Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem pernafasan pada dasarnya dibentuk oleh jalan atau saluran nafas dan paru-paru
besertapembungkusnya (pleura) dan rongga dada yang melindunginya. Di dalam rongga dada
terdapat juga jantung di dalamnya. Rongga dada dipisahkan dengan rongga perut oleh
diafragma. Saluran nafas yang dilalui udara adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus,
bronkiolus dan alveoli. Di dalamnya terdapat suatu sistem yang sedemikian rupa dapat
menghangatkan udara sebelum sampai ke alveoli. Terdapat juga suatu sistem pertahanan
yang memungkinkan kotoranatau benda asing yang masuk dapat dikeluarkan baik melalui
batuk ataupun bersin (Sloane , 2004).
American Thoracic Society dalam buku Standards for the diagnosis and care of patients with
chronic obstructive pulmonary disease tahun 1995,sekitar 10 juta orang Amerika menderita
PPOM, dan menyebabkan 40.000 kematian setiaptahun. Sedangkan Tjandra Yoga Aditama
dosen FK UI, dalam Cermin Dunia Kedokteran No.84 tahun 1993 menyatakan bahwa di
Indonesia penyakit asma, bronkitis dan emfisema merupakan penyebab kematian ke 10
(Puspitasari , 2009).
Di Indonesia, belum ada angka kesakitan Bronkitis kronis, kecuali di RS sentra-sentra
pendidikan. Sebagai perbandingan, di AS ( National Center for Health tatistics ) diperkirakan
sekitar 4% dari populasi didiagnosa sebagai Bronkitis kronis. Angka inipun diduga masih di
bawah angka kesakitan yang sebenarnya (underestimate) dikarenakan  tidak terdiagnosanya
Bronkitis kronis. Di sisi lain dapat terjadi pula overdiagnosis Bronkitis kronis pada pasien-
pasien dengan batuk non spesifik yang self-limited (sembuh sendiri).Bronkitis kronis dapat
dialami oleh semua ras tanpa ada perbedaan. Frekuensi angka kesakitan Bronkitis kronis
lebih kerap terjadi pada pria dibanding wanita. Hanya saja hingga kini belum ada angka
perbandingan yang pasti. Usia penderita Bronkitis kronis lebih sering dijumpai di atas 50
tahun (suparyanto , 2010).
Menurut Robert L. Wilkins dan James B. Dexter dalam buku Respiratory Diseases:Principles
of Patient Care, bronkitis kronis adalah salah satu penyakit paru dimana pasienmemiliki
batuk produktif kronik yang berhubungan dengan inflamasi bronchus. Untukmembuat
diagnosis, para ahli menyatakan bahwa jangka waktu kronik pada penyakit iniadalah selama

1
batuk produktif muncul, minimal selama tiga bulan setahun dan pada duatahun berturut-turut.
Sebelum diketahui menderita Bronkitis kronis, pada awalnya pasienyang mengalami batuk
produktif yang panjang biasanya terdiagnosis oleh dokter mengalamituberculosis, kanker
paru, dan congestive heart failure (Puspitasari , 2009).
Bronkitis kronik sering disamakan dengan emfisema, padahal keduanya berbeda.Kedua
penyakit ini sering ditemukan pada penderita Penyakit Paru Obstruktif
Menahun(PPOM).PPOM menyerang pria dua kali lebih banyak daripada wanita,
diperkirakan karena pria merupakan perokok yang lebih berat dibandingkan wanita, tetapi
insidensnya pada wanita semakin meningkat dan stabil pada pria (Price, 1992).
Untuk Bronkitis kronis, jumlah orang dewasa yang terdiagnosa kronik Bronkitis pada tahun
2007 di Amerika Serikat adalah 7,6 juta orang.Dampak yang timbul akibat menderita
penyakit bronkitis kronis adalah infeksi saluran napas yang berat dan sering, penyempitan
dan penyumbatan bronchus, sulitbernafas , disability , hingga kematian. Kebiasaan merokok
merupakan faktor penting yang berkontribusi menyebabkan bronkitis kronik (Puspitasari ,
2009).
Menurut American Academy of Family Physianlebih dari 90 persen pasien bronkitiskronis
memiliki riwayat pernah menjadi perokok. Tetapi terdapat faktor lain yang sedikit
kontribusinya menyebabkan bronkitiskronik yaitu infeksi virus atau bakteri, polusi udara
(ozon dan nitrogen dioksida/NO2),terpajan iritan di tempat kerja, dan lain-lain. Iritan-iritan
yang dapat menyebabkan penyakitini diantaranya uap logam ( fume) dari bahan-bahan kimia
seperti sulfur dioksida (SO2),hidrogen sulfida (H2S), bromin (Br), amonia (NH3), asam kuat,
beberapaorganic solvent , danklorin (Cl). Debu juga dapat menyebabkan bronkitis kronis,
seperti debu batu bara (Puspitasari , 2009).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan konsep gambaran dan teoritis tentang asuhan keperawatan klien
dengan Bronkitis.

2
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian dengan masalah bronkitis
b. Mahasiswa mampu membuat analisa data dengan masalah bronkitis
c. Mahasiswa mampu membuat rencana keperawatan dengan masalah bronkitis
d. Mahasiswa mampu melakukan implementasi masalah bronchitis
e. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi masalah bronkitis
f. Mahasiswa mampu melakukan pendokumentasian masalah bronkitis

3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
a. Bronkitis adalah suatu gangguan paru obstruktif yang ditandai oleh produksi mucus
berlebihan disaluran nafas bawah selama paling kurang 3 bulan berturut-turut dalam
setahun untuk 2 tahun berturut-turut. (Corwin, Elizabeth. J. 2001:435).
b. Bronkhitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada bronkus. Bronkhitis dapat
bersifat akut maupun kronis ( Irman Somantri, 2009 ).
c. Bronkhitis adalah suatu peradangan bronkioli, bronkhus, dan trakea oleh berbagai
sebab. Bronkhitis biasanya lebih sering disebabkan oleh virus seperti rhinovirus,
respiratory syncitial virus (RSV), Virus influenza, virus parainfluenza, dan coxsackie
virus ( Arif Muttaqin, 2008).
d. Bronkhitis merupakan inflamasi bronkus pada saluran napas bawah. Penyakit ini
dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau pajanan iritan yang terhirup ( Brunner &
Suddarth, 2002).
e. Bronkhitis adalah hipersekresi mukus dan batuk produktif kronis berulang-ulang
minimal selama 3 bulan pertahun atau paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut
pada pasien yang diketahui tidak terdapat penyebab lain (Perawatan Medikal Bedah
2, 1998, hal : 490).
Secara harfiah bronkitis adalah suatu penyakit yang ditandai oleh inflamasi bronkus.
Secara klinis pada ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu penyakit atau gangguan
respiratorik dengan batuk merupakan gejala yang utama dan dominan. Ini berarti
bahwa bronkitis bukan penyakit yang berdiri sendiri melainkan bagian dari penyakit
lain tetapi bronkitis ikut memegang peran.
Bronkitis diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :
a) Bronkitis Akut
Adalah batuk yang tiba-tiba terjadi karena infeksi virus yang melibatkan jalan
napas yang besar. Bronkitis akut pada umumnya ringan. Berlangsung singkat
(beberapa hari hingga beberapa minggu), rata-rata 10-14 hari.Meski ringan,

4
namun adakalanya sangat mengganggu, terutama jika disertai sesak, dada terasa
berat, dan batuk berkepanjangan.
b) Bronkitis Kronik dan atau berulang
adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan gejala batuk
yang berlangsung sekurang-kurangnya selama 2 minggu berturut-turut dan atau
berulang paling sedikit 3 kali dalam 3 bulan dengan atau tanpa disertai gejala
respiratorik dan non respiratorik lainnya (KONIKA, 1981).
2. Etiologi
a. Rokok
Menurut buku Report of the WHO Expert Comite on Smoking Control, rokok adalah
penyebab utama timbulnya bronchitis. Terdapat hubungan yang erat antara merokok
dan penurunan VEP (volume ekspirasi paksa) 1 detik. Secara patologis rokok
berhubungan dengan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia skuamus
epitel saluran pernafasan juga dapat menyebabkan bronkostriksi akut.
b. Infeksi
Eksaserbasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus yang
kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi paling
banyak adalah Hemophilus influenza dan streptococcus pneumonie.
c. Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi bila ditambah
merokok resiko akan lebih tinggi. Zat – zat kimia dapat juga menyebabkan
bronchitis adalah zat – zat pereduksi seperti O2, zat – zat pengoksida seperti N2O,
hidrokarbon, aldehid, ozon.
d. Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak, kecuali
pada penderita defisiensi alfa – 1 – antitripsin yang merupakan suatu problem,
dimana kelainan ini diturunkan secara autosom resesif. Kerja enzim ini menetralisir
enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan,
termasuk jaringan paru.

5
e. Faktor sosial ekonomi
Kematian pada bronchitis ternyata lebih banyak pada golongan sosial ekonomi
rendah, mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek

3. Anatomi fisiologi
a. Pengertian Respirasi
Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O²) yang dibutuhkan tubuh untuk
metabolisme sel dan karbondioksida (CO²) yang dihasilkan dari metabolisme
tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui paru. Respirasi adalah peristiwa menghirup
udara dari luar yang mengandung Oksigen serta menghembuskan udara yang banyak
mengandung Karbondioksida keluar dari tubuh ( Syaifuddin , 2002 ).
Sistem respirasi adalah system organ yang berfungsi untuk mengambil O2 dari
atmosfer ke dalam sel-sel tubuh untuk mentranspor CO2 yang dihasilkan sel-sel
tubuh kembali ke atmosfer. Organ-organ respiratorik juga berfungsi untuk produksi
bicara dan berperan dalam keseimbangan asam basa, pertahanan tubuh melawan
benda asing, dan pengatran hormonal tekanan darah.Respirasi adalah pertukaran gas
antara individu dan lingkungan atau keseluruhan proses pertukaran gas antara udara
atmosfir dan darah serta antara darah dengan sel-sel tubuh (Syaifuddin , 2002).
b. Anatomi Saluran Respirasi
Sistem Respirasi dibedakan menjadi dua saluran yaitu, saluran nafas bagian atas dan
saluran nafas bagian bawah. Saluran nafas bagian atas terdiri dari: rongga hidung,
faring dan laring. Saluran nafas bagias bawah terdiri dari trakea, bronkus,
bronkiolus, dan paru-paru.
1) Saluran Nafas Bagian Atas
a) Hidung
Hidung atau naso adalah saluran pernafasan yang pertama.Ketika proses
pernafasan berlangsung, udara yang diinspirasi melalui rongga hidung akan
menjalani tiga proses yaitu penyaringan (filtrasi), penghangatan, dan
pelembaban. Hidung terdiri atas bagian- bagian sebagai berikut:
Bagian luar dinding terdiri dari kulit. Lapisan tengah terdiri dari otot-otot
dan tulang rawan. Lapisan dalam terdiri dari selaput lender yang berlipat-

6
lipat yang dinamakan karang hidung (konka nasalis), yang berjumlah 3 buah
yaitu: konka nasalis inferior, konka nasalis media, dan konka nasalis
superior.
Diantara konka nasalis terdapat 3 buah lekukan meatus, yaitu: meatus
superior, meatus inferior dan meatus media. Meatus-meatus ini yang
dilewati oleh udara pernafasan sebelah dalam terdapat lubang yang
berhubungan dengan tekak yang disebut koana.
Dasar rongga hidung dibentuk oleh rahang atas ke atas rongga hidung yaitu
sinus berhubungan dengan rongga yang disebut sinus paranasalis maksilaris
pada rahang atas, sinus frontalis pada tulang dahi, sinus sfenoidalis pada
rongga tulang baji, dan sinus etmoidalis pada rongga tulang tapis.
Pada sinus etmoidalis keluar ujung-ujung saraf penciuman yang menuju ke
konka nasalis. Pada konka nasalis terdapat sel-sel penciuman, sel tersebut
terutama terdapat pada di bagian atas. Pada hidung di bagian mukosa
terdapat serabut saraf atau reseptor dari saraf penciuman (nervus
olfaktorius).
Di sebelah konka bagian kiri kanan dan sebelah atas dari langit-langit
terdapat satu lubang pembuluh yang menghubungkan rongga tekak dengan
rongga pendengaran tengah. Saluran ini disebut tuba auditiva eustachi yang
menghubungkan telinga tengah dengan faring dan laring. Hidung juga
berhubungan dengan saluran air mata atau tuba lakrimalis.
Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak
mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung. Lendir di sekresi secara
terus-menerus oleh sel-sel goblet yang melapisi permukaan mukosa hidung
dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia.
b) Faring
Merupakan pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan
krikoid.Nasofaring (terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius).
Nasofaring terletak tepat di belakang cavum nasi , di bawah basis crania dan
di depan vertebrae cervicalis I dan II. Nasofaring membuka bagian depan ke

7
dalam cavum nasi dan ke bawah ke dalam orofaring. Tuba eusthacius
membuka ke dalam didnding lateralnya pada setiap sisi. Pharyngeal tonsil
(tonsil nasofaring) adalah bantalan jaringan limfe pada dinding
posteriosuperior nasofaring.
Orofaring Merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,terdapat
pangkal lidah). Orofaring adalah gabungan sistem respirasi dan pencernaan ,
makanan masuk dari mulut dan udara masuk dari nasofaring dan
paru.Laringofaring(terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran
makanan)Laringofaringmerupakan bagian dari faring yang terletak tepat di
belakang laring, dan dengan ujung atas esofagus.
c) Laring (tenggorok)
Saluran udara dan bertindak sebagai pembentuk suara.Pada bagian pangkal
ditutup oleh sebuah empang tenggorok yang disebut epiglotis,yang terdiri
dari tulang-tulanng rawan yang berfungsi ketika menelan makanan dengan
menutup laring. Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah
dalam kulit,glandula tyroidea, dan beberapa otot kecil,dan didepan
laringofaring dan bagian atas esopagus.
2) Saluran Nafas Bagian Bawah
a) Trachea atau Batang tenggorok
Merupakan tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar
2,5 cm. Trachea berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian
depan leher dan dibelakang manubrium sterni, berakhir setinggi angulus
sternalis (taut manubrium dengan corpus sterni) atau sampai kira-kira
ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi
dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 - 20 lingkaran tak-
lengkap yang berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh
jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea,
selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.
b) Bronchus
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira
vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan

8
dilapisi olehjenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan
kesamping ke arah tampuk paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih
lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri
pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri,
disebut bronckus lobus bawah.
Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan
di bawah arteri pulmonalis, sebelurn dibelah menjadi beberapa cabang yang
berjalan kelobus atas dan bawah. Cabang utama bronchus kanan dan kiri
bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan kernudian menjadi lobus
segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus yang
ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis,
yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara).
Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih 1 mm.
Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh
otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke
bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran penghantar
udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat
pertukaran gas paru-paru, yaitu alveolus.
c) Paru-Paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri atas
kecil gelembung-gelembung (alveoli). Alveolus yaitu tempat pertukaran gas
assinus terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius yang terkadang memiliki
kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris
seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan
akhir paru-paru, asinus atau kadang disebut lobolus primer memiliki tangan
kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari
trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang
dinamakan pori-pori kohn.
Paru-paru dibagi menjadi dua bagian, yaitu paru-paru kanan yang terdiri dari
3 lobus (lobus pulmo dekstra superior, lobus pulmo dekstra media, lobus

9
pulmo dekstra inferior) dan paru-paru kiri yang terdiri dari 2 lobus (lobus
sinistra superior dan lobus sinistra inferior).
Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang lebih kecil yang bernama segmen.
Paru-paru kiri memiliki 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior
dan lima lobus inferior. Paru-paru kiri juga memiliki 10 segmen, yaitu 5
buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3
segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen masih terbagi lagi menjadi
belahan-belahan yang bernama lobulus.
Letak paru-paru di rongga dada datarnya menghadap ke tengah rongga
dada / kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru
atau hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung.
Paru-paru dibungkus oleh selapus tipis yang pernama pleura. Pleura dibagi
menjadi dua yaitu pleura visceral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput
paru yang langsung membungkus paru-paru dan pleura parietal yaitu selaput
yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara kedua lapisan ini terdapat
rongga kavum yang disebut kavum pleura. Pada keadaan normal, kavum
pleura ini vakum / hampa udara.
Suplai Darah Setiap arteria pulmonalis, membawa darah deoksigenasi dari
ventrikel kanan jantung, memecah bersama dengan setiap bronkus menjadi
cabang-cabang untuk lobus, segmen dan lobules. Cabang-cabang terminal
berakhir dalam sebuah jaringan kapiler pada permukaan setiap alveolus.
Jaringan kapiler ini mengalir ke dalam vena yang secara progresif makin
besar, yang akhirnya membentuk vena pulmonalis, dua pada setiap sisi,
yang dilalui oleh darah yang teroksigenasi ke dalam atrium kiri jantung.
Artheria bronchiale yang lebih kecil dari aorta menyuplai jaringan paru
dengan darah yang teoksigenasi.

c. Fisiologi Sistem Pernafasan Respirasi


Dibagi menjadi dua bagian ,yaitu respirasi eksternal dimana proses pertukaran O2dan
CO2 ke dan dari paru ke dalam O2 masuk ke dalam darah dan CO2 + H2O masuk ke
paru paru darah. kemudian dikeluarkan dari tubuh dan respirsai internal/respirasi sel

10
dimana proses pertukaran O2& CO2 di tingkat sel biokimiawi untuk proses
kehidupan. Proses pernafasan terdiri dari 2 bagian, yaitu sebagai berikut:
Ventilasi pulmonal
Ventilasi pulmonalyaitu masuk dan keluarnya aliran udara antara atmosfir dan
alveoli paru yang terjadi melalui proses bernafas (inspirasi dan ekspirasi) sehingga
terjadi disfusi gas (oksigen dan karbondioksida) antara alveoli dan kapiler pulmonal
serta ransport O2 & CO2 melalui darah dan dari sel jaringan.Mekanik pernafasan
Masuk dan keluarnya udara dari atmosfir ke dalam paru-paru dimungkinkan olen
peristiwa mekanik pernafasan yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi (inhalasi)
adalah masuknya O2 dari atmosfir & CO2 ke dlm jalan nafas. Dalam inspirasi
pernafasan perut, otot difragma akan berkontraksi dan kubah difragma turun (posisi
diafragma datar), selanjutnya ruang otot intercostalis externa menarik dinding dada
agak keluar, sehingga volume paru-paru membesar, tekanan dalam paru-paru akan
menurun dan lebih rendah dari lingkungan luar sehingga udara dari luar akan masuk
ke dalam paru-paru.
Ekspirasi (exhalasi) adalah keluarnya CO2 dari paru ke atmosfir melalui jalan nafas.
Apabila terjadi pernafasan perut, otot difragma naik kembali ke posisi semula
(melengkung) dan muskulus intercotalis interna relaksasi. Akibatnya tekanan dan
ruang didalam dada mengecil sehingga dinding dada masuk ke dalam udara keluar
dari paru-paru karena tekanan paru-paru meningkat.
Ventilasi Selama inspirasi udara mengalir dari atmosfir ke alveoli. Selama ekspirasi
sebaliknya yaitu udara keluar dari paru-paru. Udara yg masuk ke dalam alveoli
mempunyai suhu dan kelembaban atmosfir. Udara yg dihembuskan jenuh dengan
uap air dan mempunyai suhu sama dengan tubuh.
Difusi Yaitu proses dimana terjadi pertukaran O2 dan CO2 pada pertemuan udara
dengan darah. Tempat difusi yg ideal yaitu di membran alveolar-kapilar karena
permukaannya luas dan tipis. Pertukaran gas antara alveoli dan darah terjadi secara
difusi. Tekanan parsial O2 (PaO+) dalam alveolus lebih tinggi dari pada dalam darah
O2 dari alveolus ke dalam darah. Sebaliknya (PaCO2) darah > (PaCO2) alveolus
sehingga perpindahan gas tergantung pada luas permukaan dan ketebalan dinding
alveolus. Transportasi gas dalam darah O2 perlu ditrasport dari paru-paru ke jaringan

11
dan CO2 harus ditransport kembali dari jaringan ke paru-paru.Beberapa faktor yg
mempengaruhi dari paru ke jaringan , yaitu:
 Cardiac out put.
 Jumlah eritrosit.
 Exercise
 Hematokrot darah akan meningkatkan vikositas darah mengurangi
transport O2 menurunkan CO.
Perfusi pulmonal
Merupakan aliran darah aktual melalui sirkulasi pulmonal dimana O2 diangkut
dalam darah membentuk ikatan (oksi Hb) / Oksihaemoglobin darah natrium (98,5%)
sedangkan dalam eritrosit bergabung dgn Hb dalam plasma sbg O2 yg larut dlm
plasma (1,5%). CO2 dalam ditrasportasikan sebagai bikarbonat, alam eritosit sebagai
bikarbonat, dalam plasma sebagai kalium bikarbonat , dalam larutan bergabung
dengan Hb dan protein plasma. C02 larut dalam plasma sebesar 5 – 7 %, HbNHCO3
Carbamoni Hb (carbamate) sebesar 15 – 20 % , Hb + CO2 HbC0 bikarbonat sebesar
60 – 80%.
Pengukuran volume paru Fungsi paru, yg mencerminkan mekanisme ventilasi
disebut volume paru dan kapasitas paru. Volume paru dibagi menjadi:
a) Volume tidal (TV) yaitu volume udara yang dihirup dan dihembuskan
setiap kali bernafas.
b) Volume cadangan inspirasi (IRV) , yaitu volume udara maksimal yg dapat
dihirup setelah inhalasi normal.
c) Volume Cadangan Ekspirasi (ERV), volume udara maksimal yang dapat
dihembuskan dengan kuat setelah exhalasi normal.
d) Volume residual (RV) volume udara yg tersisa dalam paru-paru setelah
ekhalasi maksimal.

12
4. Patofisiologi
Virus dan bakteri biasa masuk melalui port d’entrée mulut dan hidung “dropplet
infection” yang selanjutnya akan menimbulkan viremia/bakteremia dan gejala atau reaksi
tubuh untuk melakukan perlawanan. Infeksi kronis atau iritasi bronkhus dapat
menyebabkan bronkhitis. Kelenjar sekresi mukosa dari pohon trekeobronkhial menebal
dan mengganggu diameter lumen jalan nafas.
Asap mengiritasi jalan napas, mengakibatkan hipersekresi lendir dan inflamasi. Karena
iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel goblet
meningkat jumlahnya, fungsi silia menurun, dan lebih banyak lendir yang dihasilkan.
Sebagai akibat, bronkiolus menjadi menyempit dan tersumbat. Alveoli yang berdekatan
dengan bronkiolus dapat menjadi rusak dan membentuk fibrosis, mengakibatkan
perubahan fungsi makrofag alveolar, yang berperan penting dalam menghancurkan
partikel asing, termasuk bakteri. Pasien kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi
pernapasan. Penyempitan bronkial lebih lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotik
yang terjadi dalam jalan napas. Pada waktunya, mungkin terjadi perubahan paru yang
ireversibel, kemungkinan mengakibatkan emfisema dan bronkiektasis.

13
5. Woc

6. Manifestasi Klinik
Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronchitis tergantung pada luas dan
beratnya penyakit, lokasi kelainannya, dan ada tidaknya komplikasi lanjut. Ciri khas pada
penyakit ini adalah adanya batuk kronik disertai produksi sputum, adanya haemaptoe dan
pneumonia berulang. Gejala dan tanda klinis dapat demikian hebat pada penyakit yang
berat, dan dapat tidak nyata atau tanpa gejala pada penyakit yang ringan (Irman somantri,
2012 ). Bronchitis yang mengenai bronkus pada lobis atas sering dan memberikan gejala
dgn keluhan –keluhan :
 Batuk
Batuk pada bronchitis mempunyai ciri antara lain batuk produktif berlangsung
kronik dan frekuensi mirip seperti pada bronchitis kronis, jumlah seputum
bervariasi, umumnya jumlahnya banyak terutama pada pagi hari sesudah ada
perubahan posisi tidur atau bangun dari tidur. Kalau tidak ada infeksi skunder
14
sputumnya mukoid, sedang apabila terjadi infeksi sekunder sputumnya purulen,
dapat memberikan bau yang tidak sedap. Apabila terjadi infeksi sekunder oleh
kuman anaerob, akan menimbulkan sputum sangat berbau, pada kasus yang sudah
berat, misalnya pada saccular type bronchitis, sputum jumlahnya banyak sekali,
puruen, dan apabila ditampung beberapa lama, tampak terpisah menjadi 3 bagian
(Irman somantri, 2012):
a) Lapisan teratas agak keruh
b) Lapisan tengah jernih, terdiri atas saliva ( ludah )
c) Lapisan terbawah keruh terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari
bronkus yang rusak ( celluler debris ).
 Haemaptoe
Hemaptoe terjadi pada 50 % kasus bronchitis, kelainan ini terjadi akibat nekrosis
atau destruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh darah ( pecah ) dan timbul
perdarahan. Perdarahan yang timbul bervariasi mulai dari yang paling ringan
( streaks of blood ) sampai perdarahan yang cukup banyak ( massif ) yaitu apabila
nekrosis yang mengenai mukosa amat hebat atau terjadi nekrosis yang mengenai
cabang arteri broncialis ( daerah berasal dari peredaran darah sistemik).
Pada dry bronchitis ( bronchitis kering ), haemaptoe justru gejala satu-satunya
karena bronchitis jenis ini letaknya dilobus atas paru, drainasenya baik, sputum
tidak pernah menumpuk dan kurang menimbulkan reflek batuk., pasien tanpa
batuk atau batukya minimal. Pada tuberculosis paru, bronchitis ( sekunder ) ini
merupakan penyebab utama komplikasi haemaptoe(Irman somantri, 2012).
 Sesak nafas ( dispnue )
Pada sebagian besar pasien ( 50 % kasus ) ditemukan keluhan sesak nafas. Timbul
dan beratnya sesak nafas tergantung pada seberapa luasnya bronchitis kronik yang
terjadi dan seberapa jauh timbulnya kolap paru dan destruksi jaringan paru yang
terjadi sebagai akibat infeksi berulang ( ISPA ), yang biasanya menimbulkan
fibrosis paru dan emfisema yang menimbulkan sesak nafas. Kadang ditemukan
juga suara mengi ( wheezing ), akibat adanya obstruksi bronkus. Wheezing dapat
local atau tersebar tergantung pada distribusi kelainannya (Irman somantri, 2012)

15
 Demam berulang
Bronchitis merupakan penyakit yang berjalan kronik, sering mengalami infeksi
berulang pada bronkus maupun pada paru, sehingga sering timbul demam demam
berulang (Irman somantri, 2012).
 kelainan fisis
Tanda-tanda umum yang ditemukan meliputi sianosis, jari tubuh, manifestasi
klinis komplikasi bronchitis. Pada kasus yang berat dan lebih lanjut dapat
ditemukan tanda-tanda korpulmonal kronik maupun payah jantung kanan.
Ditemukan ronchi basah yang jelas pada lobus bawah paru yang terkena dan
keadaannya menetap dari waku kewaktu atau ronci basah ini hilang sesudah
pasien mengalami drainase postural atau timbul lagi diwaktu yang lain. Apabila
bagian paru yang diserang amat luas serta kerusakannya hebat, dapat
menimbulkan kelainan berikut : terjadi retraksi dinding dada dan berkurangnya
gerakan dada daerah yang terkena serta dapat terjadi penggeseran medistenum
kedaerah paru yang terkena. Bila terjadi komplikasi pneumonia akan ditemukan
kelainan fisis sesuai dengan pneumonia. Wheezing sering ditemukan apa bila
terjadi obstruksi bronkus (Irman somantri, 2012).
 Bronchitis
Kelainan ini merupakan klasifikasi kelenjar limfe yang biasanya merupakan
gejala sisa komleks primer tuberculosis paru primer. Kelainan ini bukan
merupakan tanda klinis bronchitis, kelainan ini sering menimbulkan erosi bronkus
didekatnya dan dapat masuk kedalam bronkus menimbulkan sumbatan dan
infeksi, selanjutnya terjadilah bronchitis. Erosi dinding bronkus oleh bronkolit
tadi dapat mengenai pembuluh darah dan dapat merupakan penyebab timbulnya
hemaptoe hebat(Irman somantri, 2012).
 kelainan laboratorium
Pada keadaan lanjut dan mulai sudah ada insufisiensi paru dapat ditemukan
polisitemia sekunder. Bila penyakitnya ringan gambaran darahnya normal. Seing
ditemukan anemia, yang menunjukan adanya infeksi kronik, atau ditemukan
leukositosis yang menunjukan adanya infeksi supuratif. Urin umumnya normal
kecuali bila sudah ada komplikasi amiloidosis akan ditemukan proteiuria.

16
Pemeriksaan kultur sputum dan uji sensivitas terhadap antibiotic, perlu dilakukan
bila ada kecurigaan adanya infeksi sekunder (Irman somantri, 2012).
 Kelainan radiologis.
Gambaran foto dada ( plain film ) yang khas menunjukan adanya kista-kista kecil
dengan fluid level, mirip seperti gambaran sarang tawon pada daerah yang
terkena, ditemukan juga bercak-bercak pneumonia, fibrosis atau kolaps.
Gambaran bronchitis akan jelas pada bronkogram (Irman somantri, 2012).
 Kelainan faal paru.
Pada penyakit yang lanjut dan difus, kapasitas vital ( KV ) dan kecepatan aliran
udara ekspirasi satu detik pertama ( FEV1 ), terdapat tendensi penurunan, karena
terjadinya obstruksi airan udara pernafasan. Dapat terjadi perubahan gas darah
berupa penurunan PaO2 ini menunjukan abnormalitas regional ( maupun difus )
distribusi ventilasi, yang berpengaruh pada perfusi paru (Irman somantri, 2012).
 Tingkat beratnya penyakit.
- Bronchitis ringan
Ciri klinis : batuk-batuk dan sputum warna hijau hanya terjadi sesudah demam,
ada haemaptoe ringan, pasien tampak sehat dan fungsi paru norma, foto dada
normal.
- Bronchitis sedang
Ciri klinis : batuk produktif terjadi setiap saa, sputum timbul setiap saat,
( umumnya warna hijau dan jarang mukoid, dan bau mulut meyengat ), adanya
haemaptoe, umumnya pasien masih Nampak sehat dan fungsi paru normal. Pada
pemeriksaan paru sering ditemukannya ronchi basah kasar pada daerah paru yag
terkena, gmbaran foto dada masih terlihat normal.
- Bronchitis berat
Ciri klinis : batuk produktif dengan sputum banyak, berwarna kotor dan berbau.
Sering ditemukannya pneumonia dengan haemaptoe dan nyeri pleura. Bila ada
obstruksi nafas akan ditemukan adany dispnea, sianosis atau tanda kegagalan
paru. Umumny pasien mempunyai keadaan umum kurang baik, sering ditemukan
infeksi piogenik pada kulit, infeksi mata , pasien mudah timbul pneumonia,
septikemi, abses metastasis, amiloidosis.

17
Pada gambaran foto dada ditemukan kelianan : bronkovascular marking, multiple
cysts containing fluid levels. Dan pada pemeriksaan fisis ditemukan ronchi basah
kasar pada daerah yang terkena (Arif mutaqin, 2012).

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar X dada
Hiperinflasi paru-paru, mendatarnya diafragma, peningkatan area udara retrosternal,
penurunan tanda viskularisasi (emfisema), peningkatan bronkovaskuler (bronchitis) 
b. Tes fungsi paru
Untuk menentukan penyebab dispnea, menentukan apakah fungsi abnormal adalah
obstruksi atau retruksi, dan untuk mengevaluasi efek terapi.
c. Kapasitas inspirasi : menurun pada emfisema
d. Volume residues : meningkat pada emfisema, bronchitis kronis, dan asma.
e. GDA
PaO2 menurun, PaCO2 normal atau meningkat (bronchitis kronis dan emfisema), dan
menurun pada asma, pH normal atau asidosis, alakalosis respiratori ringan sekunder
terhadap hiperventilasi.
f. Bronkogram
Menunjukan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kolaps bronchial pada ekspirasi
kuat (emfisema), pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada bronchitis.
g. Kimia darah : menyakinkan defisiensi dan diagnose emfisema primer
h. Sputum: menentukan adanya infeksi, pathogen, gangguan alergi.
i. EKG
Deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat), disritmiaatrial
(bronchitis), peninggian gelombang P pada lead II,III, AVF (bronchitis, emfisema),
aksis vertikel QRS (emfisema)
j. JDL (jumlah darah lengkap) dan diferensialHemoglobin meningkat (emfisema luas),
peningkatan eosinofil asma( Santa manurung, 2009) .

18
8. komplikasi
Komplikasi dari bronchitis menurut Irman somantri, (2009) adalah:
a) Bronchitis akut akan menjadi bronchitis kronis
Karena bronchitis akut merupakan terjadinya suatu penyakit bronchitis yang terjadi
karena adanya kelainan dengan saluran bronkus sendiri sehingga dengan waktu yang
singkat dapat menjadi bronchitis kronis yang bersifat menahun.
b) Bronkiektaksis
Bronkiektasis merupakan penyakit yang menyebabkan saluran bronkus yang
mengalami penebalan dan peradangan sehingga saluran udara dan mucus menjadi
terhambat dan mengakibatkan dilatasi pelebaran yang disebut dengan penyakit
bronkiektasis.
c) Pneumonia
Pneumonia paru-paru basah disebabkan oleh adanya infeksi sehingga menyebabkan
terjadi nya radang paru –paru
d) Gagal jantung kongestif
Hal ini terjadi karena kurangnya darah yang masuk dalam atrium dan ventrikel
kiri.gagal jantung yang sering terjadi yaitu gagal jantung kiri.
Komplikasi dari bronkitis menurut mansjoer (2000:481) infeksi yang berulang,
pneumotoraks spontan, eritrositosis karena keadaan hipoksia, gagal nafas, dan
corpulmonal. Komplikasi menurut smeltzer (2002:596) adalah :
 Gagal atau insufisiensi pernapasan
 Atelektasis
 Pneumonia
 Pneumotoraks
 Hipertensi paru

19
9. Penatalaksanaan
Objektif utama pengobatan adalah untuk menjaga agar bronchioles terbuka dan
berfungsi, untuk memudahkan pembuangan sekresi bronchial,untuk mencegah infeksi,
dan untuk mencegah kecacatan. Perubahan dalampola sputum (sifat, warna, jumlah,
ketebalan) dan dalam pola batuk adalahtanda yang penting untuk dicatat. Infeksi bakteri
kambuhan diobati denganterapi antibiotic berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan
sensitivitas.Untuk membantu membuang sekresi bronchial, diresepkan
bronchodilatoruntuk menghilangkan bronchospasme dan mengurangi obstruksi
jalannapas sehinggga lebih banyak oksigen didistribusikan ke seluruh bagianparu, dan
ventilasi alveolar diperbaiki. Postural drainage dan perkusi dadasetelah pengobatan
biasanya sangat membantu, terutama bila terdapatbronchiectasis. Cairan (yang diberikan
per oral atau parenteral jikabronchospasme berat) adalah bagian penting dari terapi,
karena hidrasiyang baik membantu untuk mengencerkan sekresi sehingga dapat
denganmudah dikeluarkan dengan membatukannya. Terapi kortikosteroidmungkin
digunakan ketika pasien tidak menunjukkan keberhasilanterhadap pengukuran yang lebih
konservatif. Pasien harus menghentikanmerokok karena menyebabkan
bronchoconstrictor, melumpuhkan sillia,yang penting dalam membuang partikel yang
mengiritasi, danmenginaktivasi surfactants, yang memainkan peran penting
dalammemudahkan pengembangan paru-paru. Perokok juga lebih rentanterhadap infeksi
bronchial (Smeltzer & Bare, 2001).

20
B. ASKEP TEORITIS
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Dalam mengkaji identitas beberapa data didapatkan adalah nama klien, umur, jenis
kelamin, pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua, agama, suku, alamat.
 Penjelasan usia :
data yang diperoleh untuk usia penderita penyakit brokitis ( ≥ 60 tahun) sekitar
7,5%, untuk yang berusia (≥ 30-40 tahun) sekitar 5,7% dan untuk yang berusia (≥
15-20 tahun) sekitar 3,6%.
 Jenis kelamin : biasanya penderita penyakit bronkitis ini cenderung kasusnya lebih
tinggi pada laki-laki dibandingkan pada perempuan, hal ini dipicu dengan
keaktivitasan merokok yang 24 jam lebih cenderung banyak dilakukan oleh kaum
laki-laki.
b. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat penyakit sekarang
Penyakit bronchitis mulai dirasakan saat penderita mengalami batuk menetap
dengan produksi sputum setiap hari terutama pada saat bangunpagi selama
minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun produksi
sputum(hijau, putih / kuning) dan banyak sekali.Penderita biasanya menggunakan
otot bantu pernafasan, dada terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter
AP,bunyi nafas crackles,warna kulit pucat dengan sianosis bibir, dasar kuku.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya penderita bronchitis sebelumnya belum pernah menderita kasus yang
sama tetapi mereka mempunyai riwayat penyakit yang dapat memicu terjadinya
bronchitis yaitu riwayat merokok, terpaan polusi kimia dalam jangka panjang
misalnya debu / asap.
3. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya penyakit bronchitis dalam keluarga bukan merupakan faktor keturunan
tetapi kebiasaan atau pola yang tidak sehat seperti kebiasaan merokok.

21
c. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan Umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan
tanda – tanda vital.
2. Head to Toe
a) Kepala Leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa
tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan
berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
b) Sistem integument
Rambut         : Kaji warna dan kebersihannya.
Kulit              : Kaji warna dan ada tidaknya lesi.
Kuku             : Kaji bentuk dan kebersihannya.
c) Sistem pernafasan
Inspeksi         : biasanya pada klien bronkhitis terjadi sesak, bentuk dada barrel
chest, kifosis.
Palpasi          : Iga lebih horizontal.
Auskultasi      : Adakah kemungkinan terdapat bunyi napas tembahan, biasanya
terdengar ronchi.
d) Sistem kardiovaskuler
Peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat, Bunyi jantung redup.
e) Sistem Pencernaan
Inspeksi         : Kaji bentuk abdomen, ada tidaknya lesi.
Palpasi          : Kaji apakah ada nyeri tekan
Perkusi          : Kaji apakah terdengar bunyi thympani
Auskultasi      : Kaji bunyi peristaltik usus.
f) Ekstremitas Muskulosketal/Sendi
Kaji kekuatan otot klien.
g) Neurologi
Kaji tingkat kesadaran klien dan GCS.

22
h) Sistem Perkemihan
Kaji apakah ada gangguan eliminasi urin

d. Pemeriksaan penunjang
1. Sinar X dada
Hiperinflasi paru-paru, mendatarnya diafragma, peningkatan area udara
retrosternal, penurunan tanda viskularisasi (emfisema), peningkatan bronkovaskuler
(bronchitis).
2. Tes fungsi paru
Untuk menentukan penyebab dispnea, menentukan apakah fungsi abnormal adalah
obstruksi atau retruksi, dan untuk mengevaluasi efek terapi.
3. Kapasitas inspirasi : menurun pada emfisema
4. Volume residues : meningkat pada emfisema, bronchitis kronis, dan asma.
5. GDA
PaO2 menurun, PaCO2 normal atau meningkat (bronchitis kronis dan emfisema),
dan menurun pada asma, pH normal atau asidosis, alakalosis respiratori ringan
sekunder terhadap hiperventilasi.
6. Bronkogram
Menunjukan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kolaps bronchial pada
ekspirasi kuat (emfisema), pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada
bronchitis.
7. Kimia darah : menyakinkan defisiensi dan diagnose emfisema primer
8.   Sputum: menentukan adanya infeksi, pathogen, gangguan alergi.
9. EKG
Deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat), disritmiaatrial
(bronchitis), peninggian gelombang P pada lead II,III, AVF (bronchitis, emfisema),
aksis vertikel QRS (emfisema)
10. JDL (jumlah darah lengkap) dan diferensialHemoglobin meningkat (emfisema
luas), peningkatan eosinofil asma( Santa manurung, 2009) .

23
e. Data penunjang
1. Pemeriksaan Diagnostik
a. Analisa gas darah memperlihatkan penurunan oksigen arteri dan peningkatan
karbondioksida arteri.
b. Pemeriksaan sinar x-thorax dapat membuktikan adanya bronkitis kronik.
c. Pemeriksaan fungsi paru mungkin menunjukkan adanya abstruktif jalan nafas.
2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan dahak dan rontgen dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa
dan untuk menyingkirkan diagnosa penyakit lain. Bila penyebabnya bakteri, 29
sputumnya akan seperti nanah. Untuk pasien anak yang diopname, dilakukan
dengan tes C-reactive protein, kultur pernapasan, kultur darah, kultur sputum, dan
tes serum aglutinin untuk membantu mengklasifikasikan penyebab infeksi apakah
dari bakteri atau virus. Jumlah leukositnya berada > 17.500 dan pemeriksaan
lainnya 32 dilakukan dengan cara tes fungsi paru-paru dan gas darah arteri.

f. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan


Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan
persepsi tentang kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum
alcohol,dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor predisposisi timbulnya
penyakit.

g. Pola nutrisi dan metabolic


Pola nutrisi pasien dengan bronchitis perlu dikaji sebelum dan selama di rumah sakit
karena secara umum pasien dengan bronchits akan mengalami penurunan berat badan
secara significant.

h. Pola eliminasi
Pada pola eliminasi perlu dikaji adanya keluhan pasien dalam memenuhi kebutuhan
dalam bereliminasi baik pola eliminasi BAB maupun BAK.

24
i. Pola aktivitas dan latihan
Pola aktivitas pasien perlu dikaji karena pasien dengan bronchitis akan mengalami
gangguan akibat adanya sesak yang disebabkan peningkatan sputum.

j. Pola istirahat dan tidur


Pola istirahat dan tidur pada pasien dengan bronchitis akan mengalami gangguan
akibat sesak dan kecemasan yang dialami.

k. Pola persepsi sensori dan kognitif


Perlu dikaji adanya gangguan persepsi dan sensori akibat adanya proses penyakit.

l. Pola hubungan dengan orang lain


Gejala bronchitis sangat membatasi pasien untuk menjalankan kehidupannya ssecara
normal. Pasien perlu menyesuaikan kondisinya berhubungan dengan orang lain.

m. Pola reproduksi dan seksual


Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia, bila kebutuhan ini tidak
terpenuhi akan terjadi masalah dalam kehidupan pasien. Masalah ini akan menjadi
stressor yang akan meningkatkan kemungkinan terjadinya suatu penyakit.

n. Pola persepsi diri dan konsep diri


Perlu dikaji tentang pasien terhadap penyakitnya.Persepsi yang salah dapat
menghambat respon kooperatif pada diri pasien. Cara memandang diri yang salah juga
akan menjadi stressor dalam kehidupan pasien.

o. Pola mekanisme dan koping


Stress dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik pencetus penyakit
bronchitis, maka perlu dikaji penyebab terjadinya stress. Frekuensi dan pengaruh
terhadap kehidupan pasien serta cara penanggulangan terhadap stressor.

25
p. Pola nilai kepercayaan dan keyakinan
Kedekatan pasien pada sesuatu yang diyakini di dunia dipercayai dapat meningkatkan
kekuatan jiwa pasien. Keyakinan pasien terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta
pendekatan diri pada-Nya merupakan metode penanggulangan stress yang konstruktif.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan eksudat dalam aveoli
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolar-kapiler
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis pada saluran pernafasan

3. Intervensi keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas bd eksudat dalam aveoli
Diagnosa Noc Nic
Keperawatan
o Respiratory Status 1. Medication
o Fatigue Level Administration :
o Energy conservation Nasal

o Respirathory Status : Aktivitas :


Airway Patency  Ikuti 5 ketentuan

Indikator : administrasi obat

 Irama pernapasan normal  Catat riwayat

 Frekuensi pernapasan kesehatan dan

normal riwatar alergi pasien

 Kedalaman pernapasan  Menentukan

normal pengetahuan pasien

 Mampu untuk untuk pengobatan

membersihkan sekret dan pemahaman

 Tidak ada cuping hidung tentang metode

 Tidak ada suara napas administrasi

26
 Akumulasi sputum  Anjurkan pasien
 Mempertahankan jalan untuk meniup hidung
napas pasien. dengan lembut
 Mengeluarkan sekret sebelum pemberian
tanpa bantuan. obat hidung, kecuali
 Menunjukkan prilaku kontraindikasi
untuk memperbaiki  Bantu pasien untuk
bersihan jalan napas. posisi terlentang dan
 Berpartisipasi dalam posisi kepala yang
program pengobatan tepat, tergantung
sesuai kondisi. pada sinus obat saat
 Mengidentifikasi pemberian obat tetes
potensial komplikasidan hidung
melakukan tindakan tepat  Kaji  ulang fungsi
 Keseimbangan perfusi pernapasan: bunyi
ventilasi napas, kecepatan,
irama, kedalaman
dan penggunaan otot
aksesori.
2. Oxygen Therapy
Aktivitas :
 Bersihkan mulut,
hidung, dan sekresi
trakea
 Batasi merokok
 Jaga jalan napas
 Siapkan peralatan
oksigen
 Berikan oksigen
tambahan seperti
yang diperintahkan

27
 Pantau aliran oksigen
 Pantau posisi
perangkat
pengiriman oksigen
 Amati tanda-tanda
oksigen yang
menyebabkan
hipoventilasi
 Mengkonversi
keperangkat
pengiriman oksigen
alternatif untuk
mempromosikan
kenyamanan
3. Airway
Management
Aktivitas :
 Buka Jalan Nafas,
Gunakan teknik
angkat dagu atau
dorong rahang
 Posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
 Identifikasi pasien
yang membutuhkan
penyisipan nafas
 Lakukan therapy
fisik dada yang tepat
 Keluarkan sekret

28
dengan batuk
 Intruksikan
bagaimana batuk
efektif
 Pantau status
pernapasan dan
status oksigenisasi
 Posisikan untuk
mengurangi dispnea

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolar-


kapiler
Diagnosa Noc Nic
Keperawatan
Gangguan Respiratory status : gas Manajemen Jalan Nafas
pertukaran gas exchange Aktivitas :
berhubungan  Tekanan parsial di  Buka jalan nafas dengan
dengan perubahan darah arteri (PaO2) trknik chin lift atau jaw
membrane alveolar-  Tekanan parsial thrust, sebagaimana
kapiler karbondioksida di mestinya
darah arteri (PaCO2)  Posisikan pasien untu
 Ph arteri memaksimalkan ventilasi
 Saturasi oksigen  Identifikasi kebutuhan
 Tidal karbondioksida aktual/potensial psien untuk
akhir memasukan alat membuka

 Temuan rontgen dada jalan nafas

 Keseimbangan perfusi  Memasukan alat

ventilasi nasopharyngeal

 Dispnea saat istirahat airway(NPA) atau


oropharyngealn airway
 Dispenia dengan
(OPA), sebagaimana
29
aktivitas ringan mestinya
 Perasaan kurang  Lakukan fisioterapi dada,
istirahat sebagaimana mestinya
 Sianosis  Buang sekret dengan
 Mengantuk memotivasi pasien untuk
 Gangguan kesadaran melakukan batuk atau
menyedot lendir
Respon ventilasi mekanik :  Motivasi pasien untuk
dewasa bernafas pelan, dalam,
 Tingkat pernafasan berputar dan batuk

 Irama pernafasan  Gunakan teknik yang

 Kedalaman inspirasi menyenangkan untuk

kapasitas inspirator memotivasi bernafas dalam

 Volume tidal kepada anak-anak (misal;


meniup gelembung,meniup
 FiO2
kincir,peluit,harmonika,balo
 PaO2
n,meniup layaknya pesta;
 PaCO2
buat lomba meniup dengan
 Arteri pH
bola ping pong, meniup
 Saturasi oksigen
bulu)
 Perfusi jaringan perifer
 Instruksikan bagaimana
 End tidal
agar bisa melakukan batuk
karbondioksid
efektif
 Tes fungsi paru-paru
 Bantu dengan dorongan
 Hasil sinar x-ray pada spirometer,sebagaimana
dada mestinya
 Keseimbangan  Auskultasi suara nafas, catat
ventilasi perfusi area yang ventilasinya
 Gerakan dinding dada menurun atau tidak ada dan
asimetris adanya suara tambahan
 Pembesaran dinding  Lakukan penyedotan

30
dada asimetris melalui endotrakea atau
 Kesulitan bernafas nesotrakea, sebagaimana
dengan ventilator mestinya
 Suara nafas adventif  Kelola pemberian
 Atelektasis bronkodilator, sebagaimana

 Kegelisahan mestinya

 Kurang istirahat  Ajakan pasien bagaimana

 Gangguan integritas menggunakan inhaler sesuai

kulit didaerah resep, sebagaimana

traekostomi mestinya

 Hipoksia  Kelola pengobatan aerosol,


sebaimana mestinya
 Infeksi paru
 Kelola nebulizer ultrasonik,
 Sekresi pernafasan
sebagaimana mestinya
 Kesulitan
 Kelola udara atau oksigen
mengutarakan
yang
kebutuhan
dilembabkan,sebagaimana
mestinya
 Ambil benda asing dengan
forsep McGill, sebagaimana
mestinya
 Regulasi asupan cairan
untuk mengoptimalkan
keseimbangan
keseimbangan cairan
 Posisikan untuk
meringankan sesak nafas
 Monitor status pernafasan
dan oksigenasi, sebagimana
mestinya.
Monitor Pernafasan

31
Aktivitas:
 Monitor kecepatan, irama,
kedalaman dan kesulitan
bernafas
 Catat pergerakan dada, catat
ketidaksemetrisan,
penggunaan otot-otot bantu
nafas, dan retraksi pada otot
supraclaviculas dan
interkosta
 Monitor suara nafas
tambahan seperti ngorok
 Monitor pola nafas
(misalnya, bradipneu,
takipneu, hiperventilasi,
pernafasan kusmaul,
pernafasan 1 : 1, apneustik,
respirasi biot, dan pola
ataxic )
 Monitor saturasi oksigen
pada pasien yang tersedasi
(seperti, SaO2, SvO2,SpO2)
sesuai dengan protokol yang
ada
 Pasang sensor pemantauan
oksigen non-invasif
( misalnya, pasang alat pada
jari,hidung,dan dahi )
dengan mengatur alarm
pada pasien beresiko tingg i
( misalnya., pasien yang

32
obesitas, melaporkan pernah
mengalami apnea saat tidur,
mempunyai riwayat
penyakit dengan terapi
oksigen menatap, usia
ekstrim) sesuai dengan
prosedur tetap yang ada
 Palpasi keseimbangan
ekspansi paru
 Perkusi torak anterior
posterior, dari apeks ke
basis paru, kanan dan kiri
 Catat lokasi trakea
 Monitor kelelahan otot-otot
diapragma dengan
pergerakan parasoksikal
 Auskultasi suara nafas, catat
area dimana terjadi
penurunan atau tidak adanya
ventilasi dan keberadaan
suara nafas tambahan
 Kaji perlunya penyedotan
pada jalan nafas dengan
auskultasi suara nafas ronki
di paru
 Auskultasi suara nafas
setelah tindakan, untuk di
catat
 Monitor nilai fungsi paru,
terutama kapasitas vital
paru, volume Inspirasi

33
maksimal, volume ekspirasi
maksimal selama 1 detik
(FEV1), dan FEV1/FVC
sesuai dengan data yang
tersedia
 Monitor hasil pemeriksaan
ventilasi mekanik, catat
peningkatan tekanan
inspirasi dan penurunan
volume tidal
 Monitor peningkatan
kelelahan, kecemasan dan
kekurangan udara pada
pasien
 Catat perubahan pada
saturasi O2 volume tidal
akhir CO2 dan perubahan
nilai analisa gas darah
dengan tepat
 Monitor kemampuan batuk
efektif pasien
 Catat onset, karakteristik,
dan lamanya batuk
 Monitor sekresi pernafasan
pasien
 Monitor secara ketat pasien-
pasien yang beresiko tinggi
mengalami gangguan
respirasi (misalnya, pasien
dengan terapi opioid, bayi
baru lahir, pasien

34
denganventilasi mekanik,
pasien dengan luka bakar di
wajah dan dada, gangguan
neuromuskular)
 Monitor keluhan sesak nafas
pasien, termasuk kegiatan
yang meningkatkan atau
memprburuk sesak nafas
tersebut
 Monitor suara sesak dan
perubahan suara tersebut
setiap jam pada pasien luka
bakar
 Monitor suara krepitasi pada
pasien
 Monitor hasil foto thoraks
 Buka jalan nafas dengan
menggunkan maneuver chin
lift atau jaw thrust, dengan
tepat
 Posisikan pasien miring ke
samping, sesuai indikasi
untuk mencegah aspirasi,
lakukan teknik logroll, jika
pasien diduga mengalami
cedera leher
 Berikan bantuan resusitasi
jika diperlukan
 Berikan bantuan terapi nafas
jika diperlukan (misalnya.,
nebulizer )

35
c. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

Diagnosa
Noc Nic
Keperawatan
Intoleransi ENERGI MANAJEMEN NYERI
aktivitas b.d PSIKOMOTOR Defenisi : Pengurangan atau reduksi nyeri
ketidakseimba Defenisi : kendaraan pribadi sampai pada tingkat kenyamanan yang
ngan antara dan energi untuk dapat diterima oleh pasien
suplai dan mempertahankan aktifitas Aktivitas-aktivitas :
kebutuhan hidup sehari- 1. Lakukan pengkajian nyeri
oksigen hari,nutrisi,keamanan ribadi komprehensif yang meliputi lokasi,
Indikator : karakteristik, onset/durasi,
1. Mempertahankan frekuensi, kualitas, intensitas atau
perawatan pribadi dan beratnya nyeri dan factor pencetus
kebersihan 2. Tentukan akibat dari pengalaman
2. Nafsu makan yang nyeri terhadap kualitas hidup pasien
normal (misalnya : tidur, nafsu makan,
3. Menunjukkan tingkat pengertian, perasaan, hubungan,
energi stabil performa kerja dan tanggung jawab
4. Menujukkan peran)
kemampuan untuk 3. Evaluasi bersama pasien dan tim
menyelesaaikan kesehatan lainnya, mengenai
tugas-tugas sehari- efektifitas tindakan pengontrol nyeri
hari yang pernah digunakan sebelumnya
5. Kelesuan 4. Bantu keluarga dalam mencari dan
6. Depresi menyediakan dukungan
5. Kendalikan factor lingkungan yang
DAYA TAHAN dapat mempengaurhi respon pasien
1. Melakukan aktivitas terhadap ketidaknyamanan

36
rutin (misalnya : suhu ruangan,
2. Aktifitas fisik pencahayan, suara bising)
3. Daya tahan otot 6. Kurangi atau eliminasi factor-faktor
4. Pemulihan energi yang dapat mencetuskan atau
setelah isirahat meninggalkan nyerin (misalnya :
5. Oksigen darah saat ketakutan, kelelahan, keadaan
beraktifitas menonton dan kurang pengetahuan)
6. Hemoglobin 7. Pertimbangkan keinginan pasien
7. Hematokrit untuk berpartisipasi, kemampuan
8. Serum elektrolit ber[artisipasi, kecendrungan,
darah dukungan dari orang terdekat
terhadap metode dan kontraindiksi
ketika memilih strategi penurunan
nyeri
8. Gunakan tindakan pengontrol nyeri
sebelum nyeri bertambah berat
9. Berikan obat sebelum melakukan
aktivitas untuk meningkatkan
partisipasi, namun (lakukan)
evaluasi (mengenai) bahaya dari
sedasi
10. Periksa tingkat kenyamanan
bersama pasien, catat perubahan
dalam catatan medis pasien,
informasikan petugas kesehatan lain
yang merawat pasien
11. Dukung istirahat/tiduryang adekuat
untuk membantu penurunan nyeri

Peningkatan Tidur
Definisi : memfasilitasi tidur/siklus

37
bangun yang teratur
1. Aktivitas – aktivitas :
2. Tentukan pola tidur/aktivitas
pasien
3. Perkirakan tidur/siklus bangun
pasien di dalam perawatan
perencanaan
4. Tentukan efek dari obat (yang
dikonsumsi) pasien terhadap
pola tidur
5. Monitor/catat pola tidur pasien
dan jumlah jam tidur
6. Monitor pola tidur pasien dan
catat kondisi fisik (misalnya,
apnea tidur, sumbatan jalan
nafas, nyeri/ketidaknyamanan,
dan frekuensi buang air kecil)
dan/atau psikologis (misalnya,
ketakutan atau kecemasan)
keadaan yang mengganggu tidur
7. Anjurkan pasien untuk
memantau pola tidur
8. Sesuaikanlingkungan(misalnya,
cahaya,kebisingan,suhu,kasur,d
an tempat tidur) untuk
meningkatkan tidur
9. Dorong pasien untuk
menetapkan rutinitas tidur untuk
memfasilitasi perpindahan dari
terjaga menuju tidur
10. Fasilitas untuk mempertahankan

38
rutinitas waktu tidur pasien
yang biasa,tanda tanda
sebelumtidur/alatperaga.dan
benda-benda yang lazim
digunakan (misalnya,untuk
anak-anak , selimut/mainan
favorit ,ayunan,dot,atau
cerita,untuk orang dewasa ,buku
untuk dibaca ,dan lain-
lain).yang sesuai
11. Bantuk untuk menghilangkan
situasi stres sebelum tidur
12. Monitor makanan sebelum tidur
dan intake minuman yang dapat
memfasilitasi/menganggu tidur
13. Anjurkan pasien untuk
menghindari makanan sebelum
tidurdan minuman yang
menggangu tidur
14. Bantu pasien untuk membatasi
tidur siang dengan menyediakan
aktivitas yang meningkatkan
kondisi terjaga,dengan tepat
15. Ajarkan pasien bagaimana
melakukan relaksasi otot
autogenik atau bentuk non-
farmakologi lainnya untuk
memancing tidur
16. Mulai/terapkan langkah-langkah
kenyamanan seperti
pijat,pemberian posisi, dan

39
sentuhan afektif
17. Bantu meningkatkan jumlah jam
tidur ,jika diindikasikan untuk
memenuhi kebutuhan tidur
18. Sesuaikan jadwal pemberian
obat untuk mendukung
tidur/siklus bangun pasien
19. Atur rangsangan lingkungan
untuk mempertahankan siklus
siang-malam yang normal
20. Diskusikan dengan pasien dan
keluarga mengenai teknik untuk
meningkatkan tidur
Manajemen Nutrisi
aktivitas :
1. Tentukan status nutrisional petient
dan kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan gizi
2. Menentukan preferensi makanan
pasien
3. Anjurkan pasien tentang kebutuhan
nutrisi (yaitu, membahas pedoman
diet dan gizi seimbang)
4. Membantu pasien dalam
menentukan pedoman atau piramida
makanan (misalnya, piramida
makanan vegetarian, piramida
panduan makanan, dan gizi
seimbang untuk senior lebih dari
70) yang paling cocok dalam
memenuhi kebutuhan dan preferensi

40
gizi
5. Menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrisi yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan gizi
6. Memberikan pilihan makanan
sambil menawarkan bimbingan
terhadap pilihan yang lebih sehat,
jika perlu
7. Mengatur pola makan, yang
diperlukan (yaitu, menyediakan
makanan protein tinggi:
menyarankan menggunakan bumbu
dan rempah-rempah sebagai
alternatif untuk garam menyediakan
pengganti gula: meningkatkan atau
menurunkan kalori: peningkatan
atau penurunan vitamin, mineral,
atau suplemen)
8. Memberikan lingkungan yang
optimal untuk konsumsi makan
(mis, bersih, baik - berventilasi,
santai, dan bebas dari bau yang
kuat)
optimal
9. Penawaran nutrisi - makanan ringan
dence
10. Pastikan diet yang mencakup
makanan tinggi kandungan serat
untuk mencegah konstipasi
11. kalori Memantau dan asupan
makanan

41
12. Anjurkan pasien untuk memonitor
kalori dan asupan makanan

d. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis pada saluran pernafasan
Diagnosa Noc Nic
Keperawatan
kontrol nyeri Menajemen nyeri
Nyeri akut  Mengenali kapan Aktivitas- aktifitas
berhubungan nyeri terjadi  Lakukan pengkajian nyeri
dengan agen  Menggambarkan komperehensif yang meliputi lokasi,
cedera faktor penyebab karakteristik, durasi, frekuensi ,
biologis pada  Menggunakan jurnal kualitas, intesintas atau beratnya dan
saluran harian untuk faktor pencetus.
pernafasan memonitor gejala  Observasi adanya petunjuk
dari waktu ke waktu nonverbal mengenai
 Menggunakan ketidaknyamanan terutama pada
tindakan mereka yang tidak dapat
pencegahan berkomunikasi secara efektif.
 Menggunakan  Pastikan perawatan analgesic bagi
tindakan pasien dilakukan dengan
pengurangan (nyeri) pemantauan yang ketat.
tanpa analgesic  Gunakan strategi komunikasi
 Menggunakan teraupetik untuk mengetauhi
analgesik yang pengalaman nyeri dan sampaikan
direkomendasi penerimaan pasien terhadap nyeri.
 Melaporkan  Gali pengetahuan dan kepercayaan
perubahan terhadap pasien mengenai nyeri
gejala nyeri pada  Pertimbangkan pengaruh budaya
professional terhadap respon nyeri
kesehatan  Tentukan akibat dari pengalaman

42
 Menggunakan nyeri terhadap kualitas hidup pasien
sumber daya yang (misalnya, tidur, nafsu
tersedia makan,pengertian, perasaan
 Mengenali apa yang ,hubungan, performa kerja, dan
terkait dengan tanggung jawab peran)
gejala nyeri  Gali bersama pasien faktor-faktor
 Melaporkan nyeri yang dapat menurunkan atau
yang terkontrol memperberat nyeri
 Evaluasi pengalaman nyeri di masa
Tingkat nyeri lalu yang meliputi nyeri kronik
 Nyri yang individu atau keluarga atau nyeri
dilaporkan yang menyebabkan disability/tidak
 Panjangnya episode kemampuan /kecacatan,dengan tepat
nyeri  Evaluasi bersama pasien dan tim
 Menggosok area kesehatan lainya,mengenai
yang terkena efektifitas tindak pengontrolan nyeri
dampak yang pernah digunakan sebelumnya

 Mengerang dan  Bantu keluarga dalam mencari dan


menangisi menyediakan dukungan

 Ekspresi nyeri  Gunakan metode penilaian yang


wajah sesuai dengan tahapan

 Tidak biasa perkembangan yang memungkinkan

beristirahat untuk memonitor perubahan nyeri

 Agitasi dan akan dapat membantu

 Iritabilitas mengidentifikasi faktor pencetus


actual dan potensial (misalnya
 Mengerinyit
catatan perkembangan,catatan
 Mengeluarkan
harian)
keringat
 Tentukan kebutuhan frekuensi untuk
 Berkeringat
melakukan pengkajian
berlebihan
ketidaknyamanan pasien dan

43
 Mondar mandir mengimplementasikan rencana
 Focus menyempit monitor.

 Ketegangan otot  Berikan informasi mengenai

 Kehilangan nafsu nyeri,seperti penyebab nyeri ,berapa

makan nyeri akan dirasakandan antisipsi

 Mual dari ketidak nyamanan akibat


prosedur
 Intoleransi makanan
 Kendalikan faktor limgkungan yang
dapat mempengaruhi pasien
terhadap ketidaknyamanan
(misalnya pencahayaan suara bising)
 Kurangi atau eliminasi faktor faktor
yang dapat mebingkatan nyeri
(misalnya ketakutan dan kurang
pengetahuan)
 Pertimbangan keinginan pasien
untuk berpartisipasi , kecendrungan
dukungan dan kontrdikasi
 Pilih dan implementasikan tindakan
yang beragam (misalnya
farmokologi,nonfarmokologi,interpe
rsonal) untuk silitasi penurunan
nyeri sesuai dengan kebutuhan.
 Ajarkan prinsip-prinsip menajemen
nyeri
 Pertimbangkan tipe dan sumber
nyeri ketika memilih strtegi
penurunan nyeri
 Dorong pasien untuk memonitor
nyeri dan mengenai nyerinya dengan
tepat

44
 Ajarkan pengunaan teknik
nonfarmokologi; (seperti
biofeedback,TENS
hypnosis,relaksasai,bimbingan
antisipatif, tetapi aktifitas,akupresuur
aplikasikan, ketika melakukan
aktifitas yang menimbulkan nyeri ;
sebelum nyeri terjadi atau
meningkat; dan bersamaan dengan
tindakan penurunan rasa nyeri
lainya)
 Gali penggunaan metode
tarmokologi yang dipakai pasien saat
ini untuk menurunkan nyeri
 Ajarkan metode farmokologi untuk
menurukan nyeri
 Pasien untuk menggunakan obat
obatan penurunan nyeri yang
adekuat
 Kaloborasi dengan pasien, orang
terdekat dan tim kesehatan

Terapi oksigen
Aktifitas-aktifitas
 Bersihkan mulut ,hidung,dan sekresi
trkea dengan tepat
 Batasi (aktifitas) merokok
 Pertahankan kepatenan jalan nafas
 Siapkan peralatan oksigen dan
berikan melalui system humidifier
 Berikan oksigen tambahaan seperti

45
yang diperintahkan
 Monitor aliram oksigen
 Monitor posisi perangkat (alat)
pemberian oksigen
 Anjurkan pasien mengenai
pentingnya meninggalkan perangkat
(alat) pengriman oksigen dalam
keadaan siap pakai
 Periksa perangkat (alat) pemberiaan
oksigen secara berkala untuk
memastikan bahwa konsentrasi(yang
telah) ditentukan sedang diberikan
 Monitor efektifitas terapi
oksigen(misalnya; tekanan oksimetri
ABGs 0 dengan tepat
 Pastikan penggantian masker
oksigen/kanul nasal setiap kali
perangkat diganti
 Monitor kemampuan pasien untuk
mentolerir pengankatan oksigen
ketika makan
 Rubah perangkat pemberian oksigen
dari masker ke kanul nasal saat
makan
 Amati tanda-tanda hipoventilasi
induksi oksigen
 Pantau adanya tanda-tanda
keracunan oksigen dan kejadian
atelektasis
 Moniter peralatan oksigen untuk
memastikan bahwa alat tersebut

46
tidak mengganggu upaya pasien
untuk bernafas
 Monitor kecemasan pasien yang
berkaitan dengan kebutuhan
mendapatkan terapi oksigen
 Sediakan oksigen ketika pasien
dibawa /dipindahkan
 Anjurkan pasien untuk mendapatkan
oksigen tambahan sebelum
perjalanan udara atau perjalanan
kedaratan tinggi dengan cara yang
tepat
 Konsultasi dengan tenaga kesehatan
lain mengenai penggunaan oksigen
tambah selama kegiatan dan atau
tidur
 Anjurkan pasien dan keluarga
mengenai penggunaan oksigen yang
memudahkan mobilitas
 Rubah kepada pilihan peralatan
pemberian oksigen lainya untuk
meningkatan kenyamanan dengan
tepat

47
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bronkitis kronis adalah penyakit yang diakibatkan karena adanya peradangan pada
bronkus yang di sebabkan oleh infeksi, polutan udara, dan asap rokok, tanda dan gejala
pada bronchitis kronis adalah batuk, diikuti dengan sesak napas, bisa dengan atau tanpa
dahak, setelah beberapa hari dahak akan bisa bercampur dengan nanah (mucopurulent).
Pada tahap ini biasanya akan diikuti dengan demam, nyeri otot dan sendi serta sesak
nafas yang lumayan hebat.

B. Saran
Bagi penderita Bronkhitis diharapkan dapan mengetahui penyebab penyakit tersebut
sehingga dapat mengobati penyakitnya dengan tepat, sehingga dapat sembuh maksimal.

48
Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan dapat menjadi referensi
bagi para mahasiswa keperawatan maupun pembacanya dalam pembuatan Asuhan
Keperawatan tentang penyakit Bronkitis Kronis.

DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, ; alih
bahasa, Agung Waluyo; editor Monica Ester, Edisi 8, EGC; Jakarta.Carolin,
Elizabeth J, Buku Saku Patofisiologi, EGC, Jakarta, 2002.
http://bronkitis-bronkiolitis.blogspot.com/2011/11/makalah-bronkitis-dan-bronkiolitis.html
Heather,Herdman T.2015.Nanda Internasional Diagnosis Keperawatan Defini & Klasifikasi
2015-2017.Ed10.Penerbit Buku Kedokteran EGC:Jakarta.

Bulechek,Gloria M.dkk.2013.Nursing Interventions Clasification (NIC).Ed6.Elsevier


Mosby:Jakarta.

Edition,Fith.dkk.2013.Nursing Outcomes Classification (NOC).Elsevier Mosby:Jakarta.

49

Anda mungkin juga menyukai