Anda di halaman 1dari 9

1

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ..................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN .........................................................


1.1. Latar Belakang ......................................................
1.2. Perumusan Masalah ...............................................
1.3. Tujuan Penelitian ..................................................
1.4. Manfaat Penelitian .................................................

BAB II ISI ..................................................................................


2.1. Taksonomi .............................................................
2.2. Penyarian................................................................
2.3. Maserasi.................................................................
2.4. Skrining fitokimia..................................................

BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan ...........................................................
5.2. Saran ......................................................................
2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Di Indonesia penyakit infeksi jamur pada kulit dan kuku masih


sering dijumpai. Perkembangan infeksi jamur di Indonesia yang
termasuk negara dengan iklim tropis disebabkan oleh udara yang
lembab, sanitasi yang kurang, lingkungan yang padat penduduk dan
tingkat sosial ekonomi yang rendah. Untuk itu masalah mengenai
penyakit jamur perlu mendapat perhatian yang khusus di Indonesia
(Suprihatin, 1962). Obat antibakteri telah banyak dikembangkan
secara luas, berbeda dengan obat antijamur yang masih terbatas dalam
hal manfaat klinis. Alasan untuk perbedaan ini adalah adanya
hubungan yang erat antara jamur dengan inang mamalianya. Banyak
proses biokimia yang menyediakan sasaran berguna untuk obat
antibakteri tidak terdapat dalam jamur, dan proses yang menjadi
sasaran juga dimiliki oleh inang mamalia (Jawetz et al., 1996).
Masalah di dunia kedokteran bertambah dengan meningkatnya
berbagai penyakit yang disebabkan oleh jamur, terutama jamur
Candida. Penyakit yang disebabkan oleh Candida dikenal dengan
kandidiasis atau kandidosis yaitu suatu penyakit jamur yang bersifat
akut dan subakut yang dapat mengenai mulut, vagina, kulit, kuku,
paru-paru dan saluran pencernaan. Penyakit ini ditemukan di seluruh
dunia dan dapat menyerang semua umur, baik laki-laki maupun
perempuan (Budimulya dkk., 1983).
Seiring perkembangan zaman yang semakin canggih seperti
sekarang ini, pemakaian dan pendayagunaan obat tradisional di
Indonesia mengalami kemajuan yang sangat pesat. Obat-obatan
tradisional kembali digunakan masyarakat sebagai salah satu alternatif
pengobatan, di samping obat-obatan modern yang berkembang di
pasar Obat tradisional yang berasal dari tumbuhan dan bahan-bahan
alami murni memiliki efek samping, tingkat bahaya dan resiko yang
jauh lebih rendah dibandingkan dengan obat kimia (Muhlisah, 2005).
Tanaman binahong (A. cordifolia (Tenore) Steen) merupakan
salah satu tanaman yang bisa digunakan untuk pengobatan. Secara
empiris, masyarakat memanfaatkan tanaman binahong untuk
3

menyembuhkan luka luar akibat goresan senjata tajam, luka setelah


operasi, meningkatkan stamina tubuh, mengobati sakit maag,
menyembuhkan memar, rematik, pegal linu dan menghaluskan kulit
Penelitian Tshikalange (2004) menunjukkan bahwa ekstrak air
dan kloroform akar binahong (A. cordifolia (Ten.) Steenis) dapat
menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus dan E. coli dengan
konsentrasi hambat minimumnya sebesar 60 mg/ml. Sementara
penelitian aktivitas antijamur A. cordifolia belum diteliti sebelumnya,
sehingga peneliti tertarik untuk mengetahui aktivitas antijamur dalam
tanaman binahong (A. cordifolia (Tenore) Steen) yang diekstraksi
menggunakan pelarut petroleum eter, etil asetat dan etanol.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bukti ilmiah tentang
efek dari tanaman binahong (A. cordifolia (Tenore) Steen) dalam
menghambat pertumbuhan jamur dan memberikan sumbangan pada
masyarakat tentang obat tradisional yang saat ini masih berdasarkan
pada data empiris.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan


permasalahan Yaitu :
1. Senyawa kimia golongan apakah yang terkandung dalam ekstrak
petroleum eter, etil asetat dan etanol daun binahong?
2. Apakah ekstrak petroleum eter, etil asetat dan etanol daun
binahong mempunyai aktivitas antijamur terhadap C. albicans?

1.3 TUJUAN PENELITIAN


Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui golongan senyawa kimia yang terkandung dalam
ekstrak petroleum eter, etil asetat dan etanol daun binahong.
2. Mengetahui aktivitas antijamur ekstrak petroleum eter, etil
asetat dan etanol daun binahong terhadap C. albicans.
4

BAB II

ISI

2.1 TAKSONOMI
Menurut Rochani 2009, Sistematika Tanaman Binahong (A.
cordifolia (Tenore) Steen)

Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh)
Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisio : Magnoliophyta (berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Subkelas : Hamamelidae
Ordo : Caryophyllales
Familia : Basellaceae
Genus : Anredera
Species : A. cordifolia (Tenore) Steen

Gambar 1.1 Daun Binahong (Rochani, 2009)

2.2 PENYARIAN
Penyarian atau ekstraksi merupakan proses penarikan zat pokok
yang diinginkan dari bahan mentah obat dengan menggunakan pelarut
yang dipilih dimana zat yang diinginkan larut. Ekstrak adalah sediaan
pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia
nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
5

serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi


baku yang telah ditetapkan. Sediaan ekstrak dibuat agar zat berkhasiat
dari simplisia mempunyai kadar yang tinggi sehingga memudahkan
dalam pengaturan dosis (Ansel, 1989).
Pemilihan larutan penyari harus mempertimbangkan banyak faktor.
Larutan penyari yang baik harus memenuhi kriteria yaitu murah dan
mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak
mudah menguap dan tidak mudah terbakar, selektif yaitu hanya
menarik zat berkhasiat yang dikehendaki dan tidak mempengaruhi zat
berkhasiah

2.3 MASERASI
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana, dilakukan
dengan cara merendam bahan simplisia dalam cairan penyari. Cairan
penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel
yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya
perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan
yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa
tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara
larutan di luar sel dan di dalam sel. Metode penyarian ini mempunyai
keuntungan yaitu cara kerja dan peralatan yang digunakan relatif
sederhana dan mudah diusahakan, sedangkan kerugiannya adalah
membutuhkan waktu pengerjaan yang lama dan penyariannya kurang
sempurna.
Proses maserasi dimulai dengan merendam bahan–bahan
dalam wadah bermulut lebar, ditutup rapat, disimpan terlindung dari
cahaya langsung (mencegah reaksi yang dikatalisis cahaya atau
perubahan warna) dan isinya dikocok berulang–ulang selama 4-10
hari. Pengocokan diulangi kira–kira tiga kali sehari, adanya
pengocokan ini memberikan suatu keseimbangan konsentrasi bahan
ekstraktif yang lebih cepat ke dalam cairan penyari. Keadaan diam
selama proses maserasi menyebabkan turunnya perpindahan zat aktif .
Semakin besar perbandingan simplisia terhadap cairan
ekstraksi akan semakin baik hasil yang diperoleh. Setelah maserasi
maka rendaman diperas dengan kain pemeras, kemudian ampas dicuci
dengan bahan ekstraksi. Proses pencucian ini dilakukan untuk
memperoleh sisa kandungan bahan ekstraktif dan untuk
menyeimbangkan kembali kehilangan saat penguapan yang terjadi
pada penyarian dan pengepresan
6

2.4 SKRINING FITOKIMIA


Metode skrining fitokimia digunakan untuk mengetahui
kandungan metabolit sekunder, makromolekul serta penggunaan data
yang diperoleh untuk menggolongkan tumbuhan. Metode ini juga
penting untuk menentukan ciri atau sifat kimia dari fitotoksin dan
fitoaleksin (Harborne, 1987).
Pendekatan skrining fitokimia meliputi analisis kualitatif kandungan
kimia dalam tumbuhan atau bagian tumbuhan (akar, batang, bunga,
buah, dan biji), terutama kandungan metabolit sekunder, yaitu
alkaloid, antrakinon, flavonoid, C glikosida jantung, kumarin, saponin
(steroid dan triterpenoid), tannin 16 (polifenolat), minyak atsiri
(terpenoid), dan sebagainya, Uraian beberapa metabolit sekunder
tersebut adalah sebagai berikut :

a. Flavonoid

Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air,


sebagian dapat diekstraksi dengan etanol 70%, dan tetap ada dalam
lapisan air setelah ekstrak ini dikocok dengan eter minyak bumi.
Flavonoid berupa senyawa fenol, karena itu warnanya berubah bila
ditambah basa atau ammonia (Harborne, 1987).

b. Polifenol

Polifenol cenderung mudah larut dalam air karena umumnya


berikatan dengan gula sebagai glikosida dan biasanya terdapat dalam
vakuola sel. Untuk mendeteksi senyawa fenol sederhana ialah
dengan menambahkan larutan besi (III) klorida 1% dalam air atau
etanol ke dalam larutan cuplikan yang menimbulkan warna hijau,
merah, ungu, biru atau hitam yang kuat (Harborne, 1987).

c. Saponin

Saponin tidak larut dalam pelarut non polar, paling cocok


diekstraksi dengan etanol atau metanol panas 70-96%, kemudian
lipid dan pigmen disingkirkan dari ekstrak dengan benzen
(Harborne, 1987).
7

d. Alkaloid

Alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung


satu atau lebih atom N, biasanya dalam gabungan sebagai bagian
dari sistem siklik. Alkaloid biasanya tanpa warna, kebanyakan
berbentuk kristal, hanya sedikit yang berupa cairan. Senyawa
alkaloid dapat dideteksi dengan pereaksi Dragendorf

KETERANGAN EMPIRIS
Masyarakat menggunakan daun binahong untuk menyembuhkan
luka dengan cara menempelkan lumatan pada luka atau membasuh luka
dengan air rebusan binahong. Penelitian ini untuk membuktikan aktivitas
antijamur binahong dari ekstrak petroleum eter, etil asetat, dan etanol
terhadap C. albicans
8

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Penelitian ini untuk membuktikan aktivitas antijamur binahong dari
ekstrak petroleum eter, etil asetat, dan etanol terhadap C. albican

3.2. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai ekstrak daun
binahong menggunakan bakteri uji lainya sehingga efektivitas
ekstrak daun binahong ini dapat di harapkan pengunaan ekstrak
daun binahong ini lebih efektif dan signifikan.
2. daun binahong sebaiknya di manfaatkan sebagai obat herbal
9

DAFTAR PUSTAKA

1. Ansel, H.C 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi,


diterjemahkan Oleh Ibrahim, F., Edisi IV, Jakarta, Universitas
Indonesia Press, 616-617.
2. Budimulyana.U.,Sutono, Aryatmo T. 1983 Penyakit Jamur; Klinis,
Epidemiologia, Diagnosis Dan Terapi. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta.
3. Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern
Menganalisis Tumbuhan. Terbitan Kedua. ITB. Bandung.
4. Jawetz. E .1996. Microbiologi Kedokteran, Edisi 20, EGC,.
Jakarta.
5. Muhlisah. F. 2005. Tanaman Obat Keluarga, Hal 44-45. Penebar
Swadaya, Jakarta.
6. Rochani, N. 2009. Uji Aktivitas Antijamur Ekstrak Daun
Binahong (Anredera Cordifolia (Tenore)Steen)Terhadap
Candida Albicans Serta Skrining Fitokimia, Skripsi,Universitas
Muhamadiyah Surakarta. Surabaya.
7. Suprihatin S.D. 1962. Penyelidikan Infeksi Kandida Pada Bayi
Dan Wanita Di Jakarta, Tesis, Universitas Indonesia, Jakarta.
8. Tshikalange, T. E. 2007. In Vitro Anti-HIV-1 Properties Of
Ethnobotanically Selected Sound African Plants Used In The
Treatment Of Sexsually Trasmitted Diseases. University Of
Journal Of Ethnopharmacology, 96, 515-519.

Anda mungkin juga menyukai