Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Rumah Sakit

1. Pengertian Rumah Sakit

Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit

adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan

dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif),

penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif)

kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan

bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik.

Berdasarkan undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang

rumah sakit, yang dimaksudkan dengan rumah sakit adalah institusi

pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat

inap, rawat jalan dan rawat gawat darurat. Rumah sakit adalah

sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan

pelayanan kesehatan serta dapat berfungsi sebagai tempat

pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian (Depkes RI, 1994 dalam

Akbar M. A).

2. Jenis-jenis Rumah Sakit

Azwar (1996) meyatakan bahwa rumah sakit di Indonesia jika ditinjau

dari kemampuan yang dimiliki dibedakan menjadi lima macam (Azrul

Azwar, 1996 dalam Akbar M. A, 2017) yaitu :

1
a. Rumah Sakit Tipe A

Rumah sakit kelas A adalah rumah sakit yang mampu

memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis

secara luas. Rumah sakit kelas A ditetapkanm sebagai tempat

pelayanan rumah sakit rujukan tertinggi (top referral hospital) atau

rumah sakit pusat.

b. Rumah Sakit Tipe B

Rumah sakit kel;as B adalah rumah sakit yang mampu

memberikan pelayanan kedokteran spesialis luas subspesialis

terbatas. Rumah sakit kelas B didirikan di setiap ibukota propinsi

(propincial hospital) yang menampung pelayanan rujukan dari

rumah sakit kabupaten. Rumah sakit pendidikan yang tidak

termasuk kelas A juga diklasifikasikan sebagai rumah sakit B.

c. Rumah Sakit Tipe C

Rumah sakit kelas C adalah rumah sakit yang mampu

memberikan pelayanan kedokteran spesialis terbatas, yaitu

pelayanan penyakit dalam, pelayanan bedah, pelayanan

kesehatan anak dan pelayanan kebidanan dan kandungan.

Rumah sakit klelas C akan didirikan di setiap ibukota kabupaten

(regency hospital) yang menampung pelayanan rujukan dari

puskesmas.

2
d. Rumah Sakit Tipe D

Rumah sakit tipe D adalah rumah sakit yang bersifat transisi

karena pada suatu saat akan ditingkatkan menjadi rumah sakit

kelas C. Kemampuan rumah sakit kelas D hanya memberikan

pelayanan kedokteran umum dan kedokteran gigi.

e. Rumah Sakit Tipe E

Rumah sakit tipe E adalah rumah sakit khusus (spesial

hospital) yang menyelenggarakan satu macam pelayanan

kedokteran saja, misalnya rumah sakit kusta, rumah sakit paru,

rumah sakit jantung, rumah sakit ibu dan anak, rumah sakit gigi

dan mulut dan lain sebagainya.

3. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Rumah sakit umum mempunyai misi memberikan pelayanan

kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam

rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Tugas rumah

sakit umum adalah melaksanakan upaya pelayanan kesehatan

secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan

penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasidan

terpadu dengan peningkatan dan pencegahan serta pelaksanaan

upaya rujukan.

Dalam keputusan menteri kesehatan republik Indonesia

Nomor. 983/Menkes/SK/XI/1992, tentang pedoman organisasi rumah

sakit umum yang menyebutkan bahwa tugas rumah sakit

3
mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang

dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan

dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan (Charles, 2004

dalam Musdalifah).

Dimana untuk menyelenggarakan fungsinya, maka rumah

sakit umum menyelenggarakan kegiatan :

a. Pelayanan medis

b. Pelayanan dan asuhan keperawatan

c. Pelayanan penunjang medis dan nonmedis

d. Pelayanan kesehatan kemasyarakatan dan rujukan

e. Pendidikan, penelitian dan pengembangan

f. Administrasi umum dan keuangan

Sedangkan menurut undang-undang No. 44 tahun 2009

tentang rumah sakit adalah :

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan

kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui

pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga

sesuai kebutuhan medis.

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia

dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian

pelayanan kesehatan

4
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan

teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan

kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang

kesehatan.

B. Tinjauan Teori Tentang Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)

1. Defenisi Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)

Penyakit paru obstruksi kronik yang biasa disebut sebagai

PPOK merupakan penyakit kronik yang ditandai oleh peningkatan

resistensi terhadap aliran udara (Price dan Wilson, 2005). Penyakit

Paru Obstruksi Kronis (PPOK) didefenisikan sebagai suatu penyakit

yang bisa dicegah dan diatasi, yang dikarakteristik dengan

keterbatasan aliran udara yang menetap, yang biasanya bersifat

progersif, dan terkait dengan adanya respon inflamasi kronis saluran

nafas dan paru-paru terhadap gas atau partikel berbahaya (Ikawati

Z, 2011)

2. Etiologi

Terdapat berbagai faktor risiko terjadinya PPOK yakni rokok,

pekerjaan, polusi udara, infeksi, usia, jenis kelamin, adanya

gangguan fungsi paru yang sudah terjadi dan predisposisi genetik

(Ikawati Z, 2011).

5
3. Patofisiologi

Pada bronchitis kronik maupun emfisema terjadi

penyempitan saluran nafas. Penyempitan ini dapat mengakibatkan

obstruksi jalan nafas dan menimbulkan sesak. Pada bronchitis

kronik, saluran pernafasan kecil yang berdiameter kurang dari 2 mm

menjadi lebih sempit, berkelok-kelok dan berobliterasi. Penyempitan

ini terjadi juga oleh metaplasia sel goblet, saluran nafas besar juga

menyempit karena hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus. Pada

emfisema paru penyempitan saluran nafas disebabkan oleh

berkurangnya elastisitas paru-paru (Mansjoer dkk, 2001).

4. Manifestasi Klinis

PPOK meliputi gejala sistemik berupa demam, peningkatan

rasa letih, dan gejala pernapasan, seperti peningkatan dispnea,

perburukan batuk, mangi yang mengindikasikan bronkospasme, dan

peningkatan produksi sputum atau purulem (Snow, V Dkk, 2001).

Pada PPOK akan dijumpai gejala-gejala dari ke dua penyakit,

emfisema dan bronkitis kronis (Corwin E. J, 2009).

5. Diagnostik

Menurut Spirometri merupakan pemeriksaan yang sederhana,

tidak mahal, non invasif dapat digunakan untuk mendiagnosis,

menentukan keparahan penyakit dan monitoring Progresi PPOK.

Spirometri merupakan gold standard diagnosis PPOK (Wibisono M.

6
Jusuf, 2010). Menurut corwin E.J (2009) perangkat diagnostik

Penyakit paru obstruks kronis (PPOK) yaitu :

a. Riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik

b. Sinar-X dada.

6. Komplikasi

Menurut Somantri I (2012) komplikasi COPD/PPOK yaitu :

a. Hipoksemia

b. Asidosis Respiratori

c. Infeksi Respiratori

d. Gagal Jantung

e. Kardiak Distritmia

f. Status Asmatikus.

7. Penatalaksanaan PPOK

PPOK adalah penyakit paru-paru kronis yang bersifat

progresif dan irreversible. Penatalaksanaan PPOK dibedakan

berdasarkan pada keadaan stabil dan eksaserbasi akut.

Penatalaksanaan PPOK berdasarkan PDPI (2016):

a. Tujuan penatalaksanaan berdasarkan GOLD (2006) dan dan

PDPI (2016):

1) Meminimalkan gejala

2) Pencegahan terjadinya eksaserbasi

3) Pencegahan terjadinya penurunan fungsi paru

4) Peningkatan kualitas hidup

7
b. Penatalaksanaan umum PPOK terdiri dari:

1) Edukasi

Penatalaksanaan edukasi sangat penting pada PPOK

keadaan stabil yang dapat dilakukan dalam jangka panjang

karena PPOK merupakan penyakit kronis yang progresif dan

irreversible. Intervensi edukasi untuk menyesuaikan

keterbatasan aktifitas fisik dan pencegahan kecepatan

penurunan fungsi paru.Edukasi dilakukan menggunakan

bahasa yang singkat, mudah dimengerti dan langsung pada inti

permasalahan yang dialami pasien.Pelaksanaan edukasi

seharusnya dilakukan berulang dengan materi edukasi yang

sederhana dan singkat dalam satu kali pertemuan.

Tujuan edukasi pada pasien PPOK :

a) Mengetahui proses penyakit

b) Melakukan pengobatan yang optimal

c) Mencapai aktifitas yang maksimal

d) Mencapai peningkatan kualitas hidup

Materi edukasi yang dapat diberikan yaitu:

a) Dasar- dasar penyakit PPOK

b) Manfaat dan efek samping obat-obatan

c) Mencegah penyakit tidak semakin memburuk

d) Menjauhi faktor penyebab (seperti merokok)

e) Menyesuaikan aktifitas fisik

8
Materi edukasi menurut prioritas yaitu:

a) Penyampaian berhenti merokok dilakukan pada saat

pertama kali penegakan diagnosis PPOK.

b) Penggunaan dari macam-macam dan jenis obat yang

meliputi: cara penggunaan, waktu penggunaan dan dosis

yang benar serta efek samping penggunaan obat.

c) Waktu dan dosis penggunaan oksigen. Mengenal efek

samping kelebihan dosis penggunaan oksigen dan cara

mengatasi efek samping penggunaan oksigen tersebut.

d) Mengetahui gejala eksaserbasi akut dan penatalaksanannya

seprti adanya sesak dan batuk, peningkatan sputum,

perubahan warna sputum, dan menjauhi penyebab

eksaserbasi.

e) Penyesuaian aktifitas hidup dengan berbagai keterbatasan

aktifitasnya.

2) Terapi obat yaitu: bronkodilator, antibiotic, anti peradangan, anti

oksidan, mukolitik dan antitusif.

3) Terapi oksigen Pasien PPOK mengalami hipoksemia yang

progresif dan berkepanjangan sehingga menyebabkan

kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen

merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan

oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot

maupun organ-organ lainnya.

9
4) Ventilasi mekanis Ventilasi mekanis pada PPOK diberikan pada

eksaserbasi dengan adanya gagal nafas yang akut, gagal nafas

akut pada gagal nafas kronis atau PPOK derajat berat dengan

gagal nafas kronis. Ventilasi mekanis dapat dilakukan di rumah

sakit (ICU) dan di rumah.

5) Nutrisi Pasien PPOK sering mengalami malnutrisi yang

disebabkan meningkatnya kebutuhan energi sebagai dampak

dari peningkatan otot pernafasan karena mengalami

hipoksemia kronis dan hiperkapni sehingga terjadi

hipermetabolisme. Malnutrisi akan meningkatkan angka

kematian pada pasien PPOK karena berkaitan dengan

penurunan fungsi paru dan perubahan analisa gas darah. 6)

Rehabilitasi Rehabilitasi ini bertujuan meningkatkan kualitas

hidup dan toleransi pasien PPOK terhadap katifitas fisik yaitu:

menyesuaikan aktifitas, latihan batuk efektif dan latihan

pernafasan.

c. Latihan pernafasan dengan pursed lips breathing (PLB):

1) Pengertian

Pursed lips breathing adalah latihan pernafasan dengan

menghirup udara melalui hidung dan mengeluarkan udara

dengan cara bibir lebih dirapatkan atau dimonyongkan dengan

waktu ekshalasi lebih di perpanjang. Terapi rehabilitasi paru-

paru dengan cara latihan ini adalah cara yang sangat mudah

10
dilakukan, tanpa memerlukan alat bantu apapun, dan juga

tanpa efek negatif seperti pemakaian obat-obatan (Smeltzer et

al, 2013).

Pursed lips breathing (PLB) adalah latihan nafas dengan

penekanan pada saat ekspirasi bertujuan dalam meudahkan

pengeluaran udara air trapping atau udara yang terjebak oleh

saluran nafas.PLB dapat menghambat udara keluar dengan

menggunakan kedua bibir sehingga menyebabkan tekanan

dalam rongga mulut menjadi lebih positif. Keberhasilan PLB

yaitu melakukan latihan dengn keadaan santai (Nurbasuki,

2008).

2) Tujuan dari PLB

Membantu klien memperbaiki transport oksigen,

menginduksi pola nafas lambat dan dalam, membantu pasien

untuk mengontrol pernafasan, mencegah kolaps dan melatih

otot ekspirasi dalam memperpanjang ekshalasi, peningkatan

tekanan jalan nafas selama ekspirasi dan mengurangi

terjebaknya udara dalam saluran nafas (Smeltzer et al., 2013).

PLB dapat membantu mengurangi sesak nafas sehingga

pasien mampu mentoleransi aktifitas fisik dan peningkatan

kemampuan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.PLB

yang dilakukan secara dengan rutin dan benar mampu

meningkatkan fungsi mekanis paru-paru, pembatasan

11
peningkatan volume akhir ekspirasi paru dan pencegahan

dampak hiperinflasi (Sheadan, 2006).

3) Langkah-langkah atau cara melakukan pursed lips breathing

Menurut Smeltzer et al, (2013) latihan nafas ini dengan cara

menghirup nafas melalui hidung sambil menghitung sampai 3

seperti saat menghirup wangi bunga mawar. Menghembuskan

nafas secara pelan dan merata menggunakan bibir yang

dirapatkan sambil mengencangkan otot-otot perut, (bibir yang

rapat dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra trakea,

menghembuskan melalui mulut menyebabkan tahanan udara

yang dihembuskan lebih sedikit). Menghitung sampai 7 sambil

memperpanjang ekspirasi dengan merapatkan bibir seolah-olah

sedang meniup sebuah lilin.Latihan PLB dalam posisi duduk

dikursi dilakukan dengan melipat tangan diatas perut,

menghirup nafas melalui hidung dengan menghitung sampai 3.

Setelah itu badan membungkuk ke depan sambil

menghembuskan nafas secara pelan melalui bibir yang

dirapatkan dan menghitungnya sampai 7 (Smeltzer et al, 2013).

12

Anda mungkin juga menyukai