1. PENGERTIAN
Ulkus dekubitus merupakan nekrosis jaringan local yang cenderung terjadi ketika jaringan
lunak tertekan di antara tonjolan tulang dengan permukaan eksternal dalam jangka waktu lama
(National Pressure Ulcer Advisory Panel [NPUAP], 1989a, 1989b).
Sebuah definisi baru telah diajukan di Konferensi Nasional NPUAP ke-4 (1995a). Margolis
(1995) menyebutkan “definisi terbaik dekubitus adalah kerusakan struktur anatomis dan fungsi
kulit normal akibat dari tekanan eksternal yang berhubungan dengan penonjolan tulang dan tidak
sembuh dengan urutan dan waktu biasa. Selanjutnya, gangguan ini terjadi pada individu yang
berada di atas kursi atau di atas tempat tidur , sering kali pada inkontinensia dan malnutrisi
ataupun individu yang mengalami kesulitan makan sendiri, serta mengalami gangguan tingkat
kesadaran.”
Dekubitus sering disebut ulkus dermal / ulkus dekubitus atau luka tekan terjadi akibat
tekanan yang sama pada suatu bagian tubuh yang mengganggu sirkulasi (Harnawatiaj, 2008).
Dekubitus adalah Kerusakan lokal dari kulit dan jaringan dibawah kulit yang disebabkan
penekanan yang terlalu lama pada area tersebut (Ratna Kalijana, 2008)
Ulkus decubitus adalah suatu daerah yang mati jaringan disebabkan karena kurangnya aliran
darah didaerah yang bersangkutan. Decubitus berasal dari bahasa latin yang artinya berbaring.
Berbaring tidak selalu menyebabkan terjadinya luka baring. Karena itu sebagian orang lebih
menyukai istilah luka tekan ( pressure sore) karena tekananlah yang merupakan penyebab utama
terjadinya ulkus decubitus(Wolf. Weitzel & Fuerst (1989: 354) dalam Dasar – dasar Ilmu
Keperawatan)
2. ETIOLOGI
Luka Dekubitus disebabkan oleh kombinasi dari faktor ekstrinsik dan intrinsik pada pasien.
a. Faktor Ekstrinsik
Tekanan : kulit dan jaringan dibawahnya tertekan antara tulang dengan permukaan keras lainnya,
seperti tempat tidur dan meja operasi. Tekanan ringan dalam waktu yang lama sama bahayanya
dengan tekanan besar dalam waktu singkat. Terjadi gangguan mikrosirkulasi lokal kemudian
menyebabkan hipoksi dan nekrosis. tekanan antar muka ( interface pressure). Tekanan antar
muka adalah kekuatan per unit area antara tubuh dengan permukaan matras. Apabila tekanan
antar muka lebih besar daripada tekanan kapiler rata rata, maka pembuluh darah kapiler akan
mudah kolap, daerah tersebut menjadi lebih mudah untuk terjadinya iskemia dan nekrotik.
Tekanan kapiler rata rata adalah sekitar 32 mmHg.
Gesekan dan pergeseran : gesekan berulang akan menyebabkan abrasi sehingga integritas
jaringan rusak. Kulit mengalami regangan, lapisan kulit bergeser terjadi gangguan mikrosirkulasi
lokal.
Kelembaban : akan menyebabkan maserasi, biasanya akibat inkontinensia, drain dan keringat.
Jaringan yang mengalami maserasi akan mudah mengalami erosi. Selain itu kelembapan juga
mengakibatkan kulit mudah terkena pergesekan (friction) dan perobekan jaringan (shear).
Inkontinensia alvi lebih signifikan dalam perkembangan luka tekan daripada inkontinensia urin
karena adanya bakteri dan enzim pada feses dapat merusak permukaan kulit.
Kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau peralatan medik yang
menyebabkan klien terfiksasi pada suatu sikap tertentu juga memudahkan terjadinya dekubitus.
b. Fase Intrinsik
Usia : pada usia lanjut akan terjadi penurunan elastisitas dan vaskularisasi. Pasien yang sudah
tua memiliki resiko yang tinggi untuk terkena luka tekan karena kulit dan jaringan akan berubah
seiring dengan penuaan. Penuaan mengakibatkan kehilangan otot, penurunan kadar serum
albumin, penurunan respon inflamatori, penurunan elastisitas kulit, serta penurunan kohesi
antara epidermis dan dermis. Perubahan ini berkombinasi dengan faktor penuaan lain akan
membuat kulit menjadi berkurang toleransinya terhadap tekanan, pergesekan, dan tenaga yang
merobek. Selain itu, akibat dari penuaan adalah berkurangnya jaringan lemak subkutan,
berkurangnya jaringan kolagen dan elastin. menurunnya efesiensi kolateral kapiler pada kulit
sehingga kulit menjadi lebih tipis dan rapuh.
. Penurunan sensori persepsi : Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami
penurunan untuk merasakan sensari nyeri akibat tekanan diatas tulang yang menonjol. Bila ini
terjadi dalam durasi yang lama, pasien akan mudah terkena luka tekan. karena nyeri merupakan
suatu tanda yang secara normal mendorong seseorang untuk bergerak. Kerusakan saraf (misalnya
akibat cedera, stroke, diabetes) dan koma bisa menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk
merasakan nyeri.
Penurunan kesadaran : gangguan neurologis, trauma, analgetik narkotik.
Malnutrisi : Orang-orang yang mengalami kekurangan gizi (malnutrisi) tidak memiliki lapisan
lemak sebagai pelindung dan kulitnya tidak mengalami pemulihan sempurna karena kekurangan
zat-zat gizi yang penting.
Karena itu klien malnutrisi juga memiliki resiko tinggi menderita ulkus dekubitus. Selain itu,
malnutrisi dapat gangguan penyembuhan luka. Biasanya berhubungan dengan hipoalbumin.
Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi umumnya diidentifikasi sebagai faktor
predisposisi untuk terjadinya luka tekan. Menurut penelitian Guenter (2000) stadium tiga dan
empat dari luka tekan pada orang tua berhubungan dengan penurunan berat badan, rendahnya
kadar albumin, dan intake makanan yang tidak mencukupi.
Mobilitas dan aktivitas : Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi
tubuh, sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah. Pasien yang berbaring terus
menerus ditempat tidur tanpa mampu untuk merubah posisi beresiko tinggi untuk terkena luka
tekan. Orang-orang yang tidak dapat bergerak (misalnya lumpuh, sangat lemah,
dipasung). Imobilitas adalah faktor yang paling signifikan dalam kejadian luka tekan.
Merokok : Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan memiliki efek
toksik terhadap endotelium pembuluh darah. Menurut hasil penelitian Suriadi (2002) ada
hubungaan yang signifikan antara merokok dengan perkembangan terhadap luka tekan.
Temperatur kulit : Menurut hasil penelitian Sugama (1992) peningkatan temperatur merupakan
faktor yang signifikan dengan resiko terjadinya luka tekan.
Kemampuan sistem kardiovaskuler menurun, sehingga perfusi kulit menurun.
Anemia
Hipoalbuminemia, beresiko tinggi terkena dekubitus dan memperlambat penyembuhannya.
Penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah juga mempermudah terkena dekubitus dan
memperburuk dekubitus.
3. PATHOFISIOLOGI
Tiga elemen yang mendasar terjadi dekubitus yaitu :
1. Intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler (Landis,1930)
2. Durasi dan besarnya tekanan (Koziak,1959)
3. Toleransi jaringan (Husain, 1953;Trumble, 1930)
Dekubitus terjadi sebagai hubungan antara waktu dengan tekanan(Stotts, 1988). Semakin
besar tekanan, maka semakin besar pula insiden terbentuknya luka. Kulit dan jaringan subkutan
dapat mentoleransi beberapa tekanan. Tapi pada tekanan eksternal terbesar daripada tekanan
dasar kapiler akan menurunkan atau menghilangkan aliran darah ke dalam jaringan sekitarnya.
Jaringan ini menjadi hipoksia sehingga terjadi cedera iskemia. Jika tekanan ini lebih besar dari
32mmHg dan tidak dihilangkan dari tempat yang mengalami hipoksia, maka pembuluh darah
kolaps dan thrombosis (Maklebust,1987). Jika tekanan dihilangkan sebelum titik kritis maka
sirkulasi pada jaringan tersebut akan pulih kembali melalui mekanisme fisiologis hyperemia
reaktif.”karena kulit mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk mentoleransi iskemia dari
otot, maka dekubitus dimulai di tulang dengan iskemia otot yang berhubungan dengan tekanan
yang akhirnya melebar ke epidermis”(Maklebust, 1995)
Pembentukan dekubitus juga berhubungan dengan adanya gaya gesek yang terjadi saat menaikan
posisi klien di atas tempat tidur . Efek tekanan juga dapat ditingkatkan oleh distribusiberat badan
yang tidak merata. Jika tekanan tekanan tidak terdistribusi secara merata pada tubuh maka
gradien tekanan jaringan yang mendapatkan tekanan akan meningkat. Metabolisme sel kulit di
titik tekanan mengalami gangguan. Respon kompensasi jaringan terhadap iskemi yaitu
hyperemia reaktif memungkinkan jaringan iskemia dibanjiri dengan darah ketika tekanan
dihilangkan. Peningkatan aliran darah meningkatkan pengiriman oksigen dan nutrient ke dalam
jaringan. Gangguan metabolic yang disebabkan oleh tekanan dapat kembali normal. Hyperemia
reaktif akan efektif hanya apabila tekanan dihilangkan sebelum terjadi kerusakan. Beberapa
penelitian merasa bahwa interval sebelum terjadi kerusakan berkisar antara 1 sampai 2 jam.
Tetapi, hal ini interval waktu subjectif, dan tidak berdasarkan data pengkajian klien.
4. PATWAY
5. MANIFESTASI KLINIK
Stadium 3 : Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkulit dan otot sudah mulai terganggu
dengan adanya edema dan inflamasi, infeksi akan hilang struktur fibril. Kerusakan seluruh
lapisan kulit sampai subkutis, tidak melewati fascia. Biasanya sembuh dalam 3-8 minggu.
Tanda dan Gejala : Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis
dari jaringn subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat seperti lubang
yang dalam.
Stadium 4 : Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia,otot serta sendi. Dapat sembuh dalam
3-6 bulan.
Tanda dan Gejala :
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis jaringan, kerusakan
pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam serta saluran sinus juga termasuk
dalam stadium IV dari luka tekan.
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a) Kultur : pertumbuhan mikroorganisme tiruan atau sel – sel jaringan.
b) Albumin serum : protein utama dalam plasma dan cairan serosa lain.
7. PENATALAKSANAAN
8. Terapi diet
Agar terjadi proses penyembuhan luka yang cepat, maka nutrisi harus adekuat yang terdiri dari
kalori, protein, vitamin, mineral dan air. Penatalaksanaan klien dekubitus memerlukan
pendekatan holistic yang menggunakan keahlian pelaksana yang berasala dari beberapa disiplin
ilmu kesehatan (AHCPR, 1994; Olshansky, 1994) Gambaran keseluruhan dekubitus akan
menjadi dasar pembuatan pohon pengangambilan keputusan yang digunakan untuk menentukan
rencana tindakan (AHCPR, 1994, Maklebust dan Siegreen, 1991).
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post
prandial > 200 mg/dl.
2. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara
Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning
( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ )
3. Kultur pus
4. Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.
9. PENGOBATAN
Pengobatan ulkus dekubitus dengan pemberian bahan topikal, sistemik ataupun dengan
tindakan bedah dilakukan sedini mungkin agar reaksi penyembuhan terjadi lebih cepat. Pada
pengobatan ulkus dekubitus ada beberapa hal yang perlu diperhatkan antara lain :
1. Mengurangi tekanan lebih lanjut pada daerah ulkus. Secara umum sama dengan tindakan
pencegahan yang sudah dibicarakan di tas. Pengurangan tekanan sangat penting karena ulkus
tidak akan sembuh selama masih ada tekanan yang berlebihan dan terus menerus.
2. Mempertahankan keadaan bersih pada ulkus dan sekitarnya. Keadaan tersebut akan
menyebabkan proses penyembuhan luka lebih cepat dan baik. Untuk hal tersebut dapat dilakukan
kompres, pencucian, pembilasan, pengeringan dan pemberian bahan-bahan topikal seperti larutan
NaC10,9%, larutan H202 3% dan NaC10,9%, larutan plasma dan larutan Burowi serta larutan
antiseptik lainnya.
3. Mengangkat jaringan nekrotik. Adanya jaringan nekrotik pada ulkus akan menghambat aliran
bebas dari bahan yang terinfeksi dan karenanya juga menghambat pembentukan jaringan
granulasi dan epitelisasi. Oleh karena itu pengangkatan jaringan nekrotik akan memper-cepat
proses penyembuhan ulkus.
4. Menurunkan dan mengatasi infeksi, perlu pemeriksaan kultur dan tes resistensi. Antibiotika
sistemik dapat diberikan bila penderita mengalami sepsis, selulitis. Ulkus yang terinfeksi hams
dibersihkan beberapa kali sehari dengan larutan antiseptik seperti larutan H202 3%, povidon
iodin 1%, seng sulfat 0,5%. Radiasi ultraviolet (terutama UVB) mempunyai efek bakterisidal.
5. Merangsang dan membantu pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi. Hal ini dapat
dicapai dengan pemberian antara lain :
Bahan-bahan topikal misalnya : salep asam salisilat 2%, preparat seng (Zn 0, Zn SO
Oksigen hiperbarik; selain mempunyai efek bakteriostatik terhadap sejumlah bakteri, juga
mempunyai efek proliferati epitel, menambah jaringan granulasi dan memperbaiki keadaan
vaskular.
Radiasi infra merah, short wave diathermy, dan pengurutan dapat membantu penyembuhan
ulkus karena adanya efek peningkatan vaskularisasi.
Terapi ultrasonik; sampai saat ini masih terus diselidiki manfaatnya terhadap terapi ulkus
dekubitus
6. Tindakan bedah selain untuk pembersihan ulkus juga diperlukan untuk mempercepat
penyembuhan dan penutupan ulkus, terutama ulkus dekubitus stadium III & IV dan karenanya
sering dilakukan tandur kulit ataupun myocutaneous flap.
10. PENCEGAHAN
Pencegahan ulkus dekubitus adalah hal yang utama karena pengobatan ulkus dekubitus
membutuhkan waktu dan biaya yang besar. Tindakan pencegahan dapat dibagi menjadi :
a. Umum :
Pendidikan kesehatan tentang ulkus dekubitus bagi staf medis, penderita dan keluarganya.
Pemeliharaan keadaan umum dan higiene penderita.
b. Khusus :
Mengurangi/menghindari tekanan luaryang berlebihan pada daerah tubuh tertentu dengan cara :
perubahan posisi tiap 2 jam di tempat tidur sepanjang 24 jam. melakukan push up secara teratur
pada waktu duduk di kursi roda. pemakaian berbagai jenis tempat tidur, matras, bantal anti
dekubitus seperti circolectric bed, tilt bed, air-matras; gel flotation pads, sheepskin dan lain-lain.
Pemeriksaan dan perawatan kulit dilakukan dua kali sehari (pagi dan sore), tetapi dapat lebih
sering pada daerah yang potensial terjadi ulkus dekubitus. Pemeriksaan kulit dapat dilakukan
sendiri, dengan bantuan penderita lain ataupun keluarganya. Perawatan kulit termasuk
pembersihan dengan sabun lunak dan menjaga kulit tetap bersih dari keringat, urin dan feces.
Bila perlu dapat diberikan bedak, losio yang mengandung alkohol dan emolien.