Anda di halaman 1dari 4

Pantat Low Bed

Share on linkedin Share on facebook Share on twitter Share on email More Sharing Services 18

Redaksi – Minggu, 27 Januari 2013 10:50 WIB

Berita Terkait

 Boleh Kami Numpang Shalat Di Sini…?!


 2,3 atau 3,2 Milyar?
 Dokter, Saya Keguguran ya….?!
 Pandangan Pudar Ulah Maksiat
 10 Ribu Rupiah Membuat Anda Mengerti Cara Bersyukur

“Pa…, seperti orang lagi kelebihan duit aja… Ngapain bagi-


bagi duit sampai segitu banyak..?!” tanya Ima kepada Zainal suaminya. “Sudahlah Ma, pokoknya
aku mau berbagi rezeki kepada keluarga di kampung kita ini, insya Allah pasti dibalas berlipat-
lipat olehNya” jelas Zainal kepada Ima.

***

Tahun itu Zainal sedang pulang mudik Iedul Fitri ke kampungnya di Maninjau, Bukit Tinggi.
Sebagaimana urang awak di perantauan, kembali ke kampung setiap kali lebaran Iedul Fitri
adalah sebuah tradisi yang jangan sampai terlewatkan. Mereka yang mencoba peruntungan nasib
di perantuan dan sudah sukses, akan kembali dengan membawa sedikit rezeki mereka setiap kali
lebaran demi berbagi untuk handai taulan di kampung yang kurang bernasib baik.

Itu juga yang dilakukan Zainal setiap tahun. Namun berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Di
tahun 2004, Zainal membawa uang untuk disedekahkan dengan nilai hampir Rp 40 juta. Padahal
di tahun sebelumnya, kisaran sedekah yang ia berikan antara 5-10 juta saja.

***

Allah Swt tidak pernah tidur dan tidak pernah lupa untuk membalas kebaikan setiap hamba-Nya.

***
Usai cuti lebaran Zainal kembali masuk kerja. Para karyawan menyambutnya seraya bersalaman
mengucap selamat Iedul Fitri. Suasana halal bi halal terasa kental di lingkungan kantor Zainal.
Kini ia sudah masuk ke dalam ruangannya. Ia berdiri di antara kursi dan mejanya. Namun
sebelum ia duduk, hp yang ia bawa terdengar berbunyi.

“Pak Haji Zainal, selamat Iedul Fitri dan mohon maaf lahir batin! Ini Joko rekanan kerja
bapak…” terdengar suara di seberang telpon Zainal. “Oh sama-sama pak Joko… Mohon maaf
lahir batin juga ya!” sahut Zainal. “Begini pak haji…, saya ingin minta bantuan yang sedikit
mendesak. Saya tahu pak haji Zainal usahanya bukan dibidang beginian. Tapi barangkali pak haji
bisa bantuin saya cari barang…” jelas Joko. “Nyari barang apa, pak Joko?!” tanya Zainal.
“Bapak tahu pantat low-bed khan?! *perusahaan saya mencari yang seken/bekas. Kira-kira haji
Zainal bisa bantuin nyari gak ya….?” tanya Joko.

Terus terang Zainal belum pernah punya pengalaman mencari barang seperti ini. Selama ini
bisnis Zainal hanya berkutat seputar dunia forwarding (pengiriman barang). Namun anehnya
Zainal mengiyakan tawaran itu. “Kalau haji Zainal bisa bantu cariin, saya mohon dalam 3 hari
ini ya…!”

Pembicaraan pun terputus setelah tenggat waktu 3 hari yang disepakati mereka berdua. Usai
telpon ditutup, maka kini Zainal berpikir keras hendak mencari kemana barang yang dimaksud?

***

Sudah puluhan kenalan ia kontak. Beberapa tempat industri sekeliling Jakarta sudah ia sambangi.
Namun semua itu tidak memberikan hasil apa-apa. Padahal tenggat waktu tersisa 1 hari lagi.

“Subhanallah…!!!” Zainal terhenyak dari duduknya di atas mobil. Seolah ia baru saja
mendapatkan ilham dari Allah atas keberadaan sebuah pantat low-bed yang pernah ia lihat. “Kita
ke Padalarang, pak…!” seru Zainal kepada supirnya.

Hati Zainal cemas penuh harap. Teringat peristiwa hampir 3 tahun sebelumnya bahwa ia pernah
melihat sebuah pantat low-bed ditaruh di pinggir jalan Padalarang dengan sebuah papan
bertuliskan DIJUAL. Padahal saat itu kondisi jalan gelap karena malam dan hujan pun
mengguyur sepanjang perjalanan. Saat itu Zainal melihat barang itu tanpa sedikit pun perhatian.
Namun kini, ia berharap kepada Allah, semoga pantat low-bed itu masih teronggok di sana.

***

Allah mengabulkan doa Zainal. Setibanya di sana, ia dapati pantat low-bed berwarna kuning itu
sudah banyak berkarat. Segera saja ia mengontak pemiliknya. Dan rupanya pemiliknya mau
menjual murah barang tersebut. Maka disepakatilah antara Zainal dan pemilik low-bed itu nilai
Rp. 50 juta.
Malam itu juga Zainal menelpon Joko memberitahukan bahwa ia sudah menemukan barang yang
dimaksud. Joko senang mendengar kabar ini, dan ia berjanji esok pagi akan membawa serta
bossnya seorang expatriate bernama Phillip. Maka keesokan pagi mereka semua datang ke lokasi
pantat low-bed untuk check fisik.

Hati Zainal agak sedikit khawatir sebab biasanya orang asing agak rewel kalau membeli barang.
Apalagi pantat low-bed ini sudah berkarat di sana-sini.

Namun jauh di luar dugaan Zainal, rupanya Phillip merasa puas dan ia merekomendasikan agar
barang tersebut langsung dibeli.

Maka usai melihat barang tersebut. Masing-masing mereka pulang dengan kendaraannya.

***

Di atas mobil sepulangnya dari Padalarang, Zainal ditelpon Joko. “Pak Haji, Alhamdulillah boss
saya sudah setuju dengan barang tersebut. Silakan kirim surat penawaran harganya kepada kami.
Di-fax aja biar langsung saya ajukan ke atasan!” jelas Joko melalui handphone. Zainal pun
mengiyakan.

Keesokan paginya, Zainal membuat surat penawaran yang diminta. Dalam surat tersebut ia tulis
semua spesifikasi pantat low bed yang dimaksud. Maka saat hendak menulis harga ia berhenti
sejenak… Zainal agak bingung mencantumkan berapa harga yang mau ditawarkan. Dalam hal ini
ia belum punya pengalaman. Namun bismilllah, dengan nama Allah ia beranikan diri
mencantumkan harga Rp 175 juta.

Usai dibuat, surat penawaran itu pun difax langsung ke nomer kantor Joko.

Belum lama berselang, hape Zainal berdering dan ternyata dari Joko. “Saya sudah terima surat
penawaran dari pak haji. Tapi kayaknya harganya terlalu mahal tuh!” Joko membuka
pembicaraan. “Silakan saja pak Joko kalau mau tawar..!” sambut Zainal.

“Kalau boleh nawar bisa gak Rp10 juta…?!” tanya Joko. Mendengarnya Zainal kaget dan
langsung membalas, “Yang benar saja, pak Joko. Masa harga Rp 175 juta ditawar cuma 10
juta?!”

“Eh… maksud saya bukan nawar barang itu menjadi 10 juta, tapi saya bermaksud bisa gak
barang tersebut saya tawar harganya menjadi berkurang 10 juta dari angka yang ditawarkan. Jadi
harganya 165 juta, bisa gak pak haji?!”
Subhanallah…., Zainal seolah tidak percaya dengan tanggapan dan penjelasan Joko. Ia pun
langsung bersemangat dan mengatakan, “Gak ada masalah, silakan saja ambil barang itu dengan
harga yang pak Joko bilang!”

Pembicaraan pun disudahi dan setelah mendapatkan surat pembelian barang dari perusahaan
Joko, maka Zainal pun mengirimkan pantat low-bed itu ke gudang perusahaan Joko. Dalam
beberapa hari dana Rp 165 juta sudah terkirim ke rekening Zainal.

***

Sore itu Zainal pulang ke rumah dengan hati berbunga-bunga. Ia bernyanyi dan bersiul
mengekspresikan hatinya yang riang. Masuk rumah ia tidak langsung ke kamar dan berganti
pakaian. Ia duduk di ruang tamu sambil terus bernyanyi dan bersiul. Istrinya memperhatikan
gelagat aneh ini. Kemudian Ima sang istri bertanya kepada Zainal apa yang terjadi. Zainal
menukas, “Nih lihat dalam buku tabungan ada uang masuk gak…?” Begitu melihatnya, Ima
langsung berujar, “Alhamdulillah…., rezeki dari mana nih Pa?” Zainal langsung berkomentar,
“Ini adalah balasan dari Allah saat kita berbagi rezeki kepada kerabat di kampung kemarin.
Kamu lihat sendiri khan berapa besar Allah langsung membayarnya?!”

Ima pun mengangguk mengiyakan penjelasan suaminya. Keduanya kini sadar bahwa berbagi di
jalan Allah akan mendatangkan balasan berlipat ganda. 40 juta rupiah yang mereka bagikan,
hanya dalam hitungan hari dibalas menjadi Rp 165 juta.

Inilah perniagaan yang tiada pernah merugi. Apakah ada tawaran bisnis yang lebih baik dari ini?
Hendak kemana kalian berpaling?!

- Bobby Herwibowo-

Anda mungkin juga menyukai