Anda di halaman 1dari 17

GANGGUAN ELIMINASI URINE

KONSEP DASAR PENYAKIT


Pengertian
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik  berupa urin atau
bowel (feses) (Potter & Perry, 2006).
Eliminasi urine adalah pengeluaran cairan proses pengeluaran ini sangat tergantung
pada fungsi organ-organ eliminasi seperti ginjal, ureter, bladder dan uretra. Ginjal
memindahkan air dari darah dalam bentuk urin. Ureter mengalirkan urine ke bladder.
Dalam bledder urine di tampung sampai mencapai batas tertentu yang kemudian di
keluarkan melalui uretra (Fundamental Nursing Skills and Concepts. Hal 705, 2009).
Eliminasi urine adalah proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh yang berupa
cairan yang tergantung dari fungsi ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Sehingga
urine dapat keluar dengan baik (Chris Brooker, 2009).
Gangguan eliminasi urin adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau
berisiko mengalami disfungsi eliminasi urine. Biasanya orang yang mengalami gangguan
eliminasi urin akan dilakukan kateterisasi urine, yaitu tindakan memasukan selang
kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra dengan tujuan mengeluarkan urine
(Azis, 2006)
Anatomi
Ginjal
Satuan struktural dan fungsional ginjal yang terkecil di sebut nefron. Tiap - tiap nefron
terdiri atas komponen vaskuler dan tubuler. Komponen vaskuler terdiri atas pembuluh -
pembuluh darah yaitu glomerolus dan kapiler peritubuler yang mengitari tubuli. Dalam
komponen tubuler terdapat kapsul Bowman, serta tubulus - tubulus, yaitu tubulus
kontortus proksimal, tubulus kontortus distal, tubulus pengumpul dan lengkung Henle
yang terdapat pada medula.
Bila sebuh ginjal kita iris memanjang, maka aka tampak bahwa ginjal terdiri dari tiga
bagian, yaitu bagian kulit (korteks), sumsum ginjal (medula), dan bagian rongga
ginjal(pelvis renalis).
Kulit Ginjal (Korteks)
Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan penyaringan darah yang
disebut nefron. Pada tempat penyarinagn darah ini banyak mengandung kapiler –
kapiler darah yang tersusun bergumpal - gumpal disebut glomerolus. Tiap glomerolus
dikelilingi oleh simpai bownman, dan gabungan antara glomerolus dengan simpai
bownman disebut badan malphigi. Penyaringan darah terjadi pada badan malphigi, yaitu
diantara glomerolus dan simpai bownman. Zat - zat yang terlarut dalam darah akan
masuk kedalam simpai bownman. Dari sini maka zat - zat tersebut akan menuju ke
pembuluh yang merupakan lanjutan dari simpai bownman yang terdapat di dalam
sumsum ginjal.
Sumsum Ginjal (Medula)
Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang disebut piramid renal.
Dengan dasarnya menghadap korteks dan puncaknya disebut apeks atau papila renis,
mengarah ke bagian dalam ginjal. Satu piramid dengan jaringan korteks di dalamnya
disebut lobus ginjal. Piramid antara 8 hingga 18 buah tampak bergaris – garis karena
terdiri atas berkas saluran paralel (tubuli dan duktus koligentes). Diantara pyramid
terdapat jaringan korteks yang disebut dengan kolumna renal. Pada bagian ini
berkumpul ribuan pembuluh halus yang merupakan lanjutan dari simpai bownman. Di

1
dalam pembuluh halus ini terangkut urine yang merupakan hasil penyaringan darah
dalam badan malphigi, setelah mengalami berbagai proses.
Rongga Ginjal (Pelvis Renalis)
Pelvis Renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk corong lebar.
Sabelum berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis renalis bercabang dua atau tiga
disebut kaliks mayor, yang masing – masing bercabang membentuk beberapa kaliks
minor yang langsung menutupi papila renis dari piramid. Kliks minor ini menampung
urine yang terus kleuar dari papila. Dari Kaliks minor, urine masuk ke kaliks mayor, ke
pelvis renis ke ureter, hingga di tampung dalam kandung kemih (vesikula urinaria).
Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing – masing bersambung dari ginjal ke kandung kemih
(vesika urinaria) panjangnya ± 25 – 30 cm dengan penampang ± 0,5 cm. Ureter sebagian
terletak dalam rongga abdomen dan sebagian terletak dalam rongga pelvis. Lapisan
dinding ureter terdiri dari :
Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
Lapisan tengah otot polos
c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan – gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali
yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesika urinaria).
Gerakan peristaltik mendorong urin melalui ureter yang dieskresikan oleh ginjal dan
disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke dalam
kandung kemih. Ureter berjalan hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus
psoas dan dilapisi oleh pedtodinium. Penyempitan ureter terjadi pada tempat ureter
terjadi pada tempat ureter meninggalkan pelvis renalis, pembuluh darah, saraf dan
pembuluh sekitarnya mempunyai saraf sensorik.
Vesikula Urinaria ( Kandung Kemih )
Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet, terletak di
belakang simfisis pubis di dalam ronga panggul. Bentuk kandung kemih seperti kerucut
yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan ligamentum vesika umbikalis medius.
Bagian vesika urinaria terdiri dari :
Fundus, yaitu bagian yang mengahadap kearah belakang dan bawah, bagian ini terpisah
dari rektum oleh spatium rectosivikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus deferent,
vesika seminalis dan prostate.
Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.
Verteks, bagian yang maju kearah muka dan berhubungan dengan ligamentum vesika
umbilikalis.
Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan yaitu, peritonium (lapisan sebelah
luar), tunika muskularis, tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).
Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang berfungsi
menyalurkan air kemih keluar. Pada laki- laki uretra bewrjalan berkelok – kelok melalui
tengah – tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang
pubis kebagia penis panjangnya ± 20 cm.
Uretra pada laki – laki terdiri dari :
Uretra Prostaria
Uretra membranosa
Uretra kavernosa
Lapisan uretra laki – laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling dalam), dan lapisan
submukosa. Uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis pubisberjalan miring sedikit

2
kearah atas, panjangnya ± 3 – 4 cm. Lapisan uretra pada wanita terdiri dari Tunika
muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena – vena, dan
lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam).Muara uretra pada wanita terletak di sebelah
atas vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra di sini hanya sebagai saluran ekskresi.
Fisiologi
Tahap – tahap Pembentukan Urine
Proses filtrasi
Terjadi di glomerolus, proses ini terjadi karena permukaan aferent lebih besar dari
permukaan aferent maka terjadi penyerapan darah, sedangkan sebagian yang tersaring
adalah bagian cairan darah kecuali protein, cairan yang tersaring ditampung oleh simpai
bowman yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruskan
ke seluruh ginja.
Proses reabsorpsi
Terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium, klorida, fosfat dan
beberapa ion karbonat. Prosesnya terjadi secara pasif yang dikenal dengan obligator
reabsorpsi terjadi pada tubulus atas. Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah
terjadi kembali penyerapan dan sodium dan ion karbonat, bila diperlukan akan diserap
kembali kedalam tubulus bagian bawah, penyerapannya terjadi secara aktif dikienal
dengan reabsorpsi fakultatif dan sisanya dialirkan pada pupila renalis.
Augmentasi (Pengumpulan)
Proses ini terjadi dari sebagian tubulus kontortus distal sampai tubulus pengumpul. Pada
tubulus pengumpul masih terjadi penyerapan ion Na+, Cl-, dan urea sehingga
terbentuklah urine sesungguhnya.
Dari tubulus pengumpul, urine yang dibawa ke pelvis renalis lalu di bawa ke ureter. Dari
ureter, urine dialirkan menuju vesika urinaria (kandung kemih) yang merupakan tempat
penyimpanan urine sementara. Ketika kandung kemih sudah penuh, urine dikeluarkan
dari tubuh melalui uretra.
Mikturisi
Peristiwa penggabungan urine yang mengalir melui ureter ke dalam kandung kemih.,
keinginan untuk buang air kecil disebabkan penanbahan tekanan di dalam kandung
kemih dimana saebelumnmya telah ada 170 – 23 ml urine. Miktruisi merupakan gerak
reflek yang dapat dikendalikan dan dapat ditahan oleh pusat – pusat persyarafan yang
lebih tinggi dari manusia, gerakannya oleh kontraksi otot abdominal yang menekan
kandung kemih membantu mengosongkannya.
Proses Miksi (Rangsangan Berkemih).
Distensi kandung kemih, oleh air kemih akan merangsang stres reseptor yang terdapat
pada dinding kandung kemih dengan jumlah ± 250 cc sudah cukup untuk merangsang
berkemih (proses miksi). Akibatnya akan terjadi reflek kontraksi dinding kandung kemih,
dan pada saat yang sama terjadi relaksasi spinser internus, diikuti oleh relaksasi spinter
eksternus, dan akhirnya terjadi pengosongan kandung kemih. Rangsangan yang
menyebabkan kontraksi kandung kemih dan relaksasi spinter interus dihantarkan
melalui serabut – serabut para simpatis. Kontraksi sfinger eksternus secara volunter
bertujuan untuk mencegah atau menghentikan miksi. kontrol volunter ini hanya dapat
terjadi bila saraf – saraf yang menangani kandung kemih uretra medula spinalis dan otak
masih utuh.
Bila terjadi kerusakan pada saraf – saraf tersebut maka akan terjadi inkontinensia urin
(kencing keluar terus – menerus tanpa disadari) dan retensi urine (kencing tertahan).
Persarafan dan peredaran darah vesika urinaria, diatur oleh torako lumbar dan kranial
dari sistem persarafan otonom. Torako lumbar berfungsi untuk relaksasi lapisan otot

3
dan kontraksi spinter interna. Peritonium melapis kandung kemih sampai kira – kira
perbatasan ureter masuk kandung kemih. Peritoneum dapat digerakkan membentuk
lapisan dan menjadi lurus apabila kandung kemih terisi penuh. Pembuluh darah Arteri
vesikalis superior berpangkal dari umbilikalis bagian distal, vena membentuk anyaman
dibawah kandung kemih. Pembuluh limfe berjalan menuju duktus limfatilis sepanjang
arteri umbilikalis (Potter & Perry, 2006).
Komposisi urine
Ginjal berfungsi sebagai organ ekskresi yang utama dari tubuh. Organ ini membuang
produk akhir metabolism tubuh. Urin terutama tersusun atas air. Individu yang normal
akan mengkonsumsi kurang lebih 1-2 liter air perhari, dan dalam keadaan normal
seluruh asupan cairan ini akan diekskresikan keluar termasuk 400 – 500 ml yang akan
diekskresikan ke dalam urin. Sisanya akan diekskresikan lewat kulit, paru-paru pada saat
bernapas, dan feses. Elektrolit, yang mencakup natrium, kalium, klorida, bikarbonat dan
ion-ion lain yang jumlahnya lebih sedikit juga diekskresikan melalui ginjal.
Kelompok ketiga substansi yang muncul dalam urin terbentuk dari berbagai produk akhir
metabolism protein. Produk akhir yang utama adalah ureum, dengan jumlah 25 g,
diproduksi dan di ekskresikan setiap harinya. Produk lain dari metabolism protein yang
harus diekskresikan antara lain,kreatinin, fosfat dan sulfat. Asam urat hasil dari
metabolism asam nukleat juga di ekskresikan.
Dalam keadaan normal glukosa dan asam amino akan diabsorsi secara hampir
sempurna, sehingga kedua substansi ini tidak diekskresikan ke dalam urin. Protein dalam
keadaan normal juga tidak akan ditemukan dalam urin, karena tidak di filtrasi di
glomerulus karena ukurannya yang besar.

Penyebab/faktor predisposisi
Pertumbuhan dan Perkembangan
Seorang anak tidak dapat mengontrol pola berkemihnya secara volunter sampai ia
berusia 18-24 bulan. Proses penuaan juga mengganggu proses eliminasi urin. Masalah
mobilitas, kelemahan dan lansia juga mungkin akan mengalami kehilangan kemampuan
untuk merasakan bahwa kandung kemihnya penuh. Perubahan fungsi ginjal dan
kandung kemih juga terjadi seiring dengan proses penuaan. Kecepatan filtrasi
glomerulus menurun disertai penurunan kemampuan ginjal untuk memekatkan urin,
sehingga lansia sering mengalami nokturia (urinasi berlebihan pada malam hari).
Faktor Psikologis
Ansietas dan stress emosional dapat menimbulkan dorongan untuk berkemih dan
frekuensi berkemih meningkat. Ansietas juga dapat membuat individu tidak mampu
berkemih sampai tuntas. Ketegangan emosional membuat relaksasi otot abdomen dan
otot perineum menjadi sulit. Apabila sfingter uretra eksterna tidak berelaksasi secara
total, buang air dapat menjadi tidak tuntas dan terdapat sisa urin di dalam kandung
kemih.
Faktor sosiokultural
Adat istiadat tentang privasi berkemih berbeda-beda. Peraturan sosial mempengaruhi
waktu berkemih seperti istirahat sekolah.
Kebiasaan pribadi
Privasi dan waktu yang adekuat untuk berkemih. Beberapa individu memerlukan
distraksi seperti membaca untuk rileks.
Intake cairan dan makanan

4
Alkohol mengahambat Anti Diuretik Hormon (ADH) untuk meningkatkan pembuangan
urine, kopi, teh, coklat, cola (mengandung kafein) dapat meningkatkan pembuangan dan
ekskresi urine.
Tonus Otot
Lemahnya otot abdomen dan otot dasar panggul merusak kontraksi kandung kemih dan
kontrol sfingter uretra eksterna. Kontrol mikturisi yang buruk dapat diakibatkan oleh
otot yang tidak dipakai, yang merupakan akibat dari lamanya imobilitas, peregangan
otot selama melahirkan, atrofi otot setelah menopause, dan kerusakan otot akibat
trauma.
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan system perkemihan dapat mempengaruhi berkemih. Pembatasan asupan
cairan umumnya akan mengurangi haluaran urine.
Kondisi Penyakit
Adanya luka pada saraf perifer yang menuju ke kandung kemih menyebabkan hilangnya
tonus kandung kemih, berkurangnya sensasi penuh kandung kemih, dan individu
mengalami kesulitan untuk mengontrol urinasi. Misalnya diabetes mellitus dan sklerosis
multiple menyebabkan kondisi neuropatik yang mengubah fungsi kandung kemih.
Penyakit juga dapat memperlambat aktivitas fisik mengganggu kemampuan berkemih.
Artritis reumatoid, penyakit sendi degeneratif, dan parkinson merupakan contoh-contoh
kondisi yang membuat individu sulit mencapai dan menggunakan fasilitas kamar mandi.
Penyakit-penyakit yang menyebabkan kerusakan ireversible pada glomerulus atau
tubulus menyebabkan perubahan fungsi ginjal yang permanen.
Obat – obatan
Diuretik mencegah reabsorpsi air dan elektrolit tertentu untuk meningkatkan haluaran
urin. Retensi urin dapat disebabkan oleh penggunaan obat antikolinergik (mis. atropin),
antihistamin (mis. sudafed), antihipertensi (mis. aldomet), dan obat penyekat beta -
adrenergic (mis. Inderal).
Prosedur Bedah
Klien post bedah sering memiliki perubahan keseimbangan cairan analgetik narkotik dan
anestesi dapat memperlambat laju filtrasi glomerolus, mengurangi haluaran urin.
Anastesi spinalis terutama menimbulkan risiko retensi urin. Perubahan struktur panggul
dan abdomen bagian bawah dapat merusak urinasi akibat trauma local pada jaringan
sekitar. Pembentukandiversi urinarius melalui pembedahan di daerah kandung kemih
atau uretra yang bersifatsementara (kanker kandung kemih), memiliki stoma untuk
mengeluarkan urin (Potter & Perry, 2006).

Patofisiologi
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. Sistem
tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah ginjal, ureter,
kandung kemih dan uretra.
Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu : Kandung kemih secara progresif terisi
sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian
mencetuskan langkah kedua yaitu timbul refleks saraf yang disebut refleks miksi (refleks
berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-
tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih. Meskipun refleks
miksi adalah refleks autonomik medula spinalis, refleks ini bisa juga dihambat atau
ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau batang otak.
Kandung kemih dipersarafi saraf sakral (S-2) dan (S-3). Saraf sensori dari kandung kemih
dikirim ke medula spinalis (S-2) sampai (S-4) kemudian diteruskan ke pusat miksi pada

5
susunan saraf pusat. Pusat miksi mengirim signal pada kandung kemih untuk
berkontraksi. Pada saat destrusor  berkontraksi spinter interna berelaksasi dan spinter
eksternal dibawah kontol kesadaran akan berperan, apakah mau miksi atau ditahan.
Pada saat miksi abdominal berkontraksi meningkatkan kontraksi otot kandung
kemih, biasanya tidak lebih 10 ml urine tersisa dalam kandung kemih yang disebut urine
residu. Pada eliminasi urine normal sangat tergantung pada individu, biasanya miksi
setelah bekerja, makan atau bangun tidur. Normal miksi sehari 5 kali.
Gangguan pada eliminasi sangat beragam. Masing-masing gangguan tersebut
disebabkan oleh etiologi yang berbeda. Pada pasien dengan trauma yang menyebabkan
cedera medulla spinalis, akan menyebabkan gangguan dalam mengkontrol
urine/inkontinensia urine. Gangguan traumatik pada tulang belakang bisa
mengakibatkan kerusakan pada medulla spinalis. Kerusakan pusat miksi di medulla
spinalis menyebabkan kerusaan saraf simpatis dan parasimpatis sebagian atau
seluruhnya sehingga tidak terjadi koneksi dengan otot detrusor yang mengakibatkan
tidak adanya atau menurunnya relaksasi otot spingter internal. Hipertrofi prostate,
tumor atau kekakuan leher vesika, striktur, bekuan darah, dan batu kencing
menyebabkan obstruksi urethra sehingga urine sisa meningkat dan terjadi dilatasi
bladder kemudian distensi abdomen, dapat merusak penghantaran impuls sensorik dan
motorik dan meyebabkan kemampuan otot detrusor dan spingter dalam merespon
keinginan untuk berkemih menjadi terganggu. Selain itu analgesik narkotik dan anestesi
dapat menyebabkan rusaknya impuls sensorik dan motorik yang berjalan di antara
kandung kemih, medula spinalis, dan otak. Otot kandung kemih dan otot sfingter juga
tidak mampu merepons terhadap keinginan berkemih (Sylvia,2006).

PATHWAY

Trauma Operasi pada Adanya bekuan BPH, karsinoma


tulang abdomen darah/ batu prostat, striktur uretra,
belakang bawah trauma uretra
Luka pada Obstruksi Terjadi penyempitan
Terdapat efek
medulla spinalis saluran kemih saluran kemih
anestesi & analgesik
(S2-S3) narkotik
kerusaan saraf simpatis Impuls sensorik dan
dan parasimpatis motorik terganggu Pengeluaran urine
terhambat

Kemampuan otot penimbunan


urine di dalam
detrusor dan spingter
vesika urinaria
untuk merespon
Retensi urine
keinginan berkemih
Kesulitan untuk
mengontrol urinasi
Inkontinensia
urine

6
Gangguan eliminasi urine

Klasifikasi
Retensi Urine
Retensi urine adalah akumulasi urine yang nyata di dalam kandung kemih akibat
ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih. Urine terus berkumpul di kandung
kemih, merenggangkan dindingnya sehingga timbul perasaan tegang, tidak nyaman,
nyeri tekan pada simfisis pubis, gelisah, dan terjadi diaphoresis (berkeringat). Tanda -
tanda retensi urine akut ialah tidak adanya haluaran urine selama beberapa jam dan
terdapat distensi kandung kemih. Pada retensi urine yang berat, kandung kemih dapat
menahan 2000 - 3000 ml urine . Retensi terjadi terjadi akibat obstruksi uretra, trauma
bedah, perubahan stimulasi saraf sensorik dan motorik kandung kemih, efek samping
obat dan ansietas (Potter & Perry, 2006).
Infeksi Saluran Kemih Bawah
Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang didapat di rumah sakit. Penyebab paling sering
infeksi ini ialah dimasukkannya suatu alat ke dalam saluran perkemihan. Misalnya
pemasukkan kateter melalui uretra akan menyediakan rute langsung masuknya
mikroorganisme. Kebersihan perineum yang buruk merupakan penyebab umum ISK
pada wanita. Faktor predisposisi terjadinya infeksi pada wanita diantaranya adalah
praktik cuci tangan yang tidak adekuat, kebiasaan mengelap perineum yang salah yaitu
dari arah belakang ke depan setelah berkemih atau defekasi. Klien yang mengalami ISK
bagian bawah mengalami nyeri atau rasa terbakar selama berkemih (disuria) (Potter &
Perry, 2006).
Inkontinensia Urine
Inkontinensia urine ialah kehilangan kontrol berkemih. Klien tidak lagi dapat mengontrol
sfingter uretra eksterna. Lima tipe inkontinensia adalah inkontinensia fungsional,
inkontinensia refleks, Inkontinensia stress, inkontinensia urge, dan inkontinensia total.
Inkontinensia yang berkelanjutan memungkinkan terjadinya kerusakan pada kulit, sifat
urine yang asam mengiritasi kulit. Klien yang tidak dapat melakukan mobilisasi dan
sering mengalami inkontinensia terutama berisiko terkena luka dekubitus. Inkontinensia
urine yang terdiri atas :
Inkontinensia dorongan
Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urine tanpa sadar,
terjadi segera setelah merasa dorongan yang kuat untuk berkemih.
Kemungkinan penyebab :
Penurunan kapasitas kandung kemih
Iritasi pada reseptor regangan kandung kemih yang menyebabkan spasme (infeksi
saluran kemih)

7
Minum alcohol atau kafein
Peningkatan cairan
Peningkatan konsentrasi urine
Distensi kandung kemih yang berlebihan
Tanda-tanda inkontinensia dorongan:
Sering miksi (lebih dari 2 jam sekali)
Spasme kandung kemih
Inkontinensia total
Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urine yang terus-
menerus dan tidak dapat diperkirakan.
Kemungkinan penyebab :
Disfungsi neurologis
Kontraksi independen dan refleks detrusor karena pembedahan
Trauma atau penyakit yang memengaruhi saraf medulla spinalis
Fistula
Neuropati
Tanda-tanda inkontinensia total:
Aliran konstan yang terjadi pada saat tidak diperkirakan
Tidak ada distensi kandung kemih
Nokturia
Pengobatan inkontinensia yang tidak berhasil
Inkontinensia stress
Merupakan keadaan dimana seseorang yang mengalami kehilangan urine kurang dari 50
ml, terjadi dengan peningkatan tekanan abdomen
Kemungkinan penyebab:
Perubahan degeneratif pada otot pelvis dan struktur penunjang yang berhubungan
dengan penuaan
Tekanan intraabdomen tinggi
Distensi kandung kemih
Otot pelvis dan struktur penunjang lemah
Tanda-tanda inkontinensia stress
Adanya urine menetes dengan peningkatan tekanan abdomen
Adanya dorongan berkemih
Sering miksi (lebih dari 2 jam sekali)
Inkontinensia refleks
Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urine yang tidak
dirasakan, terjadi pada interval yang dapat diperkirakan bila volume kandung kemih
mencapai jumlah tertentu. Kemungkinan penyebabnya adalah kerusakan neurologis (lesi
medulla spinalis).
Tanda-tanda inkontinensia refleks :
Tidak adanya dorongan untuk berkemih
Merasa bahwa kandung kemih penuh
Kontraksi atau spasme kandung kemih tidak dihambat pada interval teratur
Inkontinensia fungsional
Merupakan keadaan seseorang yang mengalami pengeluaran urine secara tanpa
disadari dan tidak dapat diperkirakan. Kemungkinan penyebabnya adalah kerusakan
neurologis (lesi medulla spinalis)
Tanda-tanda inkontinensia fungsional :
Adanya dorongan untuk berkemih

8
Kontraksi mengeluarkan urine kandung kemih cukup kuat untuk (Potter & Perry, 2006)
Enurisis
Merupakan ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang diakibatkan tidak
mampu mengontrol spinter eksterna. Biasanya terjadi pada anak-anak atau pada orang
tua (Isselbacher, Kurt J,1999.).

Gejala Klinis
Urgensi : merasakan kebutuhan untuk berkemih
Disuria : merasa nyeri atau sulit berkemih
Frekuensi : berkemih dengan sering
Poliuria : mengeluarkan urine yang banyak
Oliguria : haluaran urine yang menurun dibandingkan dengan yang masuk
Nokturia : berkemih yang sering pada malam hari
Hematuria : terdapat darah dalam urine
Dribling (urine yang menetes) : kebocoran/rembesan urine walaupun ada kontrol
terhadap pengeluaran urine
Retensi : akumulasi urine di kandung kemih disertai ketidakmampuan mengosongkan
kandung kemih
Residu urine : volume urine yang tersisa setelah berkemih (volume 100 ml atau lebih)
(Potter & Perry, 2006).

Pemeriksaan fisik
Inspeksi
Perawat mengkaji kondisi mukosa mulut untuk mengetahui status hidrasi klien
Perawat dapat melihat adanya pembengkakan atau lekukan konveks pada abdomen
bagian bawah.
Perawat mengkaji meatus urinarius untuk melihat adanya rabas, peradangan dan luka
Palpasi
Perawat mengkaji status hidrasi klien dengan melalui turgor kulit
Perawat dapat mengkaji adanya nyeri tekan di daerah pinggul pada awal penyakit pada
saat memperkusi sudut kostovertebra (sudut yang dibentuk oleh tulang belakang dan
tulang rusuk ke 12)
Perawat yang memiliki keterampilan tinggi belajar mempalpasi ginjal selama proses
pemeriksaan abdomen sehingga dapat mengungkapkan adanya masalah seperti tumor.
Perawat mempalpasi abdomen bagian bawah, kandung kemih dalam keadaan normal
teraba lunak dan bundar.

Perkusi
Perawat memperkusi sudut kostovertebra, peradangan menimbulkan nyeri selama
perkusi dilakukan.
Auskultasi
Perawat melakukan auskultasi untuk mendeteksi adanya bunyi bruit di arteri ginjal
(bunyi yang dihasilkan dari perputaran aliran darah yang melalui arteri yang sempit)
Perkusi pada kandung kemih yang penuh menimbulkan bunyi perkusi yang tumpul
(Fundamental Nursing Skills and Concepts, 2009).

Pemeriksaan diagnostik/penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Urinalisis

9
Kultur Urine
Radiologi
Rontgenogram Abdomen
Rontgenogram abdomen juga sering disebut plain film, KUB, atau flat plate pada
abdomen umumnya digunakan untuk mengkaji adanya kelainan pada seluruh struktur
saluran perkemihan. Procedur ini dapat menentukan ukuran, kesimetrisan, bentuk, dan
lokasi ginjal, ureter serta struktur kandung kemih. Prosedur ini juga bermanfaat untuk
melihat batu (jika batu mengalami pengerasan) atau tumor pada organ ini.
Pielogram Intravena
Memvisoalisasi duktus dan pelvis renalis serta memperlihatkan ureter, kandung kemih
dan uretra. Prosedur ini tidak bersifat invasif. Klien perlu menerima injeksi pewarna
radiopaq secara intra vena.
Pemindaian (scan) ginjal
Tes radionuklida, seperti pemindaian ginjal memungkinkan visualisasi tidak langsung
pada struktur saluran perkemihan setelah isotop radioaktif diinjeksi per IV.
Computerized Axial Tomography
Merupakan prosedur sinar X terkomputerisasi yang digunakan untuk memperoleh
gambaran terperinci mengenai struktur bidang tertentu dalam tubuh. Scaner temografik
adalah sebuah mesin besar yang berisi komputer khusus serta sistem pendeteksi sinar X
yang berfungsi secara simultan untuk memfoto struktur internal berupa potongan
lintang transfersal yang tipis.
Ultrasound ginjal
Merupakan alat diagnostik yang noninvasif yang berharga dalam mengkaji gangguan
perkemihan. Alat ini menggunakan gelombang suara yang tidak dapat didengar,
berfrekuensi tinggi, yang memantul dari struktur jaringan
Sistoskopy
Sistocopy terlihat seperti kateter urine. Walaupun tidak fleksibel tapi ukurannya lebih
besar sistoscpy diinsersi melalui uretra klien. Instrumen ini memiliki selubung plastik
atau karet. Sebuah obturator yang membuat skop tetap kaku selama insersi. Sebuah
teleskop untuk melihat kantung kemih dan uretra, dan sebuah saluran untuk
menginsersi kateter atau isntrumen bedah khusus.
Biopsi ginjal
Menentukan sifat, luas, dan progronosis ginjal. Prosedur ini dilakukan dengan
mengambil irisan jaringan korteks ginjal untuk diperiksa dengan tekhnik mikroskopik
yang canggih. Prosedur ini dapat dilakukan dengan metode perkutan (tertutup) atau
pembedahan (terbuka).
Angiografi (arteriogram)
Merupakan prosedur radiografi invasif yang mengefaluasi sistem arteri ginjal. Digunakan
untuk memeriksa arteri ginjal utama atau cabangnya untuk mendeteksi adanya
penyempitan atau okulasi dan untuk mengefaluasi adanya massa (cnth: neoplasma atau
kista) (Potter & Perry, 2006).

Theraphy/Tindakan Penanganan
Mempertahankan kebiasaan eliminasi
Perawat mempelajari waktu saat klien berkemih normal, seperti saat bangun tidur atau
sebelum makan. Klien biasanya memerlukan waktu untuk berkemih. Kebutuhan untuk
berespons terhadap keinginan berkemih klien juga merupakan hal yang penting.
Penundaan dalam membantu klien ke kamar mandi dapat mengganggu proses berkemih
normal dan menyebabkan inkontinensia.

10
Penggunaan obat-obatan
Terapi obat-obatan yang diberikan secara tersendiri atau yang bersamaan dengan terapi
lain dapat membantu masalah inkontinesia dan retensi. Terdapat 3 tipe obat-obatan.
Satu obat merelaksasi kandung kemih yang mengalami ketegangan atau spasme
sehingga meningkatkan kapasitas kandung kemih. Satu obat menstimulasi kontraksi
kandung kemih sehingga meningkatkan pengosongan kandung kemih. Dan satu obat
lainya menyebabkan relaksasi otot polos prostat, mengurangi obstruksi pada aliran
uretra.
Kateterisasi
Kateterisasi kandung kemih dilakukan dengan memasukan selang plastic atau karet
melalui uretra kedalam kandung kemih. Kateter memungkinkan mengalirnya urine yang
berkelanjutan pada klien yang tidak mampu mengontrol perkemihan atau klien yang
mengalami obstruksi. Kateter juga menjadi alat yang digunakan untuk mengukur haluan
urine per jam pada klien yang status hemodinamiknya tidak stabil.
Pencegahan infeksi
Klien yang dikateterisasi dapat mengalami infeksi melalui berbagai cara.
Mempertahankan drainase urine tertutup, merupakan tindakan yang penting untuk
mengotrol infeksi. System yang rusak dapat menyebabkan masuknya organism. Daerah
yang memiliki resiko ini, adalah daerah insersi kateter, kantung drainase, clap, dan
sambungan antara selang dan kantung. Irigasi dan instilasi kateter diperlukan untuk
mempertahankan kepatenan urine menetap, kadang-kadang perlu untuk mengirigasi
atau membilas kateter.
Menguatkan otot dasar panggul
Latihan dasar panggul meningkatkan kekuatan otot dasar panggul yang terdiri dari
kontraksi kelompok otot yang berulang
Bladder retraining
Tujuan bladder retraining ialah untuk mengembalikan pola normal perkemihan dengan
menghambat atau menstimulasi pengeluaran air kemih (Asmadi, 2008).

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


Pengkajian (Data Subjektif dan Objektif)
Identitas Pasien
Nama :
Umur :
Alamat :
Pekerjaan :
No. Reg :
Tgl. MRS :
Tgl. Pengkajian :
Dx Medis :
Identitas Penanggung Jawab
Nama :
Umur :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Hub. dgn pasien :
Riwayat Kesehatan
Keluhan utama :
Riwayat penyakit sekarang :

11
Riwayat kehamilan dan kelahiran:
Riwayat kesehatan keluarga:
Pengkajian Fungsional Pola Gordon
Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pola nutrisi dan metabolic
Pola cairan dan metabolic
Pola istirahat dan tidur
Pola aktivitas dan latihan
Pola eliminasi
Pola persepsi dan kognitif
Pola reproduksi dan seksual
Pola persepsi dan konsep diri
Pola mekanisme koping
Pola nilai dan kepercayaan
Pengkajian Fisik
Keadaan umum pasien
Kesadaran
Pemeriksaan TTV
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan radiologic
Analisa data:
Data subjektif :
Klien mengatakan sulit untuk berkemih
Klien merasakan nyeri ketika sedang berkemih
Klien merasakan perutnya kembung (distensi kandung kemih)
Klien mengatakan tidak dapat merasakan keinginan berkemih
Klien mengatakan tidak dapat menghambat berkemih secara volunteer

Data objektif :
Inspeksi
Mukosa mulut kering
Terlihat adanya pembengkakan pada abdomen bagian bawah.
Palpasi
Palpasi ginjal selama untuk mengetahui adanya masalah seperti tumor.
Palpasi abdomen bagian bawah, kandung kemih dalam keadaan normal teraba lunak
dan bundar
Auskultasi
Adanya bunyi bruit di arteri ginjal
Kandung kemih yang penuh menimbulkan bunyi perkusi yang tumpul
Intake dan output cairan
Kaji intake dan output cairan dalam sehari
Kaji karakteristik urine (warna , kejernihan, bau)
Kaji perubahan volume urine untuk mengetahui ketidakseimbangan cairan

Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


Inkontinensia urinarius refleks
Retensi urine

12
13
Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional Evaluasi

Inkontinensia urine reflex Setelah diberikan asuhan NIC Label: Urinary Incontinence NIC Label: Urinary S:
keperawatan selama ..x24 jam Care Incontinence Care O:
diharapkan inkontinensia pada Jelaskan penyebab dari masalah Agar klien mengetahui A:
klien berkurang dengan criteria dan rasional dari tindakan yang mengenai kondisi dan tujuan P:
hasil : dilakukan dari tindakan yang dilakukan
NOC Label: Urinary Continence Monitor eliminasi urine, meliputi Untuk mengetahui
Mengetahui keinginan berkemih frekuensi, konsistensi, bau, karakteristik dari haluaran
(5) volume, dan warna urine
Pengosongan kandung kemih (5) Membantu untuk meningkatkan/ Untuk melatih dan
Berkemih > 150cc setiap kali mempertahankan keinginan membiasakan pasien
berkemih (4) berkemih mengetahui keinginan
Instruksikan pasien/keluarganya berkemihnya
untuk mencatat keluaran urine Sebagai perbandingan
dan pola eliminasi sehingga dapat terlihat
NIC Label: Urinary perubahan yang terjadi pada
Catheterization pasien
Jelaskan prosedur dan rasional NIC Label: Urinary
dari pemasangan kateter Catheterization
Agar klien mengetahui
kegunaan dan tujuan dari
Monitor intake dan output pemasangan kateter
cairan (jumlah, warna, frekuensi) Untuk mengetahui apakah
terjadi ketidakseimbangan dan
perubahan pada keluaran urine
Retensi urine Setelah diberikan asuhan NIC Label: Urinary Elimination NIC Label: Urinary Elimination S:
keperawatan selama ..x24 jam Management Management O:
diharapkan retensi urine pada Monitor eliminasi urine meliputi Untuk mengetahui ada atau A:
klien dapat berkurang/teratasi. frekuensi, konsistensi, bau, tidaknya ketidaknormalan dari

14
NOC Label: Urinary Elimination volume, dan warna berkemih klien P:
dengan criteria hasil : Identifikasi faktor yang Untuk mengetahui hal-hal yang
Pola eliminasi urine klien (5) berpengaruh terhadap menyebabkan inkontinensia
Pengosongan kandung kemih (5) inkotinensia Agar pasien dapat mengetahui
Retensi urine (5) Anjurkan pasien untuk segera dan mulai membiasakan untuk
Nyeri saat berkemih (5) merespon dorongan berkemih mengetahui pola berkemihnya
NOC Label: Symptom Severity Agar mengetahui interval
ketidaknyamanan (5) perkiraan berkemih
ansietas (5) Catat waktu terakhir berkemih selanjutnya
kegelisahan (5) NIC Label: Urinary NIC Label: Urinary
Catheterization Catheterization
Jelaskan prosedur dan rasional Agar pasien mengetahui tujuan
dari pemasangan kateter dari tindakan dan dapat
Tetap menggunakan teknik mengurangi kecemasannya
aseptik Agar terhindar dari paparan
Monitor intake dan output mikroba yang dapat
cairan (jumlah, warna, frekuensi) menyebabkan infeksi
Untuk mengetahui apakah
terjadi ketidakseimbangan dan
perubahan pada keluaran urine

15
Kriteria Evaluasi
Inkontinensia Urine
Subjektif
Klien mengatakan sudah bisa mengontrol eliminasi urinenya secara volunteer.
Klien mengatakan tidak dapat merasakan keinginan berkemih

Objektif
Output dan intake cairan sudah normal dan seimbang (1cc/kg BB/jam), frekuensi
berkemih yang sering pada klien mulai berkurang.
Retensi Urine
Subjektif
Klien mengatakan sudah tidak sulit untuk berkemih
Klien mengatakan tidak merasakan nyeri ketika sedang berkemih
Klien mengatakan tidak merasakan perutnya kembung (distensi kandung kemih)
Objektif
Intake dan output cairan sudah normal dan seimbang (1cc/kg BB/jam)

DAFTAR PUSTAKA

NANDA International.2012.Diagnosis Keperawatan:Definisi dan Klasifikasi 2012-


2014.Jakarta:EGC
Dochterman, Joanne M. & Bulecheck, Gloria N. 2008. Nursing Interventions
Classification : Fifth Edition. United States of America : Mosby.
Moorhead, Sue et al. 2008. Nursing Outcomes Classification : Fifth Edition. United States
of America : Mosby
Price, Sylvia A, Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit edisi 6 Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Brooker, Chris. 2009. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC
Isselbacher, Kurt J.1999. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC
Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC

16
Google books.2009. Fundamental Nursing Skills and Concepts. Diakses dari :
http://books.google.co.id/books?
id=M4HwH5IxfToC&pg=PA704&lpg=PA704&dq=definition+of+urinary+elimi
nation&source=bl&ots=yfVOERlm3x&sig=4uxfNxfl4CjMf55YsJ2m1MysK9c&
hl=id&sa=X&ei=eKzaUseWI8eKrQft5YGQCw&sqi=2&redir_esc=y#v=onepage
&q=definition%20of%20urinary%20elimination&f=false. Tanggal 26 Januari 2014
Azis, Alimul. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia 2. Jakarta : Salemba.

17

Anda mungkin juga menyukai