Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Umum

Ilmu ukur tanah adalah bagian dari ilmu geodesi yang mempelajari cara-cara
pengukuran di permukaan bumi dan di bawah tanah untuk menentukan posisi relatif
atau absolut titik-titik pada permukaan tanah, di atasnya atau di bawahnya, dalam
memenuhi kebutuhan seperti pemetaan dan penentuan posisi relatif suatu daerah .

Pada dasarnya tujuan pengukuran adalah untuk menentukan letak atau


kedudukan suatu obyek di atas permukaan bumi dalam suatu sistem koordinat
(umumnya dipergunakan apa yang disebut sistem koordinat geodetis). Dan dalam
pelaksanaan pengukuran itu sendiri yang dicari dan dicatat adalah angka-angka, jarak
dan sudut. Jadi koordinat yang akan diperoleh adalah dengan melakukan
pengukuran-pengukuran sudut terhadap sistem koordinat geodetis tersebut
(Sosrosodarsono, 1997).

Sedangkan Pemetaan adalah proses kegiatan untuk menghasilkan suatu peta.


Dalam konteks pemetaan, ruang (space) tersebut adalah permukaan bumi yang
terdiri dari komponen wilayah dan obyek-obyek yang berada di atas, pada atu di
bawah permukaannya.
Dalam hal ini yang akan kita pelajari adalah ilmu geodesi dengan maksud
praktis. Jadi ilmu geodesi yang kita pelajari adalah peta. Artinya bagaimana kita
melakukan pengukuran di atas permukaan bumi yang mempunyai bentuk tidak
beraturan karena adanya perbedaan tinggi antara tempat yang satu dengan tempat
yang lain.
Penempatan lokasi tempat secara astronomis termasuk bagian dari Geodesi
Tinggi, yang biasanya dipakai untuk mengukur tanah yang luas sekali, yang
merupakan bidang lengkung. Titik ukur di atas di permukaan bumi ini diproyeksikan
pada sebuah referensi. Dikarenakan penampang bumi tidak menentu, maka
berlakulah ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. Pada pengukuran suatu bidang dianggap datar bila memiliki ukuran lebih kecil
atau sama dengan 50 km.
2. Bidang bola bila bidang tersebut mempunyai ukuran terbesar 100 km.
3. Bidang elipsoide apabila daerah tersebut meliputi wilayah lebih dari 5500 km.
Ilmu Geodesi juga mempunyai tujuan tertentu yaitu menentukan bentuk serta
ukuran dari bumi yang berhubungan dengan ilmu-ilmu lain.

1
2

Berdasarkan tujuan tersebut, Geodesi dengan maksud praktis melakukan


pengukuran di permukaan bumi, dengan perhitungan pengukuran yang diperlukan
untuk pemetaan yang teliti dari permukaan bumi. Dalam pengertian yang lebih
umum pengukuruan tanah dapat dianggap sebagai disiplin yang meliputi semua
metoda untuk menghimpun dan melalukan proses informasi dan data tentang bumi
dan lingkungan fisik. Dengan perkembangan teknologi saat ini metoda terestris
konvensional telah dilengkapi dengan metoda pemetaan udara dan satelit yang
berkembang melalui program-program pertanahan dan ruang angkasa.

1.2. Latar Belakang Masalah


Sejak jaman dahulu manusia telah mengenal ukuran-ukuran, terutama jarak,
misalnya:jengkal, siku, depa, langkah ,tumbak, satu hari jalan kaki dan sebagainya.
Manusia dahulu telah dapat mengira-ngira suatu jarak (d = distance); Luas( A =
Area); Volume (Volume= V) dan lain sebagainya.
Sebelum manusia dapat mengukur permukaan bumi (fisis bumi) serta belum
dapat memperhitungkannya secara matematis manusia menyangka bumi ini datar
seperti cakram (Orang Babilonia); Bumi terapung-apung dilautan dengan kubah
surge diatasnya (Yunani kuno).
Sederet tokoh filsuf dan peneliti kuno menyatakan teorinya tentang bentuk
dan dimensi bumi, diantaranya seperti ; Homer (+ 850 BC), menyatakan bahwa bumi
ini seperti piring datar yang dikelilingi oleh sungai oceanus. Phytagoras (+580-496
BC) adalah orang yunani pertama yang menyataka bahwa bumi ini bulat,
Anaximander (+ 570 BC)menyatakan pula bumi sebagai silinder dengan 3 x
diameternya. Aristoteles (+ 430 BC) dan Archimedes (+ 250 BC) menyetujui
pendapat phythagoras bahwa bumi ini bulat dan menyatakan keliling bumi sekitar
1:250.000 Stadia ( 1 stadia + 157 meter); maka keliling bumi = + 40.000 km.
Erasthotenes (276 – 196 BC) dari Cyrene menghitung keliling bumi dan memperoleh
hasil = + 1 : 50 dari bususr lingkaran bumi maka diperolehnya keliling bumi +
250.000 stadia atau kira-kira 39.250.000 m/+ 40.000 km.
Telah diketahui bahwa bumi tempat manusia berpijak ini mempunyai bentuk
permukaan yang tidak rata atau tidak beraturan yang menyebabkan perbedaan
ketinggian antara tempat yang satu dengan tempat yang lain. Hal ini nantinya akan
berpengaruh pada saat akan dibuat suatu bangunan. Apabila akan membuat suatu
bangunan pada daerah tertentu maka terlebih dahulu harus mengetahui letak dan
3

elevasi daerah tersebut agar bangunan yang akan dibuat memiliki permukaan tanah
yang sesuai.
Sehingga diperlukan suatu usaha untuk mengetahui bentuk permukaan tanah
pada suatu daerah tertentu. Pekerjaan ukur mengukur tanah secara teknis
merupakan salah satu usaha untuk mengetahui bagaimana bentuk permukaan tanah
pada suatu daerah tertentu yang berkenaan dengan membuat proyek-proyek teknis
pengairan, jalan raya, agraris, transmigrasi dan bidang-bidang lainnya.
Mahasiswa teknik pengairan yang merupakan salah satu praktisi ilmu ukur
tanah dan pemetaan berkewajiban untuk melakukan praktek ilmu tersebut, agar
penerapan teori di perkuliahan dapat teraplikasikan dalam praktikum ilmu ukur tanah
dan pemetaan ini. Sehingga mahasiswa Teknik Pengairan mampu menerapkan ilmu
secara teori dan pratek di lapangan , demi menunjang kemampuan perencanaan
sebuah konstruksi bangunan air.
Praktikum yang bertujuan merencanakan saluran drainase ini, diperlukan
ketelitian dalam pengukuran ilmu tanah dan pemetaan, sehingga hasil yang diperoleh
tidak mengalami kesalahan. Oleh karena itu perlu dilakukan praktik langsung untuk
lebih memahami cara-cara dalam pengukuran tanah dan pemetaan.

1.3. Batasan masalah


Agar dapat lebih fokus, penulisan laporan tugas besar Ilmu Ukur Tanah dan
Pemetaan ini mengambil batasan masalah sebagai berikut:
1. Perhitungan jarak antar datar alat ukur dengan titik pengukuran .
2. Perhitungan beda tinggi antara titik pengukuran.
3. Perhitungan elevasi masing-masing titik pengukuran .
4. Perhitungan potongan memanjang dan melintang saluran.
5. Perencanaan dimensi saluran rencana.
6. Perhitungan volume tanah.
7. Perhitungan data hasil praktikum situasi
8. Penggambaran poligon dan garis kontur

1.4. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka adapun rumusan
masalah yang dapat disampaikan penulis adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana teknis pengukuran jarak, beda tinggi, dan elevasi pada saluran
tertentu?
2. Bagaimana perhitungan volume galian dan timbunan akibat perencanaan saluran
baru ?
3. Bagaimana perhitungan potongan memanjang dan melintang saluran ?
4. Bagaimana teknis penggambaran poligon dan garis kontur ?
4

1.5. Maksud dan Tujuan


1.5.1. Maksud
Maksud dari pemberian tugas Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah dan
Pemetaan ini adalah untuk memberikan pemahaman yang lebih kepada
mahasiswa Teknik Pengairan tentang hal-hal yang dipelajari dalam Ilmu Ukur
Tanah dan Pemetaan. Dengan demikian mahasiswa diharapkan dapat
menerapkan cara-cara sekaligus mengaplikasikannya di lapangan secara
implisit dan konkrit.
1.5.2. Tujuan
Tujuan Praktikum Ilmu Ukur Tanah dan Pemetaan yaitu :
1. Untuk memperkenalkan kepada mahasiswa tentang pemahaman alat-alat
ukur tanah dan pemetaan dan cara mempergunakannya di lapangan.
2. Untuk menentukan dan mengukur beda tinggi antara dua titik atau lebih
pada jarak jauh dengan teliti.
3. Untuk mengetahui cara penggambaran koordinat titik dan garis kontur.
4. Untuk mengetahui cara-cara menentukan besarnya volume melalui teori
perhitungan volume.
5. Untuk mengetahui cara pengkuran dan rumus dasar sipat datar dan
sekaligus membuat skema pengukurannya.
6. Untuk menentukan dan mengukur elevasi dari beberapa titik dan cara
perhitungannya.
7. Untuk mengetahui hasil perhitungan melintang dan memanjang saluran
dari hasil praktikum yang dilakukan.
5

BAB II
TEORI DASAR

2.1 Alat Sipat Datar


Alat ukur penyipat datar yang sederhana terdiri dari dua tabung gelas yang berdiri
dan dihubungkan dengan pipa dari logam. Semuanya ini dipasang di atas statif.
Tabung dari gelas dan pipa penghubung dari logam diisi dengan zat cair yang
berwarna. Di dalam kedua tabung gelas, permukaan zat cair akan sama tingginya dan
dalam keadaan mendatar. Bila alat ini ditempatkan mendatar maka akan diperoleh
garis bidik yang mendatar, bila mata ditempatkan sebidang dengan kedua permukaan
zat cair di dalam kedua tabung gelas itu. Akan tetapi ketelitian membidik kecil,
sehingga alat ini tidak digunakan orang.
Perbaikan alat ini adalah dengan mengganti pipa logam dengan selang dari karet
dan kedua tabung gelas dalam skala milimeter. Alat dengan selang karet ini banyak
digunakan dalam pembuatan jalan-jalan, jembatan, kanalisasi, serta pembangunan
gedung-gedung. Setelah selang diletakkan pada tabung gelas dengan panjang yang
diperlukan, alat diisi dengan air yang telah dihilangkan dari gelembung-gelembung
udara. Kedua tabung gelas ini dipasang tegak lurus dan berdekatan unutk melihat
apakah ada perbedaan tinggi kedua permukaan air di dalam tabung itu. Dengan
demikian bila perlu dapat ditentukan koreksi titik nol (0) skala pada tabung gelas.
Kedua tabung gelas selanjutnya ke dua titik yang telah ditentukan beda tingginya,
ditunggu beberapa menit hingga permukaan air dalam keadaan tidak bergerak lagi,
baru kemudian tinggi permukaan air di dalam kedua tabung dibaca lagi.
Macam-macam alat ukur Penyipat Datar berdasarkan konstruksinya dapat dibagi
dalam 4 macam, yaitu :
1. Alat ukur penyipat datar dengan semua bagiannya tetap.
Nivo tetap ditempatkan diatas teropong, sedang teropong hanya dapat diputar
dengan sumbu ke satu sebagai sumbu putar.
6

2. Alat ukur penyipat datar dengan Nivo Reversi dan ditempatkan pada
teropong. Dengan demikian teropong selain dapat diputar dengan sumbu kesatu
sebagai sumbu putar, dapat pula diputar pada suatu sumbu yang arahnya searah
dengan garis bidik. Sumbu putar ini dinamakn sumbu “mekanis” teropong.
Teropong dapat diangkat dari bagian bawah alat ukur penyipat datar.
3. Alat ukur penyipat datar dengan teropong yang mempunyai sumbu mekanis,
tetapi Nivo tidak diletakkan pada teropong melainkan di bawah lepas dari
teropong. Teropong dapat diangkat dari bagian bawah alat ukur penyipat datar.
4. Alat ukur penyipat datar yang dapat dingkat dari bagian bawah alat ukur
penyipat datar dan diletakkan di bagian bawah dengan landasan berbentuk
persegi, sedangkan Nivo ditempatkan pada teropong.
Untuk selanjutnya yang akan dibahas adalah mengenai sipat datar, namun
sebelumnya perlu kita kenal istilah-istilah berikut :
 Sipat datar : merupakan suatu cara untuk mengukur beda antara dua titik.
 Bidang Persamaan Tinggi : suatu bidang lengkung dimana tiap-tiap titik selalu
tegak lurus terhadap bidang vertikal. Bidang persamaan ini mendekati bentuk
lengkung bumi. Untuk daerah yang kecil, bidang persamaan tinggi ini dianggap
sebagai bidang datar.
 Datum : suatu bidang persamaan tinggi yang dipakai sebagai suatu pedoman
referensi untuk menentukan ketinggian suatu titik. Biasanya untuk datum diambil
permukaan laut rata-rata (Mean Sea Level).
 Mean Sea Level : tinggi rata-rata dari permukaan air laut pasang dan air laut
surut berdasarkan pengamatan tiap-tiap jam dalam waktu yang lama.
 Elevasi : jarak vertikal suatu titik dihitung terhadap datum.
 Bench Mark (BM) : suatu titik tetap yang telah diketahui duganya terhadap
datum. Titik ini dapat berupa patok, dll. Duga dari BM ini dapat berupa duga
yang sebenarnya (terhadap muka air laut) maupun duga anggapan (duga lokal).
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh semua alat ukur penyipat datar adalah :
a. Syarat utama
Garis bidik teropong harus sejajar dengan garis arah nivo.
b. Syarat kedua
Garis arah nivo harus tegak lurus pada sumbu ke satu.
c. Syarat ketiga
Garis mendatar diafragma harus tegak lurus pada sumbu ke satu.
7

Sebelum alat ukur penyipat datar digunakan untuk mengukur, maka syarat-syarat
ini harus dipenuhi terlebih dahulu. Dengan kata lain alat ukur penyipat datar harus
diatur terlebih dahulu supaya tiga syarat tersebut dapat dipenuhi.
2.1.1 Pengukuran Penyipat Datar ( Waterpassing )
Pengukuran dengan sipat datar ini merupakan pengukuran yang umum
dipakai dibandingkan dengan cara lain. Pengukuran ini juga memberikan hasil
yang paling teliti.
Bagian-bagian alat sipat datar :
1. Lensa dan teropong.
2. Alat Visir.
3. Niveau (Nivo).
4. Konstruksi sumbu, penggerak halus dan klem (pengunci).
5. Alat-alat pembaca kunci.
6. Statif (kaki tiga).
a. Cara Mengatur Alat
Jenis benang silang :
a
1. V = benang vertikal
2. a = benang atas t
3. b = benang bawah
4. t = benang tengah b

Garis arah nivo tegak lurus sumbu I, cara mengatur dengan ketiga sekrup
penyetel. Penyimpangan dapat dihilangkan dengan sekrup koreksi nivo. Benang
silang horizontal tegak lurus sumbu I, diperiksa dengan mengarah ke suatu titik pada
tembok dan ujung kiri benang silang dibuat berimpit dengan titik ini. Jika benang
silang ini tegak lurus sumbu I, maka alat ukur ini akan selalu berimpit dengan titik
tersebut, jika teropong diputar dengan sumbu I sebagai sumbu putar.
Garis nivo sejajar dengan garis visir. Untuk memeriksa syarat ini, diadakan
penyelidikan terhadap beda tinggi antara dua titik.
b. Membaca Benang Diafragma
Cara membaca benang difragma adalah sebagai berikut:
1. Baca benang atas yang menunjuk angka pada bak ukur.
2. Baca benang tengah dan juga benang bawah pada angka di bawah
bak ukur.
8

3. Apabila setengah dari jumlah pembacaan benang atas dan benang


bawah sama dengan pembacaan pada benang tengah, maka pembacaan
diafragma sudah benar.

2.1.2 Rumus Dasar Sipat Datar dan Perhitungan Luas


Dengan menggunakan pertolongan nivo, garis visir yang dibuat horizontal
itu diarahkan ke dua bak atau rambu yang didirikan tegak pada titik yang akan
ditentukan selisih atau beda tingginya.

Gambar 2.1. Garis visir horisontal terhadap bak ukur

h AB  h A  hB

Dimana : hAB = beda tinggi antara A dan B


hA = pembacaan bak di A (bak belakang)
hB = pembacaan bak di B (bak muka)

Jadi, untuk memudahkan mengingat, maka beda tinggi didapat dari


pembacaan bak belakang dikurangi dengan bak muka. Ada dua kemungkinan
harga hAB, yaitu :

1. Jika hA > hB maka hAB = positif (naik)


2. Jika hA < hB maka hAB = negatif (turun)
Jika dimisalkan elevasi A sudah tentu, maka elevasi B didapat sebagai berikut :
El.B  El. A  h AB

Untuk suatu jarak yang cukup jauh, terdapat penyimpangan sebesar W. Maka
didapat rumus sebagai berikut :
9

Dimana : S = jarak alat dengan titik yang dituju


S2
W  R = jari-jari bumi
2R

Gambar 2.2. Terdapat penyimpangan sebesar W untuk jarak yang jauh

Berbagai Kemungkinan Posisi Alat

Gambar 2.3. Kemungkinan posisi alat kesatu

Gambar 2.4. Kemungkinan posisi alat kedua

Dimana : hA = pembacaan bak di A


hB = tinggi alat di B, identik dengan pembacaan bak di B
Penentuan elevasi dengan garis bidik
Bila beda tinggi sudah diketahui, maka elevasi suatu titik dapat dicari bila
elevasi titik yang lain sudah tertentu pula. Cara lain untuk menentukan elevasi
10

suatu titik dengan cara cepat, yaitu dengan tinggi garis bidik. Tinggi garis bidik
dapat ditentukan sebagai berikut :
1. Alat di titik sudah diketahui elevasinya.

Tgb  El. A  h A

Tgb
hA

A
Gambar 2.5. Alat diluar titik yang tertentu

Dimana : hA = tinggi alat di A


Tgb = tinggi garis bidik
2. Alat di luar titik yang diketahui.

Tgb  El. A  h A

Bak ukur

Tgb hA
A

Gambar 2.6. penentuan tinggi elevasi dengan bak ukur


Dimana : hA = tinggi alat di A
Dengan diketahui Tgb dengan salah satu cara tadi, maka dengan segera dapat dicari
pula elevasi di suatu titik x, yaitu :

TX  Tgb  hX

Bak ukur

Tgb hX
X
11

Gambar 2.7. Penentuan elevasi dengan cara tinggi garis bidik

Dimana : hx = pembacaan bak di sembarang titik.


Penentuan elevasi dengan cara tinggi garis bidik ini, bila harus menentukan
sejumlah elevasi titik dengan tepat.
Misal :
El. 1 tertentu Tgb  El.1  h1

Maka :
El. 2 = Tgb  El.2  h2
El. 3 = Tgb  El.3  h3
El. 4 = Tgb  El.4  h4

Perhitungan Luas
Untuk merencanakan bangunan - bangunan, ada kalanya ingin diketahui keadaan
tinggi rendahnya permukaan tanah. Oleh sebab itu dilakukan pengukuran sipat
datar luas dengan mengukur sebanyak mungkin titik detail. Kerapatan dan letak
titik detail diatur sesuai dengan kebutuhannya. Apabila makin rapat titik detail
pengukurannya maka akan mendaptkan gambaran permukaan tanah yang lebih
baik. Bentuk permukaan tanah akan dilukiskan oleh garis-garis yang
menghubungkan titik - titik yang mempunyai ketinggian sama. Garis ini
dinamakan kontur.
Pada jenis pengukuran sipat datar ini yang paling diperlukan adalah
penggambaran profil dari suatu daerah pemetaan yang dilakukan dengan
mengambil ketinggian dari titik - titik detail di daerah tersebut dan dinyatakan
sebagai wakil daripada ketinggiannya, sehingga dengan melakukan interpolasi
diantara ketinggian yang ada, maka dapat ditarik garis - garis konturnya diatas
peta daerah pengukuran tersebut.
Cara pengukurannya adalah dengan cara tinggi garis bidik. Agar pekerjaan
pengukuran berjalan lancar maka pilihlah tempat alat ukur sedemikian rupa,
hingga dari tempat ini dapat dibidik sebanyak mungkin titik - titik di sekitarnya.
2.1.3 Langkah-Langkah Pengukuran Sipat Datar
Pengukuran sipat datar ada 3 macam, yaitu :
12

1. Sipat Datar Memanjang


Suatu pekerjaan sipat datar unutk memperoleh rangkaian atau jaring-jaring
suatu titik. Misalkan akan diukur dari A ke B, dimana jarak antara A dan B
cukup jauh (merupakan titik tetap). Untuk menghitung beda tinggi antara A
dan B, tidak bias dihitung sekaligus. Untuk itu dibagi sebagai berikut :
a.) Jarak A-1 (jarak bak belakang sampai bak muka) disebut satu slag.
Panjang satu slag tergantung :
1. Perbesaran teropong atau kondisi alat.
2. Kondisi cuaca pada saat pengukuran
b.) Panjang seksi
Panjang seksi yaitu kemampuan mengukur satu hari (pergi sampai pulang)
yang terdiri dari beberapa patok slag. Patok seksi agak dibuat permanen
(digunakan untuk pengukuran berikutnya).
c.) Panjang satu trayek
Arah pengukuran

E
D
C
B
A
Gambar 2.8. Panjang satu trayek

Panjang satu trayek yaitu pengukuran dari satu titik tetap ke titik lainnya.
Untuk menghitung beda tinggi A dan E dihitung beda tinggi masing-
masing slag kemudian dijumlahkan.
2. Sipat Datar Profil
Profil = irisan = penampang dari suatu lapangan. Profil dapat dibedakan
menjadi 3, yaitu :
1. Menentukan sumbu dan ketinggian dari rencana pekerjaan yang
hendak dibangun.
2. Menentukan pemindahan tanah. Untuk tanah atau lapangan yang
agak mendatar dengan profil memanjang. Bila tanahnya bergelombang
diperlukan profil melintang.
3. Untuk menentukan lebar jalur tanah yang hendak dibeli.
3. Sipat Datar Luas / Lapangan
Bertujuan untuk menentukan beda tinggi dari titik-titik di lapangan sehingga
13

didapatkan gambaran tentang kedudukan tinggi dari lapangan.


Sipat datar lapangan diperlukan untuk :
1. Penentuan rencana pembuangan air di lapangan.
2. Meratakan lapangan dengan pemindahan tangan minimal.
3. Menentukan banyaknya tanah yang diperoleh dari lapangan, untuk
penimbunan suatu bangunan.
Pada umumnya selain menentukan tinggi-tinggi di lapangan juga untuk
menentukan letak titik tersebut. Untuk itu beberapa cara antara lain sebagai
berikut:
1. Metode jaring-jaring garis.
Suatu lapangan dibagi dalam jaring-jaring garis dengan jarak tertentu
dengan bantuan yalon. Dengan satu atau lebih tempat kedudukan alat,
titik potong garis-garis tersebut dipotong. Perhitungan tinggi dapat
dilakukan dengan sistem tinggi garis bidik. Kejelekan dari metode ini
adalah didapatkan tinggi dari titik sembarang. Angka-angka tinggi yang
diperoleh kurang cocok untuk menggambar garis-garis tinggi dari
lapangan tersebut. Metode ini hanya sesuai untuk meratakan tanah.

2. Metode profil.
Cara kerjanya hampir sama dengan metode jarring-jaring garis, hanya
disini diukur profil-profil sejajar pada tiap diadakan sipat datar profil,
sehingga didapat gambaran yang sebenarnya dari lapangan.
3. Metode koordinat kutub.
Umumnya cara ini tidak baik menggunakan alat sipat datar, tetapi alat
theodolit. Titik di lapangan diukur sudut miring dan sudut horizontalnya,
serta jarak optisnya dari setiap kedudukan alat dapat mencakup sejumlah
titik di lapangan. Titik ini kemudian digambar kedudukannya dari
koordinat kutub, dan didapat pula gambar garis-garis tingginya (garis
kontur).

2.2 Teori Perhitungan Volume


Suatu daerah atau lokasi akan ditentukan besarnya pemindahan tanah, maka
dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
1. Bagi daerah dalam bentuk-bentuk segiempat, segitiga, atau bentuk lainnya.
14

2. Mengukur tiap-tiap titik potong (sesuai elevasi muka tanah)


3. Membuat patok-patok referensi yang tidak terganggu selama pekerjaan
penggalian.
4. Setelah penggalian selesai, buat kembali patok-patok dalam susunan yang
sama dengan patok-patok semula.
5. Menghitung volume dengan prinsip :
V = luas penampang x tinggi
Pada dasarnya menghitungan volume adalah menghitung isi dari bagian tanah
yang dibatasi oleh penampang-penampang melintang. Ada beberapa macam cara
untuk menghitung isi dari tubuh tanah, yaitu :
1. Dengan penampang-penampang melintangnya.
2. Dengan waterpassing dan penggalian.
3. Dengan garis-garis kontur (tranchis/garis-garis tinggi).

2.2.1 Menghitung Volume Dengan Penampang Melintang


Untuk menghitung volume tanah total yang dipindahkan, saluran dibagi
menjadi beberapa titik, dan dihitung volume tiap-tiap bagian antara dua titik
yang berdekatan. Langkah awalnya adalah menggambar potongan melintang dan
menghitung luas penampang pada tiap titik. Dari pengukuran beda tinggi pada
titik-titik yang diperlukan, elevasi dapat diketahui.
Dari elevasi-elevasi dan lebar saluran, dimensi penampang saluran dapat
digambar, kemudian dihitung luasnya. Menghitung luas penampang bisa secara
biasa, yaitu dengan mengurangi elevasi satu dengan yang lainnya, atau dapat
dengan koordinat.
Y1
Y2
Y3
Y4

X4 X2 X1 X3

Gambar 2.9. Menghitung luas penampang dengan koordinat


Luas bentuk 12341 adalah :
15

X1  X 2 X  X3 X  X4 X  X4
A (Y2  Y1 )  2 (Y3  Y2 )  1 (Y4  Y1 )  3 (Y3  Y4 )
2 2 2 2

1
A ( X 1Y2  X 1Y1  X 2Y2  X 2Y1  X 2Y3  X 2Y2  X 3Y3  X 3Y2  X 1Y4 
2
X 1Y1  X 4Y4  X 4Y1  X 3Y3  X 3Y4  X 4Y3  X 4Y4 )
1
A   X 1Y2  X 2Y3  X 3Y4  X 4Y1    Y1 X 2  Y2 X 3  ...  Y4 X 1 
2
1
Sehingga A
2
 YM 1 ( X M 1  X M 1 )
Sumbu diambil pada dasar saluran atau muka jalan. Pada penampang yang
terdiri dari galian dan timbunan, perhitungan harus dilakukan sendiri-sendiri.
Sumbu vertikal dari perpotongan dasar jalan dan lereng, dan digunakan untuk
menghitung luas penampang yang digali, dan bagian yang ditimbun. Jika galian,
hasil hitungannya negatif, dan jika timbunan hasil hitungannya positif.
Setelah luas penampang didapat, maka selanjutnya adalah menghitung volume
antara dua penampang melintang. Bentuk-bentuk tubuh yang dibatasi dua
penampang adalah prismoidia, yaitu bentuk yang dibatasi oleh dua bidang datar
sejajar. Prismoida dapat berupa prisma, baji, atau limas.
Untuk menghitung volume prismoida, rumus standar untuk pemindahan tanah
dan memberikan hasil yang cukup akurat adalah :
Dimana : Va = volume antara titik satu dan dua.
L( A1  A2 ) A1 = luas penampang saluran di titik 1
Va 
2 A2 = luas penampang saluran di titik 2
L = jarak antar titik 1 dan 2
Untuk lebih teliti dapat ditambahkan angka koreksi yang besarnya :

L(d1  d 2 )( X 1  X 2 )
Kv 
12

2.2.2 Menghitung Volume Dengan Waterpassing dan Penggalian


Metode ini banyak dipakai untuk pekerjaan-pekerjaan penggalian yang
besar. Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut : Suatu daerah
(lokasi) seperti skema di bawah ini untuk menentukan besarnya pemindahan tanah
dapat dilakukan dengan cara :
16

Gambar 2.10. skema untuk menentukan besarnya pemindahan tanah

 Bagi daerah dalam bentuk segiempat, segitiga, dan lain-lain


disesuaikan dengan bentuk daerahnya.
 Ukur elevasi tiap titik potong sebagai elavasi tanah.
 Buat patok-patok referensi yang tidak terganggu selama penggalian.
 Setelah penggalian selelsai, buat lagi patok-patok dalam susunan
yang sama dengan patok-patok semula.
 Hitung volume dengan prinsip luas penampang kali tinggi.
Sebagai contoh diambil pias satu :
Luas = L x L1 = A
 Beda tinggi antara elevasi muka tanah dengan kedalaman galian
masing-masing h1, h2, hg, h10.
 Cari harga rata-rata kedalaman

h1  h2  hg  h10
h
4
maka volume (V) :
A( h1  h2  h g  h10 )
h
4

Bila pias sama, maka :


A(2h1  2 h2  3 h3  4 h4
h
4

Keterangan :
 h1 = kedalaman yang mewakili satu pias
 h2 = kedalaman yang mewakili satu dua pias
 h3 = kedalaman yang mewakili satu tiga pias
17

 h4 = kedalaman yang mewakili satu empat pias


Ketelitian luas penampang tergantung :
1. ketelitian pembuatan peta (kontur)
2. ketelitian pengukuran dengan planimeter, tergantung dari :
a. Tidak tepat terhimpitnya titik mula dan akhir sewaktu
planimeter berputar berkeliling.
b. Ketidaktelitian pembacaan tromel.
c. Ketidakteraturan perputaran tromel.
d. Ketidaktelitian dalam mengikuti batas dari pensil

Teori Pengukuran Metode Double Stand

Gambar 2.10. Double Stand

Metode sipat darat adalah proses penentuan ketinggian dari sejumlah titik atau
pengukuran perbedaan elevasi. Perbedaan yang dimaksud adalah perbedaan tinggi di atas
air laut ke suatu titik tertentu sepanjang garis arring. Perbedaan tinggi antara titi-titik
akan dapat ditentukan dengan garis sumbu pada pesawat yang ditunjukkan pada rambu
vertikan. Tujuan dari pengukuran penyipat datar adalah mencari beda tinggi antara dua
18

titik yang diukur. Misalnya bumi, bumi mempunyai permukaan ketinggian yang tidak
sama atau mempunyai selisih tinggi. Apabila selisih tinggi dari dua buah titik dapat
diketahui maka tinggi titik kedua dan seterusnya dapat dihitung setelah titik pertama
diketahui tingginya.
Sebelum digunakan alat sipat datar mempunyai syarat yaitu : garis bidik harus
sejajar dengan garis jurusan nivo. Dalam keadaan di atas, apabila gelembung nivo tabung
berada di tengah garis bidik akan mendatar. Oleh sebab itu, gelembung nivo tabung harus
di tengah setiap kali akan membaca skala rambu.

Station, merupakan titik dimana rambu ukur ditegakan, bukan tempat alat
sipat datar ditempatkan. Tetapi pada pengukuran horizontal, stasion adalah titik tempat
berdiri alat.
Tinggi alat, adalah tinggi garis bidik di atas tanah dimana alat sipat datar didirikan.
Tinggi garis bidik, adalah tinggi garis bidik di atas bidang referensi ketinggian
(permukaan air laut rata-rata)
Pengukuran ke belakang, adalah pengukuran ke rambu yang ditegakan di station yang
diketahui ketinggiannya, maksudnya untuk mengetahui tingginya garis bidik. Rambunya
disebut rambu belakang.
Pengukruan ke muka, adalah pengukuran ke rambu yang ditegakan di station yang
diketahui ketinggiannya, maksudnya untuk mengetahui tingginya garis bidik. Rambu di
sebut rambu muka.
Titik putar (turning point), adalah station dimana pengukuran ke belakang arrin muka
dilakukan pada rambu yang ditegakan di station tersebut.

Mendirikan waterpass di antara dua titik target merupakan pekerjaan yang sering
dijumpai dilapangan. Penempatan waterpass di antara dua titik target ini tidak perlu
segaris dengan kedua titik tersebut, yang penting jarak diantara waterpass dan titik-titik
tersebut diusahakan sama atau arrin sama panjangnya. Dalam aplikasi sesungguhnya
jarak-jarak antara titik-titik tersebut panjangnya tidak diukur (secara optis) dengan alat
waterpas, tetapi diukur dengan alat ukur jarak langsung (misalnya pita ukur, EDM dan
lainnya). Pengukuran jarak secara optis dengan alatwaterpas ini digunakan untuk
membandingkan dengan hasil yangdiperoleh dari pengukuran jarak langsung tersebut
ataupun untukmengecek bacaan benang tengahnya, apakah telah memenuhi ketentuan
bahwa bt = ½ (ba + bb) Satu kedudukan waterpas di antara dua titik target yang
19

ditegakkan rambu ukur disebut slag, pengukuran dalam satu hari terdiri dari beberapa
slag yang dikenal dengan istilah seksi, sedangkan trayek adalah panjang pengukuran dari
beberapa seksi, yang merupakan panjang dari satupekerjaan projek.
Spesifikasi teknik pengukuran waterpass adalah sebagai berikut :
 Maksud pengukuran waterpass adalah untuk menentukan ketinggian titik-titik
terhadap bidang referensi tertentu yang akan digunakan sebagai arring sipat datar
pemetaan.
 Alat ukur yang dipakai adalah waterpass
 Jalur pengukuran dibagi menjadi beberapa seksi
 Tiap seksi dibagi menjadi slag yang ge
 nap
 Setiap pindah slag rambu muka menjadi rambu belakang dan rambu belakang
menjadi rambu muka.
 Pengukuran waterpass dilakukan dengan cara double stand, ring.
 Toleransi kesalahan pembacaan stand 1 dengan stand 2 < 2mm
 Pembacaan rambu dengan tiga benang (benang atas, tengah, dan bawah)

LANGKAH KERJA

Gambar 2.11. Seksi Double Stand


1. Siapkan alat ukur waterpass di atas kaki tiga, dan siapkan pula alat tulis untuk
mencatata hasil pengukuran
2. Buka kaki tinga dari pengunci
3. Berdirikan dan dalam keadaan tidak terkunci tinggikan sampai kira-kira sebatas
dada, kemudian kuncikan kembali
20

4. Renggangkan ketiga kakinya membentuk segitiga sama sisi dengan jarak antar
kaki sekitar 60 cm dan kepala kaki tiga dalam keadaan mendatar
5. Keluarkan alat ukur dari tempatnya, kemudian pasang di atas kepala kaki tiga
yang sudah disiapkan tadi, pasang skrup yang ada di kepada kaki tifa pada l
6. Lubang yang ada di bagian bawah alat ukur cukup kuat agar antara kaki tiga dan
alat betul-betul menjadi satu kesatuan. Lalu injak alat injakan yang ada di kaki
tiga
7. Atur teropong sejajar dengan dua buah skrup pendatar
8. Putar kedua skup pendatar ke atas atau kebawah secara bersamaan dan skrup
ketiga sebagai pengatur sampingan, sampai gelembung nivo tepat ditengah kotak
9. Untuk memenuhi syarat garis bidik sejajar garis nivo, atur gelembung nivo
tabungnya agar tepat ada ditengah dengan menggunakan skrup pengatur nivo
tabung
10. Arahkan tropong ke sasaran, berupa rambu ukur yang didirikan tegak diatas titik
pengukuran
11. Cek benang diafragma terlihat atau tidak. Bila tidak terlihat putar-putar skrup
pemokus difragma sampai benang diafragma tersebut terlihat jelas
12. Tentukan dua titik A dan B
13. Bagi panjang PQ dalam beberapa slag
14. Baca benang tengah di tiap slag, dengan menganggap bacaan bt yang berlawanan
dengan arah pengukuran menjadi arah belakang (b), yang searah menjadi arah
muka (m) dan catat pada lembar kerja. Hitung beda tinggi tiap-tiap slag

2.3. Alat Theodolit


Theodolit adalah instrument / alat yang dirancang untuk pengukuran
sudut yaitu sudut mendatar yang dinamakan dengan sudut horizontal dan sudut
tegak yang dinamakan dengan sudut vertikal. Dimana sudut – sudut tersebut
berperan dalam penentuan jarak mendatar dan jarak tegak diantara dua buah titik
lapangan. Berbeda dengan waterpass yang hanya memiliki sudut mendatar saja. Di
dalam theodolit sudut yang dapat di baca bisa sampai pada satuan sekon (detik).
Theodolit merupakan alat yang paling canggih diantara peralatan yang
digunakan dalam survei. Pada dasarnya alat ini berupa sebuah teleskop yang
ditempatkan pada suatu dasar berbentuk membulat (piringan) yang dapat diputar-
putar mengelilingi sumbu vertikal, sehingga memungkinkan sudut horisontal untuk
21

dibaca. Teleskop tersebut juga dipasang pada piringan kedua dan dapat diputarputar
mengelilingi sumbu horisontal, sehingga memungkinkan sudut vertikal untuk dibaca.
Kedua sudut tersebut dapat dibaca dengan tingkat ketelitian sangat tinggi
(Farrington 1997). Survei dengan menggunakan theodolite dilakukan bila situs yang
akan dipetakan luas dan atau cukup sulit untuk diukur, dan terutama bila situs
tersebut memiliki relief atau perbedaan ketinggian yang besar. Dengan menggunakan
alat ini, keseluruhan kenampakan atau gejala akan dapat dipetakan dengan cepat dan
efisien (Farrington 1997)
Instrumen pertama lebih seperti alat survey theodolit benar adalah
kemungkinan yang dibangun oleh Joshua Habermel (de: Erasmus Habermehl) di
Jerman pada 1576, lengkap dengan kompas dan tripod. Awal altazimuth instrumen
yang terdiri dari dasar lulus dengan penuh lingkaran di sayap vertikal dan sudut
pengukuran perangkat yang paling sering setengah lingkaran. Alidade pada sebuah
dasar yang digunakan untuk melihat obyek untuk pengukuran sudut horisontal, dan
yang kedua alidade telah terpasang pada vertikal setengah lingkaran.
Nanti satu instrumen telah alidade pada vertikal setengah lingkaran dan
setengah lingkaran keseluruhan telah terpasang sehingga dapat digunakan untuk
menunjukkan sudut horisontal secara langsung. Pada akhirnya, sederhana, buka-
mata alidade diganti dengan pengamatan teleskop. Ini pertama kali dilakukan oleh
Jonathan Sisson pada 1725. Alat survey theodolite yang menjadi modern, akurat
dalam instrumen 1787 dengan diperkenalkannya Jesse Ramsden alat survey
theodolite besar yang terkenal, yang dia buat menggunakan mesin pemisah sangat
akurat dari desain sendiri.
Di dalam pekerjaan – pekerjaan yang berhubungan dengan ukur tanah,
theodolit sering digunakan dalam bentuk pengukuran polygon, pemetaan situasi,
maupun pengamatan matahari. Theodolit juga bisa berubah fungsinya menjadi
seperti Pesawat Penyipat Datar bila sudut verticalnya dibuat 90º. Dengan adanya
teropong pada theodolit, maka theodolit dapat dibidikkan kesegala arah. Di dalam
pekerjaan bangunan gedung, theodolit sering digunakan untuk menentukan sudut
siku-siku pada perencanaan / pekerjaan pondasi, theodolit juga dapat digunakan
untuk mengukur ketinggian suatu bangunan bertingkat. Di dalam pekerjaan –
pekerjaan yang berhubungan dengan ukur tanah, theodolit sering digunakan dalam
bentuk pengukuran polygon, pemetaan situasi, maupun pengamatan matahari.
22

Gambar 2.11. Kontruksi Theodolite

Konstruksi instrument theodolite ini secara mendasar dibagi menjadi 3 bagian,


yaitu:
1. Bagian Bawah, terdiri dari pelat dasar dengan tiga sekrup penyetel yang
menyanggah suatu tabung sumbu dan pelat mendatar berbentuk lingkaran. Pada
tepi lingkaran ini dibuat pengunci limbus.

2. Bagian Tengah, terdiri dari suatu sumbu yang dimasukkan ke dalam tabung dan
diletakkan pada bagian bawah. Sumbu ini adalah sumbu tegak lurus kesatu.
Diatas sumbu kesatu diletakkan lagi suatu plat yang berbentuk lingkaran yang
berbentuk lingkaran yang mempunyai jari – jari plat pada bagian bawah. Pada dua
tempat di tepi lingkaran dibuat alat pembaca nonius. Di atas plat nonius ini
ditempatkan 2 kaki yang menjadi penyanggah sumbu mendatar atau sumbu kedua
23

dan sutu nivo tabung diletakkan untuk membuat sumbu kesatu tegak lurus.
Lingkaran dibuat dari kaca dengan garis – garis pembagian skala dan angka
digoreskan di permukaannya. Garis – garis tersebut sangat tipis dan lebih jelas
tajam bila dibandingkan hasil goresan pada logam. Lingkaran dibagi dalam derajat
sexagesimal yaitu suatu lingkaran penuh dibagi dalam 360° atau dalam grades
senticimal yaitu satu lingkaran penuh dibagi dalam 400 g.

3. Bagian Atas, terdiri dari sumbu kedua yang diletakkan diatas kaki penyanggah
sumbu kedua. Pada sumbu kedua diletakkan suatu teropong yang mempunyai
diafragma dan dengan demikian mempunyai garis bidik. Pada sumbu ini pula
diletakkan plat yang berbentuk lingkaran tegak sama seperti plat lingkaran
mendatar.

Gambar 2.12. Sistem sumbu / poros pada Theodolite

Syarat-Syarat Theodolit
Syarat – syarat utama yang harus dipenuhi alat theodolit sehingga siap dipergunakan
untuk pengukuran yang benar adalah sbb :
1.Sumbu kesatu benar – benar tegak / vertikal.
2.Sumbu Kedua haarus benar – benar mendatar.
3.Garis bidik harus tegak lurus sumbu kedua / mendatar.
4.Tidak adanya salah indeks pada lingkaran kesatu
24

Macam-Macam Theodolit
Dari konstruksi dan cara pengukuran, dikenal 3 macam theodolite :
1.Theodolite Reiterasi
Pada theodolite reiterasi, plat lingkaran skala (horizontal) menjadi satu dengan plat
lingkaran nonius dan tabung sumbu pada kiap. Sehingga lingkaran mendatar bersifat
tetap. Pada jenis ini terdapat sekrup pengunci plat nonius.

Gambar 2.13. Konstruksi Theodolite Type Reiterasi

2.Theodolite Repetisi
Pada theodolite repetisi, plat lingkarn skala mendatar ditempatkan sedemikian rupa,
sehingga plat ini dapat berputar sendiri dengan tabung poros sebagai sumbu putar.
Pada jenis ini terdapat sekrup pengunci lingkaran mendatar dan sekrup nonius.

Gambar 2.14. Konstruksi Theodolite Type Repetisi

3. Theodolite Elektro Optis


Dari konstruksi mekanis sistem susunan lingkaran sudutnya antara theodolit optis dengan
theodolit elektro optis sama. Akan tetapi mikroskop pada pembacaan skala lingkaran
tidak menggunakan sistem lensa dan prisma lagi, melainkan menggunkan sistem sensor.
Sensor ini bekerja sebagai elektro optis model (alat penerima gelombang
elektromagnetis). Hasil pertama sistem analogdan kemudian harus ditransfer ke sistem
25

angka digital. Proses penghitungan secara otomatis akan ditampilkan pada layer (LCD)
dalam angka desimal.

Gambar 2.15 Theodolite Electo Optis

Pengoperasian Theodolit
1. Kendurkan sekrup pengunci perpanjangan
2. Tinggikan setinggi dada
3. Kencangkan sekrup pengunci perpanjangan
4. Buat kaki statif berbentuk segitiga sama sisi
5. Kuatkan (injak) pedal kaki statif
6. Atur kembali ketinggian statif sehingga tribar plat mendatar
7. Letakkan theodolit di tribar plat
8. Kencangkan sekrup pengunci centering ke theodolit
9. Atur (levelkan) nivo kotak sehingga sumbu kesatu benar-benar tegak / vertikal dengan
menggerakkan secara beraturan sekrup pendatar / kiap di tiga sisi alat ukur tersebut.
10.Atur (levelkan) nivo tabung sehingga sumbu kedua benar-benar mendatar dengan
menggerakkan secara beraturan sekrup pendatar / kiap di tiga sisi alat ukur tersebut.
11.Posisikan theodolit dengan mengendurkan sekrup pengunci centering kemudian geser
kekiri atau kekanan sehingga tepat pada tengah-tengah titik ikat (BM), dilihat dari
centering optis.
12.Lakukan pengujian kedudukan garis bidik dengan bantuan tanda T pada dinding.
13.Periksa kembali ketepatan nilai indeks pada sistem skala lingkaran dengan melakukan
pembacaan sudut biasa dan sudut luar biasa untuk mengetahui nilai kesalaha indeks
tersebut.
26

2.4. Poligon
Poligon digunakan apabila titik - titik yang akan dicari koordinatnya terletak
memanjang sehingga terbentuk segi banyak (poligon). Pengukuran dan Pemetaan
Poligon merupakan salah satu pengukuran dan pemetaan kerangka dasar horizontal
yang bertujuan untuk memperoleh koordinat planimetris (X,Y) titik - titik
pengukuran. Pengukuran poligon sendiri mengandung arti salah satu metode
penentuan titik diantara beberapa metode penentuan titik yang lain. Untuk daerah
yang relatif tidak terlalu luas, pengukuran cara poligon merupakan pilihan yang
sering di gunakan, karena cara tersebut dapat dengan mudah menyesuaikan diti
dengan keadaan daerah/lapangan.
Penentuan koordinat titik dengan cara poligon ini membutuhkan, Koordinat
Awal : Bila diinginkan sistem koordinat terhadap suatu sistim tertentu, haruslah
dipilih koordinat titik yang sudah diketahui misalnya: titik triangulasi atau titik - titik
tertentu yang mempunyai hubungan dengan lokasi yang akan dipatokkan. Bila
dipakai system koordinat lokal pilih salah satu titik, BM kemudian beri harga
koordinat tertentu dan tititk tersebut dipakai sebagai acuan untuk titik - titik lainya.
Koordinat Akhir : Koordinat titik ini di butuhkan untuk memenuhi syarat Geometri
hitungan koordinat dan tentunya harus di pilih titik yang mempunyai sistem
koordinat yang sama dengan koordinat awal. Azimuth Awal : Azimuth awal ini
mutlak harus diketahui sehubungan dengan arah orientasi dari system koordinat yang
dihasilkan dan pengadaan datanya dapat di tempuh dengan dua cara yaitu sebagai
berikut :
 Hasil hitungan dari koordinat titik - titik yang telah diketahui dan akan
dipakai sebagai tititk acuan system koordinatnya.
 Hasil pengamatan astronomis (matahari).
Pada salah satu titik poligon sehingga didapatkan azimuth ke matahari dari
titik yang bersangkutan. Dan selanjutnya dihasilkan azimuth kesalah satu poligon
tersebut dengan ditambahkan ukuran sudut mendatar (azimuth matahari).

2.4.1. Dasar Perhitungan Koordinat Titik


Kerangka dasar horisontal adalah sejumlah titik yang diketahui
koordinatnya dalam satu sistem koordinat tertentu. Sistem koordinat yang
dimaksudkan adalah sistem koordinat kartesian bidang datar. Metode-metode yang
digunakan untuk menentukan posisi horisontal ini dikelompokkan ke dalam metode
27

penentuan titik tunggal (satu titik) dan metode penentuan banyak titik. Metode
yang termasuk penentuan koordinat titik tunggal antara lain :
 metode polar
 metode perpotongan ke muka
 metode perpotongan ke belakang
Sedangkan yang termasuk penentuan koordinat titik banyak antara lain :
 metode polygon
 metode triangulasi
 metode trilaterasi

2.4.2 Cara Menentukan Koordinat Titik


Dalam penggambaran poligon titik-titik kontrol, metode-metode yang
dipakai untuk meletakkan posisi detail pada peta tergantung pada prosedur yang
dipakai untuk menentukan lokasinya, dan bentuk dimana data itu berada. Bila
catatan lapangan adalah sudut dan jarak, pusat batas dan titik-titik penting diatas
dimana pekerjaan konstruksi sudah terjadi tergantung padanya, digambar dengan
metode koordinat. Sedang untuk jarak digambar dengan skala dari puncak, untuk
menggambar detail jelasnya tentang cara-cara membuat detail dengan busur.
Pada ujung awal poligon diperlukan satu titik yang telah diketahui
koordinat dan sudut jurusannya. Karena untuk menentukan koordinat titik yang
lain diperlukan sudut mendatar dan jarak mendatar, maka pada pengukuran di
lapangan data yang diambil adalah data sudut mendatar dan jarak mendatar di
samping itu diperlukan juga penentuan sudut jurusan dan satu titik yang telah
diketahui koordinatnya.
Sudut mendatar pada setiap stasiun dan jarak antara dua titik kontrol
perlu diukur di lapangan. Data ukuran tersebut, harus bebas dari sistematis yang
terdapat (ada alat ukur) sedangkan salah sistematis dari orang atau pengamat dan
alam di usahakan sekecil mungkin bahkan kalau bisa ditiadakan.
Berdasarkan bentuknya poligon dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu :
Poligon berdasarkan visualnya :

poligon tertutup
28

Gambar 2.16. Poligon Tertutup

poligon terbuka

Gambar 2.17. Poligon Terbuka

poligon bercabang

Gambar 2.18. Poligon Bercabang

Poligon berdasarkan geometriknya :


 poligon terikat sempurna
29

 poligon terikat sebagian


 poligon tidak terikat
Untuk mendapatkan nilai sudut - sudut dalam atau sudut-sudut luar serta
jarak jarak mendatar antara titik-titik poligon diperoleh atau diukur di lapangan
menggunakan alat pengukur jarak yang mempunyai tingkat ketelitian tinggi.
Poligon digunakan apabila titik - titik yang akan dicari koordinatnya terletak
memanjang sehingga membentuk segi banyak (poligon). Metode poligon
merupakan bentuk yang paling baik di lakukan pada bangunan karena
memperhitungkaan bentuk kelengkungan bumi yang pada prinsipnya cukup di
tinjau dari bentuk fisik di lapangan dan geometriknya.
Berbagai bentuk poligon mudah dibentuk untuk menyesuaikan dengan
berbagai bentuk medan pemetaan dan keberadaan titik – titik rujukan maupun
pemeriksa. Tingkat ketelitian sistem koordinat yang diinginkan dan kedaan medan
lapangan pengukuran merupakan faktor - faktor yang menentukan dalam
menyusun ketentuan poligon kerangka dasar. Tingkat ketelitian umum dikaitkan
dengan jenis dan atau tahapan pekerjaan yang sedang dilakukan.
Sistem koordinat dikaitkan dengan keperluan pengukuran pengikatan.
Medan lapangan pengukuran menentukan bentuk konstruksi pilar atau patok
sebagai penanda titik di lapangan dan juga berkaitan dengan jarak selang
penempatan titik.

2.5. Garis Kontur


Garis kontur adalah garis khayal dilapangan yang menghubungkan titik
dengan ketinggian yang sama atau garis kontur adalah garis kontinyu diatas peta
yang memperlihatkan titik-titik diatas peta dengan ketinggian yang sama. Nama lain
garis kontur adalah garis tranches, garis tinggi dan garis tinggi horizontal. Garis
kontur + 25 m, artinya garis kontur ini menghubungkan titik-titik yang mempunyai
ketinggian sama + 25 m terhadap tinggi tertentu. Garis kontur disajikan di atas peta
untuk memperlihatkan naik turunnya keadaan permukaan tanah. Aplikasi lebih lanjut
dari garis kontur adalah untuk memberikan informasi slope (kemiringan tanah rata-
rata), irisan profil memanjang atau melintang permukaan tanah terhadap jalur proyek
(bangunan) dan perhitungan galian serta timbunan (cut and fill) permukaan tanah asli
terhadap ketinggian vertikal garis atau bangunan. Garis kontur dapat dibentuk
dengan membuat proyeksi tegak garis-garis perpotongan bidang mendatar
dengan permukaan bumi ke bidang mendatar peta. Karena peta umumnya dibuat
30

dengan skala tertentu, maka untuk garis kontur ini juga akan mengalami pengecilan
sesuai skala peta. Salah satu unsur yang penting pada suatu peta topografi adalah
informasi tentang tinggi suatu tempat terhadap rujukan tertentu. Untuk menyajikan
variasi ketinggian suatu tempat pada peta topografi, umumnya digunakan garis
kontur (contour-line).

Gambar 2.19. pembentukan garis kontur

2.5.1. Sifat dan Karakteristik Garis Kontur


Sifat dan karakteristik garis kontur diantaranya adalah :
1. Garis kontur ketinggian yang lebih rendah selalu mengelilingi garis kontur yang
lebih tinggi.
2. Garis kontur ketinggian tidak akan saling berpotongan dan tidak bercabang.
3. Garis kontur ketinggian merupakan kurva tertutup sehingga tidak akan ada
yang
terputus.
4. Garis kontur ketinggian pada daerah landai/datar akan tergambar
renggang/berjauhan sebaliknya garis kontur di daerah curam/terjal akan
tergambar rapat.
5. Garis kontur ketinggian yang ujungnya melengkung keluar menjauhi puncak
berbentuk “U” menggambarkan punggungan.
6. Garis kontur ketinggian yang ujungnya melengkung kedalam mendekati
puncak
berbentuk “∩” menggambarkan lembah.
31

7. Garis kontur ketinggian untuk daerah yang cekung digambarkan garis


berbulu.
8. Garis kontur ketinggian antara digambarkan dengan garis terputus-putus.
9. Perbedaan ketinggian antara dua garis kontur yang berurutan (interval kontur)
merupakan bilangan tetap.
10.Interval kontur sama dengan skala peta dibagi 2000. Rumus ini tidak berlaku
apabila peta tersebut telah di fotokopi perbesar atau perkecil. Jadi cara yang
paling mudah mencari interval kontur adalah selisih antara dua indeks kontur
yang berdekatan dibagi spasinya adalah harga interval kontur.

2.5.2. Pemakaian Garis Kontur


Garis kontur disajikan di atas peta untuk memperlihatkan naik turunnya
keadaan permukaan tanah. Aplikasi lebih lanjut dari garis kontur adalah untuk
memberikan informasi slope (kemiringan tanah rata-rata), irisan profil memanjang
atau melintang permukaan tanah terhadap jalur proyek (bangunan) dan perhitungan
galian serta timbunan (cut and fill) permukaan tanah asli terhadap ketinggian
vertikal garis atau bangunan

2.5.3. Penggambaran Garis Kontur


Garis kontur dapat dibentuk dengan membuat proyeksi tegak garis-garis
perpotongan bidang mendatar dengan permukaan bumi ke bidang mendatar peta.
Karena peta umumnya dibuat dengan skala tertentu, maka bentuk garis kontur ini
juga akan mengalami pengecilan sesuai skala peta. Dengan memahami bentuk-
bentuk tampilan garis kontur pada peta, maka dapat diketahui bentuk ketinggian
permukaan tanah. Cara penggambaran garis kontur adalah dengan cara :
 Garis kontur merupakan garis lengkungan yang tertutup dan tidak bercabang
atau terputus.
 Untuk daerah yang berbukit atau terjal, garis kontur makin rapat, bahkan
cenderung menjadi suatu garis tebal.
 Untuk daerah datar, maka garis kontur tampak menjadi jarang atau jaraknya
renggang.
 Garis kontur yang melewati sungai diarahkan pada nilai kontur yang lebih
tinggi kearah hulu sungai
 Garis kontur yang melewati bangunan gedung, maka garis mengelilingi
bangunan tersebut.
32

2.5.4. Data Terkoreksi


Koreksi kesalahan sangatlah diperlukan dalam analisa data, sebab data yang
dianalisa tersebut memerlukan ketelitian. Beberapa hal yang perlu dikoreksi dalam
analisa data yaitu:
1. Kontrol tidak terkoreksi.
2. Jarak titik kontrol terlalu besar.
3. Titik-titik kontrol tidak dipilih.
4. Pemilihan titik-titik untuk penggambaran kontur tidak baik.
5. Kontur yang diambil tidak cukup.
6. Kontur horizontal dan vertikal tidak cukup.

BAB III
PERALATAN YANG DIPAKAI

3.1. Peralatan Utama


Alat utama adalah faktor yang terpenting dalam melakukan pengukuran dan
jika alat tersebut tidak ada maka pengukuran tidak dapat dilaksanakan.

3.1.1. Macam Peralatan Utama


Alat Utama terdiri dari :
1. Alat Ukur Sipat Datar
Berfungsi untuk mengukur beda tinggi antara dua titik, jarak antara
dua titik, dan sudut horizontal.

Gambar 3.1. Water Pass / Sipat Datar


33

2. Alat Ukur Theodolit


Theodolit adalah salah satu alat ukur tanah yang digunakan untuk
menentukan tinggi tanah dengan sudut mendatar dan sudut tegak. Berbeda
dengan waterpass yang hanya memiliki sudut mendatar saja. Di dalam
theodolit sudut yang dapat di baca bisa sampai pada satuan sekon (detik).

Gambar 3.2. Digital Theodolite

3.1.2. Bagian dan Fungsi Peralatan Utama


1. Waterpass / Sipat Datar
Waterpass digunakan untuk mengukur beda tinggi suatu titik di atas permukaan
bumi. Bagian-bagiannya antara lain :
a. lensa teropong
b. cermin
c. nivo
d. alat penggerak halus
Waterpass terdiri atas dua lensa, yaitu lensa obyektif dan lensa okuler. Di
samping itu terdapat lensa pembalik yang membuat jalannya sinar dari obyek ke
pengamat lurus. Fungsi cermin dipakai untuk mengawasi nivo oleh pengamat
sambil mengarahkan teropong ke obyek yang dituju. Untuk mengontrol posisi
pesawat apakah sudah datar atau belum digunakan nivo. Sedangkan untuk
mengatur teropong sehingga pembacaan titik menjadi jelas digunakan alat
penggerak halus.
34

Gambar 3.3. Bagian – bagian waterpass

Keterangan gambar waterpass :


1. Sekrup penggerak lensa teropong
2. Lensa okuler
3. Cermin pemantul bidang nivo tabung
4. Nivo tabung
5. Sekrup penyetel
6. Klem pengunci
7. Penyetel arah sudut
8. Lensa obyektif

2. Theodolit Konvensional / Theodolit 0 (T0)


Pada dasarnya alat theodolit konvensional sama dengan theodolit digital,
hanya pada alat ini pembacaan sudut azimuth dan sudut zenith dilakukan secara
manual. Theodolit 0 (T0) dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian atas, bagian
tengah, dan bagian bawah. Bagian bawah terdiri atas sumbu yang dimasukkan ke
dalam tabung, di atasnya terdapat alat pembaca nonius. Di tepi lingkaran terdapat
alat pembaca nonius. Bagian atas terdiri dari bagian mendatar. Di atasnya terdapat
teropong dilengkapi dengan sekrup-sekrup pengatur fokus dan garis-garis bidik
diagfragma.

Cara penggunaan theodolit 0 (T0) :


1. Alat dipasang di atas patok. Untuk mengetahui as pesawat tepat di atas patok
atau belum, digunakan pendulum dan diusahakan ketelitiannya 3 mm. Jika alat
35

belum tepat di atas patok, maka perlu digeser sehingga pendulum tepat berada di
atas patok.
2. Sebelum digunakan alat diatur sedemikian rupa sehingga alat berada dalam
posisi mendatar. Pengaturan dilakukan dengan bantuan sekrup pengatur instrumen
dan nivo kotak. Setelah dilakukan pengaturan dengan tepat, alat dapat digunakan.

Gambar 3.4. Theodolit Konvensional ( T0 )

Keterangan gambar theodolit 0 (T0) :


1. Plat dinding pelindung lingkaran vertikal di dalamnya
2. Ring pengatur lensa tengah
3. Pengatur fokus benang silang
4. Alat baca lingkaran vertikal/horisontal
5. Lensa obyektif
6. Klem vertikal teropong
7. Penggerak halus teropong
8. Klem alhidade horisontal
9. Penggerak halus horisontal
10. Nivo kotak alhidade horisontal
11. Plat dasar instrumen
12. Nivo tabung alhidade horisontal

3. Theodolit Digital
Theodolit terbagi atas tiga bagian, yaitu bagian bawah, bagian tengah, dan
bagian atas. Bagian bawah terdiri dari skrup penyetel yang menyangga suatu
tabung dan plat yang berbentuk lingkaran. Bagian tengah terdiri dari suatu rambu
yang dimasukkan ke dalam tabung, dimana pada bagian bawah sumbu ini adalah
36

sumbu tegak atau sumbu pertama (S 1). Di atas S1 diletakkan lagi plat yang
berbentuk lingkaran yang berjari-jari lebih kecil daripada jari-jari plat bagian
bawah. Pada dua tempat di tepi lingkaran dibuat alat pembaca yang disebut nonius
(N0). Suatu nivo diletakkan pada atas plat nonius untuk membuat sumbu tegak
lurus. Bagian atas terdiri dari sumbu mendatar atau sumbu kedua (S 2), pada S2
diletakkan plat berbentuk lingkaran dan dilengkapi skala untuk pembacaan skala
lingkaran. Pada lingkaran tegak ini di tempatkan kedua nonius pada penyangga S2.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan ada dua perbedaan antara lingkaran
mendatar dengan lingkaran vertikal. Untuk skala mendatar titik harus ikut berputar
bila teropong diputar pada S1 dan lingkaran berguna untuk membaca skala sudut
mendatar. Sedangkan lingkaran berskala vertikal baru akan berputar bila teropong
diputar terhadap S2. Pembacaan ini digunakan untuk mengetahui sudut miring.
Cara penggunaan theodolit digital :
1. Cara setting optis
a. Alat diletakkan di atas patok, paku payung terlihat pada lensa teropong untuk
centering optis.
b. Pengunci kaki statif dikendurkan, kaki statif ditancapkan ke tanah dan dikunci
atau di kencangkan lagi.
c. Gelembung nivo diatur berada tepat pada tengah lingkaran.
d. Mengatur salah satu nivo tabung dengan mengatur sekrup pengatur nivo.
e. Mengatur nivo tabung yang lain.
f. Mengatur nivo teropong dengan sekrup pengatur nivo teropong.

2. Cara penggunaan alat


a. Memasukkan baterai ke dalam tempatnya kemudian melakukan centering optis
ke atas.
b. Menghidupkan display dan atur sesuai keperluan.
c. Untuk membaca sudut mendatar, arahkan teropong pada titik yang
dikehendaki kemudian membaca pada display.
d. Untuk membaca sudut vertikal, teropong diarahkan secara vertikal dan
kemudian dibaca pada display.
37

Gambar 3.5. Bagian – bagian Theodolit Digital

Keterangan gambar theodolit digital ( DT 20 ES ) :


1. Nivo kotak
2. Klem pengunci
3. Penggerak halus
4. Tempat battery
5. Klem pengunci lingkaran horisontal
6. Penggerak halus lingkaran horisontal
7. Klem pengatur nivo tabung
8. Handle / pembawa
9. Lensa okuler
10. Klem pengatur fokus benang
11. Tombol ON / OFF
12. Nivo tabung
13. Display
14. Keyboard ( papan tombol )
15. Plat dasar

3.2. Peralatan Bantu


3.2.1. Macam dan Fungsi Peralatan Bantu
1. Statif (kaki tiga)
Berfungsi sebagai tempat bertumpu alat utama. Alat ini terbuat dari besi yang
cukup ringan, sehingga mudah dibawa. Alat ini mempunyai tiga kaki yang
38

diatasnya dipasang kepala statif dengan perantara baut dan mur sayap. Alat ini
disebut juga dengan Tripot.
Pada konstruksi baru tiga kaki tersebut digabungkan pada kepala statif dengan
engsel yang berbentuk silinder. Engsel ini dapat menggerakkan kaki dengan arah
yang tegak lurus pada kepala statif.

Gambar 3.6. Kaki Tiga

2. Bak Ukur
Berfungsi sebagai penunjuk angka yang akan terlihat pada penyipat datar
bila bak ukur tersebut diletakkan pada suatu titik yang telah ditentukan.

Gambar 3.7. Bak Ukur

3. Patok
39

Berfungsi sebagai tanda di lapangan untuk memudahkan mencari suatu titik


(titik sementara). Alat ini terbuat dari kayu/pipa besi dengan ukuran panjang 2 m
samapi 3 m dan diberi warna supaya mudah terlihat.

Gambar 3.8. Patok Kayu

4. Payung

Gambar 3.9. Payung

Dipergunakan untuk melindungi alat terhadap sinar matahari dan hujan.


Penyinaran secara langsung dapat mengakibatkan nivo pecah karena penguapan
cairan, mengerasnya klem-klem/pengunci, dan mengubah pengaturan alat. Air
hujan dapat membahayakan lensa apabila mengenai lensa, akibatnya lensa atau
pengelihatan menjadi tidak jelas atau kabur.

5. Roll Meter
40

Gambar 3.10. Roll Meter


Berfungsi untuk mengukur jarak secara langsung di lapangan. Alat ini dapat
terbuat dari plat baja (meet veer)/ kain khusus (meet band) dengan panjang 30 m
sampai 50 m. Sedapat mungkin selalu digulung setiap mengukur jarak.
6. Pendulum/ Unting - Unting

Gambar 3.11. Pendulum/Unting - Unting

Unting unting atau sering juga disebut dengan pendulum, adalah salah satu
alat tukang yang biasanya dipergunakan untuk mengukur ketegakan suatu benda
atau bidang. Alat ini cukup sederhana dimana terbuat dari bahan besi dengan
permukaan berwarna besi putih, kuningan dan juga besi biasa, bentuknya biasanya
berbentuk prisma dengan ujung lainnya dibuatkan penempatan benang kait.
Namun dapat juga dijumpai dalam berbagai bentuk lainnya daimana salah satu
ujungnya tetap dibuat runcing. Beberapa pemakaian yang sering dijumpai dalam
pekerjaan bangunaan adalah untuk pengukuran ketegakan bekisting, pembuatan
benang horizontal pemasangan dinding bata, penarikan titik pusat suatu jarak dan
beberapa jenis pekerjaan lainnya.
41

Anda mungkin juga menyukai