Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PENDAHULUAN
 
1. Latar Belakang
Hipertensi merupakan masalah kesehatan public utama di seluruh dunia dan
merupakan faktor risiko penyakit kardiovskular tersering, serta belum terkontrol
optimal diseluruh dunia.Namun, hipertensi dapat dicegah dan penanganan dengan
efektif dapat menurunkan risiko stroke dan serangan jantung. Hipertensi berdasarkan
criteria JNC 2, didefinisikan sebagai kondisi dimana tekanan darah sistolik lebih dari
atau sama 140 mmHg atau tekanan darah diastolic lebih daari atau sama dengan 90
mmHg .hipertensi mengakbatkan pada ½ penyakit janrung koroner dan sekitar 2/3
penyakit sarebrovaskular. Banyak masalah penyakit kardiovaskular sekarang terjadi di
negara berpendapatan rendah sampai menangah.Negara-negara ini berjuang
menghadapi penyakit kardiovaskular terkait kemiskinan dan infeksi seperti penyakit
jantung rematik, fibrosis endomiokardial, infeksi human imundeficiency virus (HIV),
perikarditis tuberkolosis, dan penyakit chagas.Kombinasis dan keterbatasan ekonomi,
sumber daya, dan tumpang tindih beberapa penyakit membebani kemampuan untuk
menangani faktor risiko tidak menular dan penyakit terkait.Delapan puluh persen
kematian kardiovaskuler seluruh dunia terjadi di negara penghasilan rendah sampai
menengah dan dalam perbandingan dengan negara penghasilan tinggi, kematian ini
(stroke dan infark miokard akut) terjadi diusia lebih muda, berdampak pada keluarga
dan tenaga kerja. Diperkirakan bentuk tidak menular dari penyakit kardiovaskular akan
menjadi penyebab utama kematian dan disabilitas seluruh dunia pada tahun 2020.
Secara signifikan, hipertensi sebagai keadaan yang mendahului penyakit kardiovaskular
yang bisa dimodifikasi menyebab kematian lebih banyak dibandingkan yang lain,
termasuk merokok, obesitas, dan gangguan lipid. (Pikir dkk, 2015, p. 1)
1. Batasan Masalah
Batasan masalah pada khasus hipertensi yaitu mulai dari pengertian sampai dengan
asuhan keperawatan hipertensi.

1. Rumusan Masalah
2. Apa yang dimaksut dengan hipertensi?
3. Apa penyebab dari hipertensi?
4. Bagaimana tanda gejala dari hipertensi?
5. Bagaimana penyebaran penyakit hipertensi?
6. Dibedakan menjadi berapa penyakit dari hipertensi?
7. Dapat terjadi komplikasi apa saja dari penyakit hipertensi?
8. Tujuan
9. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi

2. Tujuan Khusus
3. Untuk mengetahui apa itu penyakit hipertensi
4. Untuk mengetahui bagaimana penyebab dari penyakit hipertensi
5. Untuk mengetahui tanda gejala dari penderita hipertensi
6. Untuk mengethui jalan penyakit dari hipertensi
7. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pasien dalam khasus hipertensi
 

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
 
 
1. KONSEP PENYAKIT
2. Definisi Hipertensi
Adalah kondisi abnormal hemodinamik, dimana menurut WHO tekanan sistolik ≥ 140
mmHg dan atau tekanan diastolic > 90 mmHg ( untuk usia < 60 tahun ) dan tekanan
sistolik ≥ 160 mmHg dan atau tekanan diastolic > 95 mmHg (untuk usia > 60
tahun). (Nugroho, 2011, p. 263).

Adalah peningkatan tekanan darah secara terus menerus hinggal melebihi batas
normal. Tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg .Adalah tekanan sistolik lebih
tinggi dari 140 mmHg menetap atau tekanan distoolik lebih tinggi dari 90mmHg
(Manurung, 2016, p. 102)

Dari definisi diatas dapat disimpulkan hipertensi adalah keadaan dimana tekanan darah
sistolik maupun diastolic meningkat atau lebih dari diatas normal.

2. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan.

1. Hipertensi Primer (esensial)/ Idiopatik


Disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Faktor-faktor
yang meningkatkan risiko antara lain yaitu :

1. Merokok :Rokok menghasilkan nikotin dan karbon monoksida suatu


vasokontriktor poten menyebabkan hipertensi. Merokok meningkatkan tekanan
darah juga mulai peningkatan noreprinefrin plasma dan saraf simpatetik. Efek
sinergistik merokok dan tekanan darah tinggi pada risiko kardiovaskular telah jelas.
Merokok menyebabkan aktivasi simpatetik, stress, oksidatif, dan efek vasopresor
akut yang dihubungkan dengan peningkatan marker inflamasi, yang akan
mengakibatkan difungsi endotel, cedera pembuluh darah, dan meningkatnya
kekakuan pembuluh darah. Setiapbatang rokok dapat meningkatkan tekanan darah
7/4 mmHg, perokok pasif dapat meningkatkan 30% risiko penyakit kardiovaskular
dibandingkan dengan peningkatan 80% pada perokok. (Pikir dkk, 2015, p. 8)
2. Obesitas : Obesitas terjadi paada 64% pasien hipertensi. Lemak badan
mepengaruhi kenaikan tekanan darah dan hipertensi. Penurunan berat badan
menurunkan tekanan darah pada pasien obesitas memberikan efek menguntungkan
pada faktor risiko yang terkait, seperti resistensi insulin, diabetes mellitus,
heperlipidemia, dan hipertrofi ventrikel kiri. Penurunan tekanan darah sistolik dan
distolik pada penurunan berat badan 5,1 kg adalah 4,4 dan 3,6 mmHg. Insiden
obesitas lebih tinggi pada penurunan 34,4% dibandingkan pada laki-laki 28,6%.
Obesitas ,sebuah masalah kesehatan dunia, telah diidentifikasi sebuah faktor risiko
sangat penting untuk hipertensi. Individu obesitas mempunyai risikolebih tinggi
signifikan terjadinya hipertensi. Obesitas diketahui pada hasil kombinasi disfungsi
pusat makan diotak, ketidakseimbangan asuhan energy dan pengeluaran, variasi
genetic.peningkatan risiko yang sama juga juga telah diidentifikasi untuk hipertensi,
penyakiit vascular sebral dan perifer, hiperlipidemia, penyakit traktus bilier,
osteoarthiritis, dan gout. Pada obesitas, lemak visceral mengakibatkan resistensi
insulin. Akibat lanjut dari hiperinsulimenia, adalah promosi peningkatan absorbsi
Na oleh ginjal sehingga dapat terjadi hipertensi. (Pikir dkk, 2015, p. 7)
3. Alkoholisme : Konsumsi alcohol akan meningkatkan risiko hipertensi, namun
mekanismenya belum jelas, mungkin akibat meningkatnya transport kalsium
kedalam sel otot polos melalui peningkatan katekolamin plasma.terjadinya
hipertensi lebih tinggi pada peminum alcohol berat akibat dari aktivasi simpatetik.
Peminum alcohol lebiih dari dua gelas sehari akan memiliki risiko hipertensi dua
kali lipat dibandingkan bukan peminum, serta tidak optimalnya efek dari obat anti
hipertensi. Pada pasien hipertensi yang mengonsumsi alcohol disarankan kurang
dari 30 ml per hari atau 40 ml etanol per hari. (Pikir dkk, 2015, p. 8)
4. Stress :Merangsang sistem saraf simpatis mengeluarkan adrenalin yang
berpengaruh terhadap kerja jantung. Stressor merupakan stimuli instrinsik atau
ekstrinsik yang menyebabkan gangguan fisiologi dan psikologi, dan dapat
membahayakan kesehatan. Walaupun data epidemiologi menunjukkan stress mental
terkait dengan hipertensi, penyakit kardiovaskular, obesitas, dan sindrom metabolic,
efek stress mental pada manusia belum dipahami sepenuhnya. Prevalensi tinggi dari
hipertensi pada individu obesitas terkait pada faktor psikososial termasuk stress
kronik. Aksis hipotalamus – hipofisi – adrenal merupakan kunci mekanisme yang
menghubungkan obesitas, hipertensi, dan stress kronis. Oleh karena itu, orang
seharusnya mengurangi stress untuk menghindari lingkaran setan stress mental,
obesitas, hipertensi, dan diabetes. (Pikir dkk, 2015, p. 9)
5. Konsumsi garam : Garam memengaruhi viskositas darah dan memperberat kerja
ginjal yang mengeluargkan rennin angiotensin yang dapat meningkatkan tekanan
darah (Haryanto & Rini, 2015, p. 39)
6. Kopi (kafein) : kopi merupakan minuman stimulant yang dikonsumsi secara luas
diseluruh dunia. Dimana kopi dapat meningkatkan secara akut teknan darah dengan
memblok reseptor vasodilatasi adenosine dan meningkatkan neropinefrin plasma.
Minum dua sampai 3 cangkir kopi akan meningkatkan tekanan darah secara akut,
dengan variasi yang luas antara individu dari ¾ mmHg sampai 15/13 mmHg.
Dimana tekanan darah akan mencapai puncak dalam satu jam dan kembali
ketekanan darah dasar setelah 4 jam. (Pikir dkk, 2015, p. 9)
7. Kontrasepsi oral : peningkatan kecil tekanan darah terjadi pada kebanyakan
perempuan yang menggunakan kontrasepsi oral, tetapi peningkatan besar kadang
teradi. Hal ini disebabkan ekspansi volume karena peningkatan sintesis hepatic
subtran rennin dan aktivasi sistem rennin – angiotensin – aldosteron. Kontrasepsi
esterogen akan meningkat tekanan arah 3-6/ 2-5 mmHg, sekitar lima persen
perempuan yang menggunakan kontrasepsi oral jangka panjang menunjukkan
peningkatan tekanan darah diatas 140/90 mmHg. Hipertensi terkait kontrasepsi
lebih sering pada perempuan diatas 35 tahun, pada mereka yang menggunakan
kontrasepsi lebih dari 5 tahun, dan individu gemuk. Jarang terjadi pada mereka
yang menggunakan tablet esterogen dosis kesil. Umumnya, hipertensi reversible
setelah penghentian kontrasepsi, tetai mungkin perlu beberapa minggu. Esterogen
pada postmenoupose umumnya tidak menyebabkan hipertensi, tetapi tentu
memelihara vasodilatasi diperantarai endotel. (Pikir dkk, 2015, p. 7)
8. Hipertensi Sekunder
Penyebabnya yaitu : dipicu oleh obat-obatan, penyakit ginjal, sindrom scushing dan
hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan

1. Penyakit ginjal primer : baik penyakit ginjal akut maupun kronis, terutama
dengan kelainan glomelurus atau gangguan pembuluh darah di ginjal
2. Kontrasepsi oral : kontrasepsi oral sering meningkatkan tekanan darah dalam
kisaran normal tetapi juga dapat memicu hipertensi
3. Drug induce hypertension/ hipertensi yang dipicu oleh obat : penggunaan agen
antiinflamasi nonsteroid dan antidepresan kronis dapat menimbulkan hipertensi.
Begitu juga konsumsi alcohol yang kronis maupun penyalahgunaanalkohol juga
dapat meningkatkan tekanan darah
4. Pheochromocytoma : sekitar setengah dari pasien dengan Pheochromocytoma
memiliki hipertensi primer
5. Aldosteronisme primer : terutama adanya kelebihan mineralokortikoid, terutama
aldosteron, harus dicurigai pada setiap pasien dengan trias hipertensi, hipokalemia
yang tidak dapat dijelaskan, dan alkaliosis metabolic. Namun beberapa pasien
memiliki konsentrasi plasma kalium normal. Pravalensi aldosteronisme primer juga
harus dipertimbangkan pada pasien dengan hipertensi resisten
(Pikir dkk, 2015, p. 31).

1. Penyakit renovaskular : penyakit renovaskular adalah gangguan umum, terjadi


terutama pada pasien dengan aterosklerosis
2. Sindrom Chusing : hipertensi merupakan penyebab utama morbiditas dan
kemaatian pada pasien dengan Sindrom Chusing
3. Gangguan endokrin lainnya : Hypothyrodism, hypertirodism,
hiperparatiroidism, juga dapat menyebabkan hipertensi
(Pikir dkk, 2015, p. 32)

3. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala hipertensi dibedakan menjadi :

1. Tidak ada gejala


Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan
darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti
hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidah terukur

1. Gejala yang lazim


Sering dikatan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri
kepalakarena adanya peningkatan tekanan darah sehingga mengakibatkan hipertensi
dan tekanan intrakarnial naik,dan kelelahan.Dalam kenyataan ini merupakan gejala
terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
Beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu :

1. Mengeluh sakit kepala, pusing dikarenakan peningkatan tekanan darah dan


hipertensi sehingga intrakarnial naik
2. Lemas, kelelahan : karena stress sehingga mengakibatkan ketegangan yang
mempengaruhi emosi, pada saat ketegangan emosi terjadi dan aktivitas saraf simatis
sehingga frekuensi dan krontaktilitas jantung naik, aliran darah menurun sehingga
suplei O2 dan nutrisi otot rangka menurun, dan terjadi lemas.
3. Susah nafas, kesadaran menurun : karena terjadinya peningkatan krontaktilitas
jantung
4. palpitasi (berdebar-debar): karena jantung memompa terlalu cepat sehingga
dapat menyebabkan berdebar-debar, Gampang marah (Nurarif & Kusuma, 2015, p.
103)
 

4. Patofisiologi
Faktor-faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan darah, pada dasarnya
merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi rumus dasar: tekanan darah = curah
jantung x resistensi perifer. Tekanan darah dibutuhkan untuk mengalirkan darah
melalui sistem sirkulasi yang merupakan hasil dari aksi pompa jantung atau yang sering
disebut curah jantung (cardiac output) dan tekanan dari arteri perifer atau sering
disebut resistensi perifer.Kedua penentu primer adanya tekanan darah tersebut masing-
masing juga ditentukan oleh berbagai interaksi faktor-faktor serial yang sangat
kompleks.Berdasarkan rumus tersebut, maka peningkatan tekanan darah secara logis
dapat terjadi karena peningkatan curah jantung dan atau peningkatan resistensi
perifer.Peningkatan curah jantung dapat melalui dua mekanisme yaitu melalui
peningkatan volume cairan (preload) atau melalui peningkatan kontraktilitas karena
rangsangan neural jantung.Meskipun faktor peningkatan curah jantung terlibat dalam
pemulaaan timbulnya hipertensi, namun temuan-temuan pada penderita hipertensi
kronis menunjukkan adanya hemodinamik yang khas yaitu adanya peningkatan
resistensi perifer dengan curah jantung yang normal.
Adanya pola peningkatan curah jantung yang menyebabkan peningkatan resistensi
secara persisten, sudah diteliti pada beberapa oraang dan pada banyak hewan coba pada
penelitian-penelitian tentang hipertensi. Pada hewan coba, dengan kondisi jaringan
ginjal yang berkurang, ketika diberi penambahan volume cairan, maka tekaanan darah
pada awalnya akan naik sebagai konsekuensi tinggi curah jantung, namun dalam
beberapa hari, resistensi perifer akan meningkat dan curah jantung akan kembali ke
nilai basal. Perubahan resistensi perifer tersebut menunjukkan adanya perubahan
property instrinsik dari pembuluh darah yang berfungsi untuk mengatur aaliran darah
yang terkait dengan kebutuhan metabolic dari jaringan. (Pikir dkk, 2015, p. 17)

 
PATHWAY (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 106)
 

5. Klasifikasi Berat Ringan Hipertensi


Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 102)

Distolik
No Kategori Sistolik mmHg mmHg
1 Optimal <120 <80
2 Normal 120-129 80-84
3 High Normal 130-139 85-89
4 Hipertensi    
5 Grade 1 (ringan) 140-159 90-99
6 Grade 2 (sedang) 160-179 100-109
Grade 3 (berat) 180-209 100-119
7 Grade 4 (sangat berat) >210 >120
8
 

Menurut (Haryanto & Rini, 2015, p. 38)


Tekanan darah
Tekanan darah systole diastole
Kategori (mmHg) (mmHg)
Stadium 1
(ringan) 140-159 90-99
Stadium 2
(sedang) 160-179 100-109
Stadium 3
(berat) 180-209 100-119
Stadium 4
(sanga berat) >210 >120
 
6. Komplikasi
Hipertensi yang dibiarkan tak tertangani, dapat mengakibatkan : (Haryanto & Rini,
2015, p. 41) :

1. Transien Iskemik Attact


2. Stroke /CVA
3. Gagal jantung
4. Gagal ginjal
5. Infark miokard
6. Disritmia jantung
Komplikasi lainnya yaitu :

1. Pecahnya pembuluh darah serebral : aliran darah keotak tidak mengalami


perubahan masing-masing pada penderita hipertensi kronis dengan mean adrenal
pressure (MAP) 120-160 mmHg dan penderita hipertensi new onset dengan MAP
antara 60-120 mmHg. Pada keadaan hiperkapnia, autoregulasi menjadi sempit
dengan batas tertinggi 125 mmHg sehingga perubahan sedikit saja dari tekanan
darah akan menyebabkan asisdosis otak yang mempercepat timbulnya edema otak.
2. Penyakit ginjal kronik : mekanisme hipertensi pada PGK melibatkan beban
volume dan vasokontriksi. Beban volume disebabkan oleh gangguan ekskresi sodium
sedangkan vasokonstriksi berkaitan dengan perubahan parenkim ginjal.
3. Penyakit jantungkoroner : ada dua mekanisme yang diajukan mengenai
hubungan hipertensi dengan peningkatan risiko terjadinya gagal jantung. Pertama,
hipertensi merupakan faktor risiko terjadinya infark miokard akut yang dapat
menyebabkan gangguan fungsi sistolik ventrikel kiri dan gagal jantung. Kedua,
hipertensi menyebabkan terjadi disfungsi diastolic dan meningkatkan risiko gagal
jantung.
4. Stroke pendarahan subarachnoid : terjadi ketika terdapat kebocoran pembuluh
darah didekat otak, yang mengakibatkan ekstravasasi drah kedalam celah
subarachnoid. Penyebab tersering SAH adalah rupture mikroaneurisma ini tidak
diketahui dan diduga terkait kelainan bawaan. Pada penderita hipertensi terjadi
penebalan lapisan intima dinding arteri dan selanjutnya dapat meningkatkan
tahanan dan elastisitas dinding pembuluh darah. Ketika terjadi peningkatan tekanan
pada dinding pembuluh darah maka aneurisma akan mengalami rupture. Aneurisma
dengan diameter lebih dari 10 mm akan lebih mudah mengalami rupture.(Pikir dkk,
2015, p. 127)
 

 
1. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2. Pengkajian
3. Identitas
4. Jenis kelamin : Hipertensi berkaitan dengan jenis kelamin laki-laki dan usia.
Namun, pada usia tua, risiko hipertensi meningkat tajam pada perempuan
dibandingkan laki-laki. Laki-laki obesitas lebih mempunyai risiko hipertensi lebih
besar dibandingkan dengan perempuan obesitas dengan berat badan sama. Di
Kamerun utara, pravelensi hipertensi pada perempuan (51,7%) lebih tinggi
dibandingkan laki-laki (48,7%). Hormone seks berkontribusi terhadap perbedaan
gender dalam control tekanan darah. 55% perempuan hipertensi berusia >40 tahun.
Hipertensi berat sebanyak 88,5%. Usia.(Pikir dkk, 2015, p. 5)
5. Usia : Jumlah penduduk berusia diatas 65 tahun meningkat secara cepat, pada
kurang dari 30 tahun, satu dari 5 orang di Amerika Serikat akan berusia diatas 65
tahun (Spillman dan Lubizt, 2000). Tekanan darah sistolik meningkat progresif
sesuai usia dan orang lanjut usia dengan hipertensi merupakan risiko besar untuk
penyakit kardiovaskuler.(Pikir dkk, 2015, p. 5)
6. Ras : orang Amerika Seriat kulit hitam cenderung mempunyai tekanan darah
lebih tinggi bila dibandingkan bukan dengan kulit hitam (Lloyd-Jones dkk, 2009)
dan keseluruhan angka mortalitas terkait hipertensi lebih tinggi dari pada kulit
hitam. Pada multiple risk factor intervention trial, yang melibatkan lebih dari
23.000 laki-laki kulit hitam dan 325.000 laki-laki kulit putting yang dipantau
selama 10 tahun, didapatkan suatu perbedaan rasial yang menarik: anggota
mortalitas penyakit jantung koroner lebih rendah pada laki-lak kulit hitam dengan
tekanan diastolic melebihi 90 mmHg dibandingkan pada laki-laki kulit putih.(Pikir
dkk, 2015, p. 6)
7. Status kesehatan saat ini
 Keluhan Utama
Fatingue, lemah, dan sulit bernapas. Temuan fisik meliputi peningkatan frekuensi
denyut jantung, disritmia, dan takipnea. (Udjianti, 2013, hal. 108)

 Alasan masuk rumah sakit


Alasan masuk rumah sakit dikarenakan pasien memiliki keluhan lemah, sulit bernapas,
dan kesadaran menurun. (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 103)

 Riwayat penyakit sekarang


Pada umumnya, beberapa hal yang harus diungkapkan pada setiap gejala yaitu sakit
kepala, kelelahan, selah, susah nafas, mual, gelisah, kesadaran menurun, pengelihatan
menjadi kabur,  tinnitus (telinga berdenging), palpitasi (berdebar-debar), kaku kuduk,
tekanan darah diatas normal, gampang marah. (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 103)

1. Riwayat kesehatan terdahulu


 Riwayat penyakit sebelumnya
Perawat menanyakan tentang penyakit-penyakit yang pernah dialami
sebelumnya.Misalnya : klien pernah memiliki riwayat penyakit gagal ginjal dan klien
mengalami sakit yang sangat berat. (Haryanto & Rini, 2015, p. 41)

 Riwayat penyakit keluarga


Hipertensi pada orang yang memiliki riwayat hipertensi dalam keluarga sekitar 15-
35%.Suatu penelitian pada orang kembar, hipertensi terjadi 60% laki-laki dan 30-40%
perempuan. Hipertensi usia dibawah 55 tahun terjadi 3,8 kali lebih sering pada orang
dengan riwayat hipertensi keluarga (Pikir dkk, 2015, p. 6)

 Riwayat pengobatan
Ada beberapa obat yang harus diminum oleh penderita penyakit hipertensi yaitu
Pengobatan anti hipertensi :

 Diuretic : semua deuretik menurunkan tekanan darah dengan meningkatkan


ekskresi natrium urin dan dengan mengurangi volume plasma, volume cairan
ekstraseluler, dan curah jantung. Mereka dapat menurunkan tekanan darah dengan
mengurangi volume vascular, seperti ditunjukkan dalam sebuah studi oleh Gifford
dan kawan-kawan dari 25 pasien.
 Angiotensin : angiotensin II bekerja secara langsung pada dinding pembuluh
dara, menyebabkan hipotrofi medial, menstimulasi pertumbuhan jaringan ikat, dan
meruksak endotel yang berujung pada aterosklerosis(Pikir dkk, 2015, p. 219)
1. Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum
1. Kesadaran
Seorang pasien yang terkena hipertensi kesadarannya adalah sadar dan juga dapat
mengalami penurunan kesadaran (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 103)

1. Tanda-tanda vital
2. Tekanan darah
Saat melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital pada khasus hipertensi tekanan darah
yang dimiliki oleh penderita hipertensi  systole diatas 140 mmHg dan tekanan diastole
diatas 90 mmHg (Haryanto & Rini, 2015, p. 37)

1. Nadi
Meningkat pada arteri karotis, jugularis, pulsasi radialis; perbedaan denyut nadi atau
tidak ada denyut nadi pada beberapa area seperti arteri popliteal, posterior
tibia. (Udjianti, 2013, p. 108)

 Body system
1. Sistem pernafasan
Mengeluh sesak nafas saat aktivitas, takipnea, orthopnea (gangguan pernafasan pada
saat berbaring ), PND, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok. Temuan fisik
meliputi sianosis, pengunaan otot bantu pernapasan, terdengar suara napas tambahan
(ronkhi rales, wheezing) (Udjianti, 2013, p. 109)
1. Sistem kardiovaskuler
 Inspeksi : gerakan dinding abnormal
 Palpasi : denyut apical kuat
 Perkusi :denyut apical bergeser dan/ atau kuat angkat
 Auskultasi : denyut jantung takikardia dan disritmia, bunyi jantung S2 mengeras
S3 (gejala CHF dini). Murmur dapat terdengar jika stenosis atau insufisiensi katup.
(Udjianti, 2013, p. 108)
1. Sistem persarafan
Melaporkan serangan pusing/ pening, sakit kepala berdenyut di suboksipital, episode
mati-rasa, atau kelumpuhan salah satu sisi nadan. Gangguan visual (diplopia-
pandangan ganda atau pandangan kabur) dan episode epistaksis (Udjianti, 2013, p.
109)

1. Sistem perkemihan
Temuan fisik produksi urine <50 ml/jam atau oliguri (Udjianti, 2013, p. 108)

1. Sistem pencernaan
Melaporkan mual, muntah, perubahan berat badan, dan riwayat pemakaian
deuretik.Temuan fisik fisik meliputi berat badan normal atau obesitas, edema, kongesti
vena, distensi vena jugularis, dan glikosuria. (Udjianti, 2013, p. 109)

1. Sistem integument
Suhu kulit dingin, warna kulit pucat, pengisian kapiler lambat (>2 detik), sianosis,
diaphoresis, atau flusing (Udjianti, 2013, p. 108)

1. Sistem musculoskeletal
Terjadi kaku kuduk pada area leheer (Haryanto & Rini, 2015, p. 40)

1. Sistem endokrin
Pada pasien dengan hipertensi biasanya tidak ditemukan adanya kelainan pada sistem
endokrin (Udjianti, 2013, p. 109)

1. Sistem reproduksi
Pada klien hipertensi terjadi peningkatan TIK (tekanan intra cranial) pada saat
melakukan hubungan seksual dan terjadi gangguan reproduksi pada ibu hamil yang
memiliki hipertensi (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 106)

1. Sistem penginderaan
Pemeriksaan retina dapat ditemukan penyempitan atau sklerosis arteri edema atau
papiledema (eksudat atau hemoragi) tergantung derajat lamanya hipertensi (Udjianti,
2013, p. 109)

1. Sistem imun
Pada pasien hipertensi mengalami penurunan sistem kekebalan tubuh (Manurung,
2016, p. 103)

1. Pemeriksaan penunjang
2. Hitung darah lengkap : pemeriksaan hemoglobin, hematokrit untuk menilai
viskositas dan indicator faktpr risiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia(Udjianti,
2013, p. 109)
3. Kimia darah (Udjianti, 2013, p. 109)
4. BUN, kreatinin: peningkatan kadar menandakan perununan perfusi atau faal
renal
5. Serum glukosa : hiperglisemia (diabetes mellitus adalah presipitator hipertensi)
akibat dari peningkatan kadar katekolamin
6. Kadar kolsterol atau trigliserida : peningkatan kadar mengindikasikan
predisposisi pembentukan plaque atheromatus
7. Kadar serum aldesteron : menilai adanya aldosteronisme primer
8. Studi tiroid (T3 dan T4) : menilai adanya hipertiroidisme yang berkontribusi
terhadap vasokontriksi dan hipertensi
9. Asam urat : hiperuricemia merupakan implikasi faktor risiko hipertensi
10. Elektrolit (Udjianti, 2013, p. 109)
11. Serum potassium atau kalium (hipokalemia mengindikasikan adanya
aldosteronisme atau efek samping terapi deuretik)
12. Serum kalsium bila meningkat berkontribusi terhadap hipertensi
13. Urine(Udjianti, 2013, p. 109)
14. Analisis urine adanya darah, protein, glukosa dalam urine mengidentifikasikan
difusi renal atau diabetes
15. Urine VMA : peningkatan kadar mengindikasikan adanya pheochromacytoma
16. Steroid urine : peningkatan kada mengindikasikan hyperadrenalisme,
pheochromacytoma, atau disfungsi pituitary, Sindrom Cushing’s kadar rennin juga
meningkat
17. Radiologi (Udjianti, 2013, p. 110)
 Intra Venous Pyelografi (IVP) mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti renal
pharenchymal disease urolithiasis, benign prostate hyperplasia (BPH)
 Rontgen toraks : menilai adanya klasifikasi obstruktif katup jantung, deposit
kalsium pada aorta, dan pembesaran jantung
1. EKG : menilai adanya hipertrofi miokard, pola stain, gangguan konduksi atau
disritmia(Udjianti, 2013, p. 110)
2. Pemeriksaan Laboratorium (Haryanto & Rini, 2015, p. 104)
 Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(viskositas) dan dapat mengidentifikasikan faktor risiko seperti : Hipokoagubilitas,
anemia.
 BUN/ keratinin : memberikan informasi tentang perfusi/ fungsi ginjal
 Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal danada DM
1. CT Scan : mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
2. IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal, perbaikan
ginjal
3. Photo dada: menunjukkan destruksi klasifikasi pada area katup, pembesaran
jantung.
4. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang biasa muncul dari pasien Hipertensi adalah sebagai berikut
:

Diagnosa I Penurunan Curah Jantung

1. Definisi
Ketidakadekuatan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolism
tubuh.

1. Penyebab
2. Perubahan irama jantung
3. Perubahan frekuensi jantung
4. Perubahan kontraktilitas
5. Perubahan preload
6. Perubahan afterload
7. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif

1. Perubahan irama jantung


 Palpitasi
2. Perubahan preload
 Lelah
3. Perubahan afterload
 Dipsnea
4. Perubahan kontraktilitas
 Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)
 Ortopnea
 Batuk
Objektif

1. Perubahan irama jantung


 Bradikardia/takikardi
 Gambaran EKG aritmia
2. Perubahan preload
 Edema
 Distensi vena jugularis
 Central venous pressure (CVP) meningkat/menurun
 Hepatomegali
3. Perubahan afterload
 Tekanan darah meningkat/menurun
 Nadi perifer teraba lemah
 Capillary refill time >3 detik
 Oliguria
 Warna kulit pucat dan/atau sianosis
4. Perubahan kontraktilitas
 Terdengar suara jantung S3 dan/atau S4
 Ejaction fraction (EF) menurun
1. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif

1. Perilaku emosional
 Cemas
 Gelisah
Objektif

1. Perubahan preload
 Murmur jantung
 Berat badan bertambah
 Pulmonary arteri wedge pressure (PAWP)
2. Perubahan afterload
 Pulmonary vascular resistence (PVR) meningkat/ menurun
 Systemic vascular resistence (SVR) meningkat/ menurun
3. Prubahan kontraktilitas
 Cardiac index (CI) menurun
 Left ventricular strok work index (LVSWI) menurun
 Stroke volume index (SVI) menurun
1. Kondisi klinis terkait
2. Gagal jantung kongestif
3. Sindrom koroner akut
4. Stenosis mitral
5. Regurgitasi mitral
6. Stenosis aorta
7. Regurgitasi aorta
8. Stenosis trikuspital
9. Regurgitasi trikuspidal
10. Stenosis pulmonal
11. Regurgitasi pulmonal
12. Aritmia
13. Penyakit jantung bawaan
(SDKI, 2017, pp. 34-35)

 
Diagnosa II Nyeri Akut

1. Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual
atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga
berat berlangsung kurang dari 3 bulan.

1. Penyebab
2. Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, meoplasma)
3. Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
4. Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat
berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
5. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif

1. Mengeluh nyeri
Objektif

1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindar nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
6. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif

(tidak tersedia)

Objektif

1. Tekanan darah meningkat


2. Pola napas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berpikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaphoresis
8. Kondisi Klinis Terkait
9. Kondisi pembedahan
10. Cedera traumatis
11. Infeksi
12. Sindrom koroner akut
13. Glaucoma
(SDKI, 2017, p. 172)
Diagnosa III Intoleransi Aktivitas

1. Definisi
Ketidak cukupan energy untuk melakukan aktivitas sehari-hari

1. Penyebab
2. Ketidakseimbangan antara suplei dan kebutuhan oksigen
3. Tirah baring
4. Kelemahan
5. Imobilitas
6. Gaya hidup monoton
7. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif

1. Mengeluh lelah
Objektif

1. Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat


2. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif

1. Dispnea saat/ setelah aktivitas’


2. Merasa tidak nyaman setelah beraktifitas
3. Merasa lemah
Objektif

1. Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat


2. Gambaran EKG menunjukkan aritmia saaat/ setelah aktivitas
3. Gambaran EKG menunjukkan iskemia
4. Sianosis
5. Kondisi klinis terkait
6. Anemia
7. Gagal jantung koroner
8. Penyakit jantung koroner
9. Penyakit katup jantung
10. Aritmia
11. Penyakit paru obstrutuf kronis (PPOK)
12. Gangguan metabolic
13. Gangguan musculoskeletal
(SDKI, 2017, p. 128)

3.Intervensi
1. Penurunan curah jantung
 Tujuan
Menunjukkan curah jantung yang memuaskan, dibuktikan oleh efektivitas pompa
jantung, status sirkulasi, perfusi jaringan (organ abdomen, jantung serebral, selular,
perifer, dan pulmonal); dan status tanda-tanda vital

 Criteria hasil
1. Mempunyai indeks jantung dan fraksi ejeksi dalam batas normal
2. Mempunyai haluaran urine, berat jenis urine, blood urea nitrogen (BUN) dan
keratin plasma dalam batas normal
3. Mempunyai warna kulit yang normal
4. Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas fisik (mis. Tidak
mengalami dispnea, nyeri dada, atau sinkope)
5. Menjelaskan diet, obat, aktivitas, dan batasan yang diperlukan (mis. Untuk
penyakit jantung)
6. Mengidentifikasi tanda dan gejala perburukan kondisi yang dapat dilaporkan
 Intervensi NIC
Aktivitas Keperawatan
1. Kaji dan dokumentasikan tekanan darah, adanya sianosis, status pernapasan,
dan status mental
2. Pantau tanda kelebihan cairan (mis. Edema dependen, kenaikan berat badan)
3. Kaji toleransi aktifitas pasien dengan memerhatikan adanya awitan napas
pendek, nyeri, palpitasi, atau limbung
4. Evaluasi respon psien terhadap terapi oksigen
5. Kaji kerusakan kognitif
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
1. Jelaskan tujuan pemberian oksigen per kanula nasal atau sungkup
2. Intruksikan mengenai pemeliharaan keakuratan asupan dan haluaran
3. Ajarkan penggunaan, dosis, frekuensi, dan efek samping obat
4. Ajarkan untuk melaporkan dan menggambarkan awitan palpitasi dan nyeri,
faktor pencetus, daerah, kualitas, dan intesitas
5. Intruksikan pasien dan keluarga dalam perencanaan untuk perawatan dirumah,
meliputi pembatasan aktivitas, pembatasan diet, dan penggunaan alat terapeutik
6. Berikan informasi tentang teknik penurunan stress seperti biofeed-back,
relaksasi otot progresif, meditsi dan latihan fisik
7. Ajarkan kebutuhan untuk menimbang berat badan setiap hari
Aktivitas kolaboratif
1. Konsultasikan dengan dokter menyangkut parameter pemberian atau
penghentian obat tekanan darah
2. Berikan dan titrasikan obat antiaritmia, inotropik, nitrogliserin,dan vasodilator
untuk mempertahankan kontraktilitas, preload, dan afterload sesuai dengan
program medis atau protocol
3. Berikan antikoagulan untuk mencegah pembentukan thrombus perifer, sesuai
dengan program atau protocol
(Wilkinson, 2016, pp. 65-66)

1. Nyeri akut
 Tujuan
Memperlihatkan pengendalian nyeri, yan dibuktikan oleh indicator sebagai berikut
(sebutkan 1-5: tidak oernah, jarang, kadang-kandang, sering, atau selalu).

Mengenali awitan nyeri

Menggunakan tindakan pencegahan

Melaporkan nyeri yang dapat dikendalikan

 Criteria hasil
1. Memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai
kenyamanan
2. Mempertahankan tingkat nyeri pada atau kurang (dengan skala 0-10)
3. Melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologi
4. Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk memodifikasi
faktor tersebut
5. Melaporkan nyeri kepada penyedia layanan kesehatan
6. Menggunakan tindakan meredakan nyeri dengan analgesic dan non analgesic
secara teapat
7. Tidak mengalami gangguan dalam frekuensi pernapasan, denyut jantung, atau
tekanan darah
8. Mempertahankan selera makan yang baik
9. Melaporkan pola tidur yang baik
10. Melaporkan kemampuan untuk mempertahankan performa peran dan hubungan
interpersonal
 Intervensi NIC
Aktivitas keperawatan
1. Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama untuk
mengumpulkan onformasi pengkajian.
2. Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan pada skala 0 sampai 10
(0= tidak ada nyeri atau ketidaknyamanan, 10= nyeri berat)
3. Gunakan bagan alir nyeri untuk memantau peredaan nyeri oleh analgesic dan
kemungkinan efek sampingnya
4. Kaji dampak agama, budaya, kepercayaan, dan lingkungan terhadap nyeri respon
pasien
5. Dalam mengkaji pasien, gunakan kata-kata yang sesuai usia dan tingkat
perkembangan pasien
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
1. Sertakan dalam intruksi pemulangan pasien obat khusus yang harus diminum,
frekuensi pemberian, kemungkinan efek samping, kemungkinan interksi obat,
kewaspadaan khusus saat mengonsumsi obat tersebut (mis, pembatasan aktivitas
fisik, pembatasan diet)l dan nama orang yang harus dihubungi bila mengalami nyeri
membandel
2. Intruksikan oasien untuk menginformasikan kepada perawat jika peredaan nyeri
tidak dapat dicapai
3. Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri
dan tawarkan strategi koping yang disarankan
4. Perbaiki kesalahan presepsi tentang analgesic narkotik atau opioid (mis, risiko
ketergantungan atau overdosis)
Aktivitas kolaboratif
1. Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian opiate yang terjadwal (mis,
setiap 4 jam selam 36 jam) atau PCA
2. Manajemen nyeri NIC
Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi lebih berat

Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika keluhan saat ini
merupakan perubahan yang bermakna dari pengalaman nyeri pasien dimasalalu

(Wilkinson, 2016, pp. 297-298)

1. Intoleransi aktivitas
 Tujuan
Menoleransi aktivitas yang bisa dilakukan, yang dibuktikan oleh toleransi aktivitas,
ketahanan, penghematan energy, tingkat kelelahan, energy psikomotorik, istirahat, dan
perawatan diri : ASK (dan AKSI)

 Criteria hasil
1. Mengidentifikasi aktivitass atau situasi yang menimbulkan kecemasan yang
dapat mengakibatkan intoleran aktivitas
2. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang dibutuhkan dengan peningkatan denyut
jantung, frekuensi pernapasan, dan tekanan darah serta memantau pola dalam batas
normal
3. Pada (tanggal target) akan mencapai tingkat aktivitas (uraikan tingkat yang
diharapkan dari daftar pada saran penggunaan)
4. Mengungkapkan secara verbal pemahaman tentang kebutuhan oksigen, obat dan
atau peralatan yang dapat meningkatkan toleransi terhadap aktivitas
5. Menampilkan aktivitas kehidupas sehrihari (AKS) dengan beberapa bantuan
(mis, eliminasi dengan bantuan ambulasi tuntuk kekamar mandi)
6. Menampilkan managemen pemeliharaan rumah dengan bantuan (mis,
membutuhkan bantuan untuk kebersihan setiap minggu)
 

 Intervensi NIC
Aktifitas keperawatan
1. Kaji tingkat kemmpuan pasien untuk berpindah dari tempat tidur, berdiri,
ambulasi, dan melakukan AKS dan AKSI
2. Kaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas
3. Evaluasi metovasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
1. Penggunaan teknik napas terkontrol selama aktivitas, jika perlu
2. Mengenali tanda dan gejala intoleran aktivitas, termasuk kondisi yang belum
dilaporrkan kepada dokter
3. Pentingnya nutrisi yang baik
4. Penggunaan peralatan, seperti oksigen selama aktivitas
5. Penggunaan teknik relaksasi (mis, distraksi, fisualisasi) selama aktivitas
6. Dampak intoleran aktivitas terhadap tanggung jawab peran dalam keluarga dan
tempat kerja
7. Tindakan untuk menghemat energy, sebagai contoh : menyimpan alat atau benda
yang sering digunaakan ditempat yang mudah terjangkau
Aktivitas kolaboratif
1. Berikan pengobatan nyeri sebelum aktivitas, apabila nyeri merupakan salah satu
faktor penyebab
2. Kolaborasikan dengan alat ahli terapi okupasi, fisik (mis, untuk latihan
ketahanan), atau reasi untuk merencanakan dan memantau program aktivitas, jika
perlu
3. Untuk pasien yang mengalami sakit jiwa, rujuk pelayanan kesehatan jiwa
dirumah
4. Rujuk pasien kepelayanan kesehatan rumah untuk mendapatkan pelayanan
bantuan peralatan rumah, jika perlu
5. Rujuk pasien kepelayanan kesehatan rumah untuk mendapatkan pelayan
bantuan perawatan rumah, jika perlu
6. Rujuk pasien keahli gizi untuk pelayanan diet guna meningkatlan asupan yang
kaya energy
7. Rujuk pasien kepusat rehabilitasi jantung jika keletihan berhubungan dengan
penyakit jantung
(Wilkinson, 2016, pp. 17-18)

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
DAFTAR PUSTAKA
 
Budi. (2015). Hipertensi Manajemen Komperhensif. Surabaya: AUP Airlangga
University Press.

Haryanto, A., & Rini, S. (2015). Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media.

Manurung, N. (2016). Aplikasi Asuhan Keperawatan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta:


KDT.

Nugroho, T. (2011). Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosis Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction Jogja.

SDKI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus


Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Wajan, J. (2013). Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.

Wilkinson, J. M. (2016). Diagnosa Keperawatan Intervensi Nanda Nic Noc. Jakarta:


EGC.
Patofisiologi Hipertensi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada
medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda
spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat
vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia
simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi
pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh
darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin,
meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang
emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal
mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid
lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh
tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan
keadaan hipertensi.

Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh
perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut
meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh
darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang
dipompa oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan
perifer (Smeltzer, 2001).

Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu” disebabkan kekakuan arteri
brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff sphygmomanometer (Darmojo, 1999).

Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis yang diteruskan ke sel jugularis. Dari sel jugularis ini
bisa meningkatkan tekanan darah. Dan apabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada
rennin yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen II berakibat
pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.Selain itu juga
dapat meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkan retensi natrium. Hal tersebut akan berakibat
pada peningkatan tekanan darah. Dengan peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan
pada organ-organ seperti jantung. ( Suyono, Slamet. 1996 ).

Pathway Hipertensi

Anda mungkin juga menyukai