Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

PERILAKU KEKERASAN

A. Pengertian
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis.
Berdasarkan defenisi ini maka perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi
perilaku kekerasan scara verbal dan fisik. Sedangkan marah tidak harus
memiliki tujuan khusus. Marah lebih menunjuk kepada suatu perangkat
perasaan-perasaan tertentu yang biasanya disebut dengan perasaan marah.
Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respons
terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman (Keliat, 1996). Ekspresi
marah yang segera karena sesuatu penyebab adalah wajar dan hal ini kadang
menyulitkan karena secara kultural ekspresi marah tidak diperbolehkan. Oleh
karena itu marah sering diekspresikan secara tidak langsung.
Sedangkan menurut Depkes RI, Asuhan keperawatan pada pasien
dengan gangguan penyakit jiwa, Jilid III Edisi I, hlm 52 tahun 1996 : “Marah
adalah pengalaman emosi yang kuat dari individu dimana hasil/tujuan yang
harus dicapai terhambat”. Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak
marah akan mempersulit sendiri dan mengganggu hubungan interpersonal.
Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan konstruktif pada waktu
terjadi akan melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti
perasaan yang sebenarnya. Untuk itu perawat harus pula mengetahui tentang
respons kemarahan sesorang dan fungsi positif marah.

B. Penyebab
Menurut Stearen kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu
yang tidak enak, cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa
faktor yang mempengaruhi terjadinya kemarahan yaitu frustasi, hilangnya
harga diri, kebutuhan akan status dan prestise yang tidak terpenuhi.
1. Frustasi
Sesorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan
yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa
terancam dan cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu
dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya
misalnya dengan kekerasan.
2. Hilangnya harga diri
Pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang sama untuk
dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut
mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas
tersinggung, lekas marah, dan sebagainya.
3. Kebutuhan akan status dan prestise
Manusia pada umumnya mempunyai keinginan untuk
mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan diakui statusnya.

C. Rentang respons marah


Menurut Keliat (1997), respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam
rentang adaptif – mal adaptif. Rentang respon kemarahan dapat digambarkan
sebagai berikut :

Respon adaptif Respon maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

1. Assertif
Adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan
orang lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
2. Frustasi
Adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau
keinginan. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan.
Akibat dari ancaman tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
3. Pasif
Adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan
perasaan yang dialami.
4. Agresif
Merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat
dikontrol oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak
orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk
mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama
dari orang lain.
5. Mengamuk
Adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan
kontrol diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri
maupun terhadap orang lain.

D. Patofisiologi
Berbagai pengalaman yang dialami setiap orang merupakan faktor
predisposisi artinya mungkin terjadi/tidak terjadi prilaku kekerasan jika faktor
berikut faktor berikut dialami oleh seseorang.
1. Faktor Predisposisi
a. Psikologi, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat timbul agresif/amuk. Masa kanak-kanak yang tidak
menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya/saksi
penganiayaan.
b. Perilaku, reinforcement yang diterimaa pada saat melakukan
kekerasan, sering mengobservasi kekerasan dirumah/diluar rumah.
Semua ini menstimulasi individu mengadopsi prilaku kekerasan.
c. Social budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif
agresif) dan control social yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan
akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima (permisius)
d. Bioneurologis, kerusakan system limbic lobus temporal dan
ketidakseimbangan neurotransmitter akan menyebabkan kelainan
kepribadian, dan alam perasaan. Hal ini merupakan factor primer
dimana pasien mengetahui hal ini merupakan ancaman terhadap
konsep diri dan factor skunder dimana akan timbul kelemahan ego,
pasien tidak mampu menggunakan koping secara efektif dan
membentuk mekanisme pertahanan ego.
2. Faktor presipitasi
a. Kondisi pasien seperti kelemahan fisik, keputusasaan,
ketidakberdayaan, dan kepercayaan diri yang kurang.
b. Situasi lingkungan seperti ribut/bising, padat, kritikan yang mengarah
pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai, kehilangan
pekerjaan.
c. Interaksi social yang provokatif dan konflik yang dapat pula memicu
perilaku kekerasan yang tidak diatasi/dikurangi maka dapat
mengakibatkan pasien mencederai orang lain/lingkungan/dirinya.hal
ini dapat ditandai oleh kerusakan barang yang ada disekitar pasien
seperti perabot rumah tangga dan pemukulan orang lain.

E. Proses Marah
Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang
harus dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan
yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan
dapat menimbulkan kemarahan. Keliat (1996), respon terhadap marah dapat
diungkapkan melalui 3 cara yaitu :
a. Mengungkapkan secara verbal
b. Menekan, dan
c. Menantang
Dari ketiga cara ini cara yang pertama adalah konstruktif sedang
dua cara yang lain adalah destruktif.
Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa
bermusuhan, dan bila cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan
dapat diekspresikan pada diri sendiri dan lingkungan dan akan tampak
sebagai depresi dan psikomatik atau agresif dan ngamuk.

F. Gejala marah
Kemarahan dinyatakan dalam berbagai bentuk, ada yang
menimbulkan pengrusakan, tetapi ada juga yang hanya diam seribu bahasa.
Gejala-gejala atau perubahan-perubahan yang timbul pada klien dalam
keadaan marah diantaranya adalah ;
1. Perubahan fisiologik : Tekanan darah meningkat, denyut nadi dan
pernapasan meningkat, pupil dilatasi, tonus otot meningkat, mual,
frekuensi buang air besar meningkat, kadang-kadang konstipasi, refleks
tendon tinggi.
2. Perubahan emosional : Mudah tersinggung , tidak sabar, frustasi, ekspresi
wajah nampak tegang, bila mengamuk kehilangan kontrol diri.
3. Perubahan perilaku : Agresif pasif, menarik diri, bermusuhan, sinis,
curiga, mengamuk, nada suara keras dan kasar.

G. Perilaku
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
1. Menyerang atau menghindar (fight of flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem
saraf otonom beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan
tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi
HCl meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine dan saliva
meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta ketegangan
otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan
disertai reflek yang cepat.
2. Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan
kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku
asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan marah karena
individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain
secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat juga untuk
pengembangan diri klien.
3. Memberontak (acting out)
Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku
“acting out” untuk menarik perhatian orang lain.
4. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan.

H. Mekanisme koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada
penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan
mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri. (Stuart dan
Sundeen, 1998). Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul
karena adanya ancaman.
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk
melindungi diri antara lain : (Maramis, 1998)
a. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan
kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi
ketegangan akibat rasa marah.
b. Proyeksi
Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang
menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan
sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu,
mencumbunya.
c. Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk
ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang
tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan
yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal
yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu
ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
d. Reaksi formasi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan
melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada
teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
e. Displacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada
obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena
ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di
dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.

I. Konsep dasar asuhan keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dan dasar utama dari proses
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari pengumpulan data, klasifikasi
data, analisa data, dan perumusan masalah atau kebutuhan klien atau diagnosa
keperawatan.
a. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan
spiritual.
1) Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom
bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah
meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine
meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti
meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup,
tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh
energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
2) Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak
berdaya, jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul orang lain,
mengamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.
3) Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui
proses intelektual, peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi
dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual
sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah,
mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses,
diklarifikasi, dan diintegrasikan.
4) Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan
ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan orang
lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik
tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan
mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras.
Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri
dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
5) Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu
dengan lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang
dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan
amoral dan rasa tidak berdosa. Dari uraian tersebut di atas jelaslah
bahwa perawat perlu mengkaji individu secara komprehensif meliputi
aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual yang secara singkat
dapat dilukiskan sebagai berikut :
Aspek fisik terdiri dari : muka merah, pandangan tajam, napas pendek
dan cepat, berkeringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah
meningkat. Aspek emosi : tidak adekuat, tidak aman, dendam, jengkel.
aspek intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat,
meremehkan. aspek sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan,
ejekan, humor.
b. Klasifikasi data
Data yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2
macam yaitu data subyektif dan data obyektif. Data subyektif adalah data
yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga. Data ini didapatkan
melalui wawancara perawat dengan klien dan keluarga. Sedangkan data
obyektif yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan melalui
obsevasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat.
c. Analisa data
Dengan melihat data subyektif dan data objektif dapat menentukan
permasalahan yang dihadapi klien dan dengan memperhatikan pohon
masalah dapat diketahui penyebab sampai pada efek dari masalah tersebut.
Dari hasil analisa data inilah dapat ditentukan diagnosa keperawatan.

2. Diagnosa keperawatan
“Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien marah
dengan masalah utama perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
a. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan.
b. Perilaku kekerasan.

3. Strategi Pelaksanan (SP)


a. Pasien
SP I
1) Mengidentifikasi penyebab PK
2) Mengidentifikasi tanda dan gejala PK
3) Mengidentifikasi PK yang dilakukan
4) Mengidentifikasi akibat PK
5) Mengajarkan cara mengontrol PK
6) Melatih pasien cara kontrol PK fisik I (nafas dalam).
7) Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

 SP II
1) Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
2) Melatih pasien  cara kontrol PK fisik II (memukul bantal / kasur /
konversi energi).
3) Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

SP III
1) Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
2) Melatih pasien cara kontrol PK secara  verbal (meminta, menolak
dan mengungkapkan marah secara baik).
3) Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

SP IV
1) Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
2) Melatih pasien cara kontrol PK secara spiritual (berdoa, berwudhu,
sholat).
3) Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

SP V
1) Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
2) Menjelaskan  cara kontrol PK dengan minum obat (prinsip 5 benar
minum obat).
3) Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
b. Keluarga
SP I
1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
pasien.
2) Menjelaskan pengertian PK, tanda dan gejala, serta proses
terjadinya PK.
3) Menjelaskan cara merawat pasien dengan PK.

SP II
1) Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan PK.
2) Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien
PK.

SP III
1) Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah termasuk
minum obat  (discharge planning).
2) Menjelaskan  follow up pasien setelah pulang.

Pohon Masalah
Resiko mencederai orang lain dan lingkungan

Perilaku Kekerasan

Gangguan Konsep Diri ; Harga Diri Rendah


DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. (1996). Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Pelayanan


Keperawatan, 2000, Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan. Jakarta.

Depkes RI. (1996). Proses Keperawatan Jiwa. Jilid I.

Hawari, D. ( 2001). Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia.


Jakarta: FKUI.

Keliat B.A, dkk. (1998). Pusat Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC

Keliat B.A. (1996). Marah Akibat Penyakit yang Diderita. Jakarta: EGC.

Keliat B.A. (2002). Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan. Jakarta: FIK- UI.

Rasmun. (2000). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan


Keluarga. Edisi 1. CV. Jakarta: Agung Seto.

Stuart, GW dan Sundeen, S.J. (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa. edisi 3.
Jakarta: EGC.

Tim MPKP RSJ B. Aceh (2008), Masalah-Masalah Keperawatan Jiwa:B. Aceh:


RSJ.

Townsend C. Mary. 1998). Diagnosa Keperawatan Psikiatri. Edisi 3. Jakarta:


EGC.

WF Maramis. (1998). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai