Askep Kejang

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 31

ASUHAN KEPERAWATAN

KEJANG DEMAM PADA ANAK

OLEH :

1. BAHAGIA G.H. NELWAN


2. NURWANTI MOKOGINTA
3. PRILLY TAMPI
4. NI WAYAN AYU

STIKES GRAHA MEDIKA KOTAMOBAGU

2019

10
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
hanya dengan rahmat-Nyalah kami akhirnya bisa menyelesaikan ASUHAN
KEPERAWATAN Kejang Demam pada Anak ini dengan baik.

Tidak lupa kami menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen


pembimbing yang telah memberikan banyak bimbingan serta masukan yang
bermanfaat dalam proses penyusunan askep ini. Rasa terima kasih juga hendak
kami ucapkan kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan
kontribusinya baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga askep ini
bisa selesai pada waktu yang telah ditentukan.

Meskipun kami sudah mengumpulkan banyak referensi untuk menunjang


penyusunan askep ini, namun kami menyadari bahwa di dalam askep yang telah
kami susun ini masih terdapat banyak kesalahan serta kekurangan. Sehingga kami
mengharapkan saran serta masukan dari para pembaca demi tersusunnya askep
yang lebih lagi. Akhir kata, kami berharap agar askep ini bisa memberikan banyak
manfaat bagi kita semua.

KOTAMOBAGU, 08 OKTOBER 2019


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar belakang
2. Rumusan masalah
3. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

1. Pengertian
2. Anatomi fisiologi system persyarafan
3. Etiologi
4. Patofisiologi
5. Manifestasi klinis
6. Pemeriksaan diagnostic
7. Manajemen medic

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

BAB IV PENUTUP

1. Kesimpulan
2. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1. Later belakang
Kejang demam adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu
tubuh lebih dari 38,40°c tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau
gangguan elektrolit akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat
kejang sebelumnya (IDAI, 2009). Kejang demam dapat diklasifikasikan
menjadi dua kelompok yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam
kompleks (Schwartz, 2005). Di Asia sekitar 70% - 90% dari seluruh
kejang demam merupakan kejang demam sederhana dan sisanya
merupakan kejang demam kompleks (Karemzadeh, 2008). Kejang demam
adalah kejang yang timbul pada saat bayi atau anak mengalami demam
akibat proses diluar intrakranial tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang
perlu diwaspadai karena dapat terjadi berulang dan dapat menyebabkan
kerusakan sel-sel otak (Tikoalu J.R, 2009).

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan diatas dapat dirumuskan
masalah penelitian “Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan toddler 4
tentang kejang demam dengan frekuensi kejang pada anak.”

3. Tujuan
a. Tujuan umum
Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu
tentang kejang demam dengan frekuensi kejang pada anak
b. Tujuan khusus
- Mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang kejang demam
- Mengetahui frekuensi kejang demam anak
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian
Kejang demam adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh
lebih dari 38,40°c tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan
elektrolit akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat kejang
sebelumnya (IDAI, 2009). Kejang demam dapat diklasifikasikan menjadi
dua kelompok yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks
(Schwartz, 2005). Di Asia sekitar 70% - 90% dari seluruh kejang demam
merupakan kejang demam sederhana dan sisanya merupakan kejang demam
kompleks (Karemzadeh, 2008).
Kejang demam adalah kejang yang timbul pada saat bayi atau anak
mengalami demam akibat proses diluar intrakranial tanpa infeksi sistem
saraf pusat. Kejang perlu diwaspadai karena dapat terjadi berulang dan
dapat menyebabkan kerusakan sel-sel otak (Tikoalu J.R, 2009).

Berdasarkan pengertian diatas penulis menyimpulkan Kejang demam adalah


kejadian pada bayi atau anak yang mengalami peningkatan suhu tubuh diatas
rentang normal yaitu ≥ 38,8°C dan disertai dengan kejang

2. Anatomi Fisiologi Sistem Persyarafan


Sistem saraf manusia adalah suatu jalinan-jalinan saraf yang kompleks,
sangat khusus dan saling berhubungan satu dengan yang lain. Sistem saraf
mengkoordinasi, menafsirkan dan mengontrol interaksi antara individu
dengan lingkungan sekitarnya.
a. Otak
Otak dibagi 2 yaitu otak besar (serebrum) dan otak kecil (serebelum).
Otak besar terdiri dari lobus frontalis, lobus parientalis, lobus oksipitalis
dan lobus temporalis. Permukaan otak bergelombang dan berlekuk-
lekuk membentuk seperti sebuah lekukan yang disebut girus.
1) Otak besar (serebrum)
Otak besar merupakan pusat dari :
 Motorik : impuls yang diterima diteruskan oleh sel-sel saraf
kemudian menuju ke pusat kontraksi otot
 Sensorik : setiap impuls sensorik dihantarkan melalui akson
sel-sel saraf yang selanjutnya akan mencapai otak antara lain
ke korteks serebri.
 Refleks : berbagai kegiatan refleks berpusat di otak dan batang
otak sebagian lain dibagian medulla spinalis.
 Kesadaran : bagian batang otak yang disebut formasio
retikularis bersama bagian lain dari korteks serebri menjadi
pusat kesadaran utama
 Fungsi luhur : pusat berfikir, berbicara, berhitung dan lain-lain.
2) Otak Kecil (Serebelum)
Otak kecil yang merupakan pusat keseimbangan dan koordinasi
gerakan.Pada daerah serebelum terdapat sirkulus willisi, pada dasar
otak disekitar kelenjar hipofisis, sebuah lingkaran arteri terbentuk
diantara rangkaian arteri carotis interna dan vertebral, lingkaran
inilah yang disebut sirkulus willisi yang dibentuk dari cabang-
cabang arteri carotis interna, anterior dan arteri serebral bagian
tengah dan arteri penghubung anterior dan posterior. Arteri pada
sirkulus willisi memberi alternative pada aliran darah jika salah satu
aliran darah arteri mayor tersumbat.
b. Cairan Serebrospinal
Merupakan cairan yang bersih dan tidak berwarna dengan berat jenis
1,007 diproduksi didalam ventrikel dan bersirkulasi disekitar otak dan
medulla spinalis melalui sistem ventrikular. Cairan Serebrospinal atau
Liquor Cerebro Spinalis (LCS) diproduksi di pleksus koroid pada
ventrikel lateral ketiga dan keempat, secara organik dan non organik
LCS sama dengan plasma tetapi mempunyai perbedaan konsentrasi.
LCS mengandung protein, glukosa dan klorida, serta
immunoglobulin.Secara normal LCS hanya mengandung sel darah
putih sedikit dan tidak mengandung sel darah merah.Cairan LCS
didalam tubuh diserap oleh villiarakhnoid.
c. Medula Spinalis
 Merupakan pusat refleks-refleks yang ada disana
 Penerus sensorik ke otak sekaligus tempat masuknya saraf sensorik
 Penerus impuls motorik dari otak ke saraf motorik
 Pusat pola gerakan sederhana yang telah lama dipelajari contoh
melangkah.
d. Saraf Somatik
Merupakan saraf tepi berupa saraf sensorik dari perifer ke pusat dan
saraf motorik dari pusat ke perifer. Berdasarkan tempat keluarnya
dibagi menjadi saraf otak dan saraf spinal.
e. Saraf Spinal
Dari medulla spinalis keluar pasangan saraf kiri dan kanan vertebra :
 Saraf servikal 8 pasang
 Saraf torakal 12 pasang
 Saraf lumbal 5 pasang
 Saraf sacrum/sacral 5 pasang
 Saraf koksigeal 1 pasang
Saraf spinal mengandung saraf sensorik dan motorik, serat
sensorik masuk medula spinalis melalui akar belakang dan serat
motorik keluar dari medula spinalis melalui akar depan kemudian
bersatu membentuk saraf spinal. Saraf-saraf ini sebagian berkelompok
membentuk pleksus (anyaman) dan terbentuklah berbagai saraf (nervus)
seperti saraf iskiadikus untuk sensorik dan motorik daerah tungkai
bawah. Daerah torakal tidak membentuk anyaman tetapi masing-masing
lurusdiantara tulang kosta (nervus inter kostalis). Umumnya didalam
nervus ini juga berisi serat autonom, terutama serat simpatis yang
menuju ke pembuluh darah untuk daerah yang sesuai. Serat saraf dari
pusat di korteks serebri sampai ke perifer terjadi penyeberang (kontra
lateral) yaitu yang berada di kiri menyeberang ke kanan, begitu pula
sebaliknya. Jadi apabila terjadi kerusakan di pusat motorik kiri maka
yang mengalami gangguan anggota gerak yang sebelah kanan.
f. Saraf Otonom
Sistem saraf ini mempunyai kemampuan kerja otonom, seperti
jantung, paru, serta alat pencernaan. Sistem otonom dipengaruhi saraf
simpatis dan parasimpatis.
Peningkatan aktifitas simpatis memperlihatkan :
- Kesiagaan meningkat
- Denyut jantung meningkat
- Pernafasan meningkat
- Tonus otot-otot meningkat
- Gerakan saluran cerna menurun
- Metabolisme tubuh meningkat
Saraf simpatis ini menyiapkan individu untuk bertempur atau lari,
semua itu tampak pada manusia apabila menghadapi masalah, bekerja,
olahraga, cemas, dan lain-lain.
Peningkatan aktifitas parasimpatis memperlihatkan :
- Kesiagaan menurun
- Denyut jantung melambat
- Pernafasan tenang
- Tonus otot-otot menurun
- Gerakan saluran cerna meningkat
- Metabolisme tubuh menurun
g. Saraf kranial :
1) Saraf Olfaktorius
Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima
rangsangan olfaktorius. Sistem ini terbagi dari bagian berikut :
mukosa olfaktorius pada bagian atas kavum nasal, fila olfaktoria,
bulbus subkalosal pada sisi medial lobus orbitalis. Saraf ini
merupakan saraf sensorik murni yang serabut-serabutnya berasal
dari membran mukosa hidung dan menembus area kribriformis dari
tulang etmoidal untuk bersinaps di bulbus olfaktorius, dari sini
traktus olfaktorius berjalan dibawah lobus frontal dan berakhir di
lobus temporal bagian medial sisi yang sama.
Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik
yang impulsnya mencapai korteks tanpa dirilei disalurkan di
talamus. Bau-bauan yang dapat merangsang timbulnya nafsu makan
dan induksi salivasi serta bau busuk yang dapat menimbulkan rasa
mual dan muntah menunjukkan bahwa sistem ini ada kaitannya
dengan emosi.
Serabut utama yang menghubungkan sistem penciuman
dengan area otonom adalah medial forebrain bundle dan stria
medularis talamus. Emosi yang menyertai rangsangan olfaktorius
mungkin berkaitan ke serat yang berhubungan dengan talamus,
hipotalamus dan sistem limbik.
2) Saraf Optikus
Saraf optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai
di retina.Serabut-serabut saraf ini, ini melewati foramen optikum di
dekat arteri optalmika dan bergabung dengan saraf dari sisi lainnya
pada dasar otak untuk membentuk kiasma optikum. Orientasi
spasial serabut-serabut dari berbagai bagian fundus maih utuh
sehingga serabut-serabut dari bagian bawah retina ditemukan pada
bagian inferior kiasma optikum dan sebaliknya.
Serabut-serabut dari lapangan visual temporal (separuh
bagian nasal retina) menyilang kiasma, sedangkan yang berasal dari
lapangan visual nasal tidak menyilang. Serabut-serabut untuk
indeks cahaya yang berasal dari kiasma optikum berakhir di
kolikulus superior, dimana terjadi hubungan dengan kedua nuklei
saraf okulomotorius. Sisa serabut yang meninggalkan kiasma
berhubungan dengan penglihatan dan berjalan didalam trakus
optikus menuju korpus genikulatum lateralis.
Dari sini serabut-serabut yang berasal dari radiasio optika
melewati bagian posterior kapsula interna dan berakhir dikorteks
visual lobus oksipital. Dalam perjalanannya serabut-serabut tersebut
memisahkan diri sehingga serabut-serabut untuk kuadran bawah
melalui lobus parietal sedangkan untuk kuadran atas melalui lobus
temporal. Akibat dari dekusasio serabut-serabut tersebut pada
kiasma optikum serabut-serabut yang berasal dari lapangan
penglihatan kiri berakhir di lobus oksipital kanan dan sebaliknya.
3) Saraf Okulomotorius
Nukleus saraf okulomotorius terletak sebagian di depan
substansia grisea periakuaduktal (Nukleus motorik) dan sebagian
lagi di dalam substansia grisea (Nukleus otonom). Nukleus motorik
bertanggung jawab untuk persarafan otot-otot rektus medialis,
superior, dan inferior, otot oblikus inferior dan otot levator palpebra
superior. Nukleus otonom atau nukleus Edinger-westhpal yang
bermielin sangat sedikit mempersarafi otot-otot mata inferior yaitu
spingter pupil dan otot siliaris.
4) Saraf Troklearis
Nukleus saraf troklearis terletak setinggi kolikuli inferior di
depan substansia grisea periakuaduktal dan berada di bawah
Nukleus okulomotorius. Saraf ini merupakan satu-satunya saraf
kranialis yang keluar dari sisi dorsal batang otak.Saraf troklearis
mempersarafi otot oblikus superior untuk menggerakkan mata
bawah, kedalam dan abduksi dalam derajat kecil.
5) Saraf Trigeminus
Saraf trigeminus bersifat campuran terdiri dari serabut-
serabut motorik dan serabut-serabut sensorik. Serabut motorik
mempersarafi otot masseter dan otot temporalis. Serabut-serabut
sensorik saraf trigeminus dibagi menjadi tiga cabang utama yaitu
saraf oftalmikus, maksilaris, dan mandibularis. Daerah sensoriknya
mencakup daerah kulit, dahi, wajah, mukosa mulut, hidung, sinus.
Gigi maksilar dan mandibula, dura dalam fosa kranii anterior dan
tengah bagian anterior telinga luar dan kanalis auditorius serta
bagian membran timpani.
6) Saraf Abdusens
Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi
pons bagian bawah dekat medula oblongata dan terletak dibawah
ventrikel ke empat saraf abdusens mempersarafi otot rektus
lateralis.
7) Saraf Fasialis
Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik
fungsi motorik berasal dari Nukleus motorik yang terletak pada
bagian ventrolateral dari tegmentum pontin bawah dekat medula
oblongata. Fungsi sensorik berasal dari Nukleus sensorik yang
muncul bersama nukleus motorik dan saraf vestibulokoklearis yang
berjalan ke lateral ke dalam kanalis akustikus interna.
Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot
ekspresi wajah terdiri dari otot orbikularis okuli, otot buksinator,
otot oksipital, otot frontal, otot stapedius, otot stilohioideus, otot
digastriktus posterior serta otot platisma. Serabut sensorik
menghantar persepsi pengecapan bagian anterior lidah.
8) Saraf Vestibulokoklearis
Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu
serabut-serabut aferen yang mengurusi pendengaran dan vestibuler
yang mengndung serabut-serabut aferen yang mengurusi
keseimbangan.
Serabut-serabut untuk pendengaran berasal dari organ corti
dan berjalan menuju inti koklea di pons, dari sini terdapat transmisi
bilateral ke korpus genikulatum medial dan kemudian menuju girus
superior lobus temporalis.
9) Saraf Glosofaringeus
Saraf glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus
dan asesorius pada waktu meninggalkan kranium melalui foramen
tersebut, saraf glosofaringeus mempunyai dua ganglion, yaitu
gonglion intrakranialis superior dan ekstrakranialis inferior. Setelah
melewati foramen, saraf berlanjut antara arteri karotis interna dan
vena jugularis interna ke otot stilofaringeus. Diantara otot ini dan
otot stiloglosal, saraf berlanjut ke basis lidah dan mempersarafi
mukosa faring, tonsil dan sepertiga posterior lidah.
10) Saraf Vagus
Saraf Vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion
superior atau jugulare dan ganglion inferior atau nodosum,
keduanya terletak pada daerah foramen ugularis, saraf vagus
mempersarafi semua visera toraks dan abdomen dan menghantarkan
impuls dari dinding usus, jantung dan paru-paru.
11) Saraf Asesorius
Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis dan
kranialis.Radiks kranialis adalah akson dari neuron dalam nukleus
ambigus yang terletak dekat neuron dari saraf vagus. Saraf
aksesorius adalah saraf motorik yang mempersarafi otot
sternokleidomastoideus berfungsi memutar kepala ke samping dan
otot trapezius memutar skapula bila lengan diangkat ke atas.
12) Saraf Hipoglosus
Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata
pada setiap sisi garis tengah dan depan ventrikel ke empat dimana
semua menghasilkan trigonum hipoglosus. Saraf hipoglosus
merupakan saraf motorik untuk lidah dan mempersarafi otot lidah
yaitu otot stiloglosus, hipoglosus dan genioglosus.
h. Aktivitas Saraf
Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon
menggunakan refleks hammer. Skala untuk peringkat refleks yaitu :
1 = Tidak ada respon
2 = Hypoactive/penurunan respon, kelemahan (+)
3 = Normal (++)
4 = Lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal (+++)
5 = Hyperaktif, dengan klonus (++++)
i. Refleks-refleks pada sistem persyarafan
1) Refleks patella
Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat keatas sampai
fleksi kurang lebih 30°. Tendon patella (ditengah-tengah patella dan
tuberositas tibiae) dipukul dengan refleks hammer. Respon berupa
kontraksi otot quadriceps femoris yaitu, ekstensi dari lutut.
2) Refleks biceps
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 90°, supinasi
dan lengan bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari
pemeriksa ditempatkan pada tendon, biceps (diatas lipatan siku)
kemudian dipukul dengan refleks hammer.
Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat
bila terjadi fleksi sebagian dengan gerakan pronasi. Bila hyperaktif
maka akan terjadi penyebaran gerakan fleksi pada lengan dan jari-
jari atau sendi bahu.
3) Refleks triceps
Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900, tendon
triceps diketok dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada
jarak 1-2 cm diatas olekranon)
Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit
meningkat bila ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku
tersebut menyebar keatas sampai otot-otot bahu atau mungkin ada
klonus yang sementara.
4) Refleks achilles
Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan
pemeriksaan refleks ini kaki yang diperiksa bisa
diletakkan/disilangkan diatas tungkai bawah kontralateral. Tendon
achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa
gerakan plantar fleksi kaki.
5) Refleks abdominal
Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah
umbilikus. Kalau digores seperti itu, umbilikus akan bergerak
keatas dan kearah yang digores.
6) Refleks babinski
Merupakan refleks yang paling penting. Refleks ini hanya
dijumpai pada penyakit traktus kortikospinal. Untuk melakukan test
ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral telapak kaki dari tumit kearah
jari kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon
babinski timbul bila ibu jari kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari
lainnya tersebar.Respon yang normal adalah fleksi plantar semua
jari kaki.
j. Pemeriksaan Khusus Sistem Persarafan
Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada
meningitis) dilakukan pemeriksaan :
1) Kaku kuduk
Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga
dagu tidak dapat menempel pada dada berarti kaku kuduk positif
(+).
2) Tanda brudzinski I
Letakan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien dan
tangan lain didada klien untuk mencegah badab tidak terangkat.
Kemudian kepala klien difleksikan dedada secara pasif. Brudzinski
I positif (+) bila kedua tungkai bawah akan fleksi pada sendi
panggul dan sendi lutut.
3) Tanda brudzinski II
Tanda brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada
sendi panggung secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai
lainnya pada sendi panggul dan lutut.
4) Tanda kernig
Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan
tungkai bawah pada sendi lutut. Normal, bila tungkai bawah
membentuk sudut 135° terhadap tungkai atas. Kernig + bila ekstensi
lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan
5) Test Laseque
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan
menimbulkan nyeri sepanjang m. Ischiadicus.
Mengkaji abnormal postur dengan mengobservasi :
a. Kejang pada posisi Dekortikasi (Decorticate posturing),
terjadi jika ada lesi pada traktus corticospinal. Nampak
kedua lengan atas menutup kesamping, kedua siku, kedua
pergelangan tangan dan jari fleksi, kedua kaki ekstensi
dengan memutar kedalam dan kaki plantar fleksi.
b. Kejang pada posisi Deserebrasi (Decerebrate posturing),
terjadi jika ada lesi pada midbrain, pons atau diencephalon.
c. Leher ekstensi, dengan rahang mengepal, kedua lengan
pronasi, ekstensi dan menutup kesamping, kedua kaki lurus
keluar dan kaki plantar fleksi.
3. Etiologi
Etiologi dari kejang demam masih tidak diketahui. Namun pada
sebagian besar anak dipicu oleh tingginya suhu tubuh bukan kecepatan
peningkatan suhu tubuh. Biasanya suhu demam diatas 38,8°C dan terjadi
disaat suhu tubuh naik dan bukan pada saat setelah terjadinya kenaikan
suhu tubuh (Dona Wong L, 2008).
4. Patofisiologi
Pada keadaan demam, kenaikan suhu sebanyak 1º C akan
menyebabkan kenaikan kebutuhan metabolisme basal 10-15% dan
kebutuhan oksigen meningkat sebanyak 20%. Pada seorang anak yang
berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Pada kenaikan suhu
tubuh tertentu dapat menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan
dari membran sel neuron. Dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion
Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, akibatnya terjadinya
lepasan muatan listrik. Lepasan muatan listrik ini dapat meluas ke seluruh
sel maupun membran sel tetangganya dengan bantuan neurotransmitter
dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda
dan tergantung pada tinggi atau rendahnya ambang kejang seseorang anak
pada kenaikan suhu tubuhnya. Kebiasaannya, kejadian kejang pada suhu
38ºC, anak tersebut mempunyai ambang kejang yang rendah, sedangkan
pada suhu 40º C atau lebih anak tersebut mempunyai ambang kejang yang
tinggi. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa terulangnya kejang
demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah (Latief et al.,
2007).

Pathway
Suhu Tubuh Meningkat

Gangguan Keseimbangan Membran Sel

Pelepasan Ion Na dan K

Pelepasan Muatan Listrik Oleh Seluruh Sel Sangat Besar

Gangguan Muatan Listrik

KEJANG
(Sumber: Nugroho, 2011)
5. Manifestasi Klinis
Kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau
tonik klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang
berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah
beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit
neurologis. Adapun tanda- tanda kejang demam meliputi :
a. Demam yang biasanya di atas (38,9 º C)
b. Jenis kejang (menyentak atau kaku otot)
c. Gerakan mata abnormal (mata dapat berputar-putar atau ke atas)
d. Suara pernapasan yang kasar terdengar selama kejang
b. Penurunan kesadaran
c. Kehilangan kontrol kandung kemih atau pergerakan usus
d. Muntah
e. Dapat menyebabkan mengantuk atau kebingungan setelah kejang
dalam waktu yang singkat (Lyons, 2012)
6. Pemeriksaan Diagnostik
Beberapa pemeriksaan penunjang yang diperlukan dalam
mengevaluasi kejang demam, diantaranya sebagai berikut :
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan ini tidak dikerjakan secara rutin pada kejang
demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi
disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan
misalnya darah perifer, elektrolit, gula darah dan urinalisis (Saharso et
al., 2009). Selain itu, glukosa darah harus diukur jika kejang lebih lama
dari 15 menit dalam durasi atau yang sedang berlangsung ketika pasien
dinilai (Farrell dan Goldman, 2011).
b. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dengan pungsi lumbal
dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama
pada pasein kejang demam pertama. Pungsi lumbal sangat dianjurkan
untuk bayi kurang dari 12 bulan, bayi antara 12 - 18 bulan dianjurkan
untuk dilakukan dan bayi > 18 bulan tidak rutin dilakukan pungsi
lumbal. Pada kasus kejang demam hasil pemeriksaan ini tidak berhasil
(Pusponegoro dkk, 2006).
c. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan ini tidak direkomendasikan setelah kejang
demam sederhana namun mungkin berguna untuk mengevaluasi pasien
kejang yang kompleks atau dengan faktor risiko lain untuk epilepsi.
EEG pada kejang demam dapat memperlihatkan gelombang lambat di
daerah belakang yang bilateral, sering asimetris dan kadang-kadang
unilateral (Jonston, 2007).
d. Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala)
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed
tomography scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI)
jarang sekali dikerjakan dan dilakukan jika ada indikasi seperti
kelainan neurologis fokal yang menetap (hemiparesis) atau
kemungkinan adanya lesi struktural di otak (mikrosefali, spastisitas),
terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun,
muntah berulang, UUB membonjol, paresis nervus VI, edema papil)
(Saharso et al., 2009).

7. Manajemen Medik
a. Terapi farmakologi
Pada saat terjadinya kejang, obat yang paling cepat diberikan untuk
menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara
intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-
lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit,
dengan dosis maksimal sebanyak 20 mg.
Obat yang dapat diberikan oleh orangtua atau di rumah adalah
diazepam rektal. Dosisnya sebanyak 0,5-0,75 mg/kg atau 5 mg untuk
anak dengan berat badan kurang daripada 10 kg dan 10 mg untuk anak
yang mempunyai berat badan lebih dari 10 kg. Selain itu, diazepam
rektal dengan dosis 5 mg dapat diberikan untuk anak yang dibawah
usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun. Apabila
kejangnya belum berhenti, pemberian diapezem rektal dapat diulangi
lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.
Anak seharusnya dibawa ke rumah sakit jika masih lagi
berlangsungnya kejang, setelah 2 kali pemberian diazepam rektal. Di
rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5
mg/kg (UUK Neurologi IDAI, 2006).
Jika kejang tetap belum berhenti, dapat diberikan fenitoin secara
intravena dengan dosis awal 10-20 mg/ kg/ kali dengan kecepatan 1
mg/ kg/ menit atau kurang dari 50 mg/menit. Sekiranya kejang sudah
berhenti, dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/ kg/ hari, dimulai 12 jam
setelah dosis awal. Jika kejang belum berhenti dengan pemberian
fenitoin maka pasien harus dirawat di ruang intensif. Setelah kejang
telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang
demam, apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor
risikonya (UUK Neurologi IDAI, 2006).
Seterusnya, terapi antipiretik tidak mencegah kejang kekambuhan.
Kedua parasetamol dan NSAID tidak mempunyai manfaatnya untuk
mengurangi kejadian kejang demam. Meskipun mereka tidak
mengurangi risiko kejang demam, antipiretik sering digunakan untuk
mengurangi demam dan memperbaiki kondisi umum pasien. Dalam
prakteknya, kita menggunakan metamizole (dipirone), 10 sampai 25
mg/ kg/ dosis sampai empat dosis harian (100 mg/ kg/ hari),
parasetamol 10 sampai 15 mg/ kg/ dosis, juga sampai empat dosis
harian (sampai 2,6 g/hari) dan pada anak-anak di atas usia enam bulan,
diberikan ibuprofen sebanyak 5 sampai 10 mg/ kg/ dosis dalam tiga
atau empat dosis terbagi (sampai 40 mg/ kg/ hari pada anak-anak
dengan berat kurang dari 30 kg dan 1200 mg) (Siqueira, 2010).
Pengobatan jangka panjang atau rumatan hanya diberikan jika
kejang demam menunjukkan ciri-ciri berikut seperti kejang
berlangsung lebih dari 15 menit, kelainan neurologi yang nyata
sebelum atau selapas kejadian kejang misalnya hemiparesis, paresis
Todd, palsi serebal, retardasi mental dan hidrosefalus, dan kejadian
kejang fokal. Pengobatan rumat dipertimbangkan jika kejang berulang
dua kali atau lebih dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi
kurang dari 12 bulan dan kejang demam berlangsung lebih dari 4 kali
per tahun. Obat untuk pengobatan jangka panjang adalah fenobarbital
(dosis 3-4 mg/ kgBB/ hari dibagi 1-2 dosis) atau asam valproat (dosis
15-40 mg/ kgBB/ hari dibagi 2-3 dosis). Dengan pemberian obat ini,
risiko berulangnya kejang dapat diturunkan dan pengobatan ini
diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian secara bertahap
selama 1-2 bulan (Saharso et al., 2009).
b. Terapi non-farmakologi
Tindakan pada saat kejang di rumah, (Ngastiyah, 2005, Mahmood
et al., 2011 dan Capovilla et al., 2009):
1) Baringkan pasein di tempat yang rata.
2) Singkirkan benda-benda yang ada di sekitar pasein.
3) Semua pakaian ketat yang mengganggu pernapasan harus dibuka
misalnya ikat pinggang.
4) Tidak memasukkan sesuatu banda ke dalam mulut anak.
5) Tidak memberikan obat atau cairan secara oral.
6) Jangan memaksa pembukaan mulut anak.
7) Monitor suhu tubuh.
8) Pemberikan kompres dingin dan antipiretik untuk menurunkan
suhu tubuh yang tinggi.
9) Posisi kepala seharusnya miring untuk mencegah aspirasi isi
lambung.
10) Usahakan jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen.
11) Menghentikan kejang secepat mungkin dengan pemberian obat
antikonvulsan yaitu diazepam secara rektal.
Pengobatan kejang berkepanjangan di rumah sakit, (Capovilla et al.,
2009):
1) Hilangkan obstruksi jalan napas.
2) Siapkan akses vena.
3) Monitor parameter vital (denyut jantung, frekuensi napas, tekanan
darah, SaO2).
4) Berikan oksigen, jika perlu (SaO2 <90%)
5) Mengadministrasikan bolus intravena diazepam dengan dosis 0,5
mg/kg pada kecepatan infus maksimal 5 mg/menit, dan
menangguhkan ketika kejang berhenti. Dosis ini dapat diulang jika
perlu, setelah 10 menit.
6) Memantau kelebihan elektrolit dan glukosa darah.
7) Jika kejang tidak berhenti, meminta saran seorang spesialis (ahli
anestesi, ahli saraf) untuk pengobatan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Berdasarkan tanda dan gejala penyakit kejang demam, maka
asuhan keperawatan yang prioritas ditegakkan adalah pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, perencanaan
pemulang yaitu :
Riwayat Keperawatan
Kaji gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh, terutama pada malam
hari, terjadinya kejang dan penurunan kesadaran.
a. Data biografi : nama, alamat, umur, status perkawinan, tanggal
MRS, diagnose medis, catatan kedatangan, keluarga yang dapat
dihubungi.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluhan utama
pasien, sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan
yang dapat muncul.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang
sama.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada dalam keluarga pasien yang sakit seperti pasien.
e. Riwayat psikososial
Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas / sedih)
Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
f. Pola Fungsi kesehatan
1) Pola nutrisi dan metabolisme :
Pola nutrisi klien perlu dikaji untuk menentukan
terjadinya gangguan nutrisi atau tidak pada klien
2) Pola istirahat dan tidur
Selama sakit pasien merasa tidak dapat istirahat karena
pasien merasakan demam terutama pada malam hari
g. Pemeriksaan Fisik
1) Kesadaran dan keadaan umum pasien
Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar-tidak sadar
(composmentis-coma) untuk mengetahui berat ringannya
prognosis penyakit pasien.
2) Tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik kepala-kaki
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak
ukur dari keadaan umum pasien / kondisi pasien dan
termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dengan
menggunakan prinsip-prinsip (inspeksi, auskultasi,
palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan BB
untuk mengetahui adanya penurunan BB karena
peningkatan gangguan nutrisi yang terjadi, sehingga dapat
dihitung kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan
(Wijaya,2013).

2. Diagnosa keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses patologis
b. Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhann tubuh b.d
peningkatan suhu tubuh
c. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d peningkatan sekresi mucus
d. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang
tidak adekuat (Doengoes, 2007)

3. Perencanaan
Perencanaan asuhan keperawatan pada anak dengan kejang
demam sederhana adalah sebagai berikut :
Rencana Tindakan keperawatan
Diagnosa Perencanaan
NO
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1. Peningkatan suhu Tupan: 1. Pantau suhu 1. Suhu 38,9-41,1
0
tubuh Setelah pasien (derajat C menunjukkan
berhubungan dilakukan dan pola): proses penyakit
dengan proses tindakan perhatikan infeksius akut.
patologis keperawatan menggigil?
selama 4 x 24 diaforesi.
suhu tubuh 2. Pantau suhu 2. Suhu ruangan,
normal. lingkungan, jumlah selimut harus
Tupen: batasi/tambahkan dirubah untuk
Setelah linen tempat tidur mempertahankan
dilakukan sesuai indikasi. suhu mendekati
tindakan normal
perawatan
selama 3 x 24 3. Berikan kompres 3. Dapat
jam proses hangat: hindari membantu
patologis teratasi penggunaan mengurangi demam,
dengan kriteria: kompres alkohol. penggunaan air
TTV stabil es/alkohol mungkin
Suhu tubuh menyebabkan
dalam batas 4. Berikan selimut kedinginan
normal pendingin 4. Digunakan untu
kengurangi demam
umumnya lebih besar
dari 39,5-40 0C pada
waktu terjadi
Kolaborasi: gangguan pada otak.
5. Berikan antipiretik
sesuai indikasi 5. Digunakan
untuk mengurangi
demam dengan aksi
sentral

2 Resiko tinggi Tupan: setelah 1. Ukur/catat haluaran 1. Penurunan haluaran


kekurangan volume dilakukan urin. urin dan berat jenis
cairan berhubungan tindakan akan menyebabkan
dengan perawatan selama hipovolemia.
peningkatan suhu 3 x 24 jam 2. Pantau tekanan 2. Pengurangan dalam
tubuh kekurangan darah dan denyut sirkulasi volume
volume cairan jantung cairan dapat
tidak terjadi mengurangi tekanan
darah/CVP,
Tupen: setelah mekanisme
dilakukan kompensasi awal dari
tindakan takikardia untuk
perawatan selama meningkatkan curah
2 x 24 jam jantung dan
peningkatan suhu meningkatkan
tubuh teratasi, 3. Palpasi denyut tekanan darah
dengan kriteria: perifer. sistemik.
Tidak ada tanda- 3. Denyut yang lemah,
tanda dehidrasi 4. Kaji membran mudah hilang dapat
Menunjukan mukosa kering, menyebabkan
adanya turgor kulit yang hipovolemia.
keseimbangan tidak elastis 4. Hipovolemia/cairan
cairan seperti ruang ketiga akan
output urin memperkuat tanda-
adekuat Kolaborasi: tanda dehidrasi.
Turgor kulit baik
Membran mukosa 5. Berikan cairan
mulut lembab intravena, misalnya
kristaloid dan
koloid 5. Sejumlah besar cairan
mungkin dibutuhkan
untuk mengatasi
hipovolemia relatif
(vasodilasi perifer),
menggantikan
6. Pantau nilai kehilangan dengan
laboratorium meningkatkan
permeabilitas kapiler.
6. Mengevaluasi
perubahan didalam
hidrasi/viskositas
darah.
3. Tidak efektifnya Tupan: setelah 1. Anjurkan pasien 1. Menurunkan risiko
bersihan jalan nafas dilakukan untuk aspirasi atau
b.d peningkatan tindakan mengosongkan masuknya sesuatu
sekresi mucus perawatan selama mulut dari benda asing ke faring.
4 x 24 jam jalan benda/zat tertentu.
nafas kembali 2. Letakkan pasien 2. Meningkatkan aliran
efektif pada posisi miring, (drainase) sekret,
permukaan datar, mencegah lidah jatuh
Tupen: setelah miringkan kepala dan menyumbat jalan
dilakukan selama serangan nafas.
tindakan kejang.
perawatan selama 3. Tanggalkan pakaian 3. Untuk memfasilitasi
2 x 24 jam pada daerah usaha
peningkatan leher/dada dan bernafas/ekspansi
sekresi mukus abdomen. dada.
teratasi, dengan 4. Masukan spatel 4. Jika masuknya di
kriteria: lidah/jalan nafas awal untuk membuka
Suara nafas buatan atau rahang, alat ini dapat
vesikuler gulungan benda mencegah tergigitnya
lunak sesuai dengan lidah dan
Respirasi rate
indikasi. memfasilitasi saat
dalam batas
melakukan
normal
penghisapan
lendiratau memberi
sokongan terhadap
pernafasan jika di
perlukan.

5. Lakukan 5. Menurunkan risiko


penghisapan sesuai aspirasi atau asfiksia.
indikasi

Kolaborasi :

6. Berikan tambahan 6. Dapat menurunkan


oksigen/ventilasi hipoksia serebral
manual sesuai sebagai akibat dari
kebutuhan pada sirkulasi yang
fase posiktal. menurunkan atau
oksigen sekunder
terhadap spasme
vaskuler selama
serangan kejang.

4 Resiko perubahan Tupan: setelah 1. Buat tujuan berat 1. Malnutrisi adalah


nutrisi kurang dari dilakukan badan minimum dan kondisi gangguan
kebutuhan tubuh tindakan kebutuhan nutrisi minat yang
b.d intake yang perawatan selama harian. menyebabkan depresi,
tidak adekuat 5 x 24 jam agitasi dan
perubahan nutrisi mempengaruhi fungsi
kurang dari kognitif/pengambilan
kebutuhan tidak keputusan.
terjadi 2. Gunakan 2. Pasien mendeteksi
pendekatan pentingnya dan dapat
Tupen: setelah konsisten, duduk beraksi terhadap
dilakukan dengan pasien saat tekanan, komentar
tindakan makan, sediakan apapun yang dapat
perawatan selama dan buang makanan terlihat sebagai
3 x 24 jam intake tanpa persuasi paksaan memberikan
nutrisi adekuat, dan/komentar. fokus padad makanan.
dengan kriteria: 3. Berikan makan 3. Dilatasi gaster dapat
Makan klien habis sedikit dan makanan terjadi bila pemberian
BB klien normal kecil tambahan, makan terlalu cepat
yang tepat. setelah periode puasa.
4. Buat pilihan menu 4. Pasien yang
yang ada dan meningkat
izinkan pasien untuk kepercayaan dirinya
mengontrol pilihan dan merasa
sebanyak mungkin. mengontrol
lingkungan lebih suka
menyediakan
makanan untuk
makan.
5. Pertahankan jadwal 5. Memberikan catatan
bimbingan berat lanjut penurunan
badan teratur. dan/atau peningkatan
berat badan yang
akurat.

4. Pelaksanaan
Menurut Iyer et al (1996) yang dikutip oleh Nursalam
(2008).Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk
mencapai tujuan spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana
intervensi disusun dan ditujukkan pada nursing orders untuk membantu
klien mencapai tujuan yang diharapkan.

5. Evaluasi
Fase terakhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap
asuhan keperawatan yang diberikan dengan melihat perkembangan
masalah klien sehingga dapat diketahui tingkatan-tingkatan keberhasilan
intervensi. Evaluasi hasil perencanaan keperawatan dari masing-masing
diagnosa keperawatan dapat dilihat pada kriteria hasil intervensi
keperawatan.
BAB IV

PEUNUTUP

1. Kesimpulan
tindakan keperawatan yang telah dilakukan yaitu mengukur
TTV, memotivasi klien untuk banyak minum, menimbang BB
klien, member motivasi dan pendidikan kesehatan tentang nutrisi,
dan mengajak klien dalam aktivitas seperti terapi bermain

2. Saran
o Perawat perlu memberikan pendidikan kesehatan tentang
manajemen demam pada anak untuk mencegah kejang demam.
o Anjurkan orangtua untuk melakukan manajemen anak demam
untuk mencegah terjadinya kejang demam.
DAFTAR PUSTAKA

at,Azis Alimul. (2005). Pengantar Ilmu keperawatan Anak I. Edisi : Jakarta:


salembamedika

pengajar ilmu kesehatan anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,


(2007). Ilmu kesehatan anak. Edisi : 11.Jakarta:Infomedika

Haddin (2006). Anatomi Fisioloigi untuk mahasiswa


keperaawatan.editor:Monica Ester.Edisi:3. Jakarta : ECG

Anda mungkin juga menyukai