Anda di halaman 1dari 11

SUKU SEA-SEA

PAPER

Dibuat untuk memenuhi sebagian tugas dari mata kuliah Misiologi yang dibimbing oleh:
Adrianus pasasa, S.T, M.A

Oleh
Serli Kidolite
NPM: 20110116

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI


STUDI ALKITAB UNTUK PENGEMBANGAN PEDESAAN
INDONESIA

CIANJUR, NOVEMBER 2012

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ..........................................................................................i


BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.........................................1
B. Rumusan Masalah....................................................1
C. Tujuan Penulisan......................................................1
BAB II : KONDISI UMUM MASYARAKAT SUKU SEA-SEA
A. Sumber Daya Alam...................................................2
B. Sumber Daya Manusia.............................................2
C. Kebudayaan Masyarakat Suku Sea-Sea.................3
BAB III : KEBUTUHAN-KEBUTUHAN MASYARAKAT SUKU
SEA-SEA
A. Kebutuhan Masyarakat di Bidang Jasmani...........5
B. Kebutuhan Masyarakat di Bidang Rohani.............5
BAB IV : UPAYA KONKRIT PENINGKATAN
KESEJAHTERAAN MASYARAKAT SUKU
SEA-SEA MELALUI PELAYANAN SECARA
HOLISTIK
A. Bidang Jasmani ......................................................7
B. Bidang Kerohanian.................................................7
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan..............................................................9
B. Saran.........................................................................9
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................10

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keberadaan sebuah suku yang terbentuk dalam suatu wilayah dipengaruhi oleh berbagai
macam faktor, baik itu masyarakat, peraturan, bahasa, dan kebudayaan-kebudayaan. Begitupun
halnya dengan keberadaan suku Sea-sea yang ada di Banggai Kepulauan. Suku Sea-sea atau suku
Banggai Pegunungan, berada di daerah pegunungan di kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi
Tengah. Suku ini merupakan salah satu suku dari sekian banyak suku di Indonesia yang telah
mendapat perhatian dari pemerintah dan telah cukup berkembang. Tetapi dibalik perkembangan
itu, ada begitu banyak tantangan yang dihadapi dalam perkembangan suku ini, baik dalam
pertumbuhan dan perkembangan, terutama dalam hal pengabaran injil. Inilah yang masih
menjadi pergumulan yang terbesar di suku Sea-sea ini.

B. Rumusan Masalah
Penulis merumuskan pokok-pokok yang menjadi permasalahan dalam tulisan ini yaitu
sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi umum masyarakat suku Sea-sea?
2. Bagaimana tantangan yang dihadapi, baik secara jasmani maupun rohani?
3. Bagaimana upaya konkrit peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pelayanan
holistik?
C. Tujuan Penulisan
Dilihat dari latarbelakang dan permasalahan yang ada, maka tujuan penulisan dari
makalah ini adalah:
1. Menjelaskan kondisi umum masyarakat suku Sea-sea.
2. Menjelaskan tantangan yang dihadapi, baik secara jasmani maupun rohani.
3. Menjelaskan upaya kongkrit peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pelayanan
holistik.
BAB II
KONDISI UMUM MASYARAKAT SUKU SEA-SEA
A. Sumber Daya Alam
Suku Sea-sea adalah salah satu suku yang terletak di dataran Pulau Peling, kabupaten
Banggai Kepulauan, Provinsi Sulawesi Tengah. Suku ini memiliki potensi yang sangat baik dan
cukup banyak, baik itu di laut maupun di daratan. Keadaan ini merupakan modal utama bagi
masyarakat suku Sea-sea untuk memacu diri dalam mengembangkannya. Wilayah suku Sea-sea
memiliki curah hujan yang rendah dengan tekstur tanah yang cukup subur dan tata guna lahan
maupun perairan yang tersusun dengan baik. Keadaan yang seperti ini sangat memungkinkan
para petani untuk bercocok tanam. Komoditas yang paling banyak ditanam oleh sebagian besar
masyarakat suku Sea-sea adalah tanaman umbi-umbian, selain itu masyarakat juga menanam
kelapa dan cengkeh.
Sumber air yang digunakan untuk kebutuhan masyarakat, baik untuk mandi dan memasak
adalah sumber air yang berasal dari pegunungan dan danau. Banyak sumber daya alam yang
telah dikembangkan oleh masyarakat suku Sea-sea, seperti peternakan ayam, kambing, babi, dan
lain sebagainya. Tetapi masih ada juga potensi yang belum dikembangkan oleh masyarakat suku
Sea-sea, contohnya peternakan ikan, udang dan masih banyak lagi potensi yang belum
dikembangkan.
B. Sumber Daya Manusia
Pada umumnya, “Ciri-ciri fisik dari penduduk asli suku Sea-sea pada umumnya adalah
berambut keriting dan ikal, muka bulat, mata bulat hitam, kulit sawo matang/kehitaman, tinggi
badan orang dewasa sekitar 145 -160 cm. Suku Sea-sea memiliki luas wilayah 2.340 km²,
dengan jumlah penduduk ± 120.000 jiwa”1[1]. Suku ini telah memiliki pendidikan yang cukup,
baik itu tingkat TK, SD, SMP, dan SMA, bahkan SMK. Suku ini pun telah memiliki
pengetahuan yang cukup di berbagai bidang, hal ini disebabkan karena IPTEK mulai
berkembang di suku ini. Dalam hal pendidikan dan sumber daya manusia, suku Sea-sea sudah
termasuk suku yang telah maju,tetapi dalam hal kepercayaan kepada Kristus, suku ini masih
tergolong suku yang terabaikan. Banyak anak-anak dari suku Sea-sea yang pergi ke kota untuk
menafkahi kebutuhan keluarga, tetapi pada umumnya anak-anak di suku ini pergi dari daerah

1[1] .Wawancara melalui telpon dengan bapak pdt. Stefanus Tolobi, tanggal 1 Oktober 2012.
menuju ke Kota untuk melanjutkan studi, terutama ke perguruan tinggi. Dari anak-anak daerah
inilah maka suku Sea-sea semakin berkembang, terutama dalam sumber daya manusia.
C. Kebudayaan Masyarakat Suku Sea-Sea
Suku Sea-sea adalah salah satu suku yang memiliki kebudayaan yang unik diantara
semua suku yang ada di Indonesia. Tradisi yang diwarisikan dari para nenek moyang masih
berkembang sampai pada saat ini, tetapi ada juga beberapa adat dan tradisi yang telah hilang
seiring dengan perkembangan yang terjadi dikalangan para masyarakat suku Sea-sea. “Ada
sangat banyak dari tradisi yang melekat dalam masyarakat yang memang sangat menarik, yang
di antaranya; batongan, kanjar, libul dan lain sebagainya, juga ada tarian, yang termasuk
Onsulen, Balatindak, Ridan dan masih banyak lagi tradisi yang ada di suku Sea-sea ini. Juga
cerita rakyat atau legenda yang sangat banyak yang di kenal dengan nama Banunut, lagu atau
puisi yaitu Baode, Paupe dan masih banyak lagi kesenian tradisional lainnya. Ada beberapa
tradisi ini yang masih dipegang secara menyeluruh dari suku Sea-sea, misalnya pada saat
perayaan Maulid Nabi Besar Muhammad saw, para masyarakat suku Sea-sea akan membuat
sejenis kue yang diberi nama Kala-kalas, ada juga yang menyebutnya kaakaras. Kue ini tebuat
dari tepung beras yang bentuk jadinya di goreng, dan kue ini sangat unik sekali, bahkan hanya
akan di jumpai pada saat perayaan Maulid Nabi saw saja. Selain itu, masih banyak tradisi
lainnya. Upacara Adat misalnya, upacara pelantikan Tomundo, upacara pelantikan Basalo, dan
lain sebagainya.
Tradisi-tradisi dalam masyarakat pun bahkan beragam, masyarakat yang tinggal di tepian
pantai dengan masyarakat yang tinggal di pedalaman akan memberikan suatu gambaran yang
jauh berbeda, kesenian, upacara adat, bahkan kehidupan adat sehari-haripun tidak banyak
menunjukan kesamaan, contohnya, ada sebuah upacara adat atau perayaan ketika para nelayan
telah menangkap ikan, yang cara menangkapnya di kenal dengan nama sero, sedangkan di
pedalaman akan ada penanaman sejenis Umbi yang memang satu-satunya di dunia ini hanya
terdapat dan berasal dari suku Sea-sea (Banggai), sehingga di kenal dengan nama Ubi Banggai,
ini akan memberikan suatu cerita tersendiri yang sangat menakjubkan, yang di mulai dari proses
hingga selesai, akan banyak sisi-sisi kehidupan tradisi yang memberikan gaya artistik yang
sangat berharga”2[2]. Adat istiadat dan kebudayaan yang tumbuh dan berkembang sejak zaman

2[2] Rafik Hasbi: TRADISI BANGGAI rafikhasbi.blogspot.com/2011/01/tradisi-banggai.html30 Jan


2011.
para nenek moyang suku Sea-sea sebenarnya sangat banyak, tapi kini adat-istiadat dan budaya
tersebut telah banyak yang ditinggalkan atau dilupakan. Suku Sea-sea berkomunikasi pada
umumnya mereka menggunakan bahasa Banggai, yang memiliki beberapa dialek yang tersebar
di beberapa kecamatan di kabupaten Banggai maupun di kabupaten Banggai Kepulauan. Dalam
kehidupan suku Sea-sea, musyawarah adat (Seba Adat) merupakan wadah untuk
mempertahankan adat istiadat yang ada pada suku Sea-sea. Masyarakat suku Sea-sea sangat
patuh terhadap adat istiadat yang dianut.

BAB III
KEBUTUHAN-KEBUTUHAN MASYARAKAT SUKU SEA-SEA
A. Kebutuhan Masyarakat di Bidang Jasmani
Masyarakat suku Sea-sea bermatapencarian yang beragam, mulai dari bidang pertanian
pada tanaman kopi, coklat, jagung, ubi dan lain-lain. Selain itu mereka juga banyak yang
menjadi nelayan. Kegiatan lain adalah berburu (Baasu), yang merupakan salah satu kegiatan
yang dari zaman nenek moyang suku Sea-sea. Inilah pekerjaan yang dilakukan oleh masyarakat
suku Sea-sea untuk memenuhi kebutuhan jasmani mereka. Ketika masyarakat suku Sea-sea
membuat lahan untuk menanam kebutuhan pokok, mereka menggunakan sistem berpindah-
pindah, dari satu lahan ke lahan yang satu. Sistem atau pola yang digunakan untuk bercocok
tanam adalah, membabat hutan, membakar, menanam. Setelah panen selesai, maka masyarakat
akan mencari lahan baru untuk menanam dan meninggalkan lahan yang lama. Pada umumnya
masyarakat suku Sea-sea tidak pernah mati karena kelaparan, karena suku ini banyak
menghasilkan hasil bumi yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat, hanya mereka yang malas
bekerja saja yang mati karena kelaparan, tetapi hal ini tidak pernah terjadi.
Kebutuhan jasmani masyarakat suku Sea-sea sudah cukup terpenuhi, tetapi dalam hal
kandungan gizi dari makanan yang dikonsumsi masih kurang[t1]. Hal ini terlihat dari pola menu
makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat pada umumnya. Makanan yang dikonsumsi oleh
masyarakat suku ini tidak bervariasi, sedangkan alam menyediakan bahan makanan yang
bervariasi dan banyak mengandung vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Tidak hanya
itu, masyarakat juga masih kurang dalam hal pemahaman tentang bagaimana cara bercocok
tanam dengan baik dan benar.[t2]

B. Kebutuhan masyarakat di Bidang Rohani


Sebagaimana yang telah penulis jelaskan pada bab 2, tentang kondisi sumber daya
manusia yang ada di suku Sea-sea, bahwa masyarakat suku Sea-sea masih sangat kurang dalam
hal pengenalan akan Kristus. [t3] Karena suku Sea-sea pada umumnya adalah penganut agama
Islam yang taat dan agama Islam telah mendarah daging di suku ini, itulah sebabnya pengenalan
akan Kristus sangat kurang di suku ini. Tidak hanya itu, suku ini juga masih menganut
kepercayaan agama suku.[t4] Kebutuhan rohani di suku Sea-sea ini yang paling mendasar adalah
kebutuhan para pekabar injil dan kebutuhan akan berita injil. Kurangnya para pekabar injil
sangat mempengaruhi akan perkembangan masyarakat di bidang kerohanian. [t5]Kurangnya para
aktifis gereja membuat kurangnya perhatian kepada anggota jemaat, sehingga proses pekabaran
injil yang seharusnya dilakukan oleh gereja menjadi terhambat. Hal inilah yang menjadi
kebutuhan mendasar di bidang kerohanian di suku Sea-sea.
Kebutuhan rohani yang mendasar pula yang ada di dalam suku Sea-sea adalah masih
sebagian orang yang melakukan ritual-ritual untuk pemujaan kepada nenek moyang dan para
leluhur mereka. [t6]Ritual-ritual ini masih sering digunakan dalam kehidupan bermasyarakat,
sehingga seringkali masyarakat lebih mempercayai hal tersebut dibandingkan percaya kepada
Kristus. Hal ini disebabkan karena masyarakat melihat peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam
kehidupan nenek moyang yang dahulu. Contohnya jika masyarakat tidak melakukan
pembersihan makam kepada kaum leluhurnya maka ada salah satu anggota keluarga yang sakit.
Tetapi anehnya setelah melakukan pembersihan makam sakitnya berangsur-angsur pulih. Inilah
salah satu contoh nyata mengapa masyarakat suku Sea-sea pada umumnya masih mempercayai
pemujaan kepada para leluhur yang telah meninggal. Ini adalah salah satu hal yang juga menjadi
pergumulan besar bagi masyarakat di suku Sea-sea.
BAB IV
UPAYA KONKRIT PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
SUKU SEA-SEA MELALUI PELAYANAN SECARA HOLISTIK

A. Bidang Jasmani
Sebagaimana kebutuhan jasmani yang dibutuhkan oleh masyarakat suku Sea-sea, maka
langkah kongkrit yang akan penulis lakukan jika terjun ke dalam ladang pelayanan ke suku ini
adalah, menggunakan pengetahuan yang telah dipelajari selama mengikuti kuliah di kampus.
Pertama, penulis akan memulai dari diri sendiri. Setelah itu penulis akan melaksanakan semacam
penyuluhan tentang bagaimana cara mengolah lahan yang baik, sampai pada cara menanam,
perawatan, dan cara bagaimana menghasilkan hasil yang baik. Setelah melaksanakan penyuluhan
maka penulis akan melaksanakan praktik untuk pengaplikasian dari hasil penyuluhan yang telah
dilaksanankan. Ini adalah langkah awal yang akan penulis lakukan ketika terjun dalam ladang
pelayanan suku Sea-sea dalam hal memenuhi kebutuhan jasmani masyarakat. Setelah itu penulis
akan terus membimbing masyarakat sehingga menjadi mandiri dalam hal pemenuhan kebutuhan
jasmani yang baik dan benar. Penulis juga akan mengajarkan masyarakat tentang bagaimana
menjalankan pola hidup sehat, sehingga masyarakat suku Sea-sea dapat hidup sehat dan dapat
memenuhi kebutuhan hidup mereka. Tidak hanya itu, dengan cara seperti ini masyarakat pun
dapat mendapatkan lapangan pekerjaan.
B. Bidang Kerohanian
Sebagaimana yang telah penulis jelaskan tentang kebutuhan rohani yang dibutuhkan oleh
masyarakat suku Sea-sea, maka langkah kongkrit yang akan penulis lakukan jika akan terjun ke
ladang pelayanan pada suku Sea-sea adalah, pertama-tama penulis akan melakukan pembinaan
terhadap kerohanian jemaat melalui penginjilan pribadi. Penulis akan memulai penginjilan ini
pada masyarakat suku Sea-sea yang beragama Kristen. Setelah melakukan penginjilan pribadi,
penulis akan melakukan sistem pemuridan terhadap orang-orang yang telah mendapat bimbingan
dari penulis, sehingga dengan cara ini dapat menjangkau banyak jiwa terutama bagi mereka yang
bukan beragama Kristen.
Selain cara diatas, penulis juga akan mengadakan jejaring diantara para hamba-hamba
Tuhan yang ada di suku ini, sehingga dengan adanya kerjasama ini, para hamba-hamba Tuhan
dapat membantu melaksanakan pekabaran injil yang dimulai dalam kehidupan orang-orang
Kristen terlebih dahulu. Jika kerjasama ini terlaksana dengan baik, maka secara otomatis
terjawablah kebutuhan rohani yang ada di suku Sea-sea tentang kurangnya pekabar injil dan
kurangnya pemahaman tentang injil itu sendiri. Penulis juga tidak akan berhenti disitu, penulis
akan membentuk tim-tim doa, baik dikalangan anak sekolah minggu, pemuda, bahkan orang
dewasa sehingga masyarakat suku ini semakin dewasa di dalam iman.
Untuk menjawab kebutuhan rohani di suku Sea-sea dalam hal pemujaan kepada para
leluhur, maka langkah yang penulis lakukan adalah, pertama, penulis memberikan contoh kepada
masyarakat, penulis tidak akan melakukan ritual pembersihan makam,[t7] dan penulis akan
membuktikan bahwa tidak akan terjadi hal-hal yang buruk dalam kehidupan penulis. Setelah itu,
penulis akan berusaha untuk menghilangkan budaya ini secara tahap demi tahap, dan penulis
akan memulai itu dari kehidupan anak-anak, sehingga generasi yang akan datang tidak akan
melakukan hal tersebut. Tetapi penulis akan memilih dan memilah mana adat yang sesuai dengan
firman Tuhan dan yang tidak sesuai. Jika adat itu sesuai dengan firman Tuhan, maka penulis
akan memotifasi masyarakat untuk terus melakukannya, tetapi jika tidak maka penulis pun akan
memotifasi masyarakat untuk meninggalkannya.
Tentunya dalam perjuangan melawan kebudayaan yang baik dan tidak baik serta telah
mendarah daging sangatlah sulit, tetapi akan ada jalan untuk terus mengabarkan injil, apapun
bentuknya itu. Penulis meyakini bahwa langkah kongkrit yang akan penulis lakukan akan selalu
diberkati Tuhan, karena injil harus diberitakan baik atau tidak baik waktunya.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Memenangkan sebuah suku yang memiliki berbagai adat dan istiadat yang telah menjadi
pola hidup adalah hal yang sulit, begitupun halnya denga adat dan kebudayaan di suku Sea-sea.
Suku yang mayoritas beragama Islam ini banyak memiliki kekurangan baik itu dibidang jasmani
maupun rohani, tetapi suku ini memiliki banyak potensi yang bisa digunakan untuk
meningkatkan kebutuhan para masyarakat baik jasmani maupun rohani. Jika penulis akan terjun
untuk melayani di suku ini, maka penulis akan menerapkan langkah-langkah kongkrit yang telah
penulis jelaskan pada bagian-bagian sebelumnya. Penulis rindu agar suku ini dapat seutuhnya
mengenal dan percaya kepada Kristus melalui pelayanan secara holistik.
B. Saran
Suku Sea-sea adalah suku yang masih banyak membutuhkan uluran tangan para hamba-
hamba Tuhan yang rindu untuk melayani-Nya, terutama dalam kebutuhan di bidang kerohanian
dalam hal kepercayaan kebudayaan nenek moyang yang bertentangan dengan firman Tuhan.
Karena itu penulis menyarankan kepada semua pembaca paper ini untuk membantu pelayanan
yang ada di dalam suku ini. Sekalipun tidak dapat secara langsung terjun di dalamnya, tetapi
“DOA” bisa sampai kepada mereka.

Catatan:
1.      Puji Tuhan, saya puas dengan penulisan paper ini, dari segi penulisan saya kira sudah cukup
baik, sudah terstruktur. Bersyukurlah kepada Tuhan kamu diberi kemampuan demikian, tetapi
harus terus diimbangin dengan hati seorang “hamba”.
2.      Terus tingkatkan kemampuan yang kamu miliki, tetap semangat dan tetap focus pada panggilan
yang Tuhan telah berikan…
3.      Saya akan publikasikan ke internet sehingga menjadi berkat bagi orang lain…. GBU
4.      Saya memberi nilai: A (95)

DAFTAR PUSTAKA
1. Rafik Hasbi: TRADISI BANGGAI rafikhasbi.blogspot.com/2011/01/tradisi banggai.html30 Jan
2011.
2. Wawancara melalui telpon dengan bapak pdt. Stefanus Tolobi, tanggal 1 Oktober 2012.

Anda mungkin juga menyukai