TINJAUAN KASUS
1. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang
biasanya disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot,
rupture tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh
dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang
dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat
diabsorbsinya (Smeltzer, 2013).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih
besar dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan
langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahkan
kontraksi otot ekstrem (Bruner & Sudarth, 2013).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Sjamsuhidayat, 2010).
2. Etiologi
Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang yang biasanya di akibatkan secara langsung dan
tidak langsung dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau
luka yang di sebabkan oleh kendaraan bermotor.Penyebab patah tulang
paling sering di sebabkan oleh trauma terutama pada anak-anak, apabila
tulang melemah atau tekanan ringan. (Doenges, 2012:627).
Menurut Carpenito (2013:47) adapun penyebab fraktur antara lain:
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka
dengan garis patah melintang atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang
jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan,
kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
Menurut (Doenges, 2012:627) adapun penyebab fraktur antara lain:
a. Trauma Langsung
Yaitu fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda
paksa misalnya benturan atau pukulan pada anterbrachi yang
mengakibatkan fraktur
b. Trauma Tak Langsung
Yaitu suatu trauma yang menyebabkan patah tulang ditempat yang
jauh dari tempat kejadian kekerasan.
c. Fraktur Patologik
Stuktur yang terjadi pada tulang yang abnormal seperti kongenital,
peradangan, neuplastik dan metabolic.
3. Klasifikasi Fraktur
Fraktur dapat dibagi menjadi:
a. Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan
biasanya megalami pergeseran (bergeser dari posisi normal).
b. Fraktur tidak komplit (inkomplit) adalah patah yang hanya terjadi
pada sebagian dari garis tengah tulang.
c. Fraktur tertutup (closed) adalah hilangnya atau terputusnya
kontinuitas jaringan tulang dimana tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar atau bila jaringan kulit yang
berada diatasnya/ sekitar patah tulang masih utuh.
d. Fraktur terbuka (open/compound) adalah hilangnya atau
terputusnya jaringan tulang dimana fragmen-fragmen tulang
pernah atau sedang berhubungan dengan dunia luar. Fraktur
terbuka dapat dibagi atas tiga derajat, yaitu :
1) Derajat I
a) Luka < 1 cm
b) Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka
remuk
c) Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau kontinuitif
ringan
d) Kontaminasi minimal
2) Derajat II
a) Laserasi > 1 cm
b) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse
c) Fraktur kontinuitif sedang
d) Kontaminasi sedang
3) Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur
kulit, otot, dan neurovascular serta kontaminasi derajat tinggi.
Fraktur derajat III terbagi atas:
a) IIIA : Fragmen tulang masih dibungkus jaringan lunak
b) IIIB : Fragmen tulang tak dibungkus jaringan lunak
terdapat pelepasan lapisan periosteum, fraktur
kontinuitif
c) IIIC : Trauma pada arteri yang membutuhkan perbaikan
agar bagian distal dapat diperthankan, terjadi kerusakan
jaringan lunak hebat
4. Patofisiologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup.
Tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah
ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga
biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat
setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel anast berakumulasi
menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas
osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut
callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel- sel tulang baru mengalami
remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah
atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan
yang tidak di tangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan
mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi
darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut
syaraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini di namakan sindrom
compartment. (Brunner & Suddarth, 2002)
5. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala fraktur sebagai berikut:
a. Deformitas (perubahan struktur dan bentuk) disebabkan
oleh ketergantungan fungsional otot pada kesetabilan otot.
b. Bengkak atau penumpukan cairan/darah karena kerusakan
pembuluh darah, berasal dari proses vasodilatasi, eksudasi
plasma dan adanya peningkatan leukosit pada jaringan di sekitar
tulang.
c. Spasme otot karena tingkat kecacatan, kekuatan otot yang
sering disebabkan karena tulang menekan otot.
d. Nyeri karena kerusakan jaringan dan perubahan struktur yang
meningkat karena penekanan sisi-sisi fraktur dan pergerakan bagian
fraktur.
e. Kurangnya sensasi yang dapat terjadi karena adanya gangguan
saraf, dimana saraf ini dapat terjepit atau terputus oleh fragmen
tulang.
f. Hilangnya atau berkurangnya fungsi normal karena ketidakstabilan
tulang, nyeri atau spasme otot.
g. Pergerakan abnorrmal.
h. Krepitasi, sering terjadi karena pergerakan bagian fraktur
sehingga menyebabkan kerusakan jaringan sekitarnya.
6. Komplikasi
a. Syok
Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik kehilangan
darah eksterna maupun interna) dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan
yang rusak dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis, dan
vertebra karena tulang merupakan organ yang sangat vaskuler, maka dapat
terjadi kehilangan darah dalam jumlah yang besar sebagai akibat trauma,
khususnya pada fraktur femur pelvis.
b. Emboli lemak
Setelah terjadi fraktur panjang atau pelvis, fraktur multiple atau cidera
remuk dapat terjadi emboli lemak, khususnya pada pria dewasa muda 20-
30 tahun. Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat termasuk ke dalam
darah karna tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau
karna katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi stres pasien akan
memobilitasi asam lemak dan memudahkan terjadiya globula lemak dalam
aliran darah. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit membentuk
emboli, yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok
otak, paru, ginjal dan organ lain. Awitan dan gejalanya yang sangat cepat
dapat terjadi dari beberapa jam sampai satu minggu setelah cidera,
gambaran khasnya berupa hipoksia, takipnea, takikardi dan pireksia.
c. Sindrom Kompertemen
Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan
tekanan interstisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di dalam
kompartemen osteofasial yang tertutup. Peningkatan tekanan intra
kompartemen akan mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan
tekanan oksigen jaringan, sehingga terjadi gangguan sirkulasi dan fungsi
jaringan di dalam ruangan tersebut. Ruangan tersebut terisi oleh otot, saraf
dan pembuluh darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot
individual yang dibungkus oleh epimisium. Sindrom kompartemen
ditandai dengan nyeri yang hebat, parestesi, paresis, pucat, disertai denyut
nadi yang hilang. Secara anatomi sebagian besar kompartemen terletak di
anggota gerak dan paling sering disebabkan oleh trauma, terutama
mengenai daerah tungkai bawah dan tungkai atas.
d. Nekrosis avaskular tulang
Cedera, baik fraktur maupun dislokasi, seringkali mengakibatkan iskemia
tulang yang berujung pada nekrosis avaskular. Nekrosis avaskuler ini
sering dijumpai pada kaput femoris, bagian proksimal dari os. Scapphoid,
os. Lunatum, dan os. Talus (Suratun, 2008).
e. Atropi Otot
Atrofi adalah pengecilan dari jaringan tubuh yang telah mencapai ukuran
normal. Mengecilnya otot tersebut terjadi karena sel-sel spesifik yaitu sel-
sel parenkim yang menjalankan fungsi otot tersebut mengecil. Pada pasien
fraktur, atrofi terjadi akibat otot yang tidak digerakkan (disuse) sehingga
metabolisme sel otot, aliran darah tidak adekuat ke jaringan otot (Suratun,
dkk, 2008).
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnosik meliputi :
a. Foto polos Umumnya dilakukan pemeriksaan dalam proyeksi AP
dan lateral, untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur.
b. Pemeriksaan radiologi lainnya Sesuai indikasi dapat dilakukan
pemeriksaan berikut, antara lain : radioisotope scanning tulang,
tomografi, artrografi, CT-scan, dan MRI, untuk memperlihatkan
fraktur dan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Pemeriksaan darah rutin dan golongan darah Ht mungkin meningkat
(hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi
fraktur atau organ jauh pada trauma multiple). Peningkatan sel darah
putih adalah respon stress normal setelah trauma.
d. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens
ginjal.
e. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah.
Menurut Doenges dalam Jitowiyono (2010:21). Beberapa pemeriksaan
yang dapat dilakukan pada klien dengan fraktur, diantranya:
a. Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi/luasnya fraktur/trauma
8. Penatalaksanaan Medis
Tindakan penanganan fraktur dibedakan berdasarkan bentuk dan lokasi
serta usia.
f. Beri perawatan pada perlukaan fraktur baik pre operasi maupun post
operasi.
5) Stabilisasi.
6) Penutup luka.
7) Rehabilitasi.
8) Life saving
Semua penderita patah tulang terbuka harus di ingat sebagai
penderita dengan kemungkinan besar mengalami cidera
ditempat lain yang serius. Hal ini perlu ditekankan mengingat
bahwa untuk terjadinya patah tulang diperlukan suatu gaya
yang cukup kuat yang sering kali tidak hanya berakibat total,
tetapi berakibat multi organ. Untuk life saving prinsip dasar
yaitu : airway, breath and circulation.
9) Semua patah tulang terbuka dalam kasus gawat darurat.
Dengan terbukanya barier jaringan lunak maka patah tulang
tersebut terancam untuk terjadinya infeksi seperti kita ketahui
bahwa periode 6 jam sejak patah tulang tebuka luka yang
terjadi masih dalam stadium kontaminsi (golden periode) dan
setelah waktu tersebut luka berubah menjadi luka infeksi. Oleh
karena itu penanganan patuah tulang terbuka harus dilakukan
sebelum golden periode terlampaui agar sasaran akhir
penanganan patah tulang terbuka, tercapai walaupun ditinjau
dari segi prioritas penanganannya. Tulang secara primer
menempati urutan prioritas ke 6. Sasaran akhir di maksud
adalah mencegah sepsis, penyembuhan tulang, pulihnya fungsi.
10) Pemberian antibiotika
Mikroba yang ada dalam luka patah tulang terbuka sangat
bervariasi tergantung dimana patah tulang ini terjadi.
Pemberian antibiotika yang tepat sukar untuk ditentukan hany
saja sebagai pemikiran dasar. Sebaliklnya antibiotika dengan
spektrum luas untuk kuman gram positif maupun negatif.
yang cedera
2) Post operasi :
C. Intervensi Keperawatan
1. Pre operasi
Rencana tujuan :
tachicardi.
Rencana tujuan :
Rencana tujuan :
Rencana tujuan :
Rencana tujuan :
Rencana tujuan :
D. Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan
dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap
perencanaan (Setiadi, 2012)
E. Evaluasi
Evaluasi adalah intelektual untuk melengkapi proses asuhan
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa
keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaanya yang berhasil
dicapai. Meskipun evaluasi diletakkan pada akhir asuhan
keperawatan, evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap
asuhan keperawatan
Setelah data dikumpulkan tentang status keadaan klien maka
perawat membandingkan data dengan outcomes. Tahap selanjutnya
adalah membuat keputusan tentang pencapaian klien outcomes, ada
3 kemungkinan keputusan tahap ini :
1) Klien telah mencapai hasil yang ditentukan dalam tujuan.
2) Klien masih dalam catatan hasil yang ditentukan.
3) Klien tidak dapat mencapai hasil yang ditentukan
DAFTAR PUSTAKA