Anda di halaman 1dari 13

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/316165327

PEMANFAATAN BAMBU SEBAGAI MATERIAL PENUTUP ATAP PADA


ARSITEKTUR TRADISIONAL DAN KONTEMPORER DI INDONESIA

Conference Paper · November 2015

CITATIONS READS

0 2,744

2 authors, including:

Anastasia Maurina
Clemson University
20 PUBLICATIONS   8 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Modular Bamboo Shelter View project

Diseminasi dan Distribusi Shelter Bambu Deployable Sebagai Sarana Ruang Publik View project

All content following this page was uploaded by Anastasia Maurina on 17 April 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


SEMINAR NASIONAL
JELAJAH ARSITEKTUR TRADISIONAL 2015
DENPASAR, 20-22 NOVEMBER 2015

PEMANFAATAN BAMBU SEBAGAI MATERIAL PENUTUP ATAP


PADA ARSITEKTUR TRADISIONAL DAN KONTEMPORER
DI INDONESIA
Anastasia Maurina1, dan Santoso Sukangto
Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Parahyangan
1Surel: anastasia.maurina@gmail.com

ABSTRAK: Arsitektur tradisional nusantara telah memanfaatkan bambu sebagai


material konstruksi, salah satunya adalah sebagai penutup atap. Walaupun pemanfaatan
bambu ini sangat berlawanan dengan prinsip-prinsip mengoptimalkan durabilitas
bambu, seperti menghindari bambu dari sinar matahari langsung dan air, tapi atap
bambu masih diaplikasikan pada arsitektur kontemporer. Penelitian ini akan mengkaji
pemanfaatan bambu sebagai material atap ditinjau dari 2 aspek, yaitu: (1) bentuk
bangunan dan atap (2) bentuk dan konstruksi material bambu. Penelitian ini merupakan
penelitian literatur dengan metode deskriptif, komparatif dan korelatif dengan analisis
kualitatif. Studi kasus arsitektur tradisional adalah rumah adat Cikondang, Bali, Toraja,
dan Kampung Bena. Sedangkan studi kasus arsitektur bambu kontemporer adalah Pasar
Jumoyo, Pearl Beach Lounge, Candidasa Bamboo Wedding Chapel, Bali Eco Village dan
Gereja Bambu. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa pemanfaatan sirap bambu
masih digunakan pada arsitektur bambu kontemporer, sedangkan pemanfaatan atap
kalaka satu lapis maupun multi lapis sudah tidak lagi digunakan. Atap pelupuh bambu
banyak digunakan pada arsitektur bambu kontemporer namun tidak memiliki preseden
pada arsitektur tradisional nusantara. Faktor yang berpengaruh dalam aplikasi penutup
atap bambu adalah jumlah material yang digunakan, kemudahan konstruksi dan juga
kemampuan beradaptasi dengan bentuk-bentuk arsitektur bambu kontemporer yang
cenderung mengambil bentuk organik.

Kata Kunci : penutup atap bambu, sirap, bilah, pelupuh, tradisional, kontemporer.

PENDAHULUAN
Bambu sangat melimpah dengan beragam jenisnya di seluruh Indonesia, dimana
penyebaran terbanyak adalah di Pulau Jawa dimana terdapat lebih dari 5 juta rumpun,
penyebaran kedua terbanyak adalah di provinsi Banten, Sulawesi Selatan dan Nusa
Tenggara Timur, dimana terdapat 1 juta – 5 juta rumpun bambu. Arsitektur Tradisional
Nusantara telah memanfaatkan bambu sebagai material konstruksi. Salah satu
pemanfaatan bambu adalah sebagai material penutup atap. Arsitektur tradisional
nusantara yang memanfaatkan bambu sebagai material penutup atap adalah rumah adat
Cikondang – Jawa Barat (gambar 1.1), rumah adat Toraja – Sulawesi Selatan (gambar 1.2),
rumah adat Desa Penglipuran (gambar 1.3) dan Desa Bayung Gede – Bali (gambar 1.4), serta
rumah adat Kampung Bena – Flores (gambar 1.5). Walaupun pemanfaatan bambu ini sangat
berlawanan dengan prinsip-prinsip mengoptimalkan durabilitas bambu, seperti
menghindari bambu dari sinar matahari langsung dan air, tapi atap bambu masih
diaplikasikan pada arsitektur kontemporer. Arsitektur bambu kontemporer di Indonesia
yang memanfaatkan bambu sebagai material penutup atap adalah Musholla di Pasar
Kejujuran Jumoyo – Jawa Tengah karya Eugenius Pradipto (Gambar 1.6), Pearl Beach
Lounge – Gili Trawangan NTB karya Heinz Alberti (Gambar 1.7), Candidasa Wedding Chapel
– Bali karya Effan Adhiwira (Gambar 1.8), Bali Eco Village (Gambar 1.9) dan Gereja Bambu
di Yogyakarta karya Eugenius Pradipto (Gambar 1.10).

320
SEMINAR NASIONAL
JELAJAH ARSITEKTUR TRADISIONAL 2015
DENPASAR, 20-22 NOVEMBER 2015

1 2 3 4 5

6 7 8 9 10
Gambar 1 Studi Kasus Penelitian
(1) Rumah Adat Cikondang, Jawa Barat - Sumber : travel.kompas.com (2) Rumah Adat Toraja, Sulawesi Selatan
- Sumber :dokumentasi pribadi (3) Rumah Adat Desa Panglipuran, Bali - Sumber : rynari.wordpress.com (4)
Rumah Adat Desa Bayung Gede, Bali - Sumber :blog.baliwww.com (5) Rumah Adat Kampung Bena, Flores -
Sumber :tindaktandukarsitek.com (6) Musholla di Pasar Jumoyo, Jawa Tengah - Sumber :
www.kompasiana.com (7) Pearl Beach Lounge, Gili Trawangan, NTB - Sumber : www.thelombokguide.com(8)
Candidasa Wedding Chapel, Bali - Sumber : eff studio (9) Bali Eco Village - Sumber : baliecovillage.com
(10)Gereja Bambu, Yogyakarta - Sumber : www.designboom.com

Penelitian ini akan mengkaji mengenai pemanfaatan bambu sebagai material atap pada
arsitektur tradisional nusantara dan juga arsitektur bambu kontemporer di Indonesia.
Untuk mengkaji pemanfaatan bambu sebagai material atap, pada penelitian ini akan
ditinjau dari 2 aspek, yaitu: (1) Bentuk arsitektural yang akan mengkaji bentuk geometri
bangunan serta bentuk dan hirarki geometri atap bangunan (2) Material bambu yang akan
mengkaji bentuk geometri dan konfigurasi elemen penutup atap serta konstruksinya.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian literatur dengan metodedeskriptif, komparatif dan
korelatif dengan analisis kualitatif. Analisis pada penelitian ini dibagi kedalam tiga tahap,
yaitu: (1)tahap deskripsi, pada tahap ini akan dideskripsikan 2 aspek pada setiap objek
studi; (2) tahap komparasi, dimana pada tahap ini akan dibandingkan kedua aspek dalam
pemanfaatan bambu dan akan disimpulkan ragam bentuk geometri dan konfigurasi elemen
penutup atap serta konstruksinya dalam hubungannya dengan bentuk geometri atap
bangunan; (3)tahap korelatif, dimana akan dikaji pengaruh pemanfaatan bambu sebagai
material penutup atap pada arsitektur tradisional terhadap pemanfaatan bambu sebagai
material penutup atap pada arsitektur bambu kontemporer.

RUMAH ADAT CIKONDANG, JAWA BARAT

Bentuk Geometri Bangunan serta Bentuk Geometri dan Hirarki Atap Bangunan
Bentuk rumah adat Cikondang memiliki bentuk rumah sunda pada umumnya, yaitu rumah
panggung yang memiliki bentuk atap suhunan jolopong (suhunan lurus, gambar 2.1),
dimana bentuk atapnya terdiri dari dua bidang atap yang dipisahkan oleh bubungan
(suhunan) di bagian tengah bangunan. Namun, pada rumah adat Cikondang terdapat
tambahan disalah satu sisinya yang berfungsi sebagai dapur. Selain itu terdapat juga
bangunan yang berfungsi sebagai kamar mandi yang letaknya terpisah dari bangunan
utama.Atap pada bangunan utama terbagi atas 2, yaitu atap utama, berupa 2 bidang miring
dan atap pada bagian adiktif, berupa atap yang cenderung datar (Gambar 2.1). Untuk atap
bangunan kamar mandi, terdiri dari 2 bidang miring (Gambar 2.3).Penggunaan atap bambu
pada rumah adat Cikondang yang membedakan dengan rumah suku sunda lainnya.Atap
bambu yang disebut dengan talahab atau dikenal dengan atap kalaka, diletakan pada bagian
adiktif bangunan utama (yang berfungsi sebagai dapur) dan juga pada bangunan kamar
mandi.Sedangkan atap pada bangunan utama menggunakan material ijuk.

321
SEMINAR NASIONAL
JELAJAH ARSITEKTUR TRADISIONAL 2015
DENPASAR, 20-22 NOVEMBER 2015

1 2 3
Gambar 2 Rumah Adat Cikondang, Jawa Barat
(1) Suhunan Jolopong - Sumber : yariesandi.wordpress.com(2) Bangunan Utama - Sumber :
travel.kompas.com(3) Bangunan Kamar Mandi - Sumber : explorelamajang.blogspot.co.id

Bentuk Geometri dan Konfigurasi Elemen Penutup Atap serta Konstruksinya


Atap bambu yang digunakan pada rumah adat Cikondang ini adalah talahab, yang terbuat
dari bambuyang dibelah dua dan kemudian disusun bertumpang tindihdengan posisi
menutup (tutup) dan membuka (tadah) (Gambar 3) dikenal dengan istilah single layers of
bamboo shingles with roman style.Keuntungan menggunakan atap bambu talahab ini adalah
memungkinkan air hujan dapat dialirkan melalui bilah bambu dengan posisi membuka
serta memungkinkan sirkulasi udara melalui celah-celahnya.Atap tipe ini memiliki berat
rata-rata 9 kg/m2. Bambu yang digunakan menggunakan ukuran yang besarnya relatif
sama, yaitu diameter +/- 15 sampai 20 cm. Batang bambu dibilah menjadi dua dan
dibersihkan bagian ruasnya. Hal ini ditujukan untuk mempermudah pemasangan dan dapat
mengalirkan air hujan.Setelah itu bilah bambu tersebut disusun berpasang-pasangan
dengan posisi menutup (tutup) dan membuka (tadah).Susunan tadah yang saling
berdampingan diikat oleh pasak yang disebut dengan pangerong.Hal ini ditujukan agar
posisi tidak bergeser.Sedangkan antara tadah dan tutup tidak terdapat ikatan (posisi yang
saling mengunci).

Gambar 3 Atap bambu talahab


Sumber :rumahhp.ga dan www.imagebali.net

1 2 3

4 5 6

7 8 9
Gambar 4 Konstruksi atap bambu talahab
Sumber :http://www.tulaykawayan.blogspot.co.id dan www.facebook.com/CivilEngDis
322
SEMINAR NASIONAL
JELAJAH ARSITEKTUR TRADISIONAL 2015
DENPASAR, 20-22 NOVEMBER 2015

RUMAH ADAT TORAJA (TONGKONAN), SULAWESI SELATAN

Bentuk Geometri Bangunan serta Bentuk Geometri dan Hirarki Atap Bangunan
Rumah adat Toraja yang dikenal dengan Tongkonan memiliki bentuk rumah panggung
berbentuk persegi panjang yang terdiri dari tiga bagian, yaitu kolong, badang dan
atap.Kekhususan rumah ini adalah bentuk atap yang menyerupai perahu (gambar 5).Atap
Tongkonan terdiri dari dua bidang miring (dengan sedikit lengkung) yang memiliki
punggung atap berbentuk hiperbolik (Gambar 6.1).Pada bagian punggung ini berbentuk
bidang yang cenderung datar.Material penutup atap yang digunakan adalah bambu
(Gambar 6.2), dimana pada bangunan adat yang baru, material bambu ini digantikan oleh
seng bergelombang (Gambar 6.3).

Gambar 5 Rumah Adat Tongkonan


Sumber :ruanasagita.blogspot.com ; Jurnal Dimesi Teknik Arsitektur

1 2 3
Gambar 6. Atap Rumah Tongkonan
(1) Bentuk Atap Rumah Tongkonan - Sumber : keajaibanindonesia.web.id(2)Atap bambu - Sumber :
guardianstoraja.blogspot.com(3)Atap seng - Sumber : travel.detik.com

Bentuk Geometri dan Konfigurasi Elemen Penutup Atap serta Konstruksinya


Atap bambu tongkonan terbuat dari bambu-bambu bilah yang disusun horisontal secara
tumpuk berpasang-pasangan dari bawah sampai ke atas. Susunan ini berlapis-lapis yang
berfungsi untuk mencegah masuknya air hujan serta menjaga kualitas termal pada
bangunan.Jumlah susunannya adalah3 (tiga) hingga 7 (tujuh) lapis (Gambar 7). Setelah itu
disusun hingga membentuk seperti perahu.Susunan atap berlapis ini dikenal dengan multi-
layer shingle roofing.Untuk sebuah bangunan berukuran 4x10 meter, dibutuhkan bambu
sejumlah 1000 batang dengan ketebalan atap mencapai 1 (satu) meter. Dengan jumlah
bambu yang dibutuhkan sangat banyak, maka tipe elemen penutup ini mahal dan sangat
berat. Konstruksi bambu multi lapis ini memiliki langkah yang sama dengan konstruksi
bambu satu lapis. Yang berbeda adalah cara menyusunnya. Bambu yang telah
dibilah(Gambar 8.2) disusun tumpang tindih yang dikait oleh beberapa reng bambu dan
diikat oleh tali bambu atau rotan atau dengan kunci yang dimasukkan kedalam bilah bambu
utuk mencegah geser dan diantara lapisan bambu diberi ijuk (Gambar 8.3).Susunan bambu
ditaruh di atas kaso yang terdapat pada rangka atap. Susunan tampak (overstek) minimal 3
lapis dan maksimal 7 lapis(Gambar 8.4), setelah itu disusun atap dengan banyak lapis yang
tidak ditentukan, hanya mengikuti bentuk rangka atap sehingga membentuk seperti perahu
(Gambar 8.5).

323
SEMINAR NASIONAL
JELAJAH ARSITEKTUR TRADISIONAL 2015
DENPASAR, 20-22 NOVEMBER 2015

Gambar 7 Atap bambu pada rumah Toraja


Sumber :proceeding Simposium Nasional RAPI IX dan patahtumbuh.com

1 2 3 4 5 6
Gambar 8 Konstruksi atap bambu multi lapis pada Rumah Toraja
Sumber :diasporiqbal.blogspot.com; tikarmedia.com;whatnextnaomi.com; mogabay.co.id

RUMAH ADAT DESA PENGLIPURAN BALI


Bentuk Geometri Bangunan serta Bentuk Geometri dan Hirarki Atap Bangunan
Bangunan di desa Panglipuran dibedakan atas tingkatan: pawon (gambar 9.1), sakenem
(gambar 9.2), angkul-angkul pintu masuk dan bale banjar (gambar 9.3). Bentuk bangunan
secara umum adalah persegi panjang, perbedaan terlihat dari bidang dindingnya dimana
bangunan umum tidak memiliki dinding.Atap bambu pada bangunan memiliki bentuk
perisai dengan kemiringan sekitar 45odan penggunaan bambu terlihat pada atap utama
bangunan.Pada pertemuan bagian tengah atap ditutup dengan wuwung berbentuk segitiga.

1 2 3
Gambar 9 Bangunan di Desa Panglipuran
(1) Pawon(2)Sakenem(3)Bale Banjar - Sumber:joramehombudilanombe.blogspot.co.id

Bentuk Geometri dan Konfigurasi Elemen Penutup Atap serta Konstruksinya


Penutup atap pada bangunan adalah sirap bambu atau lancetshingles(gambar 10).bambu
ini dipasang berlapis hingga 4-5 lapisan. Produksi dan pemasangan tipe ini cukup memakan
waktu. Sirap bambu dibentuk dari batang bambu yang dibelah 4-6 buah (tergantung
diameter bambu yang dipakai), dan dipotong dengan panjang 25-30 cm dan lebar 7-10
cm(gambar 11.1).Sirap lalu dikaitkan secara terbalik ke reng berupa bilah bambu dengan
lebar 5-7 cm di bawahnya(gambar 11.2).Sebagai pegangan, sangket dibuat pada bagian
ujung atas sirap dan dicantolkan ke reng (gambar 11.3).Dalam pemasangannya, sirap-sirap
bambu ditumpuk berjejeran(gambar 11.4). Tiap tumpukan sirap akan menutup per bagian
atap. Bagian cekung dari sirap berfungsi sebagai jalan air saat hujan.Langkah terakhir
adalah melapisi sirap yang telah terpasang dengan bahan pelapis. Hal ini untuk menjaga
keawetan atap dan untuk meningkatkan daya tahannya terhadap gangguan bahaya api.

324
SEMINAR NASIONAL
JELAJAH ARSITEKTUR TRADISIONAL 2015
DENPASAR, 20-22 NOVEMBER 2015

Gambar 10 Sirap Bambu


Sumber :www.kailbali.com

1 2 3

4 5 6
Gambar 11 Konstruksi atap sirap bambu
Sumber :nickburgoyne.com; joramehombudilanombe.blogspot.co.id; www.kailbali.com

RUMAH ADAT DESA BAYUNG GEDE, BALI


Bentuk Geometri Bangunan serta Bentuk Geometri dan Hirarki Atap Bangunan
Bangunan adat di Desa Bayung Gede memiliki bentuk persegi panjang dengan bentuk atap
pelana tinggi (gambar 12).Bentuk atap bangunan adalah atap pelana yang terdiri dari dua
bidang dengan kemiringan atap sekitar 45-50°, atap juga terlihat tinggi jika dibandingkan
dengan badan bangunan. Bagian tengah atap dibatasi wuwung yang terbuat dari bahan yang
sama yaitu sirap bambu.

Gambar 12 Rumah Adat di Desa Bayung Gede


Sumber :panbelog.wordpress.com; arsitektur12ruangdalam50muliana.wordpress.com
Bentuk Geometri dan Konfigurasi Elemen Penutup Atap serta Konstruksinya
Pada desa Bayung Gede, rumah adat menggunakan atap sirap bambu seperti pada rumah
adat di Desa Penglipuran. Perbedaannya, pada rumah adat di Desa Bayung Gede, sirap
disusun secara lurus dan tidak bertumpuk-tumpuk, kecuali pada bagian wuwung atap, sirap
ditumpuk hingga 3 lapisan.Hal ini disebabkan karena kemiringan atap rumah di Desa
Bayung Gede lebih besar dibandingkan dengan kemiringan atap di Desa Penglipuran.
Konstruksi atap sirap bambu tidak jauh berbeda pada umumnya, sirap terbuat dari bambu
yang dibelah dengan panjang 25-30 cm, dan lebar 10 cm. sirap lalu disayat sekitar 3-4 cm
dari bagian atas, dengan ukuran sayatan panjang 4cm dan lebar 1 cm (Gambar 13.1). hasil
sayatan ini berupa kait untuk memasang sirap ke reng (Gambar 13.2).

325
SEMINAR NASIONAL
JELAJAH ARSITEKTUR TRADISIONAL 2015
DENPASAR, 20-22 NOVEMBER 2015

1 2 3
Gambar 13 Konstruksi Sirap
Sumber: www.flipmas.org; www.teakdor.com

RUMAH ADAT KAMPUNG BENA, FLORES


Bentuk Geometri Bangunan serta Bentuk Geometri dan Hirarki Atap Bangunan
Bentuk bangunan ada kampong bena adalah panggung berbentuk persegi panjang, dengan
pembagian bawah, tengah, dan atas dengan bentuk atap utama perisai tinggi (gambar 14.1).
Sementara ruang-ruang di dalam rumah dibagi ke dalam 4 kelompok: teda moa (public),
teda one (semi privat), one sao (privat) dan area service. Atap pada rumah adat utama
terbuat dari ijuk dengan bentuk perisai tajam yang memiliki kemiringan sekitar 45-
50°.Sementara atap bambu digunakan pada bagian teras rumahatau teda moa, dan memiliki
kemiringan yang cenderung datar (gambar 14.2).

1 2 3
Gambar 14 Rumah Adat di Kampung Bena, Flores
(1) Rumah Adat (2) Area Teras (3) Atap bambu - Sumber:patadhela.blogspot.co.id

Bentuk Geometri dan Konfigurasi Elemen Penutup Atap serta Konstruksinya


Penutup atap bambu yang digunakan pada bagian teras rumah, memiliki bentuk bambu
belah yang disusun tumpang tindih sama seperti yang dimiliki oleh atap bambu di Kampung
Cikondang Jawa Barat (gambar 14.3). Atap bambu ini ditopang oleh struktur
kayu.Konstruksi atap bambu di rumah adat di Kampung Bena sama seperti konstruksi atap
bambu di rumah adat Cikondang, Jawa Barat.

Gambar 15 Konstruksi Atap Bambu Bilah


Sumber: appropiate building materials; bambus.rwth-aachen.de

MUSHOLLA DI PASAR JUMOYO, JAWA TENGAH


Bentuk Geometri Bangunan serta Bentuk Geometri dan Hirarki Atap Bangunan
Musholla di pasar jumoyo memiliki bentuk geometri bujur sangkar (9m x 9m) dengan
bentuk atap bertingkat-tingkat mengambil sumbu diagonalnya. Bangunan ini didesain
dengan ruang terbuka (gambar 16) dan bagian depan bangunan menjulang tinggi. Atap
utama musholla memiliki bentuk seperti atap meja, dengan satu titik ketinggian di bagian
depan bangunan. Selain atap utama, terdapat atap tambahan di bagian samping musholla.

326
SEMINAR NASIONAL
JELAJAH ARSITEKTUR TRADISIONAL 2015
DENPASAR, 20-22 NOVEMBER 2015

Gambar 16 Musholla di Pasar Jumoyo


Sumber: www.kompasiana.com

Gambar 17 Bentuk Atap Musholla di Pasar Jumoyo


sumber: www. Kompasiana.com

Bentuk Geometri dan Konfigurasi Elemen Penutup Atap serta Konstruksinya


Penutup atap terbuat dari sirap bambu, yang disusun berlapis-lapis secara terbalik dengan
bagian dalam bambu menghadap ke atas (gambar 18).Bambu dibilah sekitar 5cm dan
disusun dalam posisi terbalik (bagian dalam bambu di luar) sehingga seperti susunan
ribuan saluran air pada atap bangunan ini. Selain itu, kulit dalam bambu yang memiliki serat
dan tekstur kasar memberi gaya gesek lebih besar ketimbang kulit luar bambu yang halus
dan licin agar agar lebih tahan dan tidak geser.

Gambar 18 Konstruksi Atap Sirap Bambu


Sumber : www.kompasiana.com ; joramehombudilanombe.blogspot.co.id

PEARL BEACH LOUNGE, GILI TRAWANGAN, NTB


Bentuk Geometri Bangunan serta Bentuk Geometri dan Hirarki Atap Bangunan
Bentuk bangunan ‘Pearl Beach Lounge’, Gili Trawangan, Lombok termasuk kedalam bentuk
bangunan organic (Gmbar 19.1).Bangunan ini mengambil inspirasi dari bentuk yang
ditemukan di alam, yaitu metafora dari bentuk ombak.Bentuk dasar bangunan ini
merupakan bentuk asimetris yang merupakan gabungan 2 (dua) kurva yang tidak sama
besar yang disatukan dengan sumbu linear yang berbentuk kurva yang memiliki
kelengkungan ganda (Gambar 19.2)Bentuk atapnya secara visual teridentifikasi sebagai
bidang yang memiliki bentuk dasar pelana yang ditransformasi. Garis wuwung mengikuti
bentuk sumbu bangunan yang membentuk kelengkungan tunggal – cembung (jika dilihat
secara planar dari tampak muka. (Gambar Gamabr 19.3) Sehingga bidang atap berupa
bidang lengkung tidak beraturan.

327
SEMINAR NASIONAL
JELAJAH ARSITEKTUR TRADISIONAL 2015
DENPASAR, 20-22 NOVEMBER 2015

1 2 3
Gambar 19 Pearl Beach Lounge
(1) Bentuk bangunan – Sumber: www.thelombokguide.com (2) Denah (3) Tampak

Bentuk Geometri dan Konfigurasi Elemen Penutup Atap serta Konstruksinya


Atap bambu pada bangunan ini adalah pelupuh bambu, berupa lembaran-lembaran yang
ditumpuk berlapis-lapis.Diantara lapisan pelupuh diberi terpal atau plastik untuk
menghindari bocor. Pembuatan atap pelupuh bambu ini sama dengan pembuatan pelupuh
untuk lantai atau dinding atau plafond. Bambu di disayat memanjang dan dibuang sekat
ruas bambunya.Kemudian di renggangkan dan dipukul-pukul membentuk lembaran atau
dimasukan kedalam mesin crusher sebanyak 3-4 kali hingga retakan pelupuh banyak dan
halus. Proses selanjutnya adalah membuang bagian dalam (dagingnya) karena bagian ini
bagian paling lunak dan mudah terserang bubuk atau lapuk. Pemasangan pelupuh bambu
disusun bersambung, dengan ujung-ujungnya tumpang tindih untuk mencegah masuknya
air hujan.Penyusunan pelupuh ini menyerupai penyusunan atap lembaran modern pada
umumnya.Konstruksi atap pelupuh menggunakan kaso dan reng bambu.Atap pelupuh
bambu disusun menerus ke samping, dan dipakukan ke reng.Bagian ujung tiap lembar
pelupuh ditumpangkan dan dipaku bersama, sehingga kuat dan tidak jatuh.Pemasangan
pelupuh ada pada setiap batang reng, dengan jarak sekitar 30-40 cm.

Gambar 19 Atap Pelupuh


Sumber: ilmu konstruksi bangunan bambu; www.puskim.pu.go.id; blog.fitnyc.edu

CANDIDASA BAMBOO WEDDING CHAPEL, BALI


Bentuk Geometri Bangunan serta Bentuk Geometri dan Hirarki Atap Bangunan
Bentuk bangunan Candidasa Wedding Chapel, Bali memiliki bentuk dasar persegi panjang
yang ditranformasi menjadi trapesium.Bentuk dasar selubungnya (atap dan dinding)
adalah bentuk segitiga atau yang dikenal dengan bentuk pelana dimana terdapat
transformasi pada punggungnya menjadi bentuk hiperbolik memuncak di satu sisi.Hasil
transformasi bentuk denah dan punggung atap bangunan menghasilkan bentuk atap
bangunan ini bidang hiperbolik paraboloid (lengkung).

Gambar 20 Candidasa Bamboo Wedding Chapel, Bali


Sumber: eff studio

328
SEMINAR NASIONAL
JELAJAH ARSITEKTUR TRADISIONAL 2015
DENPASAR, 20-22 NOVEMBER 2015

Bentuk Geometri dan Konfigurasi Elemen Penutup Atap serta Konstruksinya


Atap bambu pada bangunan Wedding Chapel di Candidasa ini adalah pelupuh bambu, sama
seperti yang digunakan pada atap Pearl Beach Lounge. Teknik konstruksi yang digunakan
serupa dengan teknik konstruksi pada atap Pearl Beach Lounge.

BALI ECO VILLAGE


Bentuk Geometri Bangunan serta Bentuk Geometri dan Hirarki Atap Bangunan
Bangunan lodge Bali Eco Village memiliki bentuk dasar persegi panjang. Bentuk atap
merupakan transformasi bentuk atap manstard yang pada akhirnya menyerupai bentuk
setengah bola terdiri dari 4 sisi bidang lengkung.

Gambar 20 Bali Eco Village


Sumber: 100hotelsinbali.com

Bentuk Geometri dan Konfigurasi Elemen Penutup Atap serta Konstruksinya


Penutup atap pelupuh bambu dan konstruksi yang digunakan serupa dengan penutup atap
pelupuh pada Pearl Beach Louge dan Candidasa Wedding Chapel.

GEREJA BAMBU YOGYAKARTA


Bentuk Geometri Bangunan serta Bentuk Geometri dan Hirarki Atap Bangunan
Bentuk bangunan gereja yang dibuatnya kemudian berupa bangunan mirip cangkang keong
(Gambar 21).Ujung lancipnya menghadap ke atas.Bentuk akhirnya menjadi organik dan
asimetri.Bidang atap terdiri dari 3 (tiga) bidang-bidang lurus.

Gambar 21 Gereja Bambu Yogyakarta


Sumber: www.designboom.com

Bentuk Geometri dan Konfigurasi Elemen Penutup Atap serta Konstruksinya


Penutup atap yang digunakan adalah pelupuh bambu (Gambar 22.1-2), hanya
konstruksinya berbeda.Pelupuh bambu dibuat kotak-kotak 40 cm (Gambar 22.3) yang
kemudian diikatkan pada reng. Reng yang kemudian diikatkan pada grid rangka atap yang
berbentuk diagonal (Gambar 22.4)

1 2 3 4
Gambar 22 Atap pelupuh pada Gereja Bambu
Sumber: www.designboom.com
329
SEMINAR NASIONAL
JELAJAH ARSITEKTUR TRADISIONAL 2015
DENPASAR, 20-22 NOVEMBER 2015

KOMPARASI PENGGUNAAN MATERIAL PENUTUP ATAP BAMBU PADA BANGUNAN


TRADISIONAL DAN ARSITEKTUR BAMBU KONTEMPORER

Aspek Arsitektural Aspek Material


Bentuk Geometri
Bentuk Geometri
Bentuk Geometri dan Konfigurasi
dan Hirarki Atap Konstruksi
Bangunan Elemen Penutup
Bangunan
Atap
Bangunan Tradisional
Rumah Adat Atap kalaka
Bidang Lurus
Geometrik satu lapis
Cikondang, Jawa Cenderung Rata
Persegi Panjang (single layer
Barat Hirarki : Sekunder
bamboo shingles)
Rumah Adat Atap kalaka
Bidang Lengkung
Geometrik multi lapis
Toraja, Sulawesi Miring Tajam
Persegi Panjang (multi layer
Selatan Hirarki : Utama
bamboo shingles)

Rumah Adat Desa Bidang Lurus


Geometrik Atap sirap
Miring
Panglipuran, Bali Persegi Panjang Multi lapis
Hirarki : Utama

Rumah Adat Desa Bidang Lurus


Geometrik Atap sirap
Miring Tajam
Bayung Gede, Bali Persegi Panjang Satu lapis
Hirarki : Utama

Rumah Adat Atap kalaka


Bidang Lurus
Geometrik satu lapis
Kampung Bena, Cenderung Rata
Persegi Panjang (single layer
Flores Hirarki : Sekunder
bamboo shingles)

Dari hasil tinjauan komparasi penggunaan material penutup atap bambu pada bangunan
tradisional di Indonesia, maka terdapat 2 tipe material penutup atap, yaitu : atap kalaka
(satu lapis dan multi lapis) dan atap sirap (satu lapis dan multi lapis). Bentuk atap lengkung
hanya dapat menggunakan atap kalaka – multi lapis, namun tipe atap ini adalah atap yang
terberat dan termahal, karena jumlah bambu yang dibutuhkan sangat banyak.

Aspek Arsitektural Aspek Material


Bentuk Geometri
Bentuk Geometri
Bentuk Geometri dan Konfigurasi
dan Hirarki Atap Konstruksi
Bangunan Elemen Penutup
Bangunan
Atap
Arsitektur Bambu Kontemporer

Musholla di Pasar Geometrik 3 Bidang Lurus


Atap sirap
Jumoyo, Jawa Transformatif Miring Tajam
multi lapis
Tengah Bujur Sangkar Hirarki : Utama

Pearl Beach Bidang Lengkung


Atap pelupuh
Organik Tidak Beraturan
Lounge, Gili (lembaran)
Miring
Trawangan, NTB multi lapis
Hirarki : Utama
Bidang Lengkung
Candidasa Geometrik Hiperbolik Atap pelupuh
Bamboo Wedding Transformatif Paraboloid (lembaran)
Chapel, Bali Trapesium Miring Tajam multi lapis
Hirarki : Utama

330
SEMINAR NASIONAL
JELAJAH ARSITEKTUR TRADISIONAL 2015
DENPASAR, 20-22 NOVEMBER 2015

Bidang Lengkung Atap pelupuh


Geometrik
Bali Eco Village Miring Tajam (lembaran)
Persegi Panjang
Hirarki : Utama multi lapis

Gereja Bambu, Geometrik Bidang Lurus


Atap pelupuh
Transformatif Miring
Yogyakarta (Tiles)
Bujur Sangkar Hirarki : Utama

Dari hasil tinjauan, terdapat 2 tipe material penutup atap, yaitu : atap sirap (multi lapis) dan
atap pelupuh (tiles dan multi lapis). Pada arsitektur bambu kontemporer bentuk
bangunannya cenderung bentuk geometrik transformatif dan bentuk organik yang
menghasilkan bentuk atap lurus multi kemiringan ataupun atap lengkung. Untuk atap
lengkung akan menggunakan tipe penutup atap pelupuh.

KESIMPULAN
Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa atap sirap bambu masih digunakan pada
arsitektur bambu kontemporer, sedangkan atap kalaka satu lapis maupun multi lapis sudah
tidak lagi digunakan. Hal ini dikarenakan bentuk bangunan dari arsitektur bambu
kontemporer yang cenderung mengambil bentuk organik dengan bentuk atap lengkung
yang tidak dapat memanfaatkan atap kelaka. Selain itu atap kelaka membutuhkan bambu
yang banyak dan berat. Atap pelupuh bambu banyak digunakan pada arsitektur bambu
kontemporer namun tidak memiliki preseden pada arsitektur tradisional nusantara. Faktor
yang berpengaruh dalam aplikasi penutup atap bambu adalah jumlah material yang
digunakan, kemudahan konstruksi (mengingat bambu memiliki keterbatasan usia pakai,
sehingga perlu dipertimbangkan faktor penggantian material) dan juga kemampuan
beradaptasi dengan bentuk-bentuk arsitektur bambu kontemporer yang cenderung
mengambil bentuk organik.

DAFTAR PUSTAKA

Frick, Heinz. 2004. Ilmu Konstruksi Bangunan Bambu . Yogyakarta: Kanisius


Sumalyo, Yulianto. 2001. Kosmologi dalam Arsitektur Toraja. Dimensi Teknik Arsitektur
Vol. 29, No.1 : 64-74
Kapita, Hartati . 2014. Pemanfaatan Teknologi Bambu di Permukiman Desa Adat
Penglipuran Bali. Proceeding Simposium Nasional RAPI XI
Manurung, Pamorangan . Arsitektur Berkelanjutan Belajar, dari Kearifan Arsitektur
Nusantara.
Maurina, Anastasia. 2014. Estetika Struktur Bambu Pearl Beach Lounge, Gili Trawangan,
NTB. Laporan Penelitian . Bandung : UNPAR
https://bamboeindonesia.wordpress.com/budidaya/makalah-budidaya-bambu/anonim/
https://yariesandi.wordpress.com/tag/rumah-sunda/
http://www.imagebali.net/detail-artikel/740-atap-bambu-yang-unik-pada-bangunan-
rumah-adat-cikondang-jawa-barat.php
http://joramehombudilanombe.blogspot.co.id/2014/02/pemanfaatan-teknologi-bambu-
di.html
https://arsitektur12ruangdalam50muliana.wordpress.com/2015/05/09/arsitektur-
rumah-masyarakat-bayung-gede-kintamani/
http://patadhela.blogspot.co.id/2015/01/mitologi-kampung-bena.html

331

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai