Anda di halaman 1dari 6

A.

Sejarah Perkembangan Beton Prategang

Penerapan pertama dari beton prategang dimulai oleh P.H. Jackson dari California,
Amerika Serikat. Pada tahun 1886 telah dibuat hak paten dari kontruksi beton prategang yang
dipakai untuk pelat dan atap. Pada waktu yang hampir bersamaan yaitu pada tahun 1888, C.E.W.
Doehting dari Jerman memperoleh hak paten untuk memprategang pelat beton dari kawat baja.
Tetapi gaya prategang yang diterapkan dalam waktu yang singkat menjadi hilang karena
rendahnya mutu dan kekuatan baja. Untuk mengatasi hal tersebut oleh G.R. Steiner dari Amerika
Serikat pada tahun 1908 mengusulkan dilakukannya penegangan kembali. Sedangkan J. Mandl
dan M. Koenen dari Jerman menyelidiki identitas dan besar kehilangan gaya prategang.
Pada tahun 1930 Eugene Freyssinet dari Perancis yang
pertama-tama menemukan pentingnya kehilangan gaya
prategang dan usaha untuk mengatasinya, disarankan untuk
memakai baja dengan kekuataan yang sangat tinggi dan
perpanjangan yang besar. Kesulitan kemudian timbul dalam
perhitungan struktur statis tak tentu, karena pemberian
pratekan menimbulkan gaya tambahan yang sulit
diperhitungkan. Pada 1951 Yves Guyon berhasil
memberikan solusinya. Perkembangan beton pratekan
Eugene Freyssinet
(1879-1962) berlanjut dengan dikemukakannya Load Balancing Theory
oleh Tung Yen Lin pada 1963. Teori tersebut telah
mendorong perkembangan penggunaan beton pratekan yang pesat. PW. Abeles dari Inggris
kemudian memperkenalkan penggunaan Partial Prestressing yang menginjinkan tegangan tarik
terbatas pada beton.
B. Konsep Dasar Beton Prategang
Ada tiga konsep yang berbeda-beda yang dapat dipakai untuk menjelaskan dan
menganalisis sifat-sifat dasar dari beton prategang:
a. Konsep pertama: Sistem prategang untuk mengubah beton menjadi bahan yang elastis. Ini
merupakan buah pemikiran Eugene Freyssinet yang memvisualisasikan beton prategang pada
dasarnya adalah beton yang ditransformasikan dari bahan yang getas menjadi bahan yang
elastis dengan memberikan tekanan (desakan) terlebih dahulu (pratekan) pada bahan tersebut.
Dari konsep ini lahirlah kriteria ”tidak ada tegangan tarik” pada beton. Pada umumnya telah
diketahui bahwa jika tidak ada tegangan tarik pada beton, berarti tidak akan terjadi retak, dan
beton tidak merupakan bahan yang getas lagi melainkan berubah menjadi bahan yang elastis.
Dalam bentuk yang paling sederhana, ambillah balok persegi panjang yang diberi gaya
prategang oleh sebuah tendon sentris (cgs berimpit cgc), lihat Gambar 1.1. Akibat gaya
prategang F, akan timbul tegangan tekan merata sebesar :
F
 = A ...............................................................................................(1.1)
Jika M adalah momen eksternal pada penampang akibat beban dan berat sendiri balok, maka
tegangan pada setiap titik sepanjang penampang akibat M adalah :
M v
= I .............................................................................................(1.2)
dimana y adalah jarak dari sumbu yang melalui titik berat dan I adalah momen inersia
penampang. Jadi distribusi tegangan yang dihasilkan adalah:
F M v
= A ± I ...............................................................................(1.3)

Gambar 2.1 Distribusi tegangan beton prategang sentris

Bila tendon ditempatkan eksentris (sebesar e), maka distribusi tegangannya (lihat Gambar
1.2) menjadi :
F Fev M v
 = A + I + I ......................................................................(1.4)
Fev
dimana I adalah tegangan akibat momen eksentris.

Gambar 2.2 Distribusi tegangan beton prategang eksentris

b. Konsep kedua, Sistem prategang untuk kombinasi baja mutu tinggi dengan beton. Konsep ini
mempertimbangkan beton prategang sebagai kombinasi (gabungan) dari baja dan beton,
seperti pada beton bertulang, dimana baja menahan tarikan dan beton menahan tekanan,
dengan demikian kedua bahan membentuk kopel penahan untuk melawan momen eksternal
(Gambar 1.3). Pada beton prategang, baja mutu tinggi dipakai dengan jalan menariknya
sebalum kekuatannya dimanfaatkan sepenuhnya. Jika baja mutu tinggi ditanam pada beton,
seperti pada beton bertulang biasa, beton disekitarnya akan menjadi retak berat sebelum
seluruh kekuatan baja digunakan (Gambar 1.4). oleh karena itu, baja perlu ditarik sebelumnya
(pratarik) terhadap beton. Dengan menarik dan menjangkarkan ke beton dihasilkan tegangan
dan regangan yang diinginkan pada kedua bahan, tegangan dan regangan tekan pada beton
serta tegangan dan regangan pada baja. Kombinasi ini memungkinkan pemakaian yang aman
dan ekonomis dari kedua bahan dimana hal ini tidak dapat dicapai jika baja hanya ditanamkan
dalam bentuk seperti pada beton bertulang biasa.
Gambar 2.3 Momen penahan internal pada balok beton prategang
dan beton bertulang

Gambar 2.4 Balok beton menggunakan baja mutu tinggi

c. Konsep ketiga, Sistem prategang untuk mencapai perimbangan beban. Konsep ini terutama
menggunakan prategang sebagai suatu usaha untuk membuat seimbang gaya-gaya pada
sebuah batang (lihat Gambar 1.5 dan Gambar 1.6).
Penerapan dari konsep ini menganggap beton diambil sebagai benda bebas dan menggantikan
tendon dengan gaya-gaya yang bekerja pada beton sepanjang beton.

Gambar 2.5 Balok prategang dengan tendon parabola


Gambar 2.6 Balok prategang dengan tendon membengkok

Uraian secara lebih mendetail tentang ketiga konsep diatas akan dibahas pada bab-bab
selanjutnya.
C. Metode Pemberian Tegangan

 Pre-tensioning
Metode dengan cara tendon
ditegangkan dengan pertolongan alat
pembantu sebelum dicor atau
sebelum beton mengeras dan gaya
prategang dipertahankan sampai
beton cukup keras. Gaya prategang
akan ditransfer kebeton melalui
panjang transmisi tertentu yang
tergantung kondisi permukaan serta
profil penampang baja, diameter dan kekuatan beton. Keuntunganya metode ini adalah
daya lekat yang bagus dan kuat terjadi antara baja tegangan dan beton.
Langkah-langkah pelaksanaan:
1. Kabel (tendon) ditegangkan kemudian diangker pada abutment tetap,
2. Beton di cor sedemikian sehingga melingkupi tendon yang sudah diberi gaya
prategang dan dibiarkan mengering,
3. Setelah beton mengeras (umur cukup) baja di putus perlahan-lahan, tegangan baja
ditransfer ke beton melalui transmisi baja.
Setelah gaya prategang ditransfer ke beton, balok beton tersebut akan melengkung ke atas
sebelum menerima beban kerja. Setelah beban kerja bekerja, maka balok beton tersebut
akan rata.

 Post-tensioning
Metode dengan cara mengecor beton
terlebih dahulu dan dibiarkan
mengeras sebelum diberi gaya
tegangan. Baja dapat ditempatkan
dalam posisi dudukan besi yang
sesuai dengan koordinat yang telah
ditentukan, lalu dicor dalam beton,
lekatan dihindarkan dengan
menyelubungi baja dengan membuat saluran untuk tempat kabel. Setelah kekuatan beton
tercapai maka baja ditegangkan diujung– ujungnya dan dijangkar.
Langkah-langkah pelaksanaan:
1. Beton dicor dengan cetakan (formwork) yang telah disediakan lengkap dengan
saluran/selongsong kabel prategang (tendon duct).
2. Setelah beton cukup umur dan kuat memikul gaya prategang, tendon atau kabel
prategang dimasukkan dalam selongsong (tendon duct), kemudian tendon di tarik pada
salah satu/kedua ujungnya dan menekan beton langsung
3. Setelah tendon ditarik, kemudian dijangkarkan pada ujung-ujungnya. Pretegang
ditransfer ke beton melalui jangkar ujung tersebut. Jika diinginkan baja terikat pada
beton, maka langkah selanjutnya adalah grouting (penyuntikan) pasta semen ke dalam
duct.
Karena alasan transportasi dari pabrik beton ke site, maka biasanya beton prategang
dengan sistem post-tensioning ini dilaksanakan secara segmental (balok dibagi-bagi,
misalnya dengan panjang 1-1,5 m), kemudian pemberian gaya prategang dilaksanakan di
site, setelah balok segmental tersebut dirangkai.

Anda mungkin juga menyukai