Anda di halaman 1dari 12

Hipotiroid Kongenital pada Bayi Laki-Laki Usia 1 Tahun

Ines Cecilia 102014072, Andre Oktavian Missa 102016003, Harfi Sefriyanti Rahman
102016019, Cristia Gemma 102016089, Claudia Marliss102016161, Glorie Libertikha
Mahony 102016220
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Terusan Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat, 11510
Email : claudia.marlissa@gmail.com

Abstrak : Hipotiroidisme kongenital terjadi pada 1 per 4000 kelahiran hidup dan dapat
disebabkan oleh banyak faktor berdasarkan penurunan kadar bebas T4 bebas. Hipotiroidisme
ini dapat disebabkan oleh kelainan kelenjar tiroid, abnormalitas kelenjar pituitari, atau
abnormalitas hipotalamus. Salah satu jenis hipotiroidisme yang bisa dicegah ialah
hipotiroidisme kongenital. Jika terapi dimulai pada usia kurang dari satu bulan maka
prognosis untuk perkembangan intelektualnya baik. Program skrining dilakukan setelah bayi
lahir agar bisa dilakukan diagnosis dini dan memulai terapi subtitusi tiroid pada usia kurang
dari satu bulan.

Kata kunci : hipotiroidisme kongenital, intelektual, skrining.

Abstract : There congenital hypothyroidism ON 1 per 4000 live births and can be caused by
many factors based decreased levels of free T4 free prepaid prepaid. Hypothyroidism can be
caused by disorders of the thyroid gland, the pituitary gland abnormalities, OR abnormality
of the hypothalamus. One type hypothyroidism what is congenital hypothyroidism can be
prevented. If therapy starts Age Less Than One month then the prognosis for a review of his
intellectual development Good. Screening programs conducted prospective birth taxable
income that can be done early diagnosis and initiate therapy that substitution thyroid on age
less than one month.

Keywords : congenital hypothyroidism, intellectual, screening.


Pendahuluan

Di dalam tubuh manusia, sistem endokrin melalui hormone yang di sekresikan dan
masuk kedalam aliran darah umumnya mengatur aktivitas yang lebih memerlukan durasi dari
pada kecepatan. Kelenjar endokrin perifer mencangkup kelenjar tiroid yang mengontrol laju
metabolic basal tubuh. Kelenjar tiroid terdiri atas dua lobus jaringan endokrin yang di
hubungkan di tengah oleh suatu bagian sempit kelenjar sehingga organ ini berbentuk seperti
dasi kupu-kupu. Berada di atas trakea tepat di bawah laring. Hormon tiroid disintesis dan
disimpan di molekul tiroglobulin.

Bahan dasar untuk sintesis hormon tiroid adalah tirosin dan iodium, dimana keduanya
harus diserap dari darah oleh sel folikel. Tirosin, suatu asam amino, di bentuk dalam jumlah
memadai oleh tubuh sehingga bukan suatu zat esensial dalam makanan. Sebaliknya, iodium
yang di butuhkan untuk sintesis hormone tiroid harus di peroleh dari makanan.

Skenario yang didapatkan adalah seorang bayi laki-laki usia 1 tahun dibawa oleh
ibunya ke RS karena tampak kuning diseluruh tubuhnya sejak 1 minggu yang lalu. Menurut
ibunya, sejak sakit anak tampak kurang aktif, lemas, mengalami kesulitan saat menyusu,
sembelit dan suaranya terdengar serak kasar saat menangis.

Rumusan Masalah

Maka adapun yang menjadi rumusan masalah berdasarkan skenario di atas adalah
Bayi laki-laki usia 1 tahun tampak kuning diseluruh tubunya sejak 1 minggu lalu, anak tidak
aktif, lemas, mengalami kesulitan menyusu, sembelit, dan suaranya serak kasar saat
menangis.

Pembahasan

a. Anatomi Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid terletak di leheri yang terdiri dari lobus kanan dan lobus kiri, antara fasia
koli media dan fasia prevertebralis. Sangat vaskular dengan perabaan yang kenyal. Berbentuk
konus dengan bagian apex pada level kartilago thyroid dengan bagian bawah pada level ring
trakea ke-5 atau ke-6. Ukuran tiap lobus panjangnya 5 cm, lebar 3 cm dan tebal 2 cm.
Diperdarai oleh Art. Thyroidal superior (A. Carotis eksterna), dan art. Thyroidal inferior
(Trunkus Thryrocervical-subclavia). Vena Thyroidal mengalir ke jugularis serta inominata
inverior. Di dalam ruang yang sama terletak trakea, esofagus, pembuluh darah besar, dan
saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakea sambil melingkarinya dua pertiga sampai tiga
perempat lingkaran. . Nervus rekurens terletak di dorsal tiroid sebelum masuk laring. Nervus
frenikus dan trunkus simpatikus tidak masuk ke dalam ruang antara fasia media dan
prevertebralis.1

2
Gambar 1. Anatomi kelenjar tiroid

b. Fisiologi Kelenjar Tiroid

Biosintesis hormone tiroid merupakan suatu urutan langkah-langkah proses yang diatur
oleh enzim-enzim tertentu. Langkah-langkah tersebut adalah:2

1. Penangkapan yodida
2. Oksidasi yodida menjadi yodium
3. Organifikasi yodium menjadi monoyodotirosin dan diyodotirosin
4. Proses penggabungan prekusor yang teryodinasi
5. Penyimpanan
6. Pelepasan hormon

Penangkapan yodida oleh sel-sel foikel tiroid merupakan suatu proses aktif dan
membutuhkan energi. Energi ini didapatkan dari metabolisme oksidatif dalam kelenjar.
Yodida yang tersedia untuk tiroid berasal dari yodida dalam makanan atau air, atau yang
dilepaskan pada deyodinasi hormone tiroid atau bahan-bahan yang mengalami yodinasi.
Tiroid mengambil dan mengonsentrasikan yodida 20 hingga 30 kali kadarnya dalam plasma.
Yodiada diubah menjadi yodium, dikatalis oleh enzim yodida peroksida. Yodium kemudian
digambungkan dengan molekul tirosin, yaiitu proses yang disebut organifikasi yodium.
Proses ini terjadi pada interfase sel-koloid. Senyawa yang terbentuk, monoyodotirosin dan
diyodotirosin, kemudian digabungkan sebagai berikut: dua molekul diyodotirosin membentuk
tiroksin (T4), satu molekul diyodotirosin dan satu molekul monoyodotirosin membentuk
triyodotirosin (T¬3). Penggabungan senyawa-senyawa ini dan penyimpanan hormone yang
dihasilkan berlangsung dalam tiroglobulin. Pelepasan hormone dari tempat penyimpanan
terjadi dengan masuknya tetes-tetes koloid ke dalam sel-sel folikel dengan proses yang
disebut pinositosis. Didalam sel-sel ini tiroglobulin dihidrolisis dan hormone dilepaskan ke
dalam sirkulasi. Berbagai langkah yang dijelaskan tersebut dirangsang oleh tirotropin
(thyroid stimulating hormone [TSH]).2

Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin. Bentuk aktif hormon
ini adalah triiodotironin yang sebagian besar berasal dari konversi hormon tiroksin di perifer,
dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar tiroid. Sekresi hormon tiroid dikendalikan
oleh kadar hormon perangsang tiroid (Thyroid Stimulating Hormon) yang dihasilkan oleh
lobus anterior kelenjar hipofisis. Kelenjar ini secara langsung dipengaruhi dan diatur
aktivitasnya oleh kadar hormon tiroid dalam sirkulasi, yang bertindak sebagai umpan balik
negatif terhadap lobus anterior hipofisis dan terhadap sekresi hormon pelepas tirotropin dari
hipothalamus. Hormon tiroid mempunyai pangaruh yang bermacam-macam terhadap
jaringan tubuh yang berhubungan dengan metabolisme sel.2

Kelenjar tiroid juga mengeluarkan kalsitonin dari sel parafolikuler. Kalsitonin adalah
polipeptida yang menurunkan kadar kalsium serum, mungkin melalui pengaruhnya terhadap
tulang. Hormon tiroid memang suatu hormon yang dibutuhkan oleh hampir semua proses
tubuh termasuk proses metabolisme, sehingga perubahan hiper atau hipotiroidisme

3
berpengaruh atas berbagai peristiwa. Efek metaboliknya antara lain adalah termoregulasi,
metabolisme protein, metabolisme karbohidrat, metabolisme lemak, dan vitamin A.2

TSH adalah hormon yang terdiri dari glikoprotein yang diproduksi oleh kelenjar
hipofise anterior, dan merupakan hormon primer yang bertanggung jawab untuk
menstimulasi sintesa dan sekresi hormon- hormon tiroid antara lain T3 dan T4. Sekresi
hormon TSH dipengaruhi oleh hormon Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) yang
diproduksi oleh kelenjar hipotalamus. Hormon TRH, TSH, T3 maupun T4 bekerja dalam
suatu mekanisme umpan balik pada kelenjar hipotalamus, hipofise anterior dan kelenjar
tiroid. Pada keadaan kadar hormon T3 dan T4 yang meningkat maka akan terjadi mekanisme
umpan balik secara negatif terhadap kelenjar hipotalamus dan hipofise sehingga akan
menurunkan produksi dari hormon TRH dan TSH. Hal ini akan terjadi pada keadaan
sebaliknya dimana kadar T3 dan T4 rendah maka akan terjadi mekanisme umpan balik positif
terhadap kelenjar hipotalamus dan hipofise sehingga akan menaikan produksi hormon TRH
dan TSH.2

Fungsi dari hormon-hormon tiroid antara lain adalah:

1. Mengatur laju metabolisme tubuh. Baik T3 dan T4 kedua-duanya meningkatkan


metabolisme karena peningkatan komsumsi oksigen dan produksi panas. Efek ini
pengecualian untuk otak, lien, paru-paru dan testes.
2. Kedua hormon ini tidak berbeda dalam fungsi namun berbeda dalam intensitas dan
cepatnya reaksi. T3 lebih cepat dan lebih kuat reaksinya tetapi waktunya lebih singkat
dibanding dengan T4. T3 lebih sedikit jumlahnya dalam darah. T4 dapat dirubah
menjadi T3 setelah dilepaskan dari folikel kelenjar.
3. Memegang peranan penting dalam pertumbuhan fetus khususnya pertumbuhan saraf
dan tulang.
4. Mempertahankan sekresi GH dan gonadotropin
5. Efek kronotropik dan Inotropik terhadap jantung yaitu menambah kekuatan kontraksi
otot dan menambah irama jantung.
6. Merangsang pembentukan sel darah merah
7. Mempengaruhi kekuatan dan ritme pernapasan sebagai kompensasi tubuh terhadap
kebutuhan oksigen akibat metabolism
8. Bereaksi sebagai antagonis insulin Tirokalsitonin mempunyai jaringan sasaran tulang
dengan fungsi utama menurunkan kadar kalsium serum dengan menghambat
reabsorpsi kalsium di tulang. Faktor utama yang mempengaruhi sekresi kalsitonin
adalah kadar kalsium serum. Kadar kalsium serum yang rendah akan menekan
pengeluaran tirokalsitonin dan sebaliknya peningkatan kalsium serum akan
merangsang pengeluaran tirokalsitonin. Faktor tambahan adalah diet kalsium dan
sekresi gastrin di lambung.

Anamnesis

Anamnesis merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien dengan
memperhatikan petunjuk-petunjuk verbal dan non-verbal mengenai riwayat penyakit si
4
pasien. Riwayat pasien merupakan suatu komunikasi yang harus dijaga kerahasiaannya yaitu
segala hal yang diceritakan penderita. Anamnesis merupakan serangkaian tindakan dokter
untuk mengetahui masalah pasien.
Tujuan anamnesis adalah untuk mengumpulkan keterangan yang berkaitan dengan
penyakitnya dan yang dapat menjadi dasar penentuan diagnosis. Mencatat riwayat penyakit,
sejak gejala pertama, perkembangan gejala dan keluhan. Selain itu, proses ini juga
memungkinkan dokter untuk mengenal pasien dan juga sebaliknya. Dengan bertanya, dokter
sudah mengantongi sebagian besar kemungkinan-kemungkinan diagnosisnya yang disebut
diagnosis banding.
Anamnesis yang baik terdiri dari identitas (nama, alamat, pekerjaan, keadaan sosial
ekonomi, budaya, kebiasaan, obat-obatan), keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, kondisi lingkungan tempat tinggal untuk
mengetahui apakah itu penyakit menular atau tidak.

Anamnesis yang terdiri dari pertanyaan yang harus ditanyakan mengenai


kemungkinan penyebab, keluhan dan gejala klinis antara lain:

 Riwayat penyakit Sekarang


o Keluhan utama
 Sejak kapan kulit berubah warna kuning?
o Keluhan tambahan
 Apakah disertai dengan lemas, konstipasi, menangis dengan suara
serak sebagai gejala lain yang mendukung hipotiroidisme.
o Riwayat Kehamilan
 Apakah ada penyakit tiroid pada masa kehamilan seperti graves
disease pada ibu atau kanker tiroid?
 Apakah ada riwayat penyakit aritmia jantung pada ibu? Jika ada,
apakah jenis obatnya? Konsumsi obat amiodarone yang kaya akan
yodium memicu terjadinya hipotiroidisme didapat.
 Apakah ada pengobatan tertentu saat kehamilan? Seperti terapi iodine
dan pemberian radioiodine?
o Riwayat Persalinan
 Proses persalinan secara section caesaria yang menggunakan iodine
memiliki kemungkinan menyebabkan hipotiroidisme kongenital
 Riwayat Kelahiran
 Berapakah berat badan lahirnya?
 APGAR score untuk mengetahui tonus otot saat lahir
 Apakah dilakukan screening test hipotiroidisme?
 Riwayat Penyakit Dahulu
o Apakah dulu pernah kelainan seperti ini? Untuk membedakan penyebab
hipotiroidisme kongenital ataupun didapat?
o Apakah ada riwayat pengobatan dari penyakit tiroid seperti tindakan
tiroidektomi

5
o Apakah ada riwayat penyakit aritmia jantung sehingga konsumsi obat
amiodarone?
 Riwayat Kesehatan Keluarga
o Apakah ada keluarga dengan riwayat hipotiroidisme karena auto antibodi?
 Riwayat Pribadi Sosial dan Alergi
Konsumsi ASI eksklusif

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik adalah tindakan pemeriksaan yang dilakukan langsung dari diri
pasien. Hal pertama yang harus dilakukan oleh dokter adalah memperhatikan kesadaran dan
keadaan umum pasien, selanjutnya dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, sebagai
modalitas pemeriksaan untuk menunjang diagnosis berdasarkan manifestasi yang tampak
pada pemeriksaan ini. Pemeriksaan dapat dilanjutkan dari bagian kepala sampai kaki.
Dilaksanakan sesuai skema dan mencakup inspeksi (mengamati), perkusi (mengetuk),
auskultasi (mendengarkan dengan stetoskop), dan palpasi (meraba). 1 Dengan pemeriksaan
ini, maka dapat membantu dokter membuang diagnosis banding yang tidak cocok dengan
hasil pemeriksaan. Setelah anamnesis selesai dilakukan, maka pemeriksaan fisik biasanya
dimulai dengan pemeriksaan objektif yaitu tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, suhu, dan
tingkat kesadaran, inspeksi, palpasi, pergerakan.3
 Kepala: tampak besar, fontanel anterior terbuka datar, fontanel posterior
tertutp dan datar dengan sutura yang terbuka, rambut lebar berdiri
 Wajah: tampak bengkak, jarak kedua mata berjauhan, tampak sembab.
 Mata: sklera tampak ikterik
 Mulut: tampak terbuka dengan lidah yang besar
 Thoraks: bunyi jantung I-II regular, gallop (-), murmur (-), suara napas
vesikular, ronkhi (-), wheezing (-)
 Abdomen: tampak besar & bulat, hernia umbilikalis, bising usus menurun
 Akral: teraba dingin, hipotonus, reflex fisio lambat,
 Kulit: kuning seluruh tubuh karena meningkatnya karoten didalam darah,
tampak mottled-skin

Pemeriksaan Penunjang

Untuk menyingkirkan diagnosis banding dan menemukan satu diagnosis kerja yang
sesuai, maka perlu dilakukan pemeriksaan penunjang. Pertama, karena dicurigai bayi
menderita hipotiroid congenital, maka dilakukan uji tapis. Uji tapis untuk hipotiroid
congenital dilakukan dengan kombinasi pengujia T4 dan TSH atau hanya dengan pengujian
TSH. Uji tapis dan tindak lanjut diselesaikan dalam 2 sampai 5 minggu, yang pada saat itu,
hipotiroidisme dicurigai secara klinis terjadi pada kurang dari 5% bayi yang sakit. Data uji
tapis menunjukkan bahwa bayi baru lahir dengan hipotiroidisme primer memiliki kadar T4
serum yang rendah dan konsentrasi TSH yang tinggi. Diagnosis hipotiroidisme congenital
dapat ditegakkan dengan mengukur konsentrasi T4 dan TSH serum dalam sampel darah tali

6
pusat atau sampel darah neonates individual. Biasanya, kadar T4 lebih rendah dari 6 µg/dL
dan TSH di atas 50 µU/mL.6
Pemeriksaan USG maupun hepatobiliary scintigraphy dilakukan dengan indikasi
atresia bilier. Komponen iminodiacetic acid (IDA) diambil oleh hepatosit dari sirkulasi dan
disekresikan ke empedu sama seperti bilirubin. Komponen 99mTc-labelled IDA menunjukkan
ekskresi empedu ke dalam duktus biliaris dan kantung empedu. Kantung empedu dan duktus
biliaris akan terdeteksi melalui ekskresi dari duktus choledocus menuju duodenum setelah 30
menit injeksi. Kolesistokinin 0,5 unit/kg IV terkadang diadministrasikan untuk menstimulasi
pengosongan kantung empedu. Jika terdapat aktivitas tersebut maka diagnosa atresia bilier
dapat disingkirkan.4
Penentuan diagnosis sindrom Down bisa dengan melakukan tes pada kromosom yang
dikenal sebagai karyotyping. Sampel yang biasa diambil yaitu darah, tapi bisa juga dari
sumsum tulang atau jaringan lain. Sampel akan diteliti secara sitogenetika. Trisomi 21 atau
adanya 3 buah kromosom di kromosom 21.3,4

 TSH: bila nilai TSH <25µU/ml dianggap normal; kadar TSH >50 µU/ml dianggap
abnormal dan perlu pemeriksaan klinis dan pemeriksaan TSH dan T4 plasma. Bila
kadar TSH tinggi > 40µU/ml dan T4 rendah, < 6 µg/ml, bayi diberi terapi tiroksin dan
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Bayi dengan kadar TSH diantara 25-50
µU/ml,dilakukan pemeriksaan ulang 2-3 minggu kemudian.3
 FT4: pemeriksaan ini menggambarkan hormon yang aktif bekerja pada sel-sel tubuh,
yaitu sekitar 0.03 persen dari T4 total yang tidak berikatan dengan protein.4
 USG: Color Doppler ultrasonografi, tidak menggunakan radiasi, prosedur ini
merupakan alternatif pertama yang dianjurkan untuk pencitraan tiroid. Ultrasound
memberikan informasi tentang morfologi kelenjar tiroid dan merupakan modalitas
yang andal dalam menentukan ukuran dan volume kelenjar tiroid serta dapat
membedakan apakah nodul tersebut bersifat kistik, padat atau campuran kistik-padat.
Ultrasonografi juga dapat digunakan sebagai penuntun biopsy.5

Etiologi dan Epidemiologi


Umumnya kasus hipotiroid kongenital bersifat sporadik dan jarang berulang terjadi
pada saudara kandung berikutnya. Etiologinya pun sangat bervariasi, dapat bersifat permanen
maupun transien. Namun, penyebab tersering ialah defisiensi yodium yang merupakan
komponen pokok tiroksin dan triiodotironin. Faktor genetik hanya berperan pada tipe-tipe
tertentu yang diturunkan secara autosomal resesif. Hipotiroidisme kongenital terjadi pada 1
per 4000 kelahiran hidup dan dapat disebabkan oleh disgenesis tiroid kelainan embriogenesis
(agenesis, aplasia, ektopik) dan dishormogenesis (misalnya defek enzim). Disgenesis tiroid
dan kelainan embriogenesis jauh lebih sering dijumpai daripada dishormogenesis.
Hipotiroidisme sekunder atau tersier terisolasi, terjadi pada 1 per 100.000 kelahiran hidup;
kadar T4 normal atau rendah.

Jika terdapat hipotiroidisme sekunder atau tersier, perlu dilakukan evaluasi terhadap
hormon pituitari yang lain dan juga evaluasi anatomi hipotalamus-pituitari dengan MRI
(magnetic resonance imaging). Meskipun tidak termasuk dalam hipotiroidisme, defisiensi T 4-

7
binding globulin kongenital timbul pada 1 per 10.000 kelahiran hidup dan ditandai dengan
kadar T4 total serum yang rendah, kadar TSH dan T4 bebas normal, dan secara klinis eutiroid.
Kondisi ini tidak memerlukan terapi karena murni x kelainan pada binding protein. Kelainan
ini biasanya diturunakan secara X-linked dominan.1-3

Patogenesis
Hipotiroid kongenital dapat terjadi melalui beberapa jalur mekanisme:1

1. Agenesis tiroid dan kondisi lain yang menyebabkan sintesis hormon tiroid menurun.
Dalam hal ini kadar TSH akan meningkat tanpa adanya struma
2. Defisiensi yodium. Sintesis dan sekresi hormon tiroid akan menurun sehingga
meransang hipofisis untuk mengeluarkan TSH lebih banyak. Pada awalnya ditemukan
pembesaran kelenjar tiroid sebagai kompensasi dan peningkatan TSH dengan kadar
hormon tiroid normal. Namun selanjutnya, pada stadium dekompensasi ditemukan
struma difusan dan peningkatan TSH dengan hormon tiroid yang menurun.
3. Dishormogenesis yakni segala seusatu yang dapat mengganggu atau menurunkan
sintesis hormon tiroid. Dapat berupa hormon tiroid itu sendiri, inflamasi, infeksi,
pascatiroidektomi, dan sebagainya. Hormon tiroid akan menurun, disertai kadar TSH
yang tinggi, dengan/tanpa struma
4. Kelainan hipofisis. Kadar TSH menurun sehingga hormon tiroid akan menurun.
Kondisi ini tidak disertai struma
5. Kelainan hipotalamus. Kadar TRH menurun sehingga TSH akan menurun dan
hormon tiroid akan menurun. Kondisi ini tidak disertai dengan struma.
Belakangan ini diketahui bahwa janin hipotiroid mengkompensasi sebagian dari defisiensi
tersebut dengan menyalurkan T4 yang didapat ibu dalam jumlah minimal ke otak. Di otak, T4
akan diubah menjadi T3 oleh deiodinase otak yang spesifik. Proses kelahiran akan
memutuskan penyaluran T4 tersebut.3,5

Manifestasi Klinis
Hormon tiroid telah diproduksi dan dibutuhkan janin sejak usia gestasi 12 minggu. Bayi yang
menunjukkan gejala hipotiroid pada minggu pertama kehidupan sebenarnya telah mengalami
hipotiroid lama sebelum bayi tersebut dilahirkan. Selain itu, hormon tiroid di butuhkan untuk
metabolisme sel di seluruh tubuh, serta berperan penting dalam tumbuh kembang anak. Oleh
sebab itu, adanya manifestasi klinis hipotiroid sudah menunjukkan keterlambatan diagnosis
sehingga dibutuhkan skrining penyakit ini.1

Pada anamnesis dibutuhkan alloanamnesis karena pada baru baru lahir sampai usia 8 minggu,
keluhan tidak spesifik tapi kemudian akan semakin jelas dalam beberapa bulan setelah lahir,
usia gestasi lebih dari 42 minggu, adanya retardasi perkembangan, gagal tumbuh atau
perawakan pendek, ada letargi serta kurang aktif, konstipasi, malas menyusu, suara menangis
serak, pucat, bayi dilahirkan di daerah dengan kreatinisme endemik dan kekurangan yodium,
berat lahir lebih dari 4 kg, hipotermia, akrosianosis, distres pernapasan, ada riwayat gangguan
tiroid dalam keluarga, penyakit tiroid ibu saat hamil, obat antitiroid yang sedang diminum
atau terapi sinar, didapatkan ubun-ubun besar lebar atau terlambat menutup, ubun-ubun

8
posterior yang lebar, distensi abdomen, dengan muka yang khas yaitu dull face, ada lidah
yang besar, kulit kering, ada hernia umbilikalis ,ada motling atau kutis mamorata, penurunan
aktivitas, ikterus yang berkepanjangan biasanya muncul sejak usia 2 minggu tetapi sering
terlewatkan, hipotonia, sekilas seperti sindrom Down, tetapi bayi dengan sindrom Down lebih
aktif. Komplikasi berupa defek septum atrium dan ventrikel. Pada pemeriksaan penunjang
dilakukan pemeriksaan fungsi tiroid T4 dan TSH, dilakukan pemeriksaan hematologi rutin,
pemeriksaan radiologis bone age dapat juga skintrigrafi tiroid, ada pemeriksaan
elektrokardiogram, ekokardiografi, dan untuk mendeteksi efek sekunder hipotiroidisme.
Hormon tiroid penting untuk maturasi dan diferensiasi berbagai jaringan seperti tulang (usia
tulang biasanya terlambat saat lahir karena hipotiroidisme intrauterin) dan otak (sebagian
besar maturasi otak yang tergantung hormon tiroid terjadi pada usia 2 sampai 3 tahun setelah
lahir).1-3

Working Diagnose
Manifestasi klinis hipotiroid harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan T4 dan TSH untuk
memastikan diagnosis :1

1. Diagnosis hipotiroid primer : kadar T4 bebas normal/menurun, kadar TSH meningkat


a. Hipotiroid transien: awalnya kadar T4 bebas menurun, kadar TSH meningkat.
Selanjutnya, kadar T4 normal dan kadar TSH normal
b. Hipotiroid kompensata : awalnya kadar T4 bebas normal/menurun, kadar TSH
meningkat. Selanjutnya, kadar T4 normal dan kadar TSH meningkat.
2. Diagnosis hipotiroid sekunder/tersier: kadar T4 bebas menurun, kadar TSH juga
menurun
Meski demikian, interpretasi hasil fungsi tiroid tersebut sulit dilakukan pada bayi prematur
atau yang mengalami penyakit non tiroid karena sering dijumpai kadar T 4 dan T3 rendah
dengan TSH normal. Pada bayi prematur, kadar T3 dan T4 akan kembali normal pada usia 12
bulan, sedangkan pada penyakit non tiroid, nilai akan kembali normal setelah penyakit itu
diatasi. Pada kasus dengan hasil fungsi tiroid yang meragukan, bila bayi cukup bulan, maka
pemeriksaan skintigrafi tiroid dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis. Namun bila bayi
prematur, pemeriksaan kadar T4 dan TSH perlu dilakukan secara serial; umumnya kadar T 4
akan terus menurun dan TSH akan meningkat.1

Differential Diagnoses
1. Down Syndrome
Anak dengan DS seringkali didagnosis pada masa neonatus. Bayi-bayi ini umumnya
memiliki berat dan panjang lahir normal, dan hipotoni. Saat lahir didapatkan penampilan
wajah yang karakteristik dengan brakisefali, oksiput datar, hipoplasia midface, flattened
nasal bridge, fisura palpebra yang mengarah ke atas, lipatan epikantus, dan lidah besar yang
menonjok. Bayi juga memiliki tangan pendek yang lebar, seringkali disertai guratan palmar
melintang dan jarak yang lebar antara jari kaki pertama dan kedua. Hipotonia yang berat
dapat menyebabkan masalah makan dan penurunan aktivitas. Satu persen bayi dengan DS
mengalami hipotiroidisme kongenital, yang diidentifikasi melalui program skrining bayi baru
lahir. 40% ada penyakit jantung bawaan, meliputi kanal atrioventrikular, defek septum
9
ventrikel atau atrium, dan kelainan katup. 10% bayi baru lahir dengan DS memiliki anomali
traktus gastrointestinal.4

2. Atresia Bilier
Ikterus akibat atresia bilier biasanya tidak segera tampak saat lahir, namun mulai
muncul dalam minggu pertama hingga minggu kedua kehidupan. Adanya ikterus, ada gagal
tumbuh, urin berwarna hitam atau gelap, tanda-tanda perdarahan, hepatomegali. Tes fungsi
skrining TSH dan FT4 untuk mendukung dugaan hipotiroidisme.5

Manifestasi Klinis
Hormon tiroid telah diproduksi dan dibutuhkan janin sejak usia gestasi 12 minggu. Bayi yang
menunjukkan gejala hipotiroid pada minggu pertama kehidupan sebenarnya telah mengalami
hipotiroid lama sebelum bayi tersebut dilahirkan. Selain itu, hormon tiroid di butuhkan untuk
metabolisme sel di seluruh tubuh, serta berperan penting dalam tumbuh kembang anak. Oleh
sebab itu, adanya manifestasi klinis hipotiroid sudah menunjukkan keterlambatan diagnosis
sehingga dibutuhkan skrining penyakit ini.1

Pada anamnesis dibutuhkan alloanamnesis karena pada baru baru lahir sampai usia 8
minggu, keluhan tidak spesifik tapi kemudian akan semakin jelas dalam beberapa bulan
setelah lahir, usia gestasi lebih dari 42 minggu, adanya retardasi perkembangan, gagal
tumbuh atau perawakan pendek, ada letargi serta kurang aktif, konstipasi, malas menyusu,
suara menangis serak, pucat, bayi dilahirkan di daerah dengan kreatinisme endemik dan
kekurangan yodium, berat lahir lebih dari 4 kg, hipotermia, akrosianosis, distres pernapasan,
ada riwayat gangguan tiroid dalam keluarga, penyakit tiroid ibu saat hamil, obat antitiroid
yang sedang diminum atau terapi sinar, didapatkan ubun-ubun besar lebar atau terlambat
menutup, ubun-ubun posterior yang lebar, distensi abdomen, dengan muka yang khas yaitu
dull face, ada lidah yang besar, kulit kering, ada hernia umbilikalis ,ada motling atau kutis
mamorata, penurunan aktivitas, ikterus yang berkepanjangan biasanya muncul sejak usia 2
minggu tetapi sering terlewatkan, hipotonia, sekilas seperti sindrom Down, tetapi bayi dengan
sindrom Down lebih aktif.

Komplikasi berupa defek septum atrium dan ventrikel. Pada pemeriksaan penunjang
dilakukan pemeriksaan fungsi tiroid T4 dan TSH, dilakukan pemeriksaan hematologi rutin,
pemeriksaan radiologis bone age dapat juga skintrigrafi tiroid, ada pemeriksaan
elektrokardiogram, ekokardiografi, dan untuk mendeteksi efek sekunder hipotiroidisme.
Hormon tiroid penting untuk maturasi dan diferensiasi berbagai jaringan seperti tulang (usia
tulang biasanya terlambat saat lahir karena hipotiroidisme intrauterin) dan otak (sebagian
besar maturasi otak yang tergantung hormon tiroid terjadi pada usia 2 sampai 3 tahun setelah
lahir).1-3

Tatalaksana
Tujuan terapi meningkatkan T4 bebas secepat mungkin menjadi setengah nilai normal
ke atas. Supresi TSH tidak terjadi pada semua kasus dan tidak semua kasus perlu supresi TSH
karena untuk mensupresi TSH terkadang dibutuhkan tiroksin dalam dosis besar.2

10
Terapi tiroksin dimulai pada usia 3 minggu, dan dititrasi sesuai dengan pertumbuhan
memungkinkan mayoritas pendertia akan mencapai perkembangan anak normal.3

1. Medikamentosa.
Prinsip terapi ialah replacement therapy. Terapi bisa seumur hidup karena tubuh tidak
dapat mencukupi kebutuhan hormon tiroid. Preparat L-tiroksin diberikan dengan dosis sesuai
usia. Dosis awal diberikan tinggi, terutama pada usia periode perkembangan otak. (lihat tabel
1)

Tabel 1. Dosis L-tiroksin pada Hipotiroid Kongenital.1

Usia Dosis
0-3 bulan 10-15
3-6 bulan 8-10
6-12 bulan 6-8
1-5 tahun 4-6
6-12 tahun 3-5
>12 tahun 2-4

2. Terapi suportif
Mengatasi anemia berat, serta rehabilitasi atau fisioterapi pada kasus dengan retardasi
perkembangan motorik yang telah terjadi, termasuk pemantauan nilai IQ. Bisa dilakukan
kontrol rutin dan konseling genetik.1

Prognosis

Jika terapi dimulai pada usia kurang dari 1 bulan, maka prognosis untuk
perkembangan intelektualnya baik.2

Pencegahan
Program skrining hipotiroidisme pada bayi baru lahir telah dilakukan di negara maju
untuk mencegah retardasi mental akibat hipotiroid kongenital. Program skrining neonatus
memungkinkan pemberian terapi dalam waktu 1 sampai 2 minggu setelah lahir. Jika terapi
dimulai setelah usia 6 bulan, saat tanda hipotiroidisme klasik muncul, fungsi intelektual
biasanya sudah menurun secara bermakna. Pertumbuhan akan membaik setelah terapi
subtitusi hormon tiroid. Skrining dilakukan dengan mengukur kadar TSH neonatus pada usia
48 jam-4 hari.

Dosis tiroid berubah dengan bertambahnya usia; dosis tiroksin 10-15 mg/kg biasanya
diberikan pada saat neonatus, menurun menjadi 3 mg/kg pada anak besar. pada skrining
kadar TSH awal >50 mikroU/ml memiliki kemungkinan sangat besar untuk mengalami
hipotiroid permanen dan sebaiknya segera mulai diobati setelah diperiksa ulang, sementara
kadar TSH 20-49 mikroU/ml dikonfirmasi dan perika ulang sebelum diterapi. Karena belum
ada program skrining nasional di Indonesia, maka diagnosis banding hipotiroid kongenital
harus dipikirkan pada setiap kasus delayed development. Deteksi dini dan pengobatan

11
adekuat sebelum usia 1-3 bulan memiliki prognosis yang baik terhadap tumbuh kembang
anak, termasuk kecerdasan IQ.1,2

Penutup
Hipotiroidisme kongenital dapat disebabkan oleh hipotiroidisme pada maternal yang
tidak diobati atau adanya defek enzim herediter akibat kegagalan sintesis T3 dan T4 normal.
Gejala yang dapat diamati ialah bayi yang somnolen dan hipoaktif hingga menyebabkan
gangguan pemberian makan, tangisan parau, lidah besar, ikterus fisiologis yang menetap,
kulit bersisik yang kering dan kasar. Diagnosis dipastikan melalui pemeriksaan
radioimunoasai yang memperlihatkan penurunan kadar T3 dan T4 serta peningkatan TSH.
Terapi dengan pemberian Synthroid(T4).

Pendeteksian hipotiroidisme kongenital/kretinisme penting dilakukan sebelum terjadi


retardasi mental dan gangguan perkembangan susunan saraf pusat. Penyakit hipotiroidisme
ini dapat dicegah, jika diketahui dari awal dan dilakukan terapi dengan cepat maka
pertumbuhan anak yang hipotiroidisme akan hampir sama dengan anak-anak normal. Karena
jika tidak diobati penyakit ini akan menjadi permasalahan bangsa, karena permasalahan di
retardasi mental. Skrining awal setelah lahir sangat penting untuk mengetahui kenormalan,
dan dapat diberikan terapi yang tepat.

Daftar Pustaka
1. Liwang F, Pulungan A B. Hipotiroid Kongenital. Dalam kapita selekta. Ed ke-4.
Jakarta: Aesculapius;2014.h.38-40
2. Soesanto F. Dalam Marcdante K J, Kliegman R M, Jenson H B. Nelson ilmu
kesehatan anak esensial. Ed ke 6. Jakarta:Saunders elsevier;2011.h.711-2
3. Hull D, Johnston D I. Dasar dasar pediatri. Ed ke-3. Jakarta:EGC;2008.h.240-1
4. Yuliarta K. Dalam Marcdante K J, Kliegman R M, Jenson H B. Nelson ilmu
kesehatan anak esensial. Ed ke 6. Jakarta:Saunders elsevier;2011.h.200-1
5. Widodo A D. Dalam Marcdante K J, Kliegman R M, Jenson H B. Nelson ilmu
kesehatan anak esensial. Ed ke 6. Jakarta:Saunders elsevier;2011.h.486

12

Anda mungkin juga menyukai