Anda di halaman 1dari 2

Ananda hidayatulloh

17105020066

30-37

Sebenarnya ada sejumlah cara untuk mempelajari agama. Yang pertama adalah dengan melalui
pendekatan historis. Cara ini merupakan usaha untuk menelusuri asal-usul dan pertumbuhan
pemikiran-pemikiran dan lembaga-lembaga keagamaan melalui periode-periode perkembangan
sejarah yang tertentu, serta untuk memahami peranan kekuatan-kekuatan yang diperlihatkan oleh
agama dalam periode-periode tersebut. penelitian semacam ini harus dimulai dari masa yang
paling awal yang dapat diketahui dalam sejarah manusia, seperti yang telah digambarkan oleh
James dalam studinya mengenai masa permulaan agama. Selama setengah abad yang terakhir,
sudah banyak kemajuan yang diperoleh dalam menyelidiki peradaban-peradaban purba di timur
dekat, india, afrika timur, afrika, dan eropa, yang dahulunya tidak terjangkau oleh para ahli
sejarah masa sebelumnya.
Karya ahli sejarah kadang-kadang didasarkan pada penelitian arkeologis dan filologis seperti
yang telah dilakukan pada masa sebelumnya. Dengan penelitian yang cermat atas monumen-
monumen dan bukti-bukti kesusasteraan masa lampau, sehingga keperluan material untuk
menggambarkan masa lampau dapat terkumpulkan. Kehati-hatian terhadap sumber dan penelaah
terhadap gaya bahasa akan tetap menjadi dasar utama dari semua kegiatan penelitian dimsa
mendatang. Selama abad kesembilanbelas, penafsiran arkeologis dan filologis telah
menghasilkan teori pemahaman yang rapih yang terbentuk atas keperluan studi klasik. Tanpa
ketelatenan para ahli bahasa dan arkeologi, maka sejarah agama purba dan sebagian besar
sejarahnya di masa media akan tetap tersembunyi dibalik segala kekurangan kita. Interpretasi-
interpretasi filologis dan historis akan senantiasa merupakan unsur yang sangat diperlukan dalam
meneliti agama apabila kita berusaha mendekatinya melalui masa lampau.
Usaha untuk memperoleh sisi-ilmiah dari aspek-aspek batin pengalaman keagamaan, dimana dan
kapan pengalaman terjadinya, menghendaki adanya suatu pendekatan absah yang lain. Sentimen-
sentimen individu dan kelompok, berikut gerak dinamisnya, harus pula diteliti. Inilah tugas
interpretasi psikologis. Meskipun masa puluhan tahun terakhir ini memperlihatkan adanya
kemantapan semangat yang dapat dirasakan dan pernah diperagakan oleh para tokoh psikologi
agama dipermulaan abad keduapuluh, namun baru-baru ini muncul aliran psikologi kepribadian
dan psiko-analisa yang memberikan petunjuk-petunjuk bagaimana memahami bawah sadar dan
tingkah lakunya. Metode-metode lama ini kemudian disempurnakan dengan beberapa metode
baru. Di Perancis dan Jerman muncul apa yang disebut sosiologi agama.
Akhirnya, masih lagi aliran lain yang akan tampak pada abad ini, yang membuka suatu cara baru
dalam meneliti fenomena keagamaan. Aliran tersebut disebut Fenomenologi. Edmund Husserl,
pendirinya, memandang fenomenologi sebagai suatu disiplin filsafat yang solid dengan tujuan
membatasi dan melengkapi penjelasan psikologis murni tentang proses-proses pikiran.
Pendekatan fenomenologis segera dipakai untuk menjelaskan bidang-bidang seni, hukum,
agama, dan lain sebagainya. Fenomenologi agama dikembangkan oleh Max scheler, jean Hering,
rudolf otto, dan gerardus van der leeuw. Tujuannya adalah untuk memahami pemikiran-
pemikiran, tingkah laku, dan lembaga-lembaga keagamaan tanpa mengikuti salah satu teori
filsafat, teologi, metfisika, ataupun psikogi. Dengan demikian, lengkaplah sudah kelengkapan-
kelengkapan penting yang sangat diperlukan bagi pendekatan historis, psikologis, ataupun
sosiologis murni. Ada tiga beban yang harus dipanggul fenomenologi agama yaitu : mencari
hakikat ketuhanan, menjelaskan teori wahyu, dan meneliti tingkah laku keagamaan.

Anda mungkin juga menyukai