Anda di halaman 1dari 4

Karakterisasi :

Sari : sebagai sahabatnya Iras yang cerdas.


Iras : sebagai sahabatnya Sari yang pemalas.
Bu Nabila : sebagai dosen yang baik dan jujur.

Sinopsis :
Ada dua sahabat yang bernama Sari dan Iras. Mereka memiliki tingkat kecerdasan yang
berbeda. Hingga saat seorang dosen mengadakan ujian mendadak dan meminta mahasiswanya
langsung untuk mengoreksi jawaban teman sekelasnya, keadaan ini membuat Iras kelimpungan
akan nilainya sehingga Iras meminta Sari untuk berbuat curang. Apakah Sari mau membantu Iras
untuk kecurangannya?

Logline :
Terkadang orang yang kamu tolong adalah yang membodohimu.

Di kantin sebuah universitas yang katanya terkenal di Jakarta dan juga katanya semua
mahasiswanya memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dari universitas lainnya yang ada di
Indonesia, ada sebuah sepasang sahabat yang tak terpisahkan, kenapa bisa begitu? Karena
mereka telah bersahabat sejak kecil.
Iras : “Mau makan apa Sar? Aku pesenin deh.”
Sari : “Terserah deh Ras.”
Iras : “Oke tunggu ya.”
Tak lama kemudian pesanan mereka datang.
Sari : “Wah, tau aja deh kalau aku suka banget sama bakso.”
Iras : “Ya iya dong, masa makanan favorit sahabat sendiri tidak tau sih, ya kan.”
Sari : “Iya-iya, makan yuk.”
Iras : “Siap bos.”
Mereka pun menyantap makanan mereka masing-masing dengan diselingi tawa canda.
Iras : “Kenyang nih, balik yuk ke kelas?” (berdiri)
Sari : “Yuk” (merangkul lengan Iras).
Dalam perjalanan ke kelas, mereka tak henti-hentinya tertawa dan bercanda. Bahkan
mahasiswa lain terlihat iri dengan persahabatan mereka. Mereka melihat seperti mereka tak
pernah bertengkar dan selalu saling membantu jika salah satu membutuhkan.
Perkuliahan di mulai.
Di sebuah kelas sedang melaksanakan ujian mendadak yang dilakukan salah satu
dosennya.
Bu Nabila : “Baiklah anak-anak, sobek secarik kertas kalian, kita lakukan ujian sekarang.”
Pernyataan dosen tersebut sontak membuat semua mahasiswa yang ada dalam kelas
tersebut riuh. Terkecuali dengan Sari, dia terlihat biasa-biasa saja bahkan sudah siap karena dia
adalah mahasiswa berprestasi.
Sari : “Ras Iras” (menyenggol lengan Iras).
Iras : “Apa?”
Sari : “Bisa kan kamu?”
Iras : (membusungkan dadanya dengan bangga) “Bisa dong, Iras gitu loh.”
Sari : “Oke deh, sip.”
Setelah ujian.
Bu Nabila : “Kita langsung koreksi ya. Baiklah, tukarkan dengan teman sebangku kalian.”
Semua mahasiswa pun memulai mengoreksi jawaban teman sebangkunya.
Iras : (mengintip kertas jawabannya) “Loh kok banyak yang salah punyaku Sar? Kamu salah
mungkin.”
Sari : “Apanya yang aku salah? Lihat sendiri nih” (memberikan kertas jawaban Iras).
Iras : (menelan ludahnya dengan susah payah karena gugup) “Terus gimana dong?”
Sari : “Mangkanya belajar, jangan pacaran doang. Gini kan jadinya, kalau ada ulangan
mendadak tidak siap kamu jadinya” (berdiri berniat untuk mengumpulkan kertas jawaban ke
meja dosen).
Iras : “Loh Sar mau kemana, heh heh” (menarik lengan Sari hingga duduk kembali).
Sari : “Apa sih? Aku mau ngumpulin ini.”
Iras : “Tunggulah Sar, kita negosiasi ya ya ya?”
Sari : “Negosiasi apa sih? Tidak jelas banget kamu tuh” (berdiri dan lagi lengannya ditarik
oleh Iras).
Iras : “Ish kamu ini, tunggu, aku mau ngomong (mendekat ke arah Sari), tolong betulkan
jawabanku ya.”
Sari : “Maksudmu?”
Iras : “Ganti jawabanku semua dengan jawaban yang benar lalu tulis nilai 100 oke? Biar sama
denganmu.”
Sari : “Hah? Tidak mau aku. Bu Nabila pasti tau Ras. Tidak, tidak mau aku.”
Iras : “Ayolah Sar, ya ya ya? (memohon)
Sari : “Kenapa sih? Terima apa adanya aja. Ini bukan tentang kebanggakan mendapat nilai
yang bagus, tapi untuk mengukur seberap jauh kemampuanmu.”
Iras : “Oh gitu ya. Katanya sahabat, tapi kok kayak gini.”
Sari : “Kok ngomong gitu sih kamu?”
Iras : “Memang kenyataannya kan?”
Sari : “Bukan begitu ras tapi..”
Iras : (memotong ucapan Sari) “Kalau kamu memang sahabatku, kamu akan mengubahnya.
Jika tidak, ya udah, kamu bukan sahabatu lagi.”
Sari penuh dengan kebimbangan. Dia bingung, apakah harus merubah nilai itu atau tetap
seperti itu? Jika Sari tidak merubahnya, persahabatannya dengan Iras akan berakhir. Dia dalam
keadaan serba salah sekarang.
Sari : “Nih, udah aku ganti. Kita tetap sahabatankan?” (memperlihatkan kertas jawaban Iras)
Iras : (melirik kertas jawabannya) “Nah gitu dong, baru sahabatku.”
Bu Nabila : “Ehm.”
Mereka berdua terlonjak kaget dan mendapati Bu Nabila tepat di belakang mereka.
Bu Nabila : “Dikumpulkan kertas jawabannya, bukannya malah asik-asikkan ngganti nilai ya”
(mengambil kertas jawaban milik Iras)
Bu Nabila : “Sari berapa nilai Iras sebenarnya?”
Sari : “50 bu.”
Bu Nabila : “Iras, kenapa kamu meminta berbuat curang kepada Sari? Kamu tau sendiri kan
kalau itu melanggar peraturan universitas?”
Iras : “Iya, saya tau bu. Maaf bu.”
Bu Nabila : “Dan juga kamu Sari, kamu kenapa mau melakukan itu?”
Sari : “Iras mengancam saya kalau saya tidak mengganti nilainya, dia tidak mau mengakui
saya sahabatnya lagi bu.”
Bu Nabila menghela nafas lalu mengambil kertas jawaban milik Sari dan Iras lalu
mengganti nilai mereka berdua.
Bu Nabila : “Kalian ketahuan berbuat curang, maka kalian berdua saya beri niali 0.”
Sari : “Loh bu, kok saya juga? Ini kan permintaan Iras bu buat mengganti nilainya.”
Bu Nabila : “Tapi, kamu telah menyetujui berbuat curang Sari. Jadi kamu saja dengan Iras.”
Sari terlihat shock sekali, karena ini pertama kalinya dia mendapatkan nilai 0.
Bu Nabila : “Anak-anak jangan tiru perbuatan yang dilakukan Sari dan Iras ya. Perbuatan
mereka yang tak patut ditiru. Kenapa ibu bicara seperti itu? Sari meubah nilai Iras menjadi baik
karena ancaman dari Iras. Ancaman yang menurut ibu kekanakan sekali. Begini ya anak-anak,
jika kalian ingin mendapatkan nilai yang bagus, maka belajarnya yang rajin, jangan malah
malas-malasan lalu seenaknya meminta temanmu mengubah nilaimu menjadi baik. Mengerti?”
Bu Nabila : “Baiklah kalau begitu anak-anak, saya akhiri pertemuan kita pada hari ini. Sampai
jumpa minggu depan” (keluar kelas).

Anda mungkin juga menyukai