Anda di halaman 1dari 10

TUGAS LITERASI 2 BAHASA INDONESIA

BUKU BIOGRAFI
SMA NEGERI 7 SEMARANG

Disusun oleh :
Anandio Rendy Pamungkas (5)
Judul Buku   : Kartini : Sebuah Biografi

Penulis         : Sitisoemandari Soeroto

Penerbit       : Djambatan

Tahun terbit : 2001

Tebal            : 428 halaman

Tanggal 21 April adalah hari Kartini, dimana rakyat Indonesia terutama anak-anak sekolah TK
dan SD merayakannya dengan menggunakan busana tradisional. Namun peringatan hari Kartini
kurang lengkap jika kita tidak membaca bukunya yang menceritakan tentang biografi Kartini.
Buku ini ditulis oleh Ibu Sitisumandari Soeroto. Beliau berkesan menulis tentang biografi Kartini
pada saat beliau berkeinginan untuk bertemu dengan adik Almarhumah R.A. Kartini, yaitu
Raden Ayu Adipati Ario Kardinah Reksonegoro yang tinggal di Kota Salatiga. Buku ini berawal
dari penelitian beliau, yang meneliti riwayat Kartini setapak demi setapak dalam mencari
pegangan yang meyakinkan. Ternyata cara itu menghasilkan cerita yang sedikit banyak
menyerupai sebuah biografi, mulai lahirnya Kartini sampai wafatnya dan sesudahnya. Maka
dengan keberanian beliau, buku ini diberi judul Kartini: Sebuah Biografi. Namun selama
penulisan buku ini beliau sempat jatuh sakit cukup lama. Sehingga penyelesaian buku ini
memakan waktu lama sekitar 4 tahun, antara 1972 sampai 1976. Dalam buku ini sengaja diambil
banyak kutipan dari surat-surat kartini, yang belum banyak diketahui oleh masyarakat Indonesia.
Surat-surat Kartini (dan adik-adiknya) sebelum diserahkan kepada KITLV Leiden (tahun 1986),
disimpan dan dirahasiakan oleh Keluarga E.C. Abendanon. Jumlah surat yang tersimpan tidak
kurang dari 237 surat, diantaranya 108 surat-surat kartini.

Buku Kartini: Sebuah Biografi menceritakan tentang silsilah keluarga Kartini yang memiliki dua
ibu, kelahiran Kartini, masa kecil, kenakalan tiga serangkai (Kartini, Rukmini, Kardinah),
kecerdasan Kartini yang sudah tampak sejak kecil, Kartini sebagai pemimpin saudara-
saudaranya. Serta kehidupan tiga serangkai ketika dipingit, perjuangan Kartini untuk emansipasi
wanita dengan kaum pria, menentang poligami, sampai Kartini menikah dan wafat. Semua
diceritakan secara berurutan dalam tiap-tiap bab di buku ini, yang terdiri dari 13 bab:

Bab I : Silsilah keluarga Condronegoro

Bab II : Masa kanak-kanak sampai masuk pingitan

Bab III : Empat tahun laksana dalam neraka

Bab IV : Enam tahun paling bahagia

Bab V : Masa transisi Abad XIX ke Abad XX

Bab VI : Kartini dan Haluan Etis


Bab VII : Perkenalan dengan Mr. J.H. Abendanon

Bab VIII: Peranan Van Kol

Bab IX : Tragik manusia Kartini

Bab X : Di Rembang

Bab XI : Dipanggil ke Hadirat Tuhan

Bab XII : Api Kartini pedoman kebangkitan bangsa

Bab XIII Kartini – Pahlawan Kemerdekaan Indonesia

Membaca buku ini kita dapat mengetahui secara gamblang tentang sisi kehidupan Kartini yang
tadinya misterius dan tidak dapat dimengerti. Itu sebabnya beberapa pandangan mengenai
Kartini perlu ditinjau dan dikoreksi kembali. Buku ini sangat menarik untuk dibaca, pembaca
pun terhanyut ke dalam cerita karena susunan kalimat yang yang mudah dipahami oleh seluruh
pembaca dan ada foto-foto semasa kehidupan Kartini. Di samping itu ada cerita yang membuat
pembaca tertawa sendiri, kenakalan yang dilakukan oleh tiga serangkai semasa kecil mereka.

Di era teknologi informasi sekarang ini yang penuh dengan pengaruh-pengaruh negatif, di tengah
kemerosotan moral dan berbagai kegalauan yang mengancam keutuhan bangsa dan negara, buku
ini sangat menginspirasi pembaca dalam menumbuhkan nasionalisme. Karena buku ini
mengingatkan pembaca tentang renungan makna ucapan Kartini: “Kami tidak mencari
kebahagiaan sendiri, melainkan kebahagiaan rakyat kami. Kami tidak mengharapkan bunga
mawar untuk kami sendiri!. Buku ini patut dibaca oleh para pemimpin bangsa, elit politik dan
segenap putra-putri Indonesia, agar dapat (dan mau) meneladani jiwa dan semangat Kartini,
sebagai seorang perintis bangsa. Dialah Putri Sejati serta Bunga Bangsa yang tulus ikhlas
membaktikan seluruh hidupnya, tanpa pamrih, demi kemajuan Negara dan rakyat yang
dicintainya sepenuh hati, jiwa dan raga.
1. TOKOH R.A. KARTINI SEBAGAI PELOPOR
EMANSIPASI WANITA

Tokoh yang dibahas didalam buku tersebut adalah Raden Adjeng Kartini ia adalah kalangan
priyayi atau kelas bangsawan jawa. Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan
(Emansipasi Wanita) pribumi. Perhatiannya tidak hanya semata-mata soal emansipasi wanita,
tetapi juga masalah social umum. Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan
,otonomi,dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas. Setelah Kartini
menikah dengan K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat suaminya mendukung dan
mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah
wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah
bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka

SEKOLAH KARTINI (KARTINI SCHOOL), 1918.


2. PENGALAMAN PENDIDIKAN R.A. KARTINI
Mengenai riwayat pendidikan RA Kartini, Ayahnya menyekolahkan anaknya di ELS (Europese
Lagere School). Disinilah ia kemudian belajar Bahasa Belanda dan bersekolah disana hingga ia
berusia 12 tahun. Sebab ketika itu menurut kebiasaan ketika itu, anak perempuan harus tinggal
dirumah untuk ‘dipingit’.

Kartini banyak membaca surat kabar Semarang De Locomotief yang diasuh Pieter Brooshooft, ia
juga menerima leestrommel (paket majalah yang diedarkan toko buku kepada langganan). Di
antaranya terdapat majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang cukup berat, juga ada
majalah wanita Belanda De Hollandsche Lelie. Kartini pun kemudian beberapa kali
mengirimkan tulisannya dan dimuat di De Hollandsche Lelie. Dari surat-suratnya tampak Kartini
membaca apa saja dengan penuh perhatian, sambil membuat catatan-catatan. Kadang-kadang
Kartini menyebut salah satu karangan atau mengutip beberapa kalimat. Perhatiannya tidak hanya
semata-mata soal emansipasi wanita, tetapi juga masalah sosial umum. Kartini melihat
perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagai bagian
dari gerakan yang lebih luas. Di antara buku yang dibaca Kartini sebelum berumur 20, terdapat
judul Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta karya Multatuli, yang pada November 1901 sudah
dibacanya dua kali. Lalu De Stille Kraacht (Kekuatan Gaib) karya Louis Coperus. Kemudian
karya Van Eeden yang bermutu tinggi, karya Augusta de Witt yang sedang-sedang saja, roman-
feminis karya Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek dan sebuah roman anti-perang karangan
Berta Von Suttner, Die Waffen Nieder (Letakkan Senjata). Semuanya berbahasa Belanda.
SURAT KARTINI – ROSA ABENDANON

3.PERJALANAN SEJARAH HIDUP R.A. KARTINI

R.A Kartini lahir pada tanggal 21 April tahun 1879 di Kota Jepara. Nama lengkap Kartini adalah
Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat. Mengenai sejarah RA Kartini dan kisah hidup Kartini,
ia lahir di tengah-tengah keluarga bangsawan oleh sebab itu ia memperoleh gelar R.A (Raden
Ajeng) di depan namanya.

Dalam Biografi R.A Kartini, diketahui dari pernikahannya dengan K.R.M. Adipati Ario Singgih
Djojo Adhiningrat, R.A Kartini kemudian melahirkan anak bernama Soesalit Djojoadhiningrat
yang lahir pada tanggal 13 September 1904.

Namun miris, beberapa hari kemudian setelah melahirkan anaknya yang pertama, R.A Kartini
kemudian wafat pada tanggal 17 September 1904.  Di usianya yang masih sangat muda yaitu 24
tahun. Beliau kemudian dikebumikan di Desa Bulu, Kabupaten Rembang.

Berkat perjuangannya kemudian pada tahun 1912, berdirilah Sekolah Wanita oleh Yayasan
Kartini di Semarang kemudian meluas ke Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon serta
daerah lainnya.

Sekolah tersebut kemudian diberi nama “Sekolah Kartini” untuk menghormati jasa-jasanya.
Yayasan tersebut milik keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis di era kolonial
Belanda.
4.JASA JASA R.A. KARTINI

Kartini yang merasa tidak bebas menentukan pilihan bahkan merasa tidak mempunyai pilihan
sama sekali karena dilahirkan sebagai seorang wanita, juga selalu diperlakukan beda dengan
saudara maupun teman - temannya yang pria, serta perasaan iri dengan kebebasan wanita -
wanita Belanda, akhirnya menumbuhkan keinginan dan tekad di hatinya untuk mengubah
kebiasan kurang baik itu. Pada saat itu, Raden Ajeng Kartini yang lahir di Jepara, Jawa Tengah
pada tanggal 21 April 1879, ini sebenarnya sangat menginginkan bisa memperoleh pendidikan
yang lebih tinggi, namun sebagaimana kebiasaan saat itu dia pun tidak diizinkan oleh orang
tuanya.

Dia hanya sempat memperoleh pendidikan sampai E.L.S. (Europese Lagere School) atau tingkat
sekolah dasar. Setamat E.L.S, Kartini pun dipingit sebagaimana kebiasaan atau adat - istiadat
yang berlaku di tempat kelahirannya dimana setelah seorang wanita menamatkan sekolah di
tingkat sekolah dasar, gadis tersebut harus menjalani masa pingitan sampai tiba saatnya untuk
menikah.
Merasakan hambatan demikian, Kartini remaja yang banyak bergaul dengan orang-orang
terpelajar serta gemar membaca buku khususnya buku - buku mengenai kemajuan wanita seperti
karya - karya Multatuli "Max Havelaar" dan karya tokoh-tokoh pejuang wanita di Eropa, mulai
menyadari betapa tertinggalnya wanita sebangsanya bila dibandingkan dengan wanita bangsa
lain terutama wanita Eropa.

Dia merasakan sendiri bagaimana ia hanya diperbolehkan sekolah sampai tingkat sekolah dasar
saja padahal dirinya adalah anak seorang Bupati. Hatinya merasa sedih melihat kaumnya dari
anak keluarga biasa yang tidak pernah disekolahkan sama sekali.
Sejak saat itu, dia pun berkeinginan dan bertekad untuk memajukan wanita bangsanya,
Indonesia. Dan langkah untuk memajukan itu menurutnya bisa dicapai melalui pendidikan.
Untuk merealisasikan cita - citanya itu, dia mengawalinya dengan mendirikan sekolah untuk
anak gadis di daerah kelahirannya, Jepara. Di sekolah tersebut diajarkan pelajaran menjahit,
menyulam, memasak, dan sebagainya. Semuanya itu diberikannya tanpa memungut bayaran
alias cuma - cuma.

Bahkan demi cita - cita mulianya itu, dia sendiri berencana mengikuti Sekolah Guru di Negeri
Belanda dengan maksud agar dirinya bisa menjadi seorang pendidik yang lebih baik. Beasiswa
dari Pemerintah Belanda pun telah berhasil diperolehnya, namun keinginan tersebut kembali
tidak tercapai karena larangan orangtuanya. Guna mencegah kepergiannya tersebut, orangtuanya
pun memaksanya menikah pada saat itu dengan Raden Adipati Joyodiningrat, seorang Bupati di
Rembang.
Berbagai rintangan tidak menyurutkan semangatnya, bahkan pernikahan sekalipun. Setelah
menikah, dia masih mendirikan sekolah di Rembang di samping sekolah di Jepara yang sudah
didirikannya sebelum menikah. Apa yang dilakukannya dengan sekolah itu kemudian diikuti
oleh wanita-wanita lainnya dengan mendirikan ‘Sekolah Kartini’ di tempat masing-masing
seperti di Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, dan Cirebon.

5. PERJUANGAN R.A. KARTINI MENCAPAI


KEBERHASILANNYA

Dimasa Penjajahan Belanda,kita tahu wanita dilarang sekolah, wanita hanya di rumah saja
melakukan pekerjaan rumah, Dari pagi, siang sampai malam. Menyiapkan sarapan, belanja,
memasak, membersihkan rumah, menyuci, mengosok pakaian, memandikan anak, bahkan tak
jarang harus ke ladang atau bekerja mencari nafkah. Kalau sudah begini, pasti seorang wanita
sulit untuk bisa melihat dunia luar, membangun dirinya. Namun Kartini bisa keluar dari
belenggu ini,karena Kartini terlahir dalam keluarga sangat beruntung. Karena ayahnya adalah
seorang bangsawan di kota Jepara, Jawa Tengah. Walau saat itu sangat langka wanita mengenal
sekolah. Tapi Kartini kecil berhasil menyelesaikan sekolah dasar. Lalu mengumpulkan buku-
buku pelajaran dan ilmu pengetahuan. Ia gemar membaca. Dan membaca menjadi jendela
baginya untuk melihat keluar dan melepaskan diri dari belenggu dunia klasik wanita yang sering
kita dengar. Walau kisah kehidupan Kartini sendiri termasuk singkat, namun pengaruhnya bagi
wanita saat ini tetap dikenang.

Atas dasar itulah Raden Ajeng Kartini sebagai seorang wanita yang dilahirkan dan dibesarkan di
lingkungan priyayi dari keluarga yang maju, merasa bahwa dirinya harus membawa kaumnya
keluar dari belenggu budaya patriarki. Kartini merasa bahwa ia harus mengangkat derajat dan
martabat seorang wanita melalu Ilmu Pengetahuan sehingga kaum wanita berhak mendapat
pendidikan seperti halnya kaum laki-laki. 

Karena itulah Kartini terus bergerak hatinya untuk membawa perubahan dan pergerakan
emansipasi wanita pada saat itu, dan Kartini mengawali perjuangannya melalui tulisan-tulisan
untuk mengangkat derajat kaum wanita Indonesia dalam bentuk pendidikan, agar kaum wanita
Indonesia mendapatkan pendidikan seperti halnya kaum laki-laki tulisan-tulisan tersebut ia kirim
kepada sahabat penanya di Belanda yakni Rosa Abendanon dengan tulisan-tulisannya tersebut
telah menggerakkan hati dari keluarga Belanda yakni Van Deventer seorang tokoh Politik Etis
yang mendirikan Yayasan Kartini, yayasan tersebut lalu mendirikan Sekolah Kartini sekolah
yang dikhususkan untuk kaum wanita di Jepara kota kelahiran Kartini.

Dizaman modern ini, gerakan emansipasi wanita telah banyak dilakukan oleh kaum wanita di
dunia dan tak terkecuali di Indonesia. Kedudukan wanita dan laki-laki pada masa ini sudah jauh
berbeda dari masa lampau, bahkan tidak jarang kedudukan wanita jauh lebih tinggi dari pada
laki-laki, dan tidak sedikit pula wanita-wanita yang berprestasi dan mengharumkan nama
Indonesia di dunia Internasional.

6.RINTANGAN YANG DIHADAPI R.A. KARTINI

Permasalahan utama yang dialami kartini adalah budaya patriarki di mana ia merasa
keinginannya untuk maju dalam hal pendidikan dihalangi oleh pandangan masyarakat yang
dianut turun temurun. Kartini bersekolah sampai umur 12 tahun di Europese Lagere School
(ELS) dan hal tersebut termasuk maju di jamannya tetapi ia berkeinginan untuk melanjutkan
pendidikan ke eropa. Namun cita citanya kandas. Di usia 12 tahun ia harus patuh dan dipingit
karena ia perempuan. Keterbatasan ini yang banya ia ceritakan dalam surat suratnya.

Dalam hal pendidikan, emansipasi wanita, dan pemikiran sehubungan dengan Kartini
menyandarkan diri pada informasi serta wawasan sahabat-sahabat penanya dari Belanda. Namun
menyangkut persoalan rakyatnya, Kartini memperoleh informasi dari lingkungannya sendiri
terutama dari ayah dan saudara-saudaranya, serta atas inisiatifnya sendiri menyaksikan dengan
mata kepala sendiri. Penuturannya tentang keadaan rakyat yang ia ketahui bahkan seolah-olah
merupakan kritik yang dialamatkan kepada teman-teman Belandanya itu. Sekalipun kebanyakan
waktunya dia habiskan di kamarnya untuk membaca, merenung dan menulis, Kartini sering juga
keluar dari tembok kabupaten. Dengan pengamatannya yang tajam ia mampu merumuskan
persoalan masyarakat di sekitarnya. Ia sering pula mengikuti ayahnya melakukan kunjungan ke
desa-desa di wilayah kekuasaannya. Atas inisiatifnya sendiri pula ia mengamati kehidupan para
pembatik dari dekat. Juga Ia bisa banyak bercerita tentang industri kayu yang terkenal di daerah
Jepara. Kartini tahu dengan tepat harga serta pendapatan yang diperoleh oleh perajin tersebut.
Selain itu ia juga sangat memberi perhatian pada berita-berita hangat tentang keadaan rakyat
melalui koran yang dibacanya.

Dalam hubungan ini tepatlah apabila pertama-tama disebut tentang persoalan candu. Kebiasaan
menghisap candu ini sudah lama menjadi penyakit masyarakat yang menghabiskan daya hidup
rakyat Jawa. Bencana ini telah dialami oleh rakyat secara menyeluruh sebagai kutuk mengerikan.
Kriminalitas dan serta keruntuhan hidup rumah tangga selalu merupakan akibat yang disuguhkan
oleh candu. Candu adalah musuh besar masyarakat tetapi soalnya adalah perdagangan candu
justru dilindungi oleh pemerintah

7.YANG AKAN SAYA LAKUKAN UNTUK MENGGAPAI


CITA-CITA

Yang akan saya lakukan untuk menggapai cita-cita saya yaitu dengan cara terus mempelajari
hal yang saya suka dan terus mempelajarinya sampai saya benar-benar ahli dan menguasai hal
yang saya suka untuk cita-cita yang saya impikan. Dan juga terus belajar dari orang-orang yang
lebih tinggi daripada saya untuk menjadikannya panutan atau tokoh referensi saya dalam
mengejar cita-cita saya.

Saya akan terus berusaha mempelajari hal-hal baru dari sesuatu yang saya impikan tersebut
agar saya dapat mencapai level yang sangat tinggi. Dan juga saya akan terus mendengarkan
nasihat orang tua saya, karena bagaimanapun perkataan orang tua tetap harus kita dengarkan
supaya kita pada akhirnya tidak salah mengambil jalan dalam mengejar cita-cita. Sekian.

Anda mungkin juga menyukai