Askep Kejang
Askep Kejang
Askep Kejang
OLEH :
2019
10
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
hanya dengan rahmat-Nyalah kami akhirnya bisa menyelesaikan ASUHAN
KEPERAWATAN Kejang Demam pada Anak ini dengan baik.
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar belakang
2. Rumusan masalah
3. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian
2. Anatomi fisiologi system persyarafan
3. Etiologi
4. Patofisiologi
5. Manifestasi klinis
6. Pemeriksaan diagnostic
7. Manajemen medic
BAB IV PENUTUP
1. Kesimpulan
2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1. Later belakang
Kejang demam adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu
tubuh lebih dari 38,40°c tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau
gangguan elektrolit akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat
kejang sebelumnya (IDAI, 2009). Kejang demam dapat diklasifikasikan
menjadi dua kelompok yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam
kompleks (Schwartz, 2005). Di Asia sekitar 70% - 90% dari seluruh
kejang demam merupakan kejang demam sederhana dan sisanya
merupakan kejang demam kompleks (Karemzadeh, 2008). Kejang demam
adalah kejang yang timbul pada saat bayi atau anak mengalami demam
akibat proses diluar intrakranial tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang
perlu diwaspadai karena dapat terjadi berulang dan dapat menyebabkan
kerusakan sel-sel otak (Tikoalu J.R, 2009).
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan diatas dapat dirumuskan
masalah penelitian “Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan toddler 4
tentang kejang demam dengan frekuensi kejang pada anak.”
3. Tujuan
a. Tujuan umum
Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu
tentang kejang demam dengan frekuensi kejang pada anak
b. Tujuan khusus
- Mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang kejang demam
- Mengetahui frekuensi kejang demam anak
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Kejang demam adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh
lebih dari 38,40°c tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan
elektrolit akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat kejang
sebelumnya (IDAI, 2009). Kejang demam dapat diklasifikasikan menjadi
dua kelompok yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks
(Schwartz, 2005). Di Asia sekitar 70% - 90% dari seluruh kejang demam
merupakan kejang demam sederhana dan sisanya merupakan kejang demam
kompleks (Karemzadeh, 2008).
Kejang demam adalah kejang yang timbul pada saat bayi atau anak
mengalami demam akibat proses diluar intrakranial tanpa infeksi sistem
saraf pusat. Kejang perlu diwaspadai karena dapat terjadi berulang dan
dapat menyebabkan kerusakan sel-sel otak (Tikoalu J.R, 2009).
Pathway
Suhu Tubuh Meningkat
KEJANG
(Sumber: Nugroho, 2011)
5. Manifestasi Klinis
Kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau
tonik klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang
berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah
beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit
neurologis. Adapun tanda- tanda kejang demam meliputi :
a. Demam yang biasanya di atas (38,9 º C)
b. Jenis kejang (menyentak atau kaku otot)
c. Gerakan mata abnormal (mata dapat berputar-putar atau ke atas)
d. Suara pernapasan yang kasar terdengar selama kejang
b. Penurunan kesadaran
c. Kehilangan kontrol kandung kemih atau pergerakan usus
d. Muntah
e. Dapat menyebabkan mengantuk atau kebingungan setelah kejang
dalam waktu yang singkat (Lyons, 2012)
6. Pemeriksaan Diagnostik
Beberapa pemeriksaan penunjang yang diperlukan dalam
mengevaluasi kejang demam, diantaranya sebagai berikut :
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan ini tidak dikerjakan secara rutin pada kejang
demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi
disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan
misalnya darah perifer, elektrolit, gula darah dan urinalisis (Saharso et
al., 2009). Selain itu, glukosa darah harus diukur jika kejang lebih lama
dari 15 menit dalam durasi atau yang sedang berlangsung ketika pasien
dinilai (Farrell dan Goldman, 2011).
b. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dengan pungsi lumbal
dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama
pada pasein kejang demam pertama. Pungsi lumbal sangat dianjurkan
untuk bayi kurang dari 12 bulan, bayi antara 12 - 18 bulan dianjurkan
untuk dilakukan dan bayi > 18 bulan tidak rutin dilakukan pungsi
lumbal. Pada kasus kejang demam hasil pemeriksaan ini tidak berhasil
(Pusponegoro dkk, 2006).
c. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan ini tidak direkomendasikan setelah kejang
demam sederhana namun mungkin berguna untuk mengevaluasi pasien
kejang yang kompleks atau dengan faktor risiko lain untuk epilepsi.
EEG pada kejang demam dapat memperlihatkan gelombang lambat di
daerah belakang yang bilateral, sering asimetris dan kadang-kadang
unilateral (Jonston, 2007).
d. Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala)
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed
tomography scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI)
jarang sekali dikerjakan dan dilakukan jika ada indikasi seperti
kelainan neurologis fokal yang menetap (hemiparesis) atau
kemungkinan adanya lesi struktural di otak (mikrosefali, spastisitas),
terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun,
muntah berulang, UUB membonjol, paresis nervus VI, edema papil)
(Saharso et al., 2009).
7. Manajemen Medik
a. Terapi farmakologi
Pada saat terjadinya kejang, obat yang paling cepat diberikan untuk
menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara
intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-
lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit,
dengan dosis maksimal sebanyak 20 mg.
Obat yang dapat diberikan oleh orangtua atau di rumah adalah
diazepam rektal. Dosisnya sebanyak 0,5-0,75 mg/kg atau 5 mg untuk
anak dengan berat badan kurang daripada 10 kg dan 10 mg untuk anak
yang mempunyai berat badan lebih dari 10 kg. Selain itu, diazepam
rektal dengan dosis 5 mg dapat diberikan untuk anak yang dibawah
usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun. Apabila
kejangnya belum berhenti, pemberian diapezem rektal dapat diulangi
lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.
Anak seharusnya dibawa ke rumah sakit jika masih lagi
berlangsungnya kejang, setelah 2 kali pemberian diazepam rektal. Di
rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5
mg/kg (UUK Neurologi IDAI, 2006).
Jika kejang tetap belum berhenti, dapat diberikan fenitoin secara
intravena dengan dosis awal 10-20 mg/ kg/ kali dengan kecepatan 1
mg/ kg/ menit atau kurang dari 50 mg/menit. Sekiranya kejang sudah
berhenti, dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/ kg/ hari, dimulai 12 jam
setelah dosis awal. Jika kejang belum berhenti dengan pemberian
fenitoin maka pasien harus dirawat di ruang intensif. Setelah kejang
telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang
demam, apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor
risikonya (UUK Neurologi IDAI, 2006).
Seterusnya, terapi antipiretik tidak mencegah kejang kekambuhan.
Kedua parasetamol dan NSAID tidak mempunyai manfaatnya untuk
mengurangi kejadian kejang demam. Meskipun mereka tidak
mengurangi risiko kejang demam, antipiretik sering digunakan untuk
mengurangi demam dan memperbaiki kondisi umum pasien. Dalam
prakteknya, kita menggunakan metamizole (dipirone), 10 sampai 25
mg/ kg/ dosis sampai empat dosis harian (100 mg/ kg/ hari),
parasetamol 10 sampai 15 mg/ kg/ dosis, juga sampai empat dosis
harian (sampai 2,6 g/hari) dan pada anak-anak di atas usia enam bulan,
diberikan ibuprofen sebanyak 5 sampai 10 mg/ kg/ dosis dalam tiga
atau empat dosis terbagi (sampai 40 mg/ kg/ hari pada anak-anak
dengan berat kurang dari 30 kg dan 1200 mg) (Siqueira, 2010).
Pengobatan jangka panjang atau rumatan hanya diberikan jika
kejang demam menunjukkan ciri-ciri berikut seperti kejang
berlangsung lebih dari 15 menit, kelainan neurologi yang nyata
sebelum atau selapas kejadian kejang misalnya hemiparesis, paresis
Todd, palsi serebal, retardasi mental dan hidrosefalus, dan kejadian
kejang fokal. Pengobatan rumat dipertimbangkan jika kejang berulang
dua kali atau lebih dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi
kurang dari 12 bulan dan kejang demam berlangsung lebih dari 4 kali
per tahun. Obat untuk pengobatan jangka panjang adalah fenobarbital
(dosis 3-4 mg/ kgBB/ hari dibagi 1-2 dosis) atau asam valproat (dosis
15-40 mg/ kgBB/ hari dibagi 2-3 dosis). Dengan pemberian obat ini,
risiko berulangnya kejang dapat diturunkan dan pengobatan ini
diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian secara bertahap
selama 1-2 bulan (Saharso et al., 2009).
b. Terapi non-farmakologi
Tindakan pada saat kejang di rumah, (Ngastiyah, 2005, Mahmood
et al., 2011 dan Capovilla et al., 2009):
1) Baringkan pasein di tempat yang rata.
2) Singkirkan benda-benda yang ada di sekitar pasein.
3) Semua pakaian ketat yang mengganggu pernapasan harus dibuka
misalnya ikat pinggang.
4) Tidak memasukkan sesuatu banda ke dalam mulut anak.
5) Tidak memberikan obat atau cairan secara oral.
6) Jangan memaksa pembukaan mulut anak.
7) Monitor suhu tubuh.
8) Pemberikan kompres dingin dan antipiretik untuk menurunkan
suhu tubuh yang tinggi.
9) Posisi kepala seharusnya miring untuk mencegah aspirasi isi
lambung.
10) Usahakan jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen.
11) Menghentikan kejang secepat mungkin dengan pemberian obat
antikonvulsan yaitu diazepam secara rektal.
Pengobatan kejang berkepanjangan di rumah sakit, (Capovilla et al.,
2009):
1) Hilangkan obstruksi jalan napas.
2) Siapkan akses vena.
3) Monitor parameter vital (denyut jantung, frekuensi napas, tekanan
darah, SaO2).
4) Berikan oksigen, jika perlu (SaO2 <90%)
5) Mengadministrasikan bolus intravena diazepam dengan dosis 0,5
mg/kg pada kecepatan infus maksimal 5 mg/menit, dan
menangguhkan ketika kejang berhenti. Dosis ini dapat diulang jika
perlu, setelah 10 menit.
6) Memantau kelebihan elektrolit dan glukosa darah.
7) Jika kejang tidak berhenti, meminta saran seorang spesialis (ahli
anestesi, ahli saraf) untuk pengobatan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Berdasarkan tanda dan gejala penyakit kejang demam, maka
asuhan keperawatan yang prioritas ditegakkan adalah pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, perencanaan
pemulang yaitu :
Riwayat Keperawatan
Kaji gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh, terutama pada malam
hari, terjadinya kejang dan penurunan kesadaran.
a. Data biografi : nama, alamat, umur, status perkawinan, tanggal
MRS, diagnose medis, catatan kedatangan, keluarga yang dapat
dihubungi.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluhan utama
pasien, sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan
yang dapat muncul.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang
sama.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada dalam keluarga pasien yang sakit seperti pasien.
e. Riwayat psikososial
Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas / sedih)
Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
f. Pola Fungsi kesehatan
1) Pola nutrisi dan metabolisme :
Pola nutrisi klien perlu dikaji untuk menentukan
terjadinya gangguan nutrisi atau tidak pada klien
2) Pola istirahat dan tidur
Selama sakit pasien merasa tidak dapat istirahat karena
pasien merasakan demam terutama pada malam hari
g. Pemeriksaan Fisik
1) Kesadaran dan keadaan umum pasien
Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar-tidak sadar
(composmentis-coma) untuk mengetahui berat ringannya
prognosis penyakit pasien.
2) Tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik kepala-kaki
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak
ukur dari keadaan umum pasien / kondisi pasien dan
termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dengan
menggunakan prinsip-prinsip (inspeksi, auskultasi,
palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan BB
untuk mengetahui adanya penurunan BB karena
peningkatan gangguan nutrisi yang terjadi, sehingga dapat
dihitung kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan
(Wijaya,2013).
2. Diagnosa keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses patologis
b. Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhann tubuh b.d
peningkatan suhu tubuh
c. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d peningkatan sekresi mucus
d. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang
tidak adekuat (Doengoes, 2007)
3. Perencanaan
Perencanaan asuhan keperawatan pada anak dengan kejang
demam sederhana adalah sebagai berikut :
Rencana Tindakan keperawatan
Diagnosa Perencanaan
NO
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1. Peningkatan suhu Tupan: 1. Pantau suhu 1. Suhu 38,9-41,1
0
tubuh Setelah pasien (derajat C menunjukkan
berhubungan dilakukan dan pola): proses penyakit
dengan proses tindakan perhatikan infeksius akut.
patologis keperawatan menggigil?
selama 4 x 24 diaforesi.
suhu tubuh 2. Pantau suhu 2. Suhu ruangan,
normal. lingkungan, jumlah selimut harus
Tupen: batasi/tambahkan dirubah untuk
Setelah linen tempat tidur mempertahankan
dilakukan sesuai indikasi. suhu mendekati
tindakan normal
perawatan
selama 3 x 24 3. Berikan kompres 3. Dapat
jam proses hangat: hindari membantu
patologis teratasi penggunaan mengurangi demam,
dengan kriteria: kompres alkohol. penggunaan air
TTV stabil es/alkohol mungkin
Suhu tubuh menyebabkan
dalam batas 4. Berikan selimut kedinginan
normal pendingin 4. Digunakan untu
kengurangi demam
umumnya lebih besar
dari 39,5-40 0C pada
waktu terjadi
Kolaborasi: gangguan pada otak.
5. Berikan antipiretik
sesuai indikasi 5. Digunakan
untuk mengurangi
demam dengan aksi
sentral
Kolaborasi :
4. Pelaksanaan
Menurut Iyer et al (1996) yang dikutip oleh Nursalam
(2008).Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk
mencapai tujuan spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana
intervensi disusun dan ditujukkan pada nursing orders untuk membantu
klien mencapai tujuan yang diharapkan.
5. Evaluasi
Fase terakhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap
asuhan keperawatan yang diberikan dengan melihat perkembangan
masalah klien sehingga dapat diketahui tingkatan-tingkatan keberhasilan
intervensi. Evaluasi hasil perencanaan keperawatan dari masing-masing
diagnosa keperawatan dapat dilihat pada kriteria hasil intervensi
keperawatan.
BAB IV
PEUNUTUP
1. Kesimpulan
tindakan keperawatan yang telah dilakukan yaitu mengukur
TTV, memotivasi klien untuk banyak minum, menimbang BB
klien, member motivasi dan pendidikan kesehatan tentang nutrisi,
dan mengajak klien dalam aktivitas seperti terapi bermain
2. Saran
o Perawat perlu memberikan pendidikan kesehatan tentang
manajemen demam pada anak untuk mencegah kejang demam.
o Anjurkan orangtua untuk melakukan manajemen anak demam
untuk mencegah terjadinya kejang demam.
DAFTAR PUSTAKA