Anda di halaman 1dari 8

POLITEKNIK Standar Operasional Prosedur (SOP)

KESEHATAN Pemeriksaan Nervus: Olfaktorius (N I)


Definisi :
KEMENKES
Nervus olfaktorius tersusun atas sel-sel nervus olfaktorius yang
KALTIM
terdapat pada mukosa rongga hidung bagian atas. Serabut saraf yang
keluar dari badan sel saraf ini membentuk 20 berkas serabut saraf pada
setiap sisi rongga hidung.
Tujuan :
Jl. Wolter
Mengukur ketajaman penciuman klien
Monginsidi No. Indikasi :
38 Samarinda Tidak ada penyakit intranasal
Syarat Pemeriksaan :
1. Jalan nafas harus dipastikan bebas dari penyakit
2. Bahan yang dipakai harus dikenal oleh penderita
3. Bahan yang dipakai bersifat non iritating
Persiapan Alat :
1. Bahan-bahan beraroma tajam seperti kopi, vanilla atau parfum
2. Baju periksa
3. Sarung tangan
4. Ballpoint
5. Kertas Pemeriksaan
Prosedur Tindakan :
A. Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada
2. Menempatkan alat di dekat klien
3. Mencuci tangan

B. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada klien dan keluarga
3. Menanyakan persetujuan dan kesiapan klien sebelum pemeriksaan dilakukan

C. Tahap Kerja
1. Memberitahukan kepada klien bahwa daya penciumannya akan diperiksa
2. Melakukan pemeriksaan untuk memastikan tidak ada sumbatan atau kelainan pada
rongga hidung
3. Mengenalkan klien mecium bau-bauan yang akan tertentu (misalnya: ekstrak kopi,
jeruk, vanili atau parfum)
4. Meminta klien untuk menutup salah satu lubang hidung
5. Meminta penderita untuk mencium bau-bauan tertentu (misalnya: esktrak kopi, jeruk,
vanili, tembakau atau parfum) melalui lubang hidung yang terbuka
6. Meminta klien menyebutkan jenis bau yang diciumnya

D. Tahap Terminasi
1. Melakukan evaluasi tindakan
2. Kontrak untuk tindakan selanjutnya
3. Berpamitan dengan klien
4. Membereskan alat-alat
5. Mencuci tangan
6. Mencatat kegiatan dalam lembar pemeriksaan
Evaluasi :
Mengevaluasi respon serta toleransi klien sebelum, selama dan sesudah prosedur
Interpretasi Hasil :
- Normosmia: kemampuan menghidu normal, tidak terganggu
- Hiposmia: kemampuan menghidu menurun, berkurang
- Hiperosmia: meningkatnya kemampuan menghidu, dapat dijumpai pada penderita
hiperemesis gravidarum atau pada migren
- Parosmia: tidak dapat mengenali bau-bauan, salah hidu
- Kakosmia; persepsi adanya bau busuk, padahal tidak ada
- Halusinasi penciuman: biasanya berbentuk basu yang tidak sedap, dapat dijumpai pada
serangan epilepsi yang berasal dari girus unsinat pada lobus temporal dan sering disertai
gerak mengecap-ngecap (epilepsi jenis parsial kompleks)
Dokumentasi :
1. Mencatat tanggal dan waktu pelaksanaan prosedur
2. Mencatat respon serta toleransi klien sebelum, selama dan sesudah prosedur
Referensi :
Ashari, Devi W. 2015. Pemeriksaan Fungsi Saraf Kranial Bagian I. Makassar: Balai
Penerbit FKUNHAS
Diah, Sutejo dkk. Pemeriksaan Neurologi. Surakarta: Balai Penerbit FKUNS
Lumbantobing S. 2006. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI

POLITEKNIK Standar Operasional Prosedur (SOP)


KESEHATAN Pemeriksaan Nervus: Optikus (N II)
Definisi :
KEMENKES
Nervus optikus tersusun atas serabut-serabut axon saraf yang berasal
KALTIM
dari sel-sel gangliomik di retina. Axon saraf yang berasal dari sel-sel
saraf tersebut bersinaps dengan serabut-serabut dendrit sel-sel saraf
pada area corpus geniculatum lateralis, pulvinar dan collilus superios
Jl. Wolter membentuk pusat visual primer.
Tujuan :
Monginsidi No.
1. Mengukur ketajaman penglihatan/visus dan menentukan apakah
38 Samarinda
kelainan pada visus disebabkan oleh kelainan okuler lokal atau
kelainan syaraf
2. Mempelajari lapangan pandangan
3. Memeriksa keadaan papil optik
Kontra Indikasi :
1. Kegagalan cahaya untuk mencapai retina, misalnya akibat katarak
dan kekeruhan cairan vitreus pada pasien diabetes mellitus
2. Penyakit pada retina, seperti pigmentosa, perdarahan makula atau
scar
3. Penyakit atau kelainan pada nervus optikus seperti beuritis optik,
neuritis retrobulbar dan atrofi nervus optikus
4. Kelainan yang mengenai traktus optikus dan hubungannya dengan
batang otak
5. Penyakit atau kelainan pada batang otak
6. Penyakit atau kelainan pada nervus okulomotorius atau ganglion
siliare
Persiapan Alat :
6. Baju periksa
7. Sarung tangan
8. Ballpoint
9. Kertas Pemeriksaan
Prosedur Tindakan :
E. Tahap Pra Interaksi
4. Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada
5. Menempatkan alat di dekat klien
6. Mencuci tangan

F. Tahap Orientasi
4. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik
5. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada klien dan keluarga
6. Menanyakan persetujuan dan kesiapan klien sebelum pemeriksaan dilakukan

G. Tahap Kerja
 Pemeriksaan Daya Penglihatan (VISUS)
7. Memberitahukan kepada klien bahwa daya penglihatannya akan diperiksa
8. Memastikan bahwa penderita tidak mempunyai kelainan mata misalnya katarak,
jaringan parut atau kekeruhan pada kornea, peradangan pada mata (iritis, uveitis),
glaukoma, korpus alienum
9. Pemeriksa berada pada jarak 1-6 meter dari penderita
10. Meminta penderita untuk menutup mata sebelah kiri untuk memeriksa mata sebelah
kanan
11. Meminta penderita untuk menyebutkan jumlah jari pemeriksa yang diperlihatkan
kepadanya
12. Jika penderita tidak dapat menyebutkan jumlah jari dengan benar, maka pemeriksa
menggunakan lambaian tangan dan meminta penderita menentukan arah gerakan tangan
pemeriksa
13. Jika penderita tidak dapat menentukan arah lambaian tangan, maka pemeriksa
menggunakan cahaya lampu senter dan meminta penderita untuk menunjuk asal cahaya
yang disorotkan ke arahnya
14. Menentukan visus penderita
15. Melakukan prosedur yang sama untuk mata sebelah kiri

 Pemeriksaan Lapangan Pandang


1. Meminta klien duduk berhadapan dengan pemeriksa pada jarak 1 meter
2. Meminta klien menutup mata kirinya dengan tangan untuk memeriksa mata
kanan
3. Meminta klien melihat hidung pemeriksa
4. Pemeriksa menggerakkan jari tangannya dari samping kanan ke kiri dan dari
atas ke bawah
5. Meminta klien untuk mengatakan bila masih melihat jari-jari tersebut

H. Tahap Terminasi
7. Melakukan evaluasi tindakan
8. Kontrak untuk tindakan selanjutnya
9. Berpamitan dengan klien
10. Membereskan alat-alat
11. Mencuci tangan
12. Mencatat kegiatan dalam lembar pemeriksaan
Evaluasi :
Mengevaluasi respon serta toleransi klien sebelum, selama dan sesudah prosedur
Interpretasi Hasil :
- Total blindness : tidak mampu melihat secara total
- Hemianopsia : tidak mampu melihat sebagian lapangan pandang (temporal; nasal;
bitemporal; binasal)
- Homonymous hemianopsia
- Homonymous quadrantanopsia
Dokumentasi :
3. Mencatat tanggal dan waktu pelaksanaan prosedur
4. Mencatat respon serta toleransi klien sebelum, selama dan sesudah prosedur
Referensi :
Ashari, Devi W. 2015. Pemeriksaan Fungsi Saraf Kranial Bagian I. Makassar: Balai
Penerbit FKUNHAS
Diah, Sutejo dkk. Pemeriksaan Neurologi. Surakarta: Balai Penerbit FKUNS
Lumbantobing S. 2006. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI

POLITEKNIK Standar Operasional Prosedur (SOP)


KESEHATAN Pemeriksaan Nervus: Okulomotorius, Throklearis, Abdusen
KEMENKES (N III, IV, VI)
Definisi :
KALTIM Nervus III, IV dan VI merupakan serabut saraf motorik yang dapat
berfungsi untuk menggerakkan bola mata. Nervus III (okulomotorius)
mensarafi otot levator palpebra superior. Nervus III (okulomotorius)
berperan dalam kontraksi otot pupil dan membuka mata. Nervus IV
Jl. Wolter (throklearis) mensarafi otot oblikus superior untuk mengarahkan mata
Monginsidi No. melihat ke arah hidung (rotasi internal dan depresi). Sedangkan nervus
38 Samarinda VI (Abdusen) mensarafi otot rektus lateralis untuk menggerakkan mata
ke samping.
Tujuan :
Untuk mengukur gerakan otot mata, kelopak mata dan otot pupil klien
Indikasi :
Klien dengan myasthenia gravis, sindrom horner
Persiapan Alat :
10.Penlight atau senter kecil
11.Baju periksa
12.Sarung tangan
Prosedur Tindakan :
I. Tahap Pra Interaksi
7. Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada
8. Menempatkan alat di dekat klien
9. Mencuci tangan

J. Tahap Orientasi
7. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik
8. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada klien dan keluarga
9. Menanyakan persetujuan dan kesiapan klien sebelum pemeriksaan dilakukan

K. Tahap Kerja
> Pemeriksaan Gerakan Bola Mata
1. Memberitahukan klien bahwa akan dilakukan pemeriksaan terhadap gerakan bola
matanya
2. Memeriksa ada tidaknya gerakan bola mata diluar kemauan klien (nistagmus)
3. Meminta klien untuk mengikuti gerakan tangan pemeriksa yang digerakkan ke segala
jurusan
4. Mengamati ada tidaknya hambatan pada pergerakan matanya (hambatan dapat terjadi
pada salah satu atau kedua mata)
5. Meminta penderita untuk menggerakkan sendiri bola matanya
> Pemeriksaan Kelopak Mata
1. Meminta klien untuk membuka kedua mata dan menatap kedepan selama satu menit
2. Meminta klien untuk melirik ke atas selama satu menit
3. Meminta klien untuk melirik ke bawah selama satu menit
4. Pemeriksa melakukan pengamatan terhadap celah mata dan membandingkan lebar
celah mata (fisura palpebralis) kanan dan kiri
5. Mengidentifikasi ada tidaknya ptosis, yaitu kelopak mata yang menutup
>Pemeriksaan Pupil
1. Melihat diameter pupil klien (normal 3mm)
2. Membandingkan diameter pupil mata kanan dan kiri (isokor atau anisokor)
3. Melihat bentuk bulatan pupil teratur atau tidak
4. Memeriksa refleks pupil terhadap cahaya direk: menyorotkan cahaya ke arah pupil lalu
mengamati ada tidaknya miosis dan mengamati apakah pelebaran pupil segera terjadi
ketika cahaya dialihkan dari pupil
5. Memeriksa refleks pupil terhadap cahaya indirect. Mengamati perubahan diameter
pupil pada mata yang tidak disorot cahaya ketika mata yang satunya mendapatkan sorotan
cahaya langsung
6. Memeriksa refleks akomodasi pupil :
- meminta klien melihat jari telunjuk pemeriksa pada jarak yang agak jauh
- meminta klien untuk terus melihat jari telunjuk pemeriksa yang digerakkan
mendekati hidung klien
- mengamati gerakan bola mata dan perubahan diameter pupil klien (pada
keadaaan norma kedua mata akan bergerak ke medial dan pupil menyempit)

L. Tahap Terminasi
13. Melakukan evaluasi tindakan
14. Kontrak untuk tindakan selanjutnya
15. Berpamitan dengan klien
16. Membereskan alat-alat
17. Mencuci tangan
18. Mencatat kegiatan dalam lembar pemeriksaan
Evaluasi :
Mengevaluasi respon serta toleransi klien sebelum, selama dan sesudah prosedur
Interpretasi Hasil :
- Kelumpuhan nervus III dapat menyebabkan terjadinya ptosis, yaitu kelopak mata
terjatuh, mata tertutup dan tidak dapat dibuka
- Ptosis dapat dijumpai pada myasthenia gravis atau pada sindrom horner
- Bila pupil mengecil disebut miosis
- Bila membesar (melebar) disebut midriasis
Dokumentasi :
5. Mencatat tanggal dan waktu pelaksanaan prosedur
6. Mencatat respon serta toleransi klien sebelum, selama dan sesudah prosedur
Referensi :
Ashari, Devi W. 2015. Pemeriksaan Fungsi Saraf Kranial Bagian I. Makassar: Balai
Penerbit FKUNHAS
Diah, Sutejo dkk. Pemeriksaan Neurologi. Surakarta: Balai Penerbit FKUNS
Lumbantobing S. 2006. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai