PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Hipertensi merupakan masalah kesehatan public utama di seluruh dunia dan
merupakan faktor risiko penyakit kardiovskular tersering, serta belum terkontrol
optimal diseluruh dunia.Namun, hipertensi dapat dicegah dan penanganan dengan
efektif dapat menurunkan risiko stroke dan serangan jantung. Hipertensi berdasarkan
criteria JNC 2, didefinisikan sebagai kondisi dimana tekanan darah sistolik lebih dari
atau sama 140 mmHg atau tekanan darah diastolic lebih daari atau sama dengan 90
mmHg .hipertensi mengakbatkan pada ½ penyakit janrung koroner dan sekitar 2/3
penyakit sarebrovaskular. Banyak masalah penyakit kardiovaskular sekarang terjadi di
negara berpendapatan rendah sampai menangah.Negara-negara ini berjuang
menghadapi penyakit kardiovaskular terkait kemiskinan dan infeksi seperti penyakit
jantung rematik, fibrosis endomiokardial, infeksi human imundeficiency virus (HIV),
perikarditis tuberkolosis, dan penyakit chagas.Kombinasis dan keterbatasan ekonomi,
sumber daya, dan tumpang tindih beberapa penyakit membebani kemampuan untuk
menangani faktor risiko tidak menular dan penyakit terkait.Delapan puluh persen
kematian kardiovaskuler seluruh dunia terjadi di negara penghasilan rendah sampai
menengah dan dalam perbandingan dengan negara penghasilan tinggi, kematian ini
(stroke dan infark miokard akut) terjadi diusia lebih muda, berdampak pada keluarga
dan tenaga kerja. Diperkirakan bentuk tidak menular dari penyakit kardiovaskular akan
menjadi penyebab utama kematian dan disabilitas seluruh dunia pada tahun 2020.
Secara signifikan, hipertensi sebagai keadaan yang mendahului penyakit kardiovaskular
yang bisa dimodifikasi menyebab kematian lebih banyak dibandingkan yang lain,
termasuk merokok, obesitas, dan gangguan lipid. (Pikir dkk, 2015, p. 1)
1. Batasan Masalah
Batasan masalah pada khasus hipertensi yaitu mulai dari pengertian sampai dengan
asuhan keperawatan hipertensi.
1. Rumusan Masalah
2. Apa yang dimaksut dengan hipertensi?
3. Apa penyebab dari hipertensi?
4. Bagaimana tanda gejala dari hipertensi?
5. Bagaimana penyebaran penyakit hipertensi?
6. Dibedakan menjadi berapa penyakit dari hipertensi?
7. Dapat terjadi komplikasi apa saja dari penyakit hipertensi?
8. Tujuan
9. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi
2. Tujuan Khusus
3. Untuk mengetahui apa itu penyakit hipertensi
4. Untuk mengetahui bagaimana penyebab dari penyakit hipertensi
5. Untuk mengetahui tanda gejala dari penderita hipertensi
6. Untuk mengethui jalan penyakit dari hipertensi
7. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pasien dalam khasus hipertensi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. KONSEP PENYAKIT
2. Definisi Hipertensi
Adalah kondisi abnormal hemodinamik, dimana menurut WHO tekanan sistolik ≥ 140
mmHg dan atau tekanan diastolic > 90 mmHg ( untuk usia < 60 tahun ) dan tekanan
sistolik ≥ 160 mmHg dan atau tekanan diastolic > 95 mmHg (untuk usia > 60
tahun). (Nugroho, 2011, p. 263).
Adalah peningkatan tekanan darah secara terus menerus hinggal melebihi batas
normal. Tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg .Adalah tekanan sistolik lebih
tinggi dari 140 mmHg menetap atau tekanan distoolik lebih tinggi dari 90mmHg
(Manurung, 2016, p. 102)
Dari definisi diatas dapat disimpulkan hipertensi adalah keadaan dimana tekanan darah
sistolik maupun diastolic meningkat atau lebih dari diatas normal.
2. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan.
1. Penyakit ginjal primer : baik penyakit ginjal akut maupun kronis, terutama
dengan kelainan glomelurus atau gangguan pembuluh darah di ginjal
2. Kontrasepsi oral : kontrasepsi oral sering meningkatkan tekanan darah dalam
kisaran normal tetapi juga dapat memicu hipertensi
3. Drug induce hypertension/ hipertensi yang dipicu oleh obat : penggunaan agen
antiinflamasi nonsteroid dan antidepresan kronis dapat menimbulkan hipertensi.
Begitu juga konsumsi alcohol yang kronis maupun penyalahgunaanalkohol juga
dapat meningkatkan tekanan darah
4. Pheochromocytoma : sekitar setengah dari pasien dengan Pheochromocytoma
memiliki hipertensi primer
5. Aldosteronisme primer : terutama adanya kelebihan mineralokortikoid, terutama
aldosteron, harus dicurigai pada setiap pasien dengan trias hipertensi, hipokalemia
yang tidak dapat dijelaskan, dan alkaliosis metabolic. Namun beberapa pasien
memiliki konsentrasi plasma kalium normal. Pravalensi aldosteronisme primer juga
harus dipertimbangkan pada pasien dengan hipertensi resisten
(Pikir dkk, 2015, p. 31).
4. Patofisiologi
Faktor-faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan darah, pada dasarnya
merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi rumus dasar: tekanan darah = curah
jantung x resistensi perifer. Tekanan darah dibutuhkan untuk mengalirkan darah
melalui sistem sirkulasi yang merupakan hasil dari aksi pompa jantung atau yang sering
disebut curah jantung (cardiac output) dan tekanan dari arteri perifer atau sering
disebut resistensi perifer.Kedua penentu primer adanya tekanan darah tersebut masing-
masing juga ditentukan oleh berbagai interaksi faktor-faktor serial yang sangat
kompleks.Berdasarkan rumus tersebut, maka peningkatan tekanan darah secara logis
dapat terjadi karena peningkatan curah jantung dan atau peningkatan resistensi
perifer.Peningkatan curah jantung dapat melalui dua mekanisme yaitu melalui
peningkatan volume cairan (preload) atau melalui peningkatan kontraktilitas karena
rangsangan neural jantung.Meskipun faktor peningkatan curah jantung terlibat dalam
pemulaaan timbulnya hipertensi, namun temuan-temuan pada penderita hipertensi
kronis menunjukkan adanya hemodinamik yang khas yaitu adanya peningkatan
resistensi perifer dengan curah jantung yang normal.
Adanya pola peningkatan curah jantung yang menyebabkan peningkatan resistensi
secara persisten, sudah diteliti pada beberapa oraang dan pada banyak hewan coba pada
penelitian-penelitian tentang hipertensi. Pada hewan coba, dengan kondisi jaringan
ginjal yang berkurang, ketika diberi penambahan volume cairan, maka tekaanan darah
pada awalnya akan naik sebagai konsekuensi tinggi curah jantung, namun dalam
beberapa hari, resistensi perifer akan meningkat dan curah jantung akan kembali ke
nilai basal. Perubahan resistensi perifer tersebut menunjukkan adanya perubahan
property instrinsik dari pembuluh darah yang berfungsi untuk mengatur aaliran darah
yang terkait dengan kebutuhan metabolic dari jaringan. (Pikir dkk, 2015, p. 17)
PATHWAY (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 106)
Distolik
No Kategori Sistolik mmHg mmHg
1 Optimal <120 <80
2 Normal 120-129 80-84
3 High Normal 130-139 85-89
4 Hipertensi
5 Grade 1 (ringan) 140-159 90-99
6 Grade 2 (sedang) 160-179 100-109
Grade 3 (berat) 180-209 100-119
7 Grade 4 (sangat berat) >210 >120
8
1. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2. Pengkajian
3. Identitas
4. Jenis kelamin : Hipertensi berkaitan dengan jenis kelamin laki-laki dan usia.
Namun, pada usia tua, risiko hipertensi meningkat tajam pada perempuan
dibandingkan laki-laki. Laki-laki obesitas lebih mempunyai risiko hipertensi lebih
besar dibandingkan dengan perempuan obesitas dengan berat badan sama. Di
Kamerun utara, pravelensi hipertensi pada perempuan (51,7%) lebih tinggi
dibandingkan laki-laki (48,7%). Hormone seks berkontribusi terhadap perbedaan
gender dalam control tekanan darah. 55% perempuan hipertensi berusia >40 tahun.
Hipertensi berat sebanyak 88,5%. Usia.(Pikir dkk, 2015, p. 5)
5. Usia : Jumlah penduduk berusia diatas 65 tahun meningkat secara cepat, pada
kurang dari 30 tahun, satu dari 5 orang di Amerika Serikat akan berusia diatas 65
tahun (Spillman dan Lubizt, 2000). Tekanan darah sistolik meningkat progresif
sesuai usia dan orang lanjut usia dengan hipertensi merupakan risiko besar untuk
penyakit kardiovaskuler.(Pikir dkk, 2015, p. 5)
6. Ras : orang Amerika Seriat kulit hitam cenderung mempunyai tekanan darah
lebih tinggi bila dibandingkan bukan dengan kulit hitam (Lloyd-Jones dkk, 2009)
dan keseluruhan angka mortalitas terkait hipertensi lebih tinggi dari pada kulit
hitam. Pada multiple risk factor intervention trial, yang melibatkan lebih dari
23.000 laki-laki kulit hitam dan 325.000 laki-laki kulit putting yang dipantau
selama 10 tahun, didapatkan suatu perbedaan rasial yang menarik: anggota
mortalitas penyakit jantung koroner lebih rendah pada laki-lak kulit hitam dengan
tekanan diastolic melebihi 90 mmHg dibandingkan pada laki-laki kulit putih.(Pikir
dkk, 2015, p. 6)
7. Status kesehatan saat ini
Keluhan Utama
Fatingue, lemah, dan sulit bernapas. Temuan fisik meliputi peningkatan frekuensi
denyut jantung, disritmia, dan takipnea. (Udjianti, 2013, hal. 108)
Riwayat pengobatan
Ada beberapa obat yang harus diminum oleh penderita penyakit hipertensi yaitu
Pengobatan anti hipertensi :
1. Tanda-tanda vital
2. Tekanan darah
Saat melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital pada khasus hipertensi tekanan darah
yang dimiliki oleh penderita hipertensi systole diatas 140 mmHg dan tekanan diastole
diatas 90 mmHg (Haryanto & Rini, 2015, p. 37)
1. Nadi
Meningkat pada arteri karotis, jugularis, pulsasi radialis; perbedaan denyut nadi atau
tidak ada denyut nadi pada beberapa area seperti arteri popliteal, posterior
tibia. (Udjianti, 2013, p. 108)
Body system
1. Sistem pernafasan
Mengeluh sesak nafas saat aktivitas, takipnea, orthopnea (gangguan pernafasan pada
saat berbaring ), PND, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok. Temuan fisik
meliputi sianosis, pengunaan otot bantu pernapasan, terdengar suara napas tambahan
(ronkhi rales, wheezing) (Udjianti, 2013, p. 109)
1. Sistem kardiovaskuler
Inspeksi : gerakan dinding abnormal
Palpasi : denyut apical kuat
Perkusi :denyut apical bergeser dan/ atau kuat angkat
Auskultasi : denyut jantung takikardia dan disritmia, bunyi jantung S2 mengeras
S3 (gejala CHF dini). Murmur dapat terdengar jika stenosis atau insufisiensi katup.
(Udjianti, 2013, p. 108)
1. Sistem persarafan
Melaporkan serangan pusing/ pening, sakit kepala berdenyut di suboksipital, episode
mati-rasa, atau kelumpuhan salah satu sisi nadan. Gangguan visual (diplopia-
pandangan ganda atau pandangan kabur) dan episode epistaksis (Udjianti, 2013, p.
109)
1. Sistem perkemihan
Temuan fisik produksi urine <50 ml/jam atau oliguri (Udjianti, 2013, p. 108)
1. Sistem pencernaan
Melaporkan mual, muntah, perubahan berat badan, dan riwayat pemakaian
deuretik.Temuan fisik fisik meliputi berat badan normal atau obesitas, edema, kongesti
vena, distensi vena jugularis, dan glikosuria. (Udjianti, 2013, p. 109)
1. Sistem integument
Suhu kulit dingin, warna kulit pucat, pengisian kapiler lambat (>2 detik), sianosis,
diaphoresis, atau flusing (Udjianti, 2013, p. 108)
1. Sistem musculoskeletal
Terjadi kaku kuduk pada area leheer (Haryanto & Rini, 2015, p. 40)
1. Sistem endokrin
Pada pasien dengan hipertensi biasanya tidak ditemukan adanya kelainan pada sistem
endokrin (Udjianti, 2013, p. 109)
1. Sistem reproduksi
Pada klien hipertensi terjadi peningkatan TIK (tekanan intra cranial) pada saat
melakukan hubungan seksual dan terjadi gangguan reproduksi pada ibu hamil yang
memiliki hipertensi (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 106)
1. Sistem penginderaan
Pemeriksaan retina dapat ditemukan penyempitan atau sklerosis arteri edema atau
papiledema (eksudat atau hemoragi) tergantung derajat lamanya hipertensi (Udjianti,
2013, p. 109)
1. Sistem imun
Pada pasien hipertensi mengalami penurunan sistem kekebalan tubuh (Manurung,
2016, p. 103)
1. Pemeriksaan penunjang
2. Hitung darah lengkap : pemeriksaan hemoglobin, hematokrit untuk menilai
viskositas dan indicator faktpr risiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia(Udjianti,
2013, p. 109)
3. Kimia darah (Udjianti, 2013, p. 109)
4. BUN, kreatinin: peningkatan kadar menandakan perununan perfusi atau faal
renal
5. Serum glukosa : hiperglisemia (diabetes mellitus adalah presipitator hipertensi)
akibat dari peningkatan kadar katekolamin
6. Kadar kolsterol atau trigliserida : peningkatan kadar mengindikasikan
predisposisi pembentukan plaque atheromatus
7. Kadar serum aldesteron : menilai adanya aldosteronisme primer
8. Studi tiroid (T3 dan T4) : menilai adanya hipertiroidisme yang berkontribusi
terhadap vasokontriksi dan hipertensi
9. Asam urat : hiperuricemia merupakan implikasi faktor risiko hipertensi
10. Elektrolit (Udjianti, 2013, p. 109)
11. Serum potassium atau kalium (hipokalemia mengindikasikan adanya
aldosteronisme atau efek samping terapi deuretik)
12. Serum kalsium bila meningkat berkontribusi terhadap hipertensi
13. Urine(Udjianti, 2013, p. 109)
14. Analisis urine adanya darah, protein, glukosa dalam urine mengidentifikasikan
difusi renal atau diabetes
15. Urine VMA : peningkatan kadar mengindikasikan adanya pheochromacytoma
16. Steroid urine : peningkatan kada mengindikasikan hyperadrenalisme,
pheochromacytoma, atau disfungsi pituitary, Sindrom Cushing’s kadar rennin juga
meningkat
17. Radiologi (Udjianti, 2013, p. 110)
Intra Venous Pyelografi (IVP) mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti renal
pharenchymal disease urolithiasis, benign prostate hyperplasia (BPH)
Rontgen toraks : menilai adanya klasifikasi obstruktif katup jantung, deposit
kalsium pada aorta, dan pembesaran jantung
1. EKG : menilai adanya hipertrofi miokard, pola stain, gangguan konduksi atau
disritmia(Udjianti, 2013, p. 110)
2. Pemeriksaan Laboratorium (Haryanto & Rini, 2015, p. 104)
Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(viskositas) dan dapat mengidentifikasikan faktor risiko seperti : Hipokoagubilitas,
anemia.
BUN/ keratinin : memberikan informasi tentang perfusi/ fungsi ginjal
Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal danada DM
1. CT Scan : mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
2. IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal, perbaikan
ginjal
3. Photo dada: menunjukkan destruksi klasifikasi pada area katup, pembesaran
jantung.
4. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang biasa muncul dari pasien Hipertensi adalah sebagai berikut
:
1. Definisi
Ketidakadekuatan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolism
tubuh.
1. Penyebab
2. Perubahan irama jantung
3. Perubahan frekuensi jantung
4. Perubahan kontraktilitas
5. Perubahan preload
6. Perubahan afterload
7. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1. Perilaku emosional
Cemas
Gelisah
Objektif
1. Perubahan preload
Murmur jantung
Berat badan bertambah
Pulmonary arteri wedge pressure (PAWP)
2. Perubahan afterload
Pulmonary vascular resistence (PVR) meningkat/ menurun
Systemic vascular resistence (SVR) meningkat/ menurun
3. Prubahan kontraktilitas
Cardiac index (CI) menurun
Left ventricular strok work index (LVSWI) menurun
Stroke volume index (SVI) menurun
1. Kondisi klinis terkait
2. Gagal jantung kongestif
3. Sindrom koroner akut
4. Stenosis mitral
5. Regurgitasi mitral
6. Stenosis aorta
7. Regurgitasi aorta
8. Stenosis trikuspital
9. Regurgitasi trikuspidal
10. Stenosis pulmonal
11. Regurgitasi pulmonal
12. Aritmia
13. Penyakit jantung bawaan
(SDKI, 2017, pp. 34-35)
Diagnosa II Nyeri Akut
1. Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual
atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga
berat berlangsung kurang dari 3 bulan.
1. Penyebab
2. Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, meoplasma)
3. Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
4. Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat
berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
5. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1. Mengeluh nyeri
Objektif
1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindar nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
6. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
1. Definisi
Ketidak cukupan energy untuk melakukan aktivitas sehari-hari
1. Penyebab
2. Ketidakseimbangan antara suplei dan kebutuhan oksigen
3. Tirah baring
4. Kelemahan
5. Imobilitas
6. Gaya hidup monoton
7. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1. Mengeluh lelah
Objektif
3.Intervensi
1. Penurunan curah jantung
Tujuan
Menunjukkan curah jantung yang memuaskan, dibuktikan oleh efektivitas pompa
jantung, status sirkulasi, perfusi jaringan (organ abdomen, jantung serebral, selular,
perifer, dan pulmonal); dan status tanda-tanda vital
Criteria hasil
1. Mempunyai indeks jantung dan fraksi ejeksi dalam batas normal
2. Mempunyai haluaran urine, berat jenis urine, blood urea nitrogen (BUN) dan
keratin plasma dalam batas normal
3. Mempunyai warna kulit yang normal
4. Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas fisik (mis. Tidak
mengalami dispnea, nyeri dada, atau sinkope)
5. Menjelaskan diet, obat, aktivitas, dan batasan yang diperlukan (mis. Untuk
penyakit jantung)
6. Mengidentifikasi tanda dan gejala perburukan kondisi yang dapat dilaporkan
Intervensi NIC
Aktivitas Keperawatan
1. Kaji dan dokumentasikan tekanan darah, adanya sianosis, status pernapasan,
dan status mental
2. Pantau tanda kelebihan cairan (mis. Edema dependen, kenaikan berat badan)
3. Kaji toleransi aktifitas pasien dengan memerhatikan adanya awitan napas
pendek, nyeri, palpitasi, atau limbung
4. Evaluasi respon psien terhadap terapi oksigen
5. Kaji kerusakan kognitif
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
1. Jelaskan tujuan pemberian oksigen per kanula nasal atau sungkup
2. Intruksikan mengenai pemeliharaan keakuratan asupan dan haluaran
3. Ajarkan penggunaan, dosis, frekuensi, dan efek samping obat
4. Ajarkan untuk melaporkan dan menggambarkan awitan palpitasi dan nyeri,
faktor pencetus, daerah, kualitas, dan intesitas
5. Intruksikan pasien dan keluarga dalam perencanaan untuk perawatan dirumah,
meliputi pembatasan aktivitas, pembatasan diet, dan penggunaan alat terapeutik
6. Berikan informasi tentang teknik penurunan stress seperti biofeed-back,
relaksasi otot progresif, meditsi dan latihan fisik
7. Ajarkan kebutuhan untuk menimbang berat badan setiap hari
Aktivitas kolaboratif
1. Konsultasikan dengan dokter menyangkut parameter pemberian atau
penghentian obat tekanan darah
2. Berikan dan titrasikan obat antiaritmia, inotropik, nitrogliserin,dan vasodilator
untuk mempertahankan kontraktilitas, preload, dan afterload sesuai dengan
program medis atau protocol
3. Berikan antikoagulan untuk mencegah pembentukan thrombus perifer, sesuai
dengan program atau protocol
(Wilkinson, 2016, pp. 65-66)
1. Nyeri akut
Tujuan
Memperlihatkan pengendalian nyeri, yan dibuktikan oleh indicator sebagai berikut
(sebutkan 1-5: tidak oernah, jarang, kadang-kandang, sering, atau selalu).
Criteria hasil
1. Memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai
kenyamanan
2. Mempertahankan tingkat nyeri pada atau kurang (dengan skala 0-10)
3. Melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologi
4. Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk memodifikasi
faktor tersebut
5. Melaporkan nyeri kepada penyedia layanan kesehatan
6. Menggunakan tindakan meredakan nyeri dengan analgesic dan non analgesic
secara teapat
7. Tidak mengalami gangguan dalam frekuensi pernapasan, denyut jantung, atau
tekanan darah
8. Mempertahankan selera makan yang baik
9. Melaporkan pola tidur yang baik
10. Melaporkan kemampuan untuk mempertahankan performa peran dan hubungan
interpersonal
Intervensi NIC
Aktivitas keperawatan
1. Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama untuk
mengumpulkan onformasi pengkajian.
2. Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan pada skala 0 sampai 10
(0= tidak ada nyeri atau ketidaknyamanan, 10= nyeri berat)
3. Gunakan bagan alir nyeri untuk memantau peredaan nyeri oleh analgesic dan
kemungkinan efek sampingnya
4. Kaji dampak agama, budaya, kepercayaan, dan lingkungan terhadap nyeri respon
pasien
5. Dalam mengkaji pasien, gunakan kata-kata yang sesuai usia dan tingkat
perkembangan pasien
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
1. Sertakan dalam intruksi pemulangan pasien obat khusus yang harus diminum,
frekuensi pemberian, kemungkinan efek samping, kemungkinan interksi obat,
kewaspadaan khusus saat mengonsumsi obat tersebut (mis, pembatasan aktivitas
fisik, pembatasan diet)l dan nama orang yang harus dihubungi bila mengalami nyeri
membandel
2. Intruksikan oasien untuk menginformasikan kepada perawat jika peredaan nyeri
tidak dapat dicapai
3. Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri
dan tawarkan strategi koping yang disarankan
4. Perbaiki kesalahan presepsi tentang analgesic narkotik atau opioid (mis, risiko
ketergantungan atau overdosis)
Aktivitas kolaboratif
1. Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian opiate yang terjadwal (mis,
setiap 4 jam selam 36 jam) atau PCA
2. Manajemen nyeri NIC
Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi lebih berat
Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika keluhan saat ini
merupakan perubahan yang bermakna dari pengalaman nyeri pasien dimasalalu
1. Intoleransi aktivitas
Tujuan
Menoleransi aktivitas yang bisa dilakukan, yang dibuktikan oleh toleransi aktivitas,
ketahanan, penghematan energy, tingkat kelelahan, energy psikomotorik, istirahat, dan
perawatan diri : ASK (dan AKSI)
Criteria hasil
1. Mengidentifikasi aktivitass atau situasi yang menimbulkan kecemasan yang
dapat mengakibatkan intoleran aktivitas
2. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang dibutuhkan dengan peningkatan denyut
jantung, frekuensi pernapasan, dan tekanan darah serta memantau pola dalam batas
normal
3. Pada (tanggal target) akan mencapai tingkat aktivitas (uraikan tingkat yang
diharapkan dari daftar pada saran penggunaan)
4. Mengungkapkan secara verbal pemahaman tentang kebutuhan oksigen, obat dan
atau peralatan yang dapat meningkatkan toleransi terhadap aktivitas
5. Menampilkan aktivitas kehidupas sehrihari (AKS) dengan beberapa bantuan
(mis, eliminasi dengan bantuan ambulasi tuntuk kekamar mandi)
6. Menampilkan managemen pemeliharaan rumah dengan bantuan (mis,
membutuhkan bantuan untuk kebersihan setiap minggu)
Intervensi NIC
Aktifitas keperawatan
1. Kaji tingkat kemmpuan pasien untuk berpindah dari tempat tidur, berdiri,
ambulasi, dan melakukan AKS dan AKSI
2. Kaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas
3. Evaluasi metovasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
1. Penggunaan teknik napas terkontrol selama aktivitas, jika perlu
2. Mengenali tanda dan gejala intoleran aktivitas, termasuk kondisi yang belum
dilaporrkan kepada dokter
3. Pentingnya nutrisi yang baik
4. Penggunaan peralatan, seperti oksigen selama aktivitas
5. Penggunaan teknik relaksasi (mis, distraksi, fisualisasi) selama aktivitas
6. Dampak intoleran aktivitas terhadap tanggung jawab peran dalam keluarga dan
tempat kerja
7. Tindakan untuk menghemat energy, sebagai contoh : menyimpan alat atau benda
yang sering digunaakan ditempat yang mudah terjangkau
Aktivitas kolaboratif
1. Berikan pengobatan nyeri sebelum aktivitas, apabila nyeri merupakan salah satu
faktor penyebab
2. Kolaborasikan dengan alat ahli terapi okupasi, fisik (mis, untuk latihan
ketahanan), atau reasi untuk merencanakan dan memantau program aktivitas, jika
perlu
3. Untuk pasien yang mengalami sakit jiwa, rujuk pelayanan kesehatan jiwa
dirumah
4. Rujuk pasien kepelayanan kesehatan rumah untuk mendapatkan pelayanan
bantuan peralatan rumah, jika perlu
5. Rujuk pasien kepelayanan kesehatan rumah untuk mendapatkan pelayan
bantuan perawatan rumah, jika perlu
6. Rujuk pasien keahli gizi untuk pelayanan diet guna meningkatlan asupan yang
kaya energy
7. Rujuk pasien kepusat rehabilitasi jantung jika keletihan berhubungan dengan
penyakit jantung
(Wilkinson, 2016, pp. 17-18)
DAFTAR PUSTAKA
Budi. (2015). Hipertensi Manajemen Komperhensif. Surabaya: AUP Airlangga
University Press.
Haryanto, A., & Rini, S. (2015). Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media.
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada
medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda
spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat
vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia
simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi
pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh
darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin,
meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang
emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal
mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid
lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh
tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan
keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh
perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut
meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh
darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang
dipompa oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan
perifer (Smeltzer, 2001).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu” disebabkan kekakuan arteri
brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff sphygmomanometer (Darmojo, 1999).
Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis yang diteruskan ke sel jugularis. Dari sel jugularis ini
bisa meningkatkan tekanan darah. Dan apabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada
rennin yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen II berakibat
pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.Selain itu juga
dapat meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkan retensi natrium. Hal tersebut akan berakibat
pada peningkatan tekanan darah. Dengan peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan
pada organ-organ seperti jantung. ( Suyono, Slamet. 1996 ).
Pathway Hipertensi