Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS

HIPERTENSI KRONIS PADA KEHAMILAN

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP INDONESIA


RSUD MARDI WALUYO BLITAR
2018

Disusun oleh:
dr. Anindya Rahadyani Kristiansari
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

HIPERTENSI KRONIS PADA KEHAMILAN

Disusun oleh:
dr. Anindya Rahadyani Kristiansai

Disusun sebagai salah satu persyaratan tugas


dalam Program Dokter Internship Indonesia

Telah disetujui dan dipresentasikan


Blitar, September 2018

Mengetahui,

Pendamping Internship, Dokter Penanggung Jawab Pasien,

dr. Herlin Ratnawati, MPH dr. Drastis Mahardiana, Sp.JP FIHA

i
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hipertetensi pada ibu hamil merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang
sering terjadi pada praktek kedokteran sehari-hari, dan hal ini banyak menyebabkan
morbiditas serta mortalitas pada fetomaternal. Menjadikan penulis memandang bahwa
pembasan kasus Hipertensi dalam Kehamilan adalah materi yang penting.

Seiring dengan waktu prevalensi hipertensi dalam kehamilan (HDK) semakin


meningkat. Menurut data Kementrian Kesehatan RI tahun 2014, HDK menjadi
penyebab kematian ibu terbesar ke-3 setelah perdarahan dan infeksi maternal,
meningkat dibandingkan data tahun-tahun sebelumnya. Peningkatan kejadian HDK
ini diperkirakan karena berbagai faktor, seperti faktor paritas, multigravida, usia saat
hamil, riwayat penyakit hipertensi, penyakit lain yang diderita, obesitas,
hiperkolesterolemia, aktivitas fisik kurang dan gaya hidup kurang sehat (alkohol,
rokok dan narkotika).

Target tatalaksana HDK adalah untuk mencegah komplikasi yang lebih parah
pada ibu dengan tetap mempertimbangkan perkembangan janin dalam kandungan.
Tujuan dari penulisan Laporan Kasus dengan judul “HIPERTENSI KRONIS
DALAM KEHAMILAN” ini adalah meningkatkan mepahaman yang lebih mendalam
mengenai klasifikasi, faktor resiko dan pencegahan hipertensi dalam kehamilan serta
pemilihan obat antihipertensi yang aman baik untuk ibu maupun janin dalam
kandungan.

2
BAB II
KASUS

2.1. Identitas Pasien


Nama : Ny. L. R.
Jenis Kelamin : Wanita
Usia : 36 tahun
Alamat : Jalan Jati 65X No.12
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah
No. RM : 6678XX

2.2. Anamnesis
Keluhan Utama Kepala pusing 4 hari sebelum datang ke Poli Jantung.
Riwayat Pasien Ny. L. R., usia 36 tahun datang ke Poli Jantung RSUD Mardi
Penyakit Waluyo dikonsulkan dari Poli Obsgyn dengan Hipertensi. Pasien hamil
Sekarang G6P3A hamil mola 0 abortus 2 anak hidup 3, usia kehamilan saat ini 25-
26 minggu T/H. Keluhan lain disangkal.
BB naik 19 kg dari sebelum hamil. BB sebelum hamil 65 kg.
Nafsu makan minum baik, tidak pernah mual muntah berlebihan.
RPD Pasien memiliki riwayat hipertensi, konsumsi obat rutin ramipril
1x10mg, amlodipine 1x10 mg sebelum kehamilan.
Hipertensi pada kehamilan sebelumnya (-). Riwayat penyakit lain
disangkal
Riwayat kehamilan :
Hamil 1 : aterm/lahir spontan/BBL 3100 g/Laki-laki  18 tahun
Hamil 2 : aterm/lahir spontan/BBL 3000 g/Laki-laki  8 tahun
Hamil 3 : 4 minggu/abortus  kuret
Hamil 4 : 8 mingu/abortus  kuret
Hamil 5 : aterm/lahir spontan/BBL 3300 g/Laki-laki  4 tahun
Penggunaan KB : pil KB, 1 tahun sebelum program kehamilan
RPK Orang tua hipertensi +

3
Riwayat penyakit keluarga yang lain disangkal
Riwayat Ramipril 1x10mg,
Pengobatan Amlodipine 1x10 mg
Riwayat Alergi Alergi obat-obatan (-)
Alergi makanan (-)
Riwayat Pasien tidak pernah konsumsi alkohol, narkoba dan tidak merokok
Psikososial Suami merokok (-), lingkungan tempat tinggal berasap (-)
Pola makan tidak ada pantangan, suplemen dari poli kandungan (+)
Aktivitas fisik di rumah, olahraga (-)

2.3. Pemeriksaan Fisik


3.3.1. Keadaan Umum dan Tanda Vital
- Keadaan umum : Cukup
- Kesadaran : Compos mentis
- Tanda-tanda vital
- Tekanan darah : 160/100 mmHg
- Denyut nadi : 88 kali/menit, regular
- Laju Respirasi : 24x/menit
- Suhu : afebris
- TB/BB : 165 cm/84 kg
- IMT : 30.9 (Obesitas)
3.3.2. Status Generalis
Keadaan umum : cukup
GCS : 4-5-6
- Kepala : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-/-), edema periorbita (-)
- Leher : pembesaran lnn. servikalis (-), tak nampak adanya massa leher
- Thoraks:
Inspeksi : pengembangan simetris, retraksi sela iga (-)
Palpasi : nyeri (-), fremitus normal, batas jantung normal
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Paru: vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung: S1-2 reguler, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen:
Inspeksi : soefl (+), dinding perut tegang(-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
4
Perkusi : tympani (+)
Palpasi : TFU setinggi pusat, hepar lien sulit dinilai, nyeri tekan (-)
- Ekstremitas
1) Edema-/-/-/-
2) Akral dingin -/-/-/-
3) CRT < 2 detik

2.4. Pemeriksaan Penunjang


Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

2.5. Diagnosis
1) G6P3A023 hamil 25-26 minggu T/H
2) Hipertensi Kronis

2.6. Penatalaksanaan
PO :
Metildopa 3x500 mg
Nifedipin 4x10 mg

2.7. Prognosis
1) Prognosis ad vitam: dubia ad bonam
2) Prognosis ad sanantionam: dubia ad bonam
3) Prognosis ad fungsionam: dubia ad bonam

BAB III
PEMBAHASAN

5
Pada kasus ini, pasien hamil anak ke-6 usia kehamilan 25-26 minggu dengan
hipertensi. Keluhan yang dirasakan pasien saat datang ke Poli Jantung berupa nyeri kepala,
tidak didapatkan keluhan lain berupa : gangguan penglihatan, sesak nafas, nyeri dada, nyeri
epigastrium, mual atau muntah, bengkak pada ekstremitas ataupun kejang. Pasien merupakan
pasien rutin kontrol di Poli Kandungan, dikonsulkan ke Poli Jantung sebab tekanan darah
pasien tetap tinggi walaupun telah mendapat pengobatan metildopa. Dari anamnesis diketahui
bahwa pasien memiliki riwayat hipertensi sebelum masa kehamilan dan telah mendapatkan
terapi antihipertensi ramipril dan amlodipine dari dokter, kemudian beberapa bulan setelah
terapi dimulai pasien hamil. Pasien kurang taat pengobatan antihipertensi sebelum kehamilan.
Riwayat penyakit yang lain seperti diabetes melitus, penyakit tiroid, jantung, penyakit liver
dan ginjal disangkal. Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 160/100 mmHg,
pemeriksaan fisik lain dalam batas normal. Oleh karena itu pasien didiagnosis Hipertensi
Kronis dalam Kehamilan. Hipertensi kronik dalam kehamilan didefinisikan sebagai tekanan
darah ≥140/90 mmHg yang didapatkan sebelum kehamilan atau sebelum umur kehamilan 20
minggu. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi kronis dibagi menjadi dua, yaitu hipertensi
primer dan sekunder. Pada hipertensi primer penyebabnya tidak diketahui secara pasti atau
idiopatik. Hipertensi jenis ini terjadi 90-95% dari semua kasus hipertensi. Sedangkan pada
hipertensi sekunder, penyebabnya diketahui secara spesifik yang berhubungan dengan
penyakit ginjal, penyakit endokrin dan penyakit kardiovaskular (Chunningham, 2010).

Kriteria diagnosis hipertensi dalam kehamilan didasarkan pada usia kehamilan dan
tanda gejala yang muncul. Hipertensi dalam kehamilan dapat diklasifikasikan sebagai berikut
(Ellen, 2014) :

1. Hipertensi kronis adalah hipertensi yang terjadi sebelum kehamilan atau sebelum usia
gestasi 20 minggu, tidak terdapat tanda adanya perberatan gejala dan proteinuria;
2. Hipertensi kronis superimposed preeclampsia ( ≥1 kriteria dibawah ini) :
a. Proteinuria onset baru pada wanita dengan hipertensi kurang dari 20 minggu
b. Jika hipertensi dan proteinuria timbul < 20 minggu :
i. Proteinuria meningkat tiba – tiba jika hipertensi dan proteinuria timbul
< 20 minggu
ii. Hipertensi meningkat tiba – tiba pada wanita dengan rewayat
hipertensi terkontrol
iii. Trombositopenia (trombosit < 100.000 /mm3)
iv. Peningkatan SGOT dan SGPT

6
c. Gejala dengan hipertensi kronis dengan nyeri kepala persisten, skotoma atau
nyeri ulu hati juga dapat disebut dengan superimposed preeclampsia.
3. Hipertensi gestasional adalah hipertensi pada usia kehamilan > 20 minggu tanpa
riwayat hipertensi sebelumnya dan tanpa disertai dengan proteinuria.
4. Preeclamsia dengan kriteria sebagai berikut :
a. Hipertensi yang terjadi setelah umur kehamilan diatas 20 minggu tanpa
riwayat hipertensi sebelumnya
b. Proteinuria > 5 gr/L dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+
c. Bila proteinuria negatif:
i. Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam atau kurang
dari 0,5 cc/kgBB/jam.
ii. Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di
epigastrium.
iii. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen
iv. Terdapat edema paru dan sianosis
v. Trombositopeni (< 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan
cepat)
vi. Gangguan fungsi hati.: peningkatan kadar alanin dan aspartate
aminotransferase
vii. Pertumbuhan janin terhambat

Pada kasus yang dibahas, pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien adalah
pemeriksaan darah lengkap untuk mengetahui ada tidaknya penurunan angka trombosit,
pemeriksaan fungsi liver untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan enzim liver sebagai
pertanda kerusakan organ serta pemeriksaan urinalisa untuk menetahui kerusakan organ
ginjal dengan mengukur ada tidaknya protein urin. Hasil pemeriksaan penunjang dalam batas
normal. Jika dari pemeriksaan penunjang didapatkan adanya penurunan trombosit dan/atau
tanda keruskan organ maka diagnosis pasien akan menjadi Hipertensi Kronis
Superimposed Preeclampsia.

Sebagai tenaga medis, kita juga perlu mengetahui apa saja yang menjadi faktor resiko
hipertensi dalam kehamilan, untuk membantu memberikan edukasi berkaitan dengan resiko
tersebut. Dengan demikian diharapkan para pasien akan memahami dan berusaha untuk
memiliki gaya hidup yang lebih baik.

7
1. Tatalaksana non-farmakologi ini berupaya untuk mencegah perburukan dari hipertensi
dengan cara meminimalkan faktor resiko, diantaranya :
a. Paritas dan Multigravida
Riwayat kehamilan pada pasien, pasien hamil anak pertama saat berusia 18
tahun, pernah mengalami abortus 2 kali oleh sebab yang tidak diketahui. Saat
kehamilan anak pertama, kedua dan kelima tak terdapat gangguan, proses
kehamilan dan persalinan lancar, saat ini anak pertama berusia 18 tahun, anak
kedua 8 tahun, anak ketiga 4 tahun. Pasien memiliki 3 anak dan semuanya
laki-laki, alasan pasien untuk program hamil adalah ingin memiliki anak
perempuan. Ditinjau dari kasus tersebut, pasien memiliki faktor resiko
multiparitas.
Kira-kira 85% preeklamsi terjadi pada kehamilan pertama (primigravida).
Paritas ke-2 dan 3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari kejadian
preeklamsi dan risiko meningkat pada grande-multigravida. Risiko meningkat
bila frekuensi kehamilan > 4 kali (multiparitas).
Perlu edukasi pada pasien agar mempersiapan kehamilan dengan bijak, sebab
semakin sering frekuensi kehamilan semakin tinggi resiko kejadian hipertensi
(Queensland Clinical Guideline, 2016).
b. Usia Saat Hamil
Usia pasien saat ini adalah 36 tahun, menurut literatur usia yang aman untuk
kehamilan dan persalinan adalah usia 20-30 tahun. Sehingga pasien memiliki
faktor resiko lebih tinggi mengalami komplikasi kehamilan termasuk salah
satunya hipertensi. Usia kehamilan terlalu muda dan/atau terlalu tua perlu
dipertimbangkan sebelum memulai progam kehamilan sebab usia ternyata
memiliki peranan dalam kesehatan maternal. Komplikasi maternal pada
wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali
lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun.
Dampak dari usia yang kurang, dapat menimbulkan komplikasi selama
kehamilan. Setiap remaja primigravida mempunyai risiko yang lebih besar
mengalami hipertensi dalam kehamilan dan meningkat lagi saat usia diatas 35
tahun (Queensland Clinical Guideline, 2016).
c. Riwayat Hipertensi
Pasien diketahui mengalami hipertensi beberapa bulan sebelum hamil. Tidak
terdapat riwayat hipertensi pada kehamilan-kehamilan yang sebelumnya.
8
Menurut literatur, riwayat hipertensi kronis yang dialami selama kehamilan
dapat meningkatkan risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan, dimana
komplikasi tersebut dapat mengakibatkan superimpose preeclampsi dan
hipertensi kronis dalam kehamilan berikutnya. Individu dengan riwayat
penyakit hipertensi sebelum kehamilan maupun hipertensi saat kehamilan
sebelumnya memiliki resiko tinggi untuk mengalami hipertensi pada
kehamilan berikutnya (Ellen, 2014).
Terdapat riwayat hipertensi pada keluarga yaitu pada kedua orang tua pasien.
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (genetik) juga
mempertinggi risiko terkena hipertensi terutama pada hipertensi primer.
Keluarga yang memiliki hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko
hipertensi 2-5 kali lipat (Cunningham, 2010).
Perlu adanya pengetahuan dari pasien dan keluarga untuk patuh dalam pola
hidup sehat dan pengecekan tekanan darah secara berkala.
d. Riwayat Penyakit lain
Penyakit lain dapat berkaitan dengan hipertensi adalah antiphospholipid
syndrome (APLS), diabetes melitus, penyakit ginjal, hipertensi kronis dan
autoimmune disease (SLE) menjadi resiko tinggi kejadian preeklamsia saat
kehamilan (Andrea, 2013).
Pemberisn terapi preventif berupa antiplatele agent direkomendasikan pada
pasien hamil dengan resiko tinggi preeklamsi. Aspirin dengan penggunaan
dosis rendah dapat menurunkan prevalensi preeklamsi (24%), kelahiran
preterm (14%) dan IUGR (20%). Aspirin diberikan dosis 75-100 mg per hari
sebelum usia kehamilan 16 minggu hingga 37 minggu. Hal ini berkaitan
dengan transformasi trofoblas pada arteri spiralis uterus yang terjadi pada usia
gestasi 16-20 minggu (Catharine, 2015)
e. Obestitas
Institude of Medicine USA (2009) merekomendasikan penambahan berat
badan yang baik selama kehamilan berdasarkan IMT sebelum hamil, sebagai
berikut :
IMT 18.5 – 24.9  peningkatan BB antara 25 – 35 kg
IMT 25.0 – 29.9  peningkatan BB antara 15 – 25 kg
IMT > 30  peningkatan BB antara 11 – 20 kg

9
Obesitas maternal biasanya akan berkaitan dengan hyperlipidemia, baik
dengan ataupun tanpa komorbid Dieabetes Melitus, akan memberikan
pengaruh pada kehamilan (disfungsi endothelial dan inflamasi sering terajadi).
Penurnan berat badan selama kehamilan dengan metode diet ketat tidak
dianjurkan, maka dianjurkan untuk pola makan sehat dengan konsumsi rendah
karbohidrat dan glukosa, namun tinggi serat dan protein (Andrea, 2013).
Selain itu perlu dilakukan pola hidup sehat dengan mengatur aktivitas fisik.
Olahraga yang dianjurkan bagi ibu hamil dan post-partum adalah olahraga
aerobic selama 150 menit/minggu. Contoh olahraga aerobic adalah berjalan
santai, berenang, bersebeda statis, yoga dan pilates yang dimodifikasi khusus
wanita hamil (ACOG, 2013),
f. Dislipidemia
Hiperkolesterol berkaitan dengan berkurangnya elasisitas pembuluh darah dan
terbentuknya trombus, dengan mengontrol kadar kolesterol dalam darah akan
mengurangi resiko penyakit kardiovaskuler. Hiperkolesterolemia pada wanita
hamil biasanya terlihat dengan peningkatan trigliserida dan LDL serta
penurunan HDL. Bayi yang dilahirkan cenderung akan lebih besar dari usia
kehamilan, dan kejadian penyakit kardiovaskuler meningkat dikemudian hari.
Pengunaan obat statin pada masa kehamilan dikontraindikasikan (FDA : X)
sebab teratogenic dan menyebab malformasi janin. Penelitian terkait
hiperkolesterol pada wanita hamil jarang dilakukan, responden wanita hamil
biasanya akan dieksklusi dari penelitian. Terapi yang aman lemak omega-3,
terukti menurunkan TG (Mukherjee, 2014).
g. Diet
Restriksi natrium tidak dianjurkan berkaitan dengan akan menurunkan volume
plasma secara cepat (Andrea, 2013).
Suplementasi pada kehamilan yang terpenting adalah dengan asupan nutrisi
sehat yang seimbang. Pemberian suplemen seperti :
Kalsium  disarankan pada pasien resiko sedang-berat preeclamsi dan/atau
pada pasien dengan intake kurang, dalam dosis 1 gram/hari. Belum ada
literatur lengkap yang menyebutkan suplementasi kalsium bermanfaat
diberikan kepada semua wanita hamil.

10
Antioksidan  vitamin C (1.000 mghari) dan vitamin E (400 IU/hari) ternyata
tidak memerikan dampak nyata pada pasien dengan resiko rendah preeklamsi
ataupun primipara (Queensland Clinical Guideline, 2016).
h. Rokok
Pasien memiliki faktor resiko dari asap rokok sebagai perokok pasif.
Hubungan antara rokok dengan peningkatan resiko kardiovaskuler telah
banyak dibuktikan. Individu yang merokok akan memiliki resiko 2 kali lipat
lebih besar dibandingkan yang tidak merokok. Nikotin dalam tembakau
merupakan penyebab meningkatnya tekanan darah segara setelah isapan
pertama. Seperti zat-zat kimia lain dalam asap rokok, nikotin diserap oleh
pembuluh-pembuluh darah amat kecil didalam paru-paru dan diedarkan ke
aliran darah, penurunan elastisitas pembuluh darah dan pembentukan plak
menjadi mekanisme terjadinya hipertensi pada perokok. Penelitian terbaru di
Jepang menunjukkan penurunan elastisias arteri coroner terjadi pada perokok
aktif maupun pasif pada 30 menit pertama setelah paparan asap rokok (Mishra,
2015). Sehingga dalam kasus ini, anjuran berhenti merokok bagi pasangan dan
menghindari area rokok.
i. Alat Kontrasepsi
Riwayat pengunaan KB dengan IUD sebelum dan setelah mengandung anak
kedua, kemudian berganti dengan pil KB sejak anak ke-3 lahir. Program
kehamilan 1 tahun terakhir, tidak konsumsi pil KB lagi.
Ternyata komponen pil KB mengandung esterogen yang mengandung
hormone esterogen menyebabkan peningkatan plasma angiotensin mirip
seperti keadaan hamil, hal ini yang menyebabkan kejadian hipertensi akibat
penggunaan KB hormonal. Berdasar penelitian hubungan penggunaan pil KB
dengan hipertensi harus mempertimbangkanjuga faktor resiko hipertensi yang
lain. Saran yang dianjurkan untuk wanita dengan esiko tinggi hipertensi adalah
dengan menggunakan KB non hormonal atau pil KB hormon rendah esterogen
(Azima, 2017).

2. Tatalaksana Farmakologi

11
Tujuan dari pemberian terapi farmakologis bagi pasien dengan hipertensi kronis pada
kehamilan adalah mencegah perkembangan hipertensi kronis yang diderita
sebelumnya menjadi hipertensi berat, mencegah komplikasi maternal dan
meningkatkan viabilitas janin dengan berusaha memperpanjang masa kehamilan
(Andrea, 2013).
a. Alfa Adrenergic Agonist
Contoh obat : Metildopa dan Clonidine
Cara kerja : bekerja pada sentral/pusat membantu kerja reseptor alfa-2
adrenergic dengan cara menghambat vasokonstriksi melalui mekanisme
sentral dengan mengurangi pelepasan katekolamin dan mengurangi aliran
simpatis sentral, mengurangi resistensi vaskular sistemik tanpa mengurangi
cardiac output.
Efek samping : fatigue, meningkatkan enzim liver
Kekurangan :
Metildopa (FDA : B)  menurunkan tekanan darah dengan kekuatan lemah
atau perlahan-lahan berkerja dalam 24 jam (sustain release), sehingga
penggunaannya dinilai kurang memuaskan.
Clonidin (FDA : C)  walaupun memiliki efek lebih kuat dalam menurnkan
tekanan darah, namun sudah jarang digunkan karena dapat menyebabkan
gangguan pertumbuhan janin, dan rebound hypertension (Catherine, 2015).
Sehingga pilihan obat dari golongan alfa adrenergic agonist masih pada
Metildopa dosis yang diberikan adalah 250-750 mg/3 kali.
b. Beta Blocker
Terdapat dua golongan Beta Blocker yaitu yang bekerja secara selektif pada
reseptor beta (generasi 2nd) dan bekerja non selektif pada resepor beta dan alfa-
1 (generasi 1st).
Labetalol (FDA : C)  merupakan obat antihipertensi golongna Beta Blocker
non selektif yang efektif digunkan pada hipertensi dalam kehamilan karena
bekerja dengan baik menurunkan tekanan darah dan efek samping aman bagi
ibu dan janin. Kontraindikasi bagi pasien asma karena sifat bronkospasme.
Namun saying obat ini tidak tersedia di Indonesia.
Atenolol (FDA : D)  merupakan obat antihipertensi golongna Beta Blocker
selektif, dahulu sering digunakan karena bekerja dengan efektif, namun seiring
berkembangnya waktu dan penelitianternyata Atenolol memiliki efek
12
meningkatkan kejadian intrauterine growth restriction (IUGR) (Catherine,
2015).
c. Calcium Channel Blocker
Terdapat dua golongan antihipertensi CCB yaitu dihidropiridin (contoh :
amlodipine, nifedipine, nikardipine) dan non-dihidropiridin (contoh :
verapamil, diltiazem). Cara kerja CCB dengan menghambat masuknya ion
kalsium ke otot polos pembuluh darah, menghasilkan vasodilatasi arteri;
golongan dihidropiridin bekerja terutama pada pembuluh darah, sedangkan
golongan non-dihidropiridin bekerja terutama pada jantung. Efek samping
penggunaan CCB pada ibu termasuk takikardia, jantung berdebar, edema
perifer, sakit kepala, dan muka memerah. Perlu diperhatikan penggunaan CCB
bersamaan dengan Magnesium (MgSO4 sebagai profilaksis kejang) dapat
menyebabkan hipotensi, kolapsnya sirkulasi hingga syok dan blockade
neuromuscular (Andrea,2013).
Nifedipine (FDA : C)  digunakan sebagai alternative pertama setelah
metildopa. Dosis yang sering digunakan 2x20-60 mg (Catherine, 2015).
Nicardipine  sering digunakan pada hipertensi berat/krisis hipertensi (TD ≥
180/120), dengan dosis awal 0,5 μg/kg/menit, dosis dapat ditingkatkan
berkisar dari 0,5 hingga 2 μg/kg/menit. Pada wanita dengan berat 50 kg, dosis
awal nicardipine adalah 1,5 mg/jam (Matsuura, 2015).
d. Diuretic
Pemakaian diuretic masih kontrofersial, terutama berkaitan dengan teori
volume plasma. Wanita dengan terapi rutin diuretic dapat terus dilanjutkan,
kecuali terdapat tanda preeklamsi (proteinurine), dokter umum memiliki
pilihan untuk mengganti dengan regimen obat lain, sebab penggunan diuretic
jika dilanjutkan akan secara agresive menurunkan volume plasma
(hypovolemic stage), menstimulasi renin-angiotensin sistem dan memperburuk
hipertensi.
Thiazide seperti Hydroclorotiazid (FDA : B) dan Loop diuretic seperti
Furosemide dapat digunakan, sebab minimal efek samping terhadapgangguan
elektrolit. Spironolakton tidak digunakan karena efek antiandrogen pada janin
(Catherine, 2015).
e. Vasodilator

13
Hydralazine sering digunakan intravena terutama untuk krisis hipertensi pada
ibu hamil. Bekerja secara selektif pada otot polos arteriolar untuk vasodilator
dan berefek menurunkan tekanan darah secara cepat. Efek samping pada ibu
adalah nyeri kepala, mual dan berdebar. FDA tipe C, efek pada janin yang
dilaporkan adalah trombositopenia dan lupus like syndrome. Namun obat ini
tidak tersedia di Indonesia.
Obat lini pertama untuk krisis hipertensi pada kehamilan adalah labetalol
intravena dan nifedipine per oral (Catherine, 2015).
f. Renin Angiotensin Aldosteron System Blockade
Terdappat dua golongan obat yang termasuk dalam RAAS Blockade yaitu
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI) dan Angiotensin II Receptor
Blocker (ARB). FDA menggolongkannya pada kelas C untuk trimester 1 dan
kelas D untuk trimester 2 dan 3 (Catherine, 2015). Efek samping pada janin
adalah renal failure, malformasi kardiovaskuler dan sistem saraf pusat. Oleh
karena efek sampin yang berat pada janin maka kedua jenis obat antihipertensi
ini dikontraindikasikan penggunaannya dalam kehamilan (Andrea, 2013).

Berdasarkan uraian penggolongan obat antihipertensi dan efek samping bagi fetomaternal,
maka penggunaan obat antihipertensi dalam kasus sudah benar yaitu dengan menggunakan
metildopa ditambahkan dengan nifedipine.

14
BAB IV

KESIMPULAN

Telah dilaporkan pasien perempuan usia 36 tahun, hamil G6P3A023 usia kehamilan
25-26 minggu T/H dengan hipertensi kronis pada kehamilan. Kondisi pasien dalam keadaan
baik, dengan keluhan minimal yaitu nyeri kepala dan pemeriksaan fisik serta penunjang
dalam batas normal. Tekanan darah 160/100 mmHg menetap bahkan setelah pengobatan
metildopa.

Terapi hipertensi diawali dengan obat antihipertensi tunggal yaitu metildopa,


kemudian ditambah dengnan nifedipine. Terapi non-farmakologi yang dapat dilakukan oleh
pasien adalah mencegah penambana berat badan dengan mengatur pola makan rendah
karbohidratdan rendah gula serta melakukan aktivitas fisik/olahraga yang sesuai kemampuan
pasien.

Rencana saat kontrol adalah cek tekanan darah, urine dipstick dan lipid profil.

15
DAFTAR PUSTAKA

ACOG Committee Opinion No. 549. Obesity in pregnancy. American College of


Obstetricians and Gynecologists. Obstet Gynecol, 2013; (7): 121-213.

Andrea G. Kattah, et al. The management of hypertension in pregnancy. National Institude of


Health. USA, 2013. May; 20 (3): 229-239.

Azima, Sara., et al. Oral Contraceptive Pills Use and Hypertension. International Journal of
Pharmaceutical Science Invention. Iran: 2017. Jan (7): 47-49.

Catherine M. Brown, et al. Drug treatment of hypertension in pregnancy. National Institude


of Healt. USA, 2015. Sep; 74 (3): 283-296.

Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Rouse D, Spong C, et al. Pregnancy


Hypertension. William Obstetrics, edisi ke-24. New York: McGraw-Hill, 2010 : 706-756.

Ellen W. Seely, et al. Cardiovascular Management in pregnancy : Chronic hypertension in


pregnancy. American Heart Association. 2014; 129: 1254-1261.

Matsuura A., et al. Management of severe hypertension by nicardipine intravenous infusion


in pregnancy induced hypertension after cesarean section. Hypertension research in
Pregnancy. Japan, 2015. Apr; (3); 28-31.

Mishra, A. et al. Harmful effect of nicotine. Indian Journal Medicine and Pediatric Oncology.
2015. Jan-Mar; 36(1): 24-31. [https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4363846]

Mukherjee, Monica. Dyslpidemia in Pregnancy. American College of Cardiology. May 2014.

Queensland Health. Queensland Clinical Guidelines : Hipertensive disorder of pregnancy.


Queensland Maternity and Neonatology Department. August 2016.

16

Anda mungkin juga menyukai