Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK II

(LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


ATRESIA DUKTUS HEPATIKUS )

OLEH

Kelompok : 16

1. ALYA SHAFIRA (17.321.2713)


2. NI MADE AYU FERA ANDINI (17.321.2745)
3. NI MADE BELLA PRATIWI PUTRI (17.321.2746)

PROGRAM STUDI SI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI

DENPASAR

2019
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpah Rahmat, Taufik
dan Hidaya-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan petunjuk maupun pedoman bagi pembaca
dalam “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Atresia Duktus Hepatikus” dalam mata kuliah Keperawatan Anak II.

Harapan penulis semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan


dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga penulis dapat memperbaiki bentuk
maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini penulisan masih banyak kekurangan karena pengalaman yang


penulis miliki sangat kurang. Oleh karena itu Penulis harapkan kepada para
pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini

Denpasar,6 Desember 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang..................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah ...........................................................................5

1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................. 5.........

1.4 Manfaat Penulisan ............................................................................6

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Penyakit pada Penyakit Atresia Duktus Hepatikus.........7

2.2 Asuhan Keperawatan pada Penyakit Atresia Duktus Hepatikus...........23

BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan..........................................................................................31

3.2 Saran ...................................................................................................31

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang
Atresia bilier adalah penyakit serius yang mana ini terjadi pada
satu dari 10.000 anak-anak dan lebih sering terjadi pada anak perempuan
daripada anak laki-laki dan pada bayi baru lahir Asia dan Afrika-Amerika
daripada di Kaukasia bayi baru lahir. Penyebab atresia bilier tidak
diketahui, dan perawatan hanya sebagian berhasil. Atresia bilier adalah
alasan paling umum untuk pencangkokan hati pada anak-anak di Amerika
Serikat dan sebagian besar dunia Barat.
Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik
sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu. Jadi, atresia bilier adalah
tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus
bilier ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu.
Akibatnya di dalam hati dan darah terjadi penumpukan garam empedu dan
peningkatan bilirubin direk. Hanya tindakan bedah yang dapat mengatasi
atresia bilier. Bila tindakan bedah dilakukan pada usia 8 minggu, angka
keberhasilannya adalah 86%, tetapi bila pembedahan dilakukan pada usia
> 8 minggu maka angka keberhasilannya hanya 36%. Oleh karena itu
diagnosis atresia bilier harus ditegakkan sedini mungkin, sebelum usia
8 minggu (Dr. Parlin.1991.Atresia Bilier. Jakarta: Ilmu Kesehatan Anak
FK UI).
Kerusakan hati yang timbul dari atresia bilier disebabkan oleh
atresia dari saluran-saluran empedu yang bertanggung jawab untuk
mengalirkan empedu dari hati. Empedu dibuat oleh hati dan melewati
saluran empedu dan masuk ke usus di mana ia membantu mencerna
makanan, lemak, dan kolesterol. Hilangnya saluran empedu menyebabkan
empedu untuk tetap di hati. Ketika empedu mulai merusak hati,
menyebabkan jaringan parut dan hilangnya jaringan hati. Akhirnya hati
tidak akan dapat bekerja dengan baik dan sirosis akan terjadi. Setelah

4
gagal hati, pencangkokan hati menjadi perlu. Atresia bilier dapat
menyebabkan kegagalan hati dan kebutuhan untuk transplantasi hati dalam
1 sampai 2 tahun pertama kehidupan.
Atresia bilier ditemukan pada 1 dari 15.000 kelahiran. Rasio atresia
bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki adalah 2:1. Meski jarang
tetapi Jumlah penderita atresia bilier yang ditangani Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2002-2003, mencapai 37-38 bayi
atau 23 persen dari 162 bayi berpenyakit kuning akibat kelainan fungsi
hati. Sedangkan DiInstalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya
antara tahun 1999-2004 dari 19270 penderita rawat inap, didapat 96
penderita dengan penyakit kuning gangguan fungsi hati didapatkan atresia
bilier 9 (9,4%).
Dari 904 kasus atresia bilier yang terdaftar di lebih 100 institusi,
atresia bilier didapat pada ras Kaukasia (62%), berkulit hitam (20%),
Hispanik (11%), Asia (4,2%) dan Indian Amerika (1,5%) Kasus Atresia
Bilier dilaporkan sebanyak 5/100.000 kelahiran hidup di Belanda,
5,1/100.000kelahiran hidup di Perancis, 6/100.000 kelahiran hidup di
Inggris, 6,5/100.000 kelahiran hidup diTexas, 7/100.000 kelahiran hidup
di Australia, 7,4/100.000 kelahiran hidup di USA, dan 10,6/100.000
kelahiran hidup di Jepang (Dr.Widodo.2009.Koran Indonesia
Sehat.Jakarta: Yudhasmara).
1. 2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apasajakah konsep dasar penyakit pada penyakit atresia duktus
hepatikus ?
1.2.2 Bagaiamanakah asuhan keperawatan pada penyakit atresia duktus
hepatikus ?

1. 3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui apasajakah konsep dasar penyakit pada penyakit
atresia duktus hepatikus
1.3.2 Untuk mengetahui bagaiamanakah asuhan keperawatan pada
penyakit atresia duktus hepatikus

5
1. 4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Mahasiswa mengetahui apasajakah konsep dasar penyakit pada
penyakit atresia duktus hepatikus
1.4.2 Mahasiswa mengetahui bagaiamanakah asuhan keperawatan pada
penyakit atresia duktus hepatikus

6
BAB II

PENDAHULUAN

2.1 Konsep Dasar Penyakit


2.1.1 Definisi
Atresia bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam
pipa/saluran-saluran  yang membawa cairan empedu (bile) dari liver
menuju ke kantung empedu (gallbladder). Ini merupakan kondisi 
congenital, yang berarti terjadi  saat kelahiran.
Atresia Billiary merupakan kelainan yang berkisar dari
hipoplasiasegmental/generalisata saluran empedu dan atresia sampai
obliterasi lengkap duktur billiaris ekstra/intra hepatic. Atresia Billiary
merupakan kelainan kongenital yang berhubungan dengan kolangio
hepatic intra uteri dimana saluran empedu mengalami fibrosis. Proses ini
sering berjalan terus setelah bayi lahir sehingga prognosis umumnya
buruk. Atresia Billiary merupakan obstruksi total aliran empedu karena
destruksi/tidak adanya saluran/sebagian saluran empedu ekstra hepatic.
Atresia Billiary adalah tidak adanya/kecilnya lumen pada
sebagian/keseluruhan traktus bilier ekstra hepatic (Ringoringo P.). Jadi
Atresia Billiary adalah suatu keadaan dimana saluran empedu tidak
berbentuk atau tidak berkembang secara normal.
Fungsi dari sistem empedu adalah membuang limbah metabolik
darihati dan mengangkut garam empedu yang diperlukan untuk mencerna
lemak di dalam usus halus. Pada Atresia Billiary terjadi penyumbatan
aliran empedudari hati ke kandung empedu. Hal ini bisa menyebabkan
skerusakan hati dansirosis hati.
Proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan
progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan
hambatan aliran empedu. Jadi, atresia bilier adalah tidak adanya atau
kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus bilier
ekstrahepatik yang menyebabkan inflamasi. Akibatnya di dalam hati dan

7
darah terjadi penumpukan garam empedu dan peningkatan degenerasi
edema hepatic dan bilirubin.
Kementerian Kesehatan melaporkan bahwa Penyakit Atresia Bilier
terjadi pada 1 banding 10 ribu hingga 15 ribu bayi lahir hidup. Dengan
angka kelahiran hidup di Indonesia 4,5 juta pertahun, dari jumlah tersebut
diprediksi bayi yang menderita penyakit tersebut mencapai 300-450 bayi
setiap tahunnya. Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan anak laki-
laki adalah 1,4 : 1
Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka
lahir. Gejala penyakit ini biasanya muncul dalam dua minggu pertama
setelah hidup. Gejala-gejala seperti Ikterus, Jaundice Urin gelap Tinja
berwarna pucat, Penurunan berat badan dan ini berkembang ketika tingkat
ikterus meningkat.
Pasien dengan atresia bilier dapat dibagi menjadi 2 grup, yakni :
1. Perinatal form ( Isolated Biliary Atresia)
90 % Bentuk ini ditemukan pada neonatal dan bayi berusia 2-8
minggu. Inflmasi atau peradangan yang progresiv pada saluran
empedu extrahepatik timbul setelah lahir. Bentuk ini tidak muncul
bersama kelainan congenital lainnya.
2. Fetal Embrionic form
10 ± 35 % Bentuk ini ditandai dengan cholestatis yang muncul
amat cepat, dalam 2 minggu kehidupan pertama. Pada bentuk ini,
saluran empedu tidak terbentuk pada saat lahir dan biasanya disertai
dengan kelainan congenital lainnya seperti situs inversus,
polysplenia,malrotasi, dan lain-lain.

gambar 1.2 atresia bilier ekstrahepatik

8
Atresia biliary merupakan obliterasi atau hipoplasi satu komponen
atau lebih dari duktus biliaris akibat terhentinya perkembangan janin,
menyebabkan ikterus persisten dan kerusakan hati yang bervariasi dari
statis empedu sampai sirosis biliaris, dengan splenomegali bila berlanjut
menjadi hipertensi porta.
Atresia bilier atau atresia biliaris ekstrahepatik merupakan proses
inflamasi progresif yang menyebabkan fibrosis saluran empedu
intrahepatik maupun ekstrahepatik sehingga pada akhirnya akan terjadi
obstruksi saluran.
2.1.2 Etiologi
Etiologi Atresia Billiary masih belum diketahui dengan pasti. Atresia
Billiary terjadi antara lain karena proses inflamasi berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier ekstra hepatik
sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu. Ada juga sebagian ahli
yang menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan
dengan adanya kelainan kromosom trisomi 17, 18 dan 21 serta terdapatnya
anomalioragan pada 10-30 % kasus Atresia Billiary.
Insiden Atresia Billiary adalah 1/10000 sampai 1/14.000 kelahiran
hidup. Rasio Atresia Billiary pada anak perempuan dan laki-laki adalah +
1,4 : 1.Dari 904 kasus Atresia Billiary yang terdaftar di lebih dari 100
institusi,Atresia Billiary terdapat pada Ras Kaukasia (62 %), berkulit
hitam (20 %), Hispanik (11 %), Asia (4,2 %) dan Indian Amerika (1,5 %).
Namun, sebagian besar penulis berpendapat bahwa atresia bilier adalah
akibat proses inflamasi yang merusak duktus bilier, bisa karena infeksi
atau iskemia.
Beberapa anak, terutama mereka dengan bentuk janin atresia bilier,
seringkali memiliki cacat lahir lainnya di jantung, limpa, atau usus.
Sebuah fakta penting adalah bahwa atresia bilier bukan merupakan
penyakit keturunan.  Kasus dari atresia bilier pernah terjadi pada bayi
kembar identik, dimana hanya 1 anak yang menderita penyakit tersebut.
Atresia bilier kemungkinan besar disebabkan oleh sebuah peristiwa yang
terjadi selama hidup janin atau sekitar saat kelahiran. Kemungkinan yang

9
"memicu" dapat mencakup satu atau kombinasi dari faktor-faktor
predisposisi berikut:
1. infeksi virus atau bakteri (cytomegalovirus,retrovirus)
2. masalah dengan sistem kekebalan tubuh
3. komponen yang abnormal dari empedu
4. kesalahan dalam pengembangan saluran hati dan empedu
5. hepatocelluler dysfunction
2.1.3 Patofisiologi
Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan
yang menyebabkan kerusakan progresif  pada duktus bilier ekstrahepatik
sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu, dan tidak adanya atau
kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik
juga menyebabkan obstruksi aliran empedu 
Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan
hiperbilirubinemia terkonjugasi yang disertai bilirubinuria. Obstruksi
saluran bilier ekstrahepatik dapat total maupun parsial. Obstruksi total
dapat disertai tinja yang alkoholik. Penyebab tersering obstruksi bilier
ekstrahepatik adalah : sumbatan batu empedu pada ujung bawah ductus
koledokus, karsinoma kaput pancreas, karsinoma ampula vateri, striktura
pasca peradangan atau operasi.
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan
obstruksi aliran normal empedu dari hati ke kantong empedu dan usus.
Akhirnya terbentuk sumbatan dan menyebabkan cairan empedu balik ke
hati ini akan menyebabkan peradangan, edema, degenerasi hati. Apabila
asam empedu tertumpuk dapat merusak hati. Bahkan hati menjadi fibrosis
dan cirrhosis. Kemudian terjadi pembesaran hati yang menekan vena
portal sehingga mengalami hipertensi portal yang akan mengakibatkan
gagal hati.
Penyebab sebenarnya atresia billier tidak diketahui sekalipun
mekanisme imin atau viral injury bertanggung jawab atas proses progresif
yang menimbulkan obliterasi total saluran empedu. Berbagai laporan
menunjukkan bahwa atresia billier tidak terlihat pada janin, bayi yang lahir

10
mati (stillbirth) atau bayi baru lahir, keadaan ini menunjukkan bahwa
atresia billier terjadi pada akhir kehamilan atau dalam periode perinatal
dan bermanifestasi dalam waktu beberapa minggu sesudah dilahirkan.
Inflamasi terjadi secara progresif dengan menimbulkan obstruksi dan
fibrosis pada saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik. Akan
terjadi berbagai derajat kolestasis yang menimbulkan pruritus berat.
Pembedahan untuk menghasilkan drainase getah empedu yang efektif
harus dilaksanakan dalam periode 2 hingga 3 bulan sesudah lahir agar
kerusakan hati yang progresif dapat dikurangi.
Jika cairan empedu tersebar ke dalam darah dan kulit, akan
menyebabkan rasa gatal. Bilirubin yang tertahan dalam hati juga akan
dikeluarkan ke dalam aliran darah, yang dapat mewarnai kulit dan bagian
putih mata sehingga berwarna kuning.
Degenerasi secara gradual pada hati menyebabkan joundice, ikterik
dan hepatomegaly. Karena tidak ada aliran empedu dari hati ke dalam
usus, lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat diabsorbsi, kekurangan
vitamin larut lemak yaitu vitamin A, D,E,K dan gagal tumbuh.
Vitamin A, D, E, K larut dalam lemak sehingga memerlukan lemak
agar dapat diserap oleh tubuh. Kelebihan vitamin-vitamin tersebut akan
disimpan dalam hati dan lemak didalam tubuh, kemudian digunakan saat
diperlukan. Tetapi mengkonsumsi berlebihan vitamin yang larut dalam
lemak dapat membuat anda keracunan sehingga menyebabkan efek
samping seperti mual, muntah, dan masalah hati dan jantung.
1. Vitamin A
Vitamin A terdapat dalam makanan berwarna kuning-oranye, berdaun
hijau gelap dan dalam bentuk retinol pada makanan yang berasal dari
hewan. Wortel, mangga, labu, pepaya, bayam, brokoli, selada air,
kuning telur, susu dan hati adalah makanan yang kaya vitamin A.dan
berperan dalam pertumbuhan dan pemeliharaan tulang dan jaringan
epitel, meningkatkan kekebalan, dan memerangi radikal bebas
(antioksidan). Kekurangan vitamin A adalah penyebab utama
kebutaan pada anak-anak di banyak negara berkembang.

11
2. Vitamin D
Ikan berlemak seperti sarden, mackerel, tuna, telur, makanan yang
diperkaya seperti margarin dan sereal adalah sumber vitamin D.
Vitamin ini sangat penting untuk pertumbuhan dan pemeliharaan
tulang karena mengontrol penyerapan kalsium dan fosfor yang penting
untuk metabolisme tulang. Kekurangan vitamin D pada anak-anak
akan menyebabkan penyakit rakhitis, dan pada orang dewasa
menyebabkan osteomalasia, kondisi di mana tulang menjadi lemah
dan lunak. Vitamin D dapat diproduksi tubuh saat kulit menerima
ultraviolet dari sinar matahari. Kekurangan vitamin D dapat terjadi
pada mereka yang memiliki diet rendah vitamin D atau jarang terkena
sinar matahari. Dosis besar vitamin dapat menyebabkan kelebihan
kalsium, terutama pada anak-anak, yang mengganggu pembentukan
tulang. Namun, hal tersebut sangat jarang terjadi. Tidak ada
rekomendasi mengenai diet vitamin D untuk orang dewasa yang hidup
normal dan cukup terpapar sinar matahari.
3. Vitamin E
Vitamin E hadir dalam minyak wijen, kacang kedelai, beras, jagung
dan biji bunga matahari, kuning telur, kacang-kacangan dan sayuran.
Vitamin ini adalah antioksidan penting yang mencegah penuaan dini
sel-sel, merangsang sistem kekebalan tubuh, mengurangi risiko
katarak, melindungi dari penyakit jantung, mencegah penyakit kanker
dan menjaga kesehatan kulit. Kekurangan vitamin E pada manusia
jarang terjadi, kecuali pada bayi prematur dan mereka yang memiliki
masalah pencernaan.
4. Vitamin K
Selada, kubis, kembang kol, bayam, kangkung, susu, dan sayuran
berdaun hijau tua adalah sumber terbaik vitamin ini. Vitamin K
terlibat dalam pembekuan darah dan kekurangannya dapat
menyebabkan perdarahan berlebihan dan kesulitan dalam
penyembuhan. Kekurangan vitamin ini jarang terjadi, kecuali pada

12
bayi baru lahir dan mereka yang memiliki masalah penyerapan atau
metabolisme vitamin, seperti penderita penyakit hati kronis.

13
2.1.4 Pathway

ATRESIA BILIER

Kelainan Kongenital Infeksi


KKongenital Virus/Bakteri

Obstruksi saluran Kerusakan progresif


Obstruksi saluran
pada ductus bilier
empedu intra hepatik empedu ekstra hepatik

Empedu kembali ke cairan empedu Inflamasi Progresif


Saluran Empedu
hati balik ke hati tidak terbentuk
Hipertermi

edema Obstruksi aliran dari Lemak dan vitamin


hati ke dalam larut lemak tidak
dapat di absorbsi

Gg. Supply Proses


darah pd sel peradangan Hipervolemia
hepar Kekurangan vitamin larut
pada hati lemak (A, D, E dan K)

Kerusakan Hepatomegaly Resiko deficit


ductus nutrisi
empedu sel
hepatik Distensi abdomen dan
kebutuhan oksigen
meningkat
Kerusakan
sel ekskresi
Pola nafas tidak
Bilirubin efektif

14
2.1.5 Manifestasi klinis
Pada bayi dengan atresia bilier biasanya tampak sehat ketika baru lahir.
Gejala penyakit ini biasanya muncul dalam Gg
duaintegritas
minggu pertama setelah
Keluar ke aliran Ikterus Priuritis
lahir gejala-gejala tersebut yaitu : kulit
darah dan kulit
1) Data subjektif
- iritabilitas ( bayi menjadi rewel)
- sulit untuk menenangkan bayi
2) Data objektif
- Ikterus
Terjadinya kekuningan pertama kali akan terlihat pada sklera dan
kulit karena tingkat bilirubin yang sangat tinggi (pigmen empedu)
dalam aliran darah. Mungkin terdapat sejak lahir. Biasanya tidak
terlihat sampai usia 2 hingga 3 minggu.
- Urine berwarna gelap dan menodai popok. Urine gelap yang
disebabkan oleh penumpukan bilirubin (produk pemecahan dari
hemoglobin) dalam darah. Bilirubin kemudian disaring oleh ginjal
dan dibuang dalam urine.
- Feses berwarna lebih pucat daripada yang perkirakan atau berwarna
putih atau coklat muda karena tidak ada empedu atau pewarnaan
bilirubin yang masuk ke dalam usus untuk mewarnai feses
- Hepatomegali
- Distensi abdomen
- Splenomegali
Keadaan ini menunjukkan sirosis yang progresif dengan hipertensi
portal / tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang
mengangkut darah dari lambung, usus dan limpa ke hati).
- Gangguan metabolisme lemak yang menyebabkan pertambahan
berat badan yang buruk, dan kegagalan tumbuh kembang secara
umum.
- Letargi
- Pruritus (gatal disertai ruam)
- Asites

15
- Jaundice, disebabkan oleh hati yang belum dewasa adalah umum
pada bayi baru lahir. Ini biasanya hilang dalam minggu pertama
sampai 10 hari dari kehidupan. Seorang bayi dengan atresia bilier
biasanya tampak normal saat lahir, tapi ikterus berkembang pada dua
atau tiga minggu setelah lahir
- Anoreksia
- Lambat saat makan, kadang-kadang tidak ada nafsu untuk makan
- Kekeringan
- Kerusakan kulit
- Edema perifer
2.1.6 Klasifikasi Atresia bilier
Kasai mengajukan klasifikasi atresia bilier sebagai berikut :
Atresia (sebagian atau total) duktus bilier komunis, segmen proksimal
paten.
1. IIa. Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus bilier komunis,
duktus sistikus, dan kandung empedu semuanyanormal).
2. IIb. Obliterasi duktus bilier komunis, duktus hepatikus komunis,
duktus sistikus. Kandung empedu normal.
3. Semua sistem duktus bilier ekstrahepatik mengalami obliterasi,
sampai ke hilus. 
Tipe I dan II merupakan jenis atresia bilier yang dapat dioperasi
(correctable), sedangkan tipe III adalah bentuk yang tidak dapat dioperasi
(non-correctable). Sayangnya dari semua kasus atresia bilier, hanya 10%
yang tergolong tipe I dan II.
Atresia Billiary cibagi menjadi 2 bagian yaitu:
1. Atresia Billiary Intra Hepatik
Merupakan atresia yang dapat dikoreksi. Bentuk ini lebih
jarangdibandingkan ekstra hepatik yang hanya 10 % dari penderita
atresia.Ditemukan saluran empedu proksimal yang terbuka
lumennya. Tetapitidak berhubungan dengan duodenum. Atresia
hanya melibatkan duktuskoledukus distal. Sirosis bilier terjadi
lambat.

16
2. Atresia Billiary Ekstra Hepatik
Merupakan Atresia yang tidak dapat dikoreksi. Bentuk ini sekitar 90
%dari penderita atresia. Prognosis buruk menyebabkan
kematian.Ditemukan bahwa seluruh sistem saluran empedu ekstra
hepatik mengalami obliterasi sirosis bilier terjadi cepat. Gejala klinik
dan patologik bergantung pada awal proses penyakitnya dan
bergantung padasaat penyakit terdiagnosis. Atresia Ekstra Hepatik
terbagi menjadi 2 yaitu:
1. Embrional :
1/3 penderita atresia ekstra hepatik terjadi pada masa embrional.
Awal prosesnya merusak saluran empedu mulai sejak masa
intrauterinhingga saat bayi lahir. Pada penderita tidak ditemukan
masa bebasikterus setelah pperiode ikterus neonatorum fisiologis
(2 minggu pertama kelahiran).
2. Perinatal:
2/3 penderita atresia ekstra hepatik terjadi pada masa perinatal.
Awal prosesnya adalah gejala ikterus setelah periode ikterus
psikologik menghilang. Kemudian diteruskan ikterus yang
progresif.
Kasai mengajukan klasifikasi atresia bilier sebagai berikut :
1. Atresia (sebagian atau total) duktus bilier komunis, segmen
proksimal paten.
2. IIa. Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus bilier komunis,
duktus sistikus, dankandung empedu semuanyanormal).
3. IIb. Obliterasi duktus bilierkomunis, duktus hepatikus komunis,
duktus sistikus. Kandungempedu normal.
4. III. Semua sistem duktus bilier ekstrahepatik mengalami
obliterasi, sampai ke hilus.Tipe I dan II merupakan jenis atresia
bilier yang dapat dioperasi (correctable), sedangkantipe III adalah
bentuk yang tidak dapat dioperasi (non-correctable). Sayangnya
dari semua kasusatresia bilier, hanya 10% yang tergolong tipe I
dan II.

17
Gambar 3. Klasifikas Atresia Bilier
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
Belum ada satu pun pemeriksaan penunjang yang dapat
sepenuhnya diandalkan untuk membedakan antara kolestasis intrahepatik
dan ekstrahepatik. Secara garis besar, pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3
kelompok, yaitu pemeriksaan :
1. Laboratorium rutin dan khusus untuk menentukan etiologi dan
mengetahui fungsi hati (darah,urin, tinja)
2. Pencitraan, untuk menentukan patensi saluran empedu dan menilai
parenkim hati
3. Biopsi hati, terutama bila pemeriksaan lain belum dapat menunjang
diagnosis atresia bilier.
4. Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar
komponen bilirubin untuk membedakannya dari hiperbilirubinemia
fisiologis. Selain itu dilakukan pemeriksaan darah tepi 0lengkap,
uji fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar bilirubin direk < 4 mg/dl
tidak sesuai dengan obstruksi total. Peningkatan kadar
SGOT/SGPT > 10 kali dengan pcningkatan gamma-GT < 5 kali,
lebih mengarah ke suatu kelainan hepatoseluler. Sebaliknya,
peningkatan SGOT < 5kali dengan peningkatan gamma-GT > 5
kali, lebih mengarah ke kolestasis ekstrahepatik.
5. Kadar gamma-GT yang rendah tidak menyingkirkan kemungkinan
atresia bilier. Kombinasi peningkatan gamma-GT, bilirubin serum
total atau bilirubin direk, dan alkalifosfatase mempunyai
spesifisitas 92,9% dalam menentukan atresia bilier.

18
6. Fungsi hati : bilirubin, aminotranferase dan faktor pembekuan :
protombin time, partial thromboplastin time.
7. Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya
diagnostik yang cukup sensitif, tetapi penulis lain menyatakan
bahwa pemeriksaan ini tidak lebih baik dari pemeriksaan
visualisasi tinja. Pawlawska menyatakan bahwa karena kadar
bilirubin dalam empedu hanya10%, sedangkan kadar asam
empedu di dalam empedu adalah 60%, maka tidak adanya asam
empedu di dalam cairan duodenum dapat menentukan adanya
atresia bilier.
1. Pencitraan
1) Pemeriksaan ultrasonografi
Theoni mengemukakan bahwa akurasi diagnostic USG 77% dan
dapat ditingkatkan bilapemeriksaan dilakukan dalam 3 fase, yaitu
pada keadaan puasa, saat minum dan sesudah minum.Bila pada saat
atau sesudah minum kandung empedu berkontraksi, maka atresia
bilier kemungkinan besar (90%) dapat disingkirkan. Dilatasi abnormal
duktus bilier, tidak ditemukannya kandung empedu, dan
meningkatnya ekogenitas hati, sangat mendukung diagnosis atresia
bilier. Namun demikian, adanya kandung empedu tidak
menyingkirkan kemungkinan atresia bilier, yaitu atresia bilier tipe
I / distal.
2) Sintigrafi hati
Pemeriksaan sintigrafi sistem hepatobilier dengan isotop
Technetium 99m mempunyai akurasi diagnostik sebesar 98,4%.
Sebelum pemeriksaan dilakukan, kepada pasien diberikan fenobarbital
5 mg/kgBB/hari per oral, dibagi dalam 2 dosis selama 5 hari. Pada
kolestasisintrahepatik pengambilan isotop oleh hepatosit berlangsung
lambat tetapi ekskresinya ke usus normal,  sedangkan pada atresia
bilier proses pengambilan isotop normal tetapi ekskresinya keusus
lambat atau tidak terjadi sama sekali. Di lain pihak, pada kolestasis

19
intrahepatik yang beratjuga tidak akan ditemukan ekskresi isotop ke
duodenum. Untuk meningkatkan sensitivitas danspesifisitas
pemeriksaan sintigrafi, dilakukan penghitungan indeks hepatik
(penyebaran isotop dihati dan jantung), pada menit ke-10. Indeks
hepatik > 5 dapat menyingkirkan kemungkinanatresia bilier,
sedangkan indeks hepatik < 4,3 merupakan petunjuk kuat adanya
atresia bilier.Teknik sintigrafi dapat digabung dengan pemeriksaan
DAT, dengan akurasi diagnosis sebesar 98,4%. Torrisi
mengemukakan bahwa dalam mendetcksi atresia bilier, yang terbaik
adalahmenggabungkan basil pemeriksaan USG dan sintigrafi.
3) Liver Scan
Scan pada liver dengan menggunakan metode HIDA
(Hepatobiliary Iminodeacetic Acid). Hida melakukan pemotretan pada
jalur dari empedu dalam tubuh, sehingga dapat menunjukan bilamana
ada blokade pada aliran empedu.
4) Pemeriksaan kolangiografi
Pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio
Pancreaticography). Merupakan upaya diagnostik dini yang berguna
untuk membedakan antara atresia bilier dengan kolestasis intrahepatik.
Bila diagnosis atresia bilier masih meragukan, dapat dilakukan
pemeriksaan kolangiografi durante operasionam.
2. Biopsi hati
Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling dapat
diandalkan. Ditangan seorang ahli patologi yang berpengalaman, akurasi
diagnostiknya mencapai 95%,sehingga  dapat membantu pengambilan
keputusan untuk melakukan laparatomi eksplorasi, danbahkan berperan
untuk penentuan operasi Kasai. Keberhasilan aliran empedu pasca operasi
Kasai di 6 tukan oleh diameter duktus bilier yang paten di daerah hilus
hati.  Bila diameter duktus100  200 u atau 150  400 u maka aliran empedu
dapat terjadi.
Desmet dan Ohya menganjurkan agar  dilakukan frozen section pada
saat laparatomi eksplorasi, untuk menentukan apakah portoenterostomi

20
dapat dikerjakan. Gambaran histopatologik hati yang mengarah ke atresia
bilier mengharuskan intervensi bedah secara dini. Yang menjadi
pertanyaan adalah waktu yang paling optimal untuk melakukan biopsi hati.
Harus disadari, terjadinya proliferasi duktuler (gambaran histopatologik
yang menyokong diagnosis atresia bilier tetapi tidak patognomonik)
memerlukan waktu. Oleh karena itu tidak dianjurkan untuk melakukan
biopsi pada usia < 6 minggu
2.1.8 Penatalaksanaan
1. Terapi medikamentosa 
Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati
terutama asam empedu (asamlitokolat), dengan memberikan : 
1) Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, per oral.
Fenobarbital akan merangsang enzimglukuronil transferase
(untuk mengubah bilirubin indirek menjadi bilirubin direk);
enzimsitokrom P-450 (untuk oksigenisasi toksin), enzim Na+
K+ ATPase (menginduksi aliranempedu). Kolestiramin 1
gram/kgBB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai jadwal pemberian
susu. Kolestiraminmemotong siklus enterohepatik asam empedu
sekunder
2) Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan : Asam
ursodeoksikolat, 310 mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis, per oral.
Asam ursodeoksikolat mempunyai daya ikat kompetitif
terhadap asam litokolat yang hepatotoksik. 
2. Terapi nutrisi
1) Terapi yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan
berkembang seoptimal mungkin, yaitu :
Pemberian makanan yang mengandung medium chain
triglycerides (MCT) untuk mengatasi malabsorpsi lemak dan
mempercepat metabolisme. Disamping itu, metabolisme yang
dipercepat akan secara efisien segera dikonversi menjadi energy
untuk secepatnya dipakai oleh organ dan otot, ketimbang
digunakan sebagai lemak dalam tubuh. Makanan yang

21
mengandung MCT antara lain seperti lemak mentega, minyak
kelapa, dan lainnya.
2) Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam
lemak. Seperti vitamin A, D, E, K
3. Terapi bedah
Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang
mengalirkan empedu keusus. Tetapi prosedur ini hanya mungkin
dilakukan pada 5-10% penderita. Untuk melompati atresia bilier dan
langsung menghubungkan hati dengan usus halus, dilakukan
pembedahan yang disebut prosedur Kasai. Biasanya pembedahan ini
hanya merupakan pengobatan sementara dan pada akhirnya perlu
dilakukan pencangkokan hati.
4. Pencangkokan atau Transplantasi Hati
Transplantasi hati memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi untuk
atresia bilier dan kemampuan hidup setelah operasi meningkat secara
dramatis dalam beberapa tahun terakhir. Karena hati adalah organ
satu-satunya yang bisa bergenerasi secara alami tanpa perlu obat dan
fungsinya akan kembali normal dalam waktu 2 bulan. Anak-anak
dengan atresia bilier sekarang dapat hidup hingga dewasa, beberapa
bahkan telah mempunyai anak. Kemajuan dalam operasi transplantasi
telah juga medezningkatkan kemungkianan untuk dilakukannya
transplantasi pada anak-anak dengan atresia bilier.
 Di masa lalu, hanya hati dari anak kecil yang dapat digunakan
untuk transplatasi karena ukuran hati harus cocok.  Baru-baru ini,
telah dikembangkan untuk menggunakan bagian dari hati orang
dewasa, yang disebut"reduced size" atau "split liver" transplantasi,
untuk transplantasi pada anak dengan atresia bilier.

Berdasarkan treatment yang diberikan :


5. Palliative treatment
Dilakukan home care untuk meningkatkan drainase empedu
dengan mempertahankan fungsi hati dan mencegah komplikasi
kegagalan hati.

22
6. Supportive treatment
Managing the bleeding dengan pemberian vitamin K yang
berperan dalam pembekuan darah dan apabila kekurangan vitamin
K dapat menyebabkan perdarahan berlebihan dan kesulitan dalam
penyembuhan. Ini bisa ditemukan pada selada, kubis, kol, bayam,
kangkung, susu, dan sayuran berdaun hijau tua adalah sumber
terbaik vitamin ini.
7. Nutrisi support, terapi ini diberikan karena klien dengan atresia
bilier mengalami obstruksi aliran dari hati ke dalam usus sehingga
menyebabkan lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat
diabsorbsi. Oleh karena itu diberikan makanan yang mengandung
medium chain triglycerides (MCT) seperti minyak kelapa.
8. Perlindungan kulit bayi secara teratur akibat dari akumulasi toksik
yang menyebar ke dalam darah dan kulit yang mengakibatkan gatal
(pruiritis) pada kulit.
9. Pemberian health edukasi dan emosional support, keluarga juga
turut membantu dalam memberikan stimulasi perkembangan dan
pertumbuhan klien.

2.2 Konsep Dasar Asuhan keperawatan


2.2.1 Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan melakukan anamnesia pada pasien. Data-
data yang dikumpulkan atau dikaji meliputi :
1) Identitas Pasien
Biodata : Usia, jenis kelamin,
2) Status Kesehatan
a. Keluhan utama : jaundice dalam 2 minggu sampai 2 bulan
b. Riwayat penyakit dahulu : apakah ibu pernah terinfeksi virus
seperti rubella
c. Riwayat penyakit sekarang : jaundice, tinja warna pucat, distensi
abdomen, hepatomegali, lemah, pruritus, anak tidak mau minum,
letargi

23
d. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Kaji pasien mengenai :
1. Prenatal
a. Keluhan saat hamil
b. Tempat ANC
c. Kebutuhan nutrisi saat hamil
d. Usia kehamilan (preterm, aterm, post term)
e. Kesehatan saat hamil dan obat yang diminum
2. Natal (Untuk Bayi atau Anak yang masih kecil)
a. Tindakan persalinan
b. Tempat bersalin
c. Obat-obatan
3. Post-Natal (Untuk Bayi atau Anak yang masih kecil)
a. Kondisi kesehatan
b. Apgar score
c. BB lahir, PB lahir, anomaly kongenital

3) Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
a. Pola Manajemen Kesehatan dan Persepsi Kesehatan
Kaji pasien mengenai arti sehat dan sakit bagi pasien,
pengetahuan status kesehatan pasien saat ini.
b. Pola Metabolik-Nutrisi
Kaji pasien mengenai kebiasaan jumlah makanan dan
kehidupan, jenis dan jumlah (makanan dan minum), pola makan 3
hari terakhir atau 24 jam terakhir, porsi yang dihabiskan, nafsu
makan

24
c. Pola Eliminasi
Kebiasaan pola buang air kecil : frekuensi, jumlah (cc),
warna, bau, nyeri, nokturia, kemampuan mengontrol BAK, adanya
perubahan lain.
Kebiasaan pola buang air besar : frekuensi, warna, bau,
nyeri, kemampuan mengontrol BAB, adanya perubahan lain.
d. Gerak dan Aktifitas
Kaji pasien mengenai aktifitas kehidupan sehari-hari,
kemampuan untuk merawat diri sendiri (berpakaian, mandi,
makan, kamar mandi), mandiri bergantung atau perlu bantuan,
penggunaan alat bantu (kruk,kaki tiga).
e. Pola Istirahat –Tidur
Kaji pasien mengenai kebiasaan tidar sehari-hari (jumlah
waktu tidur, jam tidur dan bangun, ritual menjelang tidur,
lingkungan tidur, tingkat kesegaran). Data pemeriksaan fisik (lesu,
kantung mata, keadaan umum, mengantuk
f. Pola Kognitif-Perseptual
Kaji status mental klien, kaji nyeri dengan Provokasi
(penyebab), (Qualitas nyerinya seperti apa), Reqion (di daerah
mana yang nyeri), Scala (skala nyeri 1-10), Time (kapan nyeri
terasa bertambah berat).
g. Pola Konsep Diri-Persepsi Diri
Kaji pasien mengenai :
- Keadaan social : pekerjaan, situasi keluarga, kelompok social
- Identitas personal : penjelasan tentang diri sendiri, kekuatan dari
kelemahan yang dimiliki
- Keadaan fisik : segala sesuatu yang berkaitan dengan tubuh
( yang disukai dan tidak)
- Harga diri : perasaan mengenai diri sendiri
- Ancaman terhadap konsep diri (sakit, perubahan peran)
- Riwayat berhubungan dengan masalah fisik atau psikologi

25
- Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (mengurangi diri,
murung, tidak mau berinteraksi
h. Pola Hubungan-Peran
Kaji pasien mengenai:
- Gambaran tentang peran berkaitan dengan keluarga, teman kerja
- Kepuasan atau ketidak puasan menjalankan peran
- Efek terhadap status kesehatan
- Pentingnya keluarga
- Struktur dan dukungan keluarga
- Pola membesarkan anak
- Hubungan dengan orang lain
- Orang terdekat dengan klien
- Data pemeriksaan fisik yang berkaitan
i. Pola Reproduksi-Seksualitas
Kaji pasien mengenai :
- Masalah atau perhatian seksual
- Menstruasi, jumlah anak, jumlah suami atau istri
- Gambaran perilaku seksual (perilaku seksual yang aman,
pelukan, sentukan dll)
- Pengetahuan yang berhubungan dengan seksualitas dan
reproduksi
- Efek terhadap kesehatan
- Riwayat yang berhungan dengan masalah fisik dan atau
psikologi
- Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (KU, genetalia,
payudarah, rectum)
j. Pola Toleransi Terhadap Stres-Koping
Kaji pasien mengenai :
- Sifat pencetus stress yang di rasakan baru-baru ini
- Tingkat stress yang dirasakan
- Gambaran respon umum dan khusus terhadap stress

26
- Strategi mengatasi mengatasi stress yang biasanya digunakan
dan keefektifannya
- Strategi koping yang biasa digunakan
- Pengetahuan dan penggunaan tehnik manajemen stress
- Hubungan antara manajemen strees dengan keluarga
k. Pola Keyakinan-Nilai
Kaji pasien mengenai :
- Latar belakang budaya atau etnik
- Status ekonomi, perilaku kesehatan yang berkaitan dengan
kelompok budaya atau etnik

1. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : kesadaran, postur tubuh (kurus, gemuk) fatigue
2. Tanda-tanda vital : TD, N, RR, S
3. Ukuran anthropometric : TB, BB, LK
4. Mata : Konjungtiva, selera, kelainan mata
5. Hidung : Kebersihan, kelainan
6. Mulut : Kebersihan, bau, mukosa mulut, stomatitis
7. Telinga : Fungsi pendengaran, kelainan, kebersihan
8. Tengkuk : Kelainan yang ada
9. Dada : Inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi (jantung, paru-
paru)
10. Abdomen : asites, hepatomegali, warna/pigmentasi ikterik
11. Punggung : Kelainan
12. Genetalia : Kebersihan, kateter, kelainan
13. Ekstrimitas : Odema, infuse atau transfuse, kontraktor, kelainan
14. Kulit : ikterik pada sclera kulit dan membrane mukosa, kulit
berkeringat dan gatal(pruritus), oedem perifer, kerusakan kulit,
otot lemah
2.2.2 Analisa Data
Data dasar adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status
kesehatan klien, kemampuan klien mengelola kesehatan terhadap dirinya

27
sendiri dan hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya. Data
fokus adalah data tentang perubahan-perubahan atau respon klien terhadap
kesehatan dan masalah kesehatannya serta hal-hal yang mencangkup
tindakan yang di laksanakan terhadap klien.
Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang klien yang
dilakukan secara sistematis untuk menentukan masalah-masalah serta
kebutuhan keperawatan dan kesehatan lainnya. Dari informasi yang
terkumpul didapatkan data dasar tentang masalah-masalah yang di hadapi
klien.
2.2.3 Diagnosa Keperawatan
1) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
2) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya bernapas
(peningkatan distensi abdomen)
3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan
sirkulasi, perubahan pigmentasi
4) Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
5) Resiko deficit nutrisi beruhubungan dengan ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrient

2.2.4 Intervensi Keperawatan


No Nama Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1 Hipertermi SLKI : SIKI : Manajemen Hipertermia
Setelah dilakukan asuahan 1. monitor suhu tubuh
keperawatan selama ..x 24njam. 2. longgarkan atau lepaskan
Dihartapakan suhu tubuh px pakaian
kembali normal. Dengan kriteria 3. berikan cairan oral
hasil : 4. anjurkan tirah baring
1. suhu tubuh normal (36-37oC) 5. kolaborasi pemberian cairan
2. tekanan darah normal dan elektrolit
3. Tidak menggigil 6. kolanborasi pemberian
antipiretik jika perlu
2 Pola nafas tidak SLKI : SIKI : Manajemen Jalan Napas
efektif Setelah dilakukan asuahan 1. monitor pola napas

28
keperawatan selama ..x 24njam. (frekuensi, kedalaman, usaha
Diharapkan pola napas kembali napas)
normal. Dengan kriteria hasil : 2. posisikan semi fowler atau
1. tidak ada dyspnea fowler
2. frekuensi napas normal 3. anjurkan teknik batuk efektif
3. tidak ada menggunakan otot 4. kolaborasi pemberian
bantu pernapasan bronkoldilator jika perlu
4. kedalaman napas normal
3 Gangguan SLKI : SIKI : Perawatan Integritas
integritas kulit Setelah dilakukan asuahan Kulit
keperawatan selama ..x 24 jam. 1. identifikasi penyebab
Diharapkan integritas kulit gangguan integritas kulit
kembali normal. Dengan kriteria 2. gunakan produk berbahan
hasil : ringan /alami dan hipoalergik
1. tidak ada keruskan jaringan pada kulit sensitive
2. pigmentasi normal 3. anjurkan menggunakan
3. tidak ada jaringan parut pelembab
4. anjurkan menggunakan
pelembab
5. kolaborasi dengan tenaga
medis lain untuk pemberian
terapi
4 Hipervolemia SLKI : SIKI :Manajemen Hipervolemia
Setelah dilakukan asuahan 1. monitor intake dan output
keperawatan selama ..x 24njam. cairan
Diharapkan keseimbangan cairan 2. monitor tan peningkatan
kembali normal. Dengan kriteria tekanan onkotik plasma
hasil : 3. timbang berat badan setiap
1. tidak adnya edema hari pada waktu yang sama
2. turgor kulit elastis 4. ajarkan cara membatasi
3. tidak adanya asietes cairan
5. kolaborasi pemberian
diuretik

29
5. Resiko deficit nutrisi SLKI : SIKI : Manajemen Nutrisi
Setelah dilakukan asuhan 1. identifikasi status nutrisi
keperawatan selama ..x 24 jam. 2. identifikasi kebutuhan kalori
Diharapkan resiko deficit nutrisi dan jenis nutrient
dapat teratasi. Dengan kriteria 3. monitor berat badan
hasil : 4. fasilitasi menentukan
1. tidak mengalami penurunan program diet
berat badan 5. ajarkan diet yang
2. nafsu makan meningkat diprogramkan
3. porsi makanan yang dihabiskan 6. kolaborasi dengan ahli gizi
cukup

2.2.5 Impelementasi
Implementasi keperawatan disesuaikan dengan intervensi atau rencana
keoerawatan yang telah dibuat atau ditentukan sesbelumnya.
2.2.6 Evaluasi
Evaluasi adalah bagian akhir yang menilai bagaimana hasil akhir dari
tindakan yang telah diberikan kepada klien. Evaluasi juga berfungsi untuk
menentukan apakah intervensi perlu dilanjutkan atau dihentikan dengan
mempertahankan kondisi klien.

30
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Atresia Billiary merupakan kelainan yang berkisar dari


hipoplasiasegmental/generalisata saluran empedu dan atresia sampai obliterasi
lengkap duktur billiaris ekstra/intra hepatic. Atresia Billiary merupakan
kelainan kongenital yang berhubungan dengan kolangio hepatic intra uteri
dimana saluran empedu mengalami fibrosis. Proses ini sering berjalan terus
setelah bayi lahir sehingga prognosis umumnya buruk. Atresia Billiary
merupakan obstruksi total aliran empedu karena destruksi/tidak adanya
saluran/sebagian saluran empedu ekstra hepatic.

Etiologi Atresia Billiary masih belum diketahui dengan pasti. Atresia


Billiary terjadi antara lain karena proses inflamasi berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier ekstra hepatik sehingga
menyebabkan hambatan aliran empedu. Ada juga sebagian ahli yang
menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan
adanya kelainan kromosom trisomi 17, 18 dan 21 serta terdapatnya
anomalioragan pada 10-30 % kasus Atresia Billiary.

3.2 Saran

Sebagai mahasiswa keperawatan diharapkan dapat memahami


asuhakan keperawatan yang dapat diberikan pada pasien atresia bllier agar
nantinya dapat mengaplikasikannya dengan baik pada saat berada di rumah
sakit ataupun di komunitas masyarakat.

31
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, dkk, (2005). Rencana asuhan keperawatan pedoman untuk


perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta :
Penerbit Buku kedokteran EGC
Price & Wilson, (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyaki.
Volume 2. Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC
Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses - proses penyakit Volume 2. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Smeltzer, S. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
Suddarth. Volume 2 Edisi 8. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran
EGC
Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisidan Indikator Diagnostik. Jakarta : DPP PPNI Pusat
Pokja SDKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Definisidan Indikator Diagnostik. Jakarta : DPP PPNI Pusat
Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisidan Indikator Diagnostik. Jakarta : DPP PPNI Pusat

32

Anda mungkin juga menyukai