Anda di halaman 1dari 6

Pengertian Cahaya Tampak

Mata manusia peka terhadap radiasi atau gelombang elektromagnetik dari kira-kira 400
hingga 700 nm (nanometer), suatu jangka yang disebut cahaya tampak

Darimana Cahaya Tampak Berasal?

Pancaran sinar dari cahaya tampak disebabkan karena panas. Benda dengan suhu yang lebih
rendah memancarkan radiasi inframerah yang tidak dapat dilihat oleh mata. Tapi jika
suhunya lebih panas, panjang gelombang akan menjadi lebih pendek dan lebih cerah, berubah
dari merah ke kuning lalu ke putih; cahaya putih inilah yang bisa dilihat dengan mata
manusia.
Cahaya tampak terutama dipancarkan oleh matahari dan bintang-bintang lainnya. Bahkan,
sebagian besar energi yang dipancarkan matahari termasuk ke dalam spektrum yang bisa
terlihat, oleh sebab itulah manusia bisa melihatnya berbagai cahaya. Sumber cahaya putih
lainnya termasuk lampu pijar, lampu neon, lampu halogen, LED putih, dan api.

Spekrum Cahaya Tampak

Warna-warna yang kita lihat merupakan hasil penyaringan dari cahaya tampak. Langit di
Bumi berwarna biru karena molekul udara menyaring banyak panjang gelombang cahaya
merah dari cahaya putih yang berasal dari matahari. Benda menyerap dan memantulkan
gelombang cahaya yang berbeda untuk menghasilkan semua warna yang bisa dilihat. Sinar
tampak terdiri atas tujuh spektrum warna, jika diurutkan dari frekuensi terkecil ke frekuensi
terbesar, yaitu merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu (disingkat mejikuhibiniu).

Spektrum cahaya tampak tidak mengandung semua warna yang dapat dibedakan oleh mata
dan otak manusia. Misalnya, warna-warna tak jenuh seperti pink atau ungu dan variasi-variasi
warna seperti magenta tidak ada, karena warna-warna tersebut merupakan campuran dari
beberapa panjang gelombang yang berbeda. Cahya tampak contohnya cahaya matahari,
senter
Cahaya tidak tampak contohnya warna warna yang kita lihat pada benda disekitar kita

Sejarah Konsep Spektrum Cahaya Tampak

Dalam kehidupan sehari-hari dapat kita rasakan eksistensi warna-warni yang


melingkupi sekitar kita seperti birunya kubah langit, hijaunya hamparan dedaunan padi, dan
keruhnya perairan sungai yang terpolusi. Segala bentuk pandangan yang kita rasakan terjadi
di dalam mata kita dengan adanya sumber cahaya baik diradiasikan secara langsung maupun
cahaya akibat pemantulan oleh benda-benda. Tanpa adanya sumber cahaya, tidak akan ada
cahaya yang sampai ke mata kita dan akibatnya sekitar kita hanya akan tampak gelap gulita.

Matahari meradiasikan cahaya dalam bentuk gelombang elektromagnetik ke segala


arah. Radiasi tersebut merupakan superposisi dari berbagai radiasi dengan panjang
gelombang berbeda yang terdiri atas gamma, sinar-X, untraviolet, cahaya tampak,
inframerah, gelombang mikro, dan gelombang radio.

Gambar 1. Spektrum panjang gelombang radiasi elektromagnetik yang dipancarkan oleh matahari
(http://www.ces.fau.edu/).

Ketika radiasi matahari berinteraksi dengan atmosfer bumi, maka radiasi tersebut
dapat mengalami penyerapan, pemantulan, atau pembiasan akibat material yang dikenainya.
Kemampuan suatu material untuk merespon energi radiasi matahari bergantung pada sifat
fisisnya (densitas dan komposisi material) dan panjang gelombang radiasi yang mengenainya.
Hampir setengah bagian radiasi matahari yang mencapai atmosfer bumi adalah cahaya
tampak. Cahaya tampak merupakan sekumpulan radiasi dengan panjang gelombang yang
mampu direspon oleh mata manusia. Panjang gelombang cahaya tampak berkisar antara 0,4
μm hingga 0,7 μm. Oleh karena itu, radiasi dengan panjang gelombang kurang dari 0,4 μm
atau lebih dari 0,7 μm tidak mampu direspon oleh mata manusia. Cahaya tampak terdiri atas
berbagai cahaya monokromatik dengan panjang gelombang berbeda-beda yakni merah,
jingga, kuning, hijau, biru, dan ungu. Dalam penjalarannya dari matahari, cahaya
monokromatik ini membentuk superposisi yang disebut cahaya polikromatik. Cahaya
polikromatik inilah yang memberikan kesan warna putih pada mata kita.
Ketika radiasi mencapai kornea mata kita, maka iris akan mengatur intensitas cahaya
dan diteruskan ke lensa mata yang akan mengatur fokus cahaya ke retina melewati fluida
vitreous humor. Analog dengan prinsip kerja kamera, iris berfungsi seperti diafragma kamera,
lensa sebagai pengatur fokus cahaya, kornea dan vitreous humor sebagai pembias cahaya, dan
retina sebagai film.
Gambar 2. Bagian-bagian mata dan mekanisme penjalaran cahaya dari suatu objek ke fotoreseptor retina.

Retina terdiri atas sel-sel fotoreseptor yang sensitif terhadap panjang gelombang
cahaya. Sel-sel fotoreseptor ini membawa informasi cahaya yang sampai pada retina dan
meneruskannya ke otak kita untuk dilakukan pemrosesan lebih lanjut sehingga menghasilkan
kesan warna-warni atau gelap-terang pada pandangan kita. Sel-sel fotoreseptor dibedakan
menjadi sel rod dan sel cone berdasarkan bentuknya.

Gambar 3. Fotoreseptor pada retina yang terdiri atas sel-sel rod dan sel-sel cone.
Pada mata kita terdapat sekitar 5 juta sel cone dan 100 juta sel rod yang tersebar tidak
merata di retina. Sel rod berfungsi merespon semua panjang gelombang cahaya tampak
sehingga membuat kita mampu membedakan gelap dan terang. Sel cone berfungsi merespon
hanya panjang gelombang tertentu dari cahaya tampak sehingga membuat kita mampu
membedakan warna-warna. Sel cone banyak terkonsentrasi pada fovea yakni bagian tengah
retina yang berhadapan langsung dengan lensa. Pada fovea terdapat 160.000 sel cone per
mm2. Sel cone memiliki sensitivitas yang rendah pada cahaya sehingga membuat kita susah
membedakan warna di tempat gelap. Pandangan di tempat gelap sebagian besar bergantung
pada sel rod sehingga kesan pandangan yang kita rasakan adalah abu-abu dengan ketajaman
yang rendah. Di tempat gelap kita akan kesulitan memandang objek kecil dengan pandangan
yang lurus, hal ini terjadi karena dengan sudut pandangan yang lurus cahaya dari objek akan
jatuh pada fovea yang kaya akan sel cone. Hal tersebut dapat diatasi dengan sedikit
memiringkan sudut pandangan sehingga cahaya yang masuk ke mata jatuh pada sel-sel rod
dan pandangan menjadi lebih jelas. Sel cone pada mata manusia terdiri atas tiga jenis
berdasarkan molekul opsin penyusunnya. Komposisi opsin ini menentukan kepekaan sel
cone pada warna tertentu.

Gambar 4. Grafik kemampuan tiga jenis sel cone dalam menyerap masing-masing panjang gelombang cahaya.

Buta warna terjadi akibat tidak adanya atau tidak berfungsinya satu atau lebih dari
ketiga jenis sel cone. Seberapa banya jenis sel cone yang tidak berfungsi inilah yang
menentukan buta warna parsial atau buta warna total. Sebagian besar buta warna terjadi pada
tidak berfungsinya sel cone warna merah-hijau.
Warna putih terjadi ketika seluruh panjang gelombang cahaya tampak mencapai sel-
sel cone dengan intensitas yang hampir sama besar. Saat siang hari kita melihat matahari
berwarna putih hal ini terjadi karena keseluruhan panjang gelombang cahaya tampak dari
matahari dapat mencapai sel cone. Namun saat malam hari bintang yang lebih dingin dari
matahari akan tampak lebih merah karena bintang tersebut meradiasikan cahaya dengan
panjang gelombang yang panjang. Bintang yang lebih panas dari matahari akan meradiasikan
cahaya dengan panjang gelombang yang pendek sehingga tampak lebih biru. Bintang yang
bersuhu hampir sama dengan matahari akan tampak berwarna putih. Perubahan panjang
gelombang radiasi akibat suhu ini dapat dijelaskan dengan hukum pergeseran Wien yang
menyatakan bahwa ketika temperatur meningkat maka puncak emisi spektral menjadi lebih
tinggi dan panjang gelombangnya akan bergeser. Gambar berikut menunjukkan pergeseran
panjang gelombang dari merah menjadi ungu akibat kenaikan temperatur.

Gambar 5. Grafik emisi spektral radiasi pada tiga temperatur berbeda.

Material-material yang tidak cukup panas untuk mengemisikan radiasi di area panjang
gelombang cahaya tampak dapat memiliki warna dengan cara menyerap secara selektif
panjang gelombang tertentu dan memantulkan panjang gelombang cahaya tampak lainnya
yang berasal dari suatu sumber radiasi seperti matahari atau lampu. Misalnya benda-benda di
sekitar kita yang tampak merah adalah akibat penyerapan seluruh panjang gelombang cahaya
tampak oleh benda tersebut kecuali panjang gelombang merah yang dipantulkan hingga
sampai ke mata kita. Benda berwarna biru terjadi karena benda tersebut hanya memantulkan
panjang gelombang biru ke mata kita dan menyerap panjang gelombang cahaya lainnya.
Demikian pula yang terjadi pada warna-warna lainnya. Namun ketika benda menyerap
keseluruhan panjang gelombang cahaya tampak dan tidak ada yang dipantulkan ke mata kita
maka terjadilah warna hitam. Ketika keseluruhan panjang gelombang tampak dipantulkan
oleh suatu benda ke mata kita dan tidak ada yang diserap maka terjadilah warna putih.
Gambar 6. Ilustrasi pembentukan warna merah, hitam, dan putih dari cahaya polikromatik matahari. Warna
merah hanya memantulkan panjang gelombang merah ke mata dan menyerap panjang gelombang warna lainnya
(www.dayglo.com dan www.chem.purdue.edu).

Anda mungkin juga menyukai