Anda di halaman 1dari 5

1.

) Mazhab (bahasa arab: ‫مذهب‬, madzhab) adalah istilah dari bahasa Arab, yang berarti jalan yang dilalui
dan dilewati, sesuatu yang menjadi tujuan seseorang baik konkrit maupun abstrak. Sesuatu dikatakan
mazhab bagi seseorang jika cara atau jalan tersebut menjadi ciri khasnya. Menurut para ulama dan ahli
agama Islam, yang dinamakan mazhab adalah metode (manhaj) yang dibentuk setelah melalui pemikiran
dan penelitian, kemudian orang yang menjalaninya menjadikannya sebagai pedoman yang jelas batasan-
batasannya, bagian-bagiannya, dibangun di atas prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah.

Menurut istilah syar'i, Manhaj ialah kaidah-kaidah & ketentuan-ketentuan yang digunakan bagi setiap
pelajaran-pelajaran ilmiyyah, seperi kaidah-kaidah bahasa arab, ushul ‘aqidah, ushul fiqih, & ushul tafsir
di mana dengan ilmu-ilmu ini pembelajaran dalam islam beserta pokok-pokoknya menjadi teratur &
benar.

2.) 1. Perbedaan Makna Lafadz Teks Arab.

Perbedaan makna ini bisa disebabkan oleh lafadl tersebut umum (mujmal) atau lafadl yang memiliki arti
lebih dari satu makna (musytarak), atau makna lafadl memiliki arti umum dan khusus, atau lafadl yang
memiliki makna hakiki atau makna menurut adat kebiasaan, dan lain-lain. Contohnya, lafadlquru’
memiliki dua arti; haid dan suci (Al-Baqarah:228). Atau lafadl perintah (amr) bisa bermakna wajib atau
anjuran. Lafadl nahy; memiliki makna larangan yang haram atau makruh. Contoh lainnya adalah lafadl
yang memiliki kemungkinan dua makna antara umum atau khusus adalah Al-Baqarah: 206 “Tidak ada
paksaan dalam agama” apakah ini informasi memiliki arti larangan atau informasi tentang hal
sebenarnya?

2. Perbedaan Riwayat

Maksudnya adalah perbedaan riwayat hadis. Faktor perbedaan riwayat ada beberapa, di antaranya:
Hadis itu diterima (sampai) kepada seorang perawi namun tidak sampai kepada perawi lainya. Atau
sampai kepadanya namun jalan perawinya lemah dan sampai kepada lainnya dengan jalan perawi yang
kuat. Atau sampai kepada seorang perawi dengan satu jalan; atau salah seorang ahli hadis melihat satu
jalan perawi lemah namun yang lain menilai jalan itu kuat. Atau dia menilai tak ada penghalang untuk
menerima suatu riwayat hadis. Perbedaan ini berdasarkan cara menilai layak tidaknya seorang perawi
sebagai pembawa hadis. Atau sebuah hadis sampai kepada seseorang dengan jalan yang sudah
disepakati, namun kedua perawi berbeda tentang syarat-syarat dalam beramal dengan hadis itu. Seperti
hadis mursal.

3. Perbedaan Sumber-sumber Pengambilan Hukum

Ada sebagian berlandasan sumber istihsan, masalih mursalah, perkataan sahabat, istishab, saddu dzarai'
dan sebagian ulama tidak mengambil sumber-sumber tersebut.

4. Perbedaan Kaidah Usul Fiqh


Seperti kaidah usul fiqh yang berbunyi "Nash umum yang dikhususkan tidak menjadi hujjah (pegangan)",
"mafhum (pemahaman eksplisit) nash tidak dijadikan dasar", "tambahan terhadap nash quran dalam
hukum adalah nasakh (penghapusan)" kaidah-kaidah ini menjadi perbedaan ulama.

5. Ijtihad dengan Qiyas

Dari sinilah perbedaan ulama sangat banyak dan luas. Sebab Qiyas memiliki asal (masalah inti sebagai
patokan), syarat dan illat. Dan illat memiliki sejumlah syarat dan langkah-langkah yang harus terpenuhi
sehingga sebuah prosedur qiyas bisa diterima. Di sinilah muncul banyak perbedaan hasil qiyas di
samping juga ada kesepakatan antara ulama.

6. Pertentangan (kontradiksi) dan Tarjih antar Dalil-dalil

Ini merupakan bab luas dalam perbedaan ulama dan diskusi mereka. Dalam bab ini ada yang berpegang
dengan takwil, ta'lil, kompromi antara dalil yang bertentangan, penyesuaian antara dalil, penghapusan
(naskh) salah satu dalil yang bertentangan. Pertentangan terjadi biasanya antara nash-nash atau antara
qiyas, atau antar sunnah baik dalam perkataan Nabi dengan perbuatannya, atau dalam penetapan-
penetapannya. Perbedaan sunnah juga bisa disebabkan oleh penyifatan tindakan Rasulullah saw dalam
berpolitik atau memberi fatwah. Dari sini bisa diketahui bahwa ijtihad ulama – semoga Allah membalas
mereka dengan balasan kebaikan – tidak mungkin semuanya merepresentasikan sebagai syariat Allah
yang turun kepada Rasulullah saw. Meski demikian kita memiliki kewajiban untuk beramal dengan salah
satu dari perbedaan ulama. Yang benar, kebanyakan masalah ijtihadiah dan pendapat yang bersifat
dlanniyah (pretensi) dihormati dan disikapi sama. Perbedaan ini tidak boleh menjadi pemicu kepada
ashobiyah (fanatisme golongan), permusuhan, perpecahan yang dibenci Allah antara kaum Muslimin
yang disebut Al-Quran sebagai umat bersaudara, yang juga diperintah untuk berpegang teguh dengan
tali Allah.Para sahabat sendiri berhati-hati dan tidak mau ijtihadnya disebut hukum Allah atau syariat
Allah. Namun mereka menyebut, "Ini adalah pendapatku, jika benar ia berasal dari Allah jika salah maka
ia berasal dari saya dan dari setan, Allah dan Rasul-Nya darinya (pendapat saya) berlepas diri."Di antara
nasehat yang disampaikan oleh Rasulullah saw, kepada para pasukannya baik dipimpin langsung atau
tidak adalah, Jika kalian mengepung sebuah benteng, dan mereka ingin memberlakukan hukum Allah,
maka jangan kalian terapkan mereka dengan hukum Allah, namun berlakukan kepada mereka dengan
hukummu, karena engkau tidak tahu, apakah engkau tepat dalam menerapkan hukum Allah kepada
mereka atau tidak, " (HR Ahmad, Tirmizi, Ibnu Majah)

3.)

4.) 1. ‘Ibadah Mahdhah, artinya penghambaan yang murni hanya merupakan hubung an antara hamba
dengan Allah secara langsung. ‘Ibadah bentuk ini memiliki 4 prinsip:

a. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari al-Quran maupun al- Sunnah, jadi
merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika keberadaannya.

b. Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul saw. Salah satu tujuan diutus rasul oleh Allah adalah
untuk memberi contoh:
‫وماارسلنا من رسول ال ليطاع باذن ا … النسآء‬

Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul kecuali untuk ditaati dengan izin Allah…(QS. 4: 64).

7 ‫وما آتاكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا…الحشر‬

Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan apa yang dilarang, maka
tinggalkanlah…( QS. 59: 7).

Shalat dan haji adalah ibadah mahdhah, maka tatacaranya, Nabi bersabda:

‫ خذوا عنى مناسككم‬. ‫رواه البخاري‬. ‫ صلوا كما رايتمونى اصلى‬.

Shalatlah kamu seperti kamu melihat aku shalat. Ambillah dari padaku tatacara haji kamu.

Jika melakukan ibadah bentuk ini tanpa dalil perintah atau tidak sesuai dengan praktek Rasul saw., maka
dikategorikan “Muhdatsatul umur” perkara meng-ada-ada, yang populer disebut bid’ah: Sabda Nabi
saw.:

‫ تمسكوا بها وعضوا بها‬، ‫ عليكم بسنتى وسنة الخلفآء الراشدين المهديين من بعدى‬. ‫ متفق عليه‬. ‫من احدث فى امرنا هذا ما ليس منه فهو رد‬
‫ فان خير‬،‫ اما بعد‬، ‫ رواه احمد وابوداود والترمذي وابن ماجه‬. ‫ وكل بدعة ضللة‬،‫ فان كل محدثة بدعة‬،‫ واياكم ومحدثات المور‬، ‫بالنواجذ‬
‫ رواه مسلم‬. ‫ وشر المور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضللة‬.‫ وخير الهدي هدي محمد ص‬، ‫الحديث كتاب ا‬

Salah satu penyebab hancurnya agama-agama yang dibawa sebelum Muhammad saw. adalah karena
kebanyakan kaumnya bertanya dan menyalahi perintah Rasul-rasul mereka:

‫ فاذا امرتكم بشيئ فأتوا منه ماستطعتم واذا نهيتكم عن شيئ‬،‫ فانما هلك من كان قبلكم بكثرة سؤالهم واختلفهم على انبيآئهم‬،‫ذرونى ما تركتكم‬
‫ اخرجه مسلم‬. ‫فدعوه‬

c. Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran logika, karena
bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya berfungsi memahami rahasia di baliknya yang
disebut hikmah tasyri’. Shalat, adzan, tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya
bukan ditentukan oleh mengerti atau tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan
syari’at, atau tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat.

d. Azasnya “taat”, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan atau
ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya, semata-mata untuk
kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu misi utama diutus Rasul adalah
untuk dipatuhi:

Jenis ibadah yang termasuk mahdhah, adalah :

1. Wudhu,

2. Tayammum

3. Mandi hadats
4. Adzan

5. Iqamat

6. Shalat

7. Membaca al-Quran

8. I’tikaf

9. Shiyam ( Puasa )

10. Haji

11. Umrah

12. Tajhiz al- Janazah

Rumusan Ibadah Mahdhah adalah

“KA + SS”

(Karena Allah + Sesuai Syari’at)

2. Ibadah Ghairu Mahdhah, (tidak murni semata hubungan dengan Allah) yaitu ibadah yang di samping
sebagai hubungan hamba dengan Allah juga merupakan hubungan atau interaksi antara hamba dengan
makhluk lainnya . Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, ada 4:

a. Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. Selama Allah dan Rasul-Nya tidak
melarang maka ibadah bentuk ini boleh diseleng garakan.

b. Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul, karenanya dalam ibadah bentuk ini tidak
dikenal istilah “bid’ah” , atau jika ada yang menyebut nya, segala hal yang tidak dikerjakan rasul bid’ah,
maka bid’ahnya disebut bid’ah hasanah, sedangkan dalam ibadah mahdhah disebut bid’ah dhalalah.

c. Bersifat rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat atau madharatnya,
dapat ditentukan oleh akal atau logika. Sehingga jika menurut logika sehat, buruk, merugikan, dan
madharat, maka tidak boleh dilaksanakan.

d. Azasnya “Manfaat”, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan.

Rumusan Ibadah Ghairu Mahdhah

“BB + KA”

(Berbuat Baik + Karena Allah)

5.)

Anda mungkin juga menyukai