Anda di halaman 1dari 6

 Tes fungsi paru (mungkin sukar dilakukan untuk pasien yang kondisinya

parah)
- PEF < 100 L/menit atau FEV1 < 1 L mengindikasikan adanya eksaserbasi
yang parah.
 Pemeriksaan analisa gas darah.
- PaO2 < 8,0 kPa (60 mmHg) dan atau Sa O2 < 90% dengan atau tanpa
PaCO2 > 6,7 kPa (50 mmHg), saat bernapas dalam udara ruangan,
mengindikasikan adanya gagal napas.
- PaO2 < 6,7 kPa (50 mmHg), PaCO2 > 9,3 kPa (70 mmHg) dan Ph < 7,30,
member kesan episode yang mengancam jiwa dan perlu dilaukan monitor
ketat serta penanganan intensif.
 Foto toraks. Dilakukan untuk melihat adanya komplikasi seperti pneumonia.
 Elektrokardiografi (EKG). Pemeriksaan EKG dapat memebantu penegakan
diagnosis hipertropi ventrikel kanan, aritmia dan iskemia.
 Kultur dan sensitivitas kuman.

Diperlukan untuk mengetahui kuman penyebab serta resistensi kuman


terhadap antibiotic yang dipakai. Pemeriksaan ini juga diperlukan jika tidak ada
respons terhadap antibiotic yang dipakai sebagai pengobatan pada permulaan
penyakit. Kuman penyebab eksaserbasi akut yang paling sering ditemukan adalah
Streptococcus pneumonia, Moraxella catarrhalis dan H.influenzae.

MANAJEMEN PPOK EKSASERBASI AKUT

Manajemen di Rumah

Bronkodilator. Bronkodilator utama sering digunakan adalah : β2-agonis,


antikolinergik dan metilxantin. Obat tadi dapat diberikan secara monoterapi atau
kombinasi. Pemberian secara inhalasi (MDI) lebih menguntungkan dari pada
cara oral atau parenteral karena efeknya cepat pada organ paru dan efek
sampingya minimal. Pemberian secara MDI lebih disarankan dari pada
pemberian cara nebulizer. Obat dapat diberikan sebanyak 4-6 kali, 2-4 hirup
sehari. Bronkodilator kerja cepat (fenoteral, salbutamol, terbutalin) lebih
menguntungkan dari pada yang kerja lambat (salmaterol, formeterol), karena
efek bronkodilatornya dimulai dalam beberapa menit dan efek puncaknya terjadi
setelah 15-20 menit dan berakhir setelah 4-5 jam. Bila tidak segera memberikan
perbaikan, bisa ditambah dengan pemakaian anti kolinergik samapi dengan
perbaikan gejala.

Glukokortikosteroid. Jika FEV1 <50% prediksi, dapat diberikan 40 mg


prednisolon (oral) per hari selama 10-14 hari bersamaan dengan pemberian
bronkodilator. Budesonid nebulizer bisa dipakai sebagai alternative terapi selain
oral. Glukokosteroid dipakai untuk pengobatan yang non asidosis.

Antibiotic. Diberikan pada pasien dengan kondisi (GOLD,2010):

 Disertai tiga tanda cardinal : peningkatan sesak napas, peningkatan jumlah


sputum, dan peningkatan kekentalan/purulensi sputum.
 Dengan peningkatan purulensi sputum dan disertai satu tanda cardinal
lainnya.
 Pasien yang membutuhkan ventilasi mekanik
Antibiotic hendaknya diberikan dengan spectrum luas yang bisa menghadapi
H.influenza, S.pneumoniae dan M. catarrhalis sambil menunggu kultur
sensitivitas kuman. Berdasarkan penelitian, ketiga kuman dia atas merupakan
kuman penyebab eksaserbasi akut yang paling sering ditemukan.

Manajemen di Rumah Sakit

Terapi farmakologi pada PPOK akut eksaserbasi di rumah sakit adalah:

 Bronkodilator kerja cepat : β-agonis dan anti kolinergik dosis ditinggikan dan
frekuensi pemberian dinaikkan.
 Steroid : oral atau intravena
 Antibiotik : oral atau intravena
 Pertimbangan teofilin oral atau intravena (masih controversial)
 Pertimbangan ventilator mekanik invasive
Pada keadaan berat seperti ancaman gagal napas akut, kelainan asam basa
berat atau perburukan status mental, maka pemasangan ventilator mekanik
invasive dapat dipertimbangkan.
Obat-obat tambahan lainnya.
 α 1 antitripsin : diberikan pada pasien emphysema muda, bila terdapat
definisi zat ini. Obat ini agak mahal dan belum banyak tersedia di beberapa
Negara.
 Mukolitik : secara keseluruhan pemberian mukolitik pada pasien dengan
sputum kental hanya member sedikit keuntungan, terutama pada keadaan
akut eksaserbasi, sehingga jarang dipakai secara rutin.
 Antioksidan : hanya bermanfaat pada keadaan akut eksaserbasi dan tidak
dipakai pada penggunaan secara rutin.
 Imunoregulator : terdapat penelitian yang menyatakan bahwa obat-obat ini
dapat menurunkan beratnya akut eksaserbasi. Penggunaan secara rutin belum
dianjurkan
 Antitusif dan narkotik : penggunaan secara rutin merupakan kontra indikasi.

Stop Merokok

Menghentikan kebiasan merokok pada pasien PPOK sebenarnya merupakan


usaha yang mudah dan ekonomis dalam rangka mengurangi progresivitas
penyakit. Bila pasien dapat berhenti merokok maka progresivitas penurunan
FEV1-nya dapat diperkecil. Pasien PPOk yang merokok akan mengalami
penurunan FEV1>50 ml per tahun (pada orang normal yang tidak merokok,
penurunan FEV1 hanya 18 ml per tahun). Bila pasien dapat menghentikan
merokok, makan penurunan FEV1 yang drastic ini dapat dicegah seperti
penurunan normal orang yang tidak merokok.

Strategi yang dianjurkan oleh Public Health Service Repor USA adalah :

 Ask : lakukan indikasi perokok pada setiap kunjungan


 Advice : terangkan tentang keburukan/dampak merokok sehingga pasien
didesak mau berhenti merokok
 Asses : yakinkan pasien untuk berhenti merokok
 Assist : bantu pasien dalam program berhenti merokok.
 Arrange : jadwalkan kontak usaha berkutnya yang lebih intensif, bila usaha
pertama masih belum memuaskan
Beberapa usaha untuk berhenti merokok seperti: pemakaian nikotin gum,
patch, spray/inhaler, obat-obat klonidin, bupropion tidak ada salahnya untuk
dicoba.

INTUBASI ENDOTRAKEA DAN TRAKEOSTOMI

Intubasi Endotrakea

Caranya :

 Pilih laringoskop yang ukurannya sesuai dengan besar pasien. Pada anak
besar dan dewasa lebih mudah menggunakan laringoskop berdaun lengkung.
 Mulut dibuka dengan jari-jari tangan kanan, tangan kiri memegang
laringoskop kemudian ujung daun laringoskop dimasukkan di atas lidah pada
sudut mulut sebelah kanan.
 Daun laringoskop didorong ke dalam mulut ke arah orofaring sambil
menggeser lidah ke sebelah kiri ruang mulut.
 Rahang bawah didorong ke bawah dengan menarik laringoskop sesuai
dengan sumbu pegangnya, sehingga terlihat epiglottis.
 Apabila digunakan laringoskop berdaun lengkung, ujung daun diletakkan di
sebelah atas epiglottis dan epiglots diangkat secara tak langsung dengan
menarik frenulum glosoepiglotika. Tampaklah pita suara dan lubang
tenggorok.
 Dengan tangan kanan memasukkan pipa endotrakheal (ukuran sesuai dengan
pasien) ke dalam laring. Untuk orang dewasa dan anak usia di atas 6 tahun,
gunakan pipa endotrakheal dengan balon (cuff) yang besar dan luna serta
bertakanan renada. Pengisian balon jangan berlebihan, karena dapat
menyebabkan nekrosis mukosa trakea.

Trakeostomi

Cara :

1) Posisi pasien tidur terlentang dengan kantong pasir di bawah bahu untuk
membantu mengekstensikan leher. Dagu harus difiksasi tepat pada garis
tengah; 2) Desinfeksi daerah operasi; 3) lakukan anestesi local infiltrasi,
dapat juga tanpa anestesi terutama pada kasus yang sangat darurat; 4)
Lakukan insisi di daerah segitiga yang bebas dari pembuluh darah, dengan
batas-batas, cranial: kartilago krikoidea, lateral: m. sternokleidonastoideus,
kaudal: fosa supra sterna; 5) insisi dapat dilakukan secara tranversal
memberikan hasil kosmetik yang lebih baik, tetapi insisi vertical memberikan
pemaparn yang lebih baik dan perdarahan yang lebih sedikit; 6) Insisi
vertical di garis media mulai tepi bawah kartilago krikoud sampai fosa supra
sterna. Insisi diperdalam sampai ke permukaan trakea. Jangan terlalu banyak
memotong pembuluh darah. Oleh karena itu bekerjalah secara tumpul unutuk
memisah-misahkan jaringan; 8) Kulit, jaringan sub kutan, dan strap muscles
(sternohioidea, dan sternotiroidea) diretraksi ke lateral untuk memaparkan
ismus toroid. Vena jugularis anterior dapat ditemukan, jika ada harus
dipotong dan diikat. Ismus tiroid harus diretraksi ke atas atau ke bawah atau
dipotong di antara dua ikatan, tergantung mana yang paling mudah dan
memberikan pandangan terbaik. Sebelum mengiris trakea sebaiknay dipungsi
dulu dan jika yang keluar udara berarti trakea; 10) cincin trakea yang sering
dipotong adalah trakea III/IV, selain itu dapat juga pada cincin V/VI
(trakeostomi suprasternal); 11) kanul trakea hendaknya dipilih dengan
diameter dan bentuk yang sesuai, biasanya sebesar jari kelingking pasien,
sebab kanul trakea yang tidak sesuai dapat merusak jaringan atau dinding
trakea; 12) sebelum kanul trakea dipasang, terlebih dahulu ditetesi dengan 1-
2 tetes pantokain untuk mengurangi rangsangan pada mukosa trakea oleh
gesekan kanul trakea; 13) kanul trakea dimasukkan dari samping kiri pasien
dan setelah ujungnya masuk kemudia diputar searah jarum jam. Setelah
kanul trakea dipasang, obturator segera diangkat. Antara kanul dan luka iris
diberi kasa yang telah diolesi salep steril. 14) Luka insisi yang masih tersisa
di atas dan di bawah kanul trakea ditutup dengan jahitan benang catgut,
tetapi tidak perlu terlalu rapat untuk menghindari terjadinya emfisema sub
akut; 15). Kanul trakea luar difiksasi dengan tali pita melingkar leher.
Lubang kanul trakea ditutup dengan kasa tipis yang basah, untuk
menghindari masuknya partikel-partikel kecil ke dalam trakea dan
melembabkan udara pernapasan.

Anda mungkin juga menyukai