, sesuai dengan hasil analisa gas darah arteri.
2. Penatalaksanaan terapeutik
a. Menjaga kelancaran pernafasan.
b. Istirahat.
b. Nutrisi dan cairan.
c. Mengontrol suhu.
d. Mencegah komplikasi/gangguan rasa aman dan nyaman.
3. Penatalaksanaan medis umum.
a. Farmakoterapi
1) Antibiotik (diberikan secara intravena)
2) Ekspektoran.
3) Antipiretik.
4) Analgetik.
b. Terapi O2 dan nebulisasi aerosol.
c. Fisioterapi dada dengan postural.

J. Prognosis dari Bronchopneumonia


Sembuh total, mortalitas kurang dari 1% mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan
pada anak anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan dtang terlambat untuk
prngobatan.
Interaksi sinergis antara malutrisi dan infeksi sudah lama diketahui.infeksi berat
dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat
zat besi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif
terhadap daya tahan tubuh yang terinfeksi. Kedua duanya bekerja sinergis, maka
malnutrisi bersama sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar
diabndingkan dengan dampak faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.
K. Asuhan Kerawatan Bronchopneumonia
A. Pengkajian Fokus
a. Riwayat kesehatan masa lalu
1) Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya
2) Kaji riwayat reksi alergi atau sensitivitas terhadap zat/faktor lingkungan
b. Aktivitas
1) Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernafas
2) Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bentuan
melakukanaktivitas sehari-hari
3) Tidur dalam posisi duduk tinggi
c. Pernapasan
1) Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan
2) Napas memburuk ketika klien berbaring telentang di tempat tidur
3) Menggunakan alat bantu pernapasan, misal meninggikan bahu,
melebarkan hidung.
4) Adanya bunyi napas mengi
5) Adanya batuk berulang
d. Sirkulasi
1) Adanya peningkatan tekanan darah
2) Adanya peningkatan frekuensi jantung
3) Warna kulit atau membran mukosa normal/abu-abu/sianosis
e. Integritas ego
1) Ansietas
2) Ketakutan
3) Peka rangsangan
4) Gelisah
f. Asupan nutrisi
1) Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan
2) Penurunan berat badan karena anoreksia
g. Hubungan sosial
1) Keterbatasan mobilitas fisik
2) Susah bicara atau bicara terbata-bata
3) Adanya ketergantungan pada orang lain
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial,
pembentukan edema, peningkatan produksi sputum
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus
kapiler, gangguan kapasitas pembawa aksigen darah, ganggguan pengiriman
oksigen
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli
4. Resiko Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan cairan berlebih, penurunan masukan oral
5. Resiko Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kebutuhan
metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia yang
berhubungan dengan toksin bakteri bau dan rasa sputum, distensi abdomen atau
gas
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas
sehari-hari
C. Intervensi Fokus
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial,
pembentukan edema, peningkatan produksi sputum
Kriteria Hasil :
a. Menunjukkan perilaku mencapai kebersihan jalan nafas
b. Menunjukkan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih, tak ada dispnea
atau sianosis

Intervensi :
1) Mandiri

a. Kali frekuensi / kedalaman pernafasan dan gerakan dada


b. Auskultasi paru catat area penurunan / tak ada aliran udara dan bunyi nafas
tambahan (krakles, mengi)
c. Bantu pasien untuk batuk efektif dan nafas dalam
d. Penghisapan sesuai indikasi
e. Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari
2) Kolaborasi

a. Bantu mengawasi efek pengobatan nebulizer dan fisioterapi lain


b. Berikan obat sesuai indikasi : mukolitik, ekspetoran, bronkodilator, analgesik
c. Berikan cairan tambahan
d. Awasi seri sinar X dada, GDA, nadi oksimetri
e. Bantu bronkoskopi / torakosintesis bila diindikasikan.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus
kapiler, gangguan kapasitas pembawa aksigen darah, ganggguan pengiriman
oksigen
Kriteria Hasil :
a. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA
dalam rentang normal dan tak ada gejala distress pernafasan
b. Berpartisipasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigen
Intervensi :
1). Mandiri

a. Kaji frekuensi, kedalaman dan kemudahan bernafas


b. Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku
c. Kaji status mental
d. Awasi status jantung / irama
e. Awasi suhu tubuh, sesui indikasi. Bantu tindakan kenyamanan untuk
menurunkan demam dan menggigil
f.Pertahankan istirahat tidur
g. Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam dan
batuk efektif
h. Kaji tingkat ansietas. Dorong menyatakan masalah / perasaan.
2). Kolaborasi

a. Berikan terapi oksigen dengan benar


b. Awasi GDA
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli
Kriteria Hasil :
a. Menunjukkan pola pernafasan normal / efektif dengan GDA dalam rentang
normal
Intervensi :
1). Mandiri
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada
b. Auskultasi bunyi nafas
c. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi
d. Observasi pola batuk dan karakter sekret
e. Dorong / bantu pasien dalam nafas dalam dan latihan batuk efektif
2). Kolaborasi
a. Berikan Oksigen tambahan
b. Awasi GDA
4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
cairan berlebih, penurunan masukan oral
Kriteria Hasil :
a. Balance cairan seimbang
b. Membran mukosa lembab, turgor normal, pengisian kapiler cepat
Intervensi :
1. Mandiri

a. Kaji perubahan TTV


b. Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa
c. Catat laporan mual / muntah
d. Pantau masukan dan keluaran, catat warna, karakter urine
e. Hitung keseimbangan cairan
f. Asupan cairan minimal 2500 / hari
2. Kolaborasi
a. Berikan obat sesuai indikasi ; antipiretik, antiametik
b. Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kebutuhan metabolik
sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia yang berhubungan
dengan toksin bakteri bau dan rasa sputum, distensi abdomen atau gas
Kriteria Hasil :
a. Menunjukkan peningkatan nafsu makan
b. Berat badan stabil atau meningkat

Intervensi :
1.Mandiri
a) Indentifikasi faktor yang menimbulkan mual atau muntah
b) Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin
c) Auskultasi bunyi usus
d) Berikan makan porsi kecil dan sering
e) Evaluasi status nutrisi

6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas


sehari-hari
Kriteria Hasil :
a)Melaporkan / menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang
dapat diukur dengan tak adanya dispnea, kelemahan berlebihan dan TTV
dalam rentang normal
Intervensi :
1. Mandiri
a. Evaluasi respon klien terhadap aktivitas
b. Berikan lingkungan terang dan batasi pengunjung
c. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya
keseimbangan aktivitas dan istirahat
d. Bantu pasien memilih posisi yang nyaman untuk istirahat / tidur
e. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan
DAFTAR PUSTAKA

Suriadi,Yuliani R,2001,Asuhan Keperawatan pada Anak,CV sagung Seto,Jakarta


Gordon,et.al,2001, Nursing Diagnoses : definition & Classification 2001-
2002,Philadelpia,USA.
Departemen Kesehatan RI, 2002. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita: Jakarta.
DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit Injeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.
Suriadi,Yuliani R.2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak,CV sagung Seto,Jakarta Alih
bahasa I Made Kariasa. Ed 3. Jakarta; EGC. 1999.

Anda mungkin juga menyukai