“HIPERTENSI”
DISUSUN OLEH :
3A ILMU KEPERAWATAN
A. Definisi Hipertensi
Adalah kondisi abnormal hemodinamik, dimana menurut WHO tekanan sistolik ≥ 140
mmHg dan atau tekanan diastolic > 90 mmHg ( untuk usia < 60 tahun ) dan tekanan sistolik
≥ 160 mmHg dan atau tekanan diastolic > 95 mmHg (untuk usia > 60 tahun). (Nugroho,
2011, p. 263).
Adalah peningkatan tekanan darah secara terus menerus hinggal melebihi batas normal.
Tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg .Adalah tekanan sistolik lebih tinggi dari 140
mmHg menetap atau tekanan distoolik lebih tinggi dari 90mmHg (Manurung, 2016, p. 102)
Dari definisi diatas dapat disimpulkan hipertensi adalah keadaan dimana tekanan darah
sistolik maupun diastolic meningkat atau lebih dari diatas normal.
B. Etiologi
Disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Faktor-faktor yang
meningkatkan risiko antara lain yaitu :
6) Kopi (kafein) : kopi merupakan minuman stimulant yang dikonsumsi secara luas
diseluruh dunia. Dimana kopi dapat meningkatkan secara akut teknan darah dengan
memblok reseptor vasodilatasi adenosine dan meningkatkan neropinefrin plasma.
Minum dua sampai 3 cangkir kopi akan meningkatkan tekanan darah secara akut,
dengan variasi yang luas antara individu dari ¾ mmHg sampai 15/13 mmHg. Dimana
tekanan darah akan mencapai puncak dalam satu jam dan kembali ketekanan darah
dasar setelah 4 jam. (Pikir dkk, 2015, p. 9)
2. Hipertensi Sekunder
Penyebabnya yaitu : dipicu oleh obat-obatan, penyakit ginjal, sindrom scushing dan
hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan
1) Penyakit ginjal primer : baik penyakit ginjal akut maupun kronis, terutama dengan
kelainan glomelurus atau gangguan pembuluh darah di ginjal
2) Kontrasepsi oral : kontrasepsi oral sering meningkatkan tekanan darah dalam kisaran
normal tetapi juga dapat memicu hipertensi
3) Drug induce hypertension/ hipertensi yang dipicu oleh obat : penggunaan agen
antiinflamasi nonsteroid dan antidepresan kronis dapat menimbulkan hipertensi. Begitu
juga konsumsi alcohol yang kronis maupun penyalahgunaanalkohol juga dapat
meningkatkan tekanan darah
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah,
selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial
tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidah terukur
Sering dikatan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepalakarena
adanya peningkatan tekanan darah sehingga mengakibatkan hipertensi dan tekanan
intrakarnial naik,dan kelelahan.Dalam kenyataan ini merupakan gejala terlazim yang
mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
1. Mengeluh sakit kepala, pusing dikarenakan peningkatan tekanan darah dan hipertensi
sehingga intrakarnial naik
D. Patofisiologi
Faktor-faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan darah, pada dasarnya merupakan
faktor-faktor yang mempengaruhi rumus dasar: tekanan darah = curah jantung x resistensi
perifer. Tekanan darah dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem sirkulasi yang
merupakan hasil dari aksi pompa jantung atau yang sering disebut curah jantung (cardiac
output) dan tekanan dari arteri perifer atau sering disebut resistensi perifer.Kedua penentu
primer adanya tekanan darah tersebut masing-masing juga ditentukan oleh berbagai interaksi
faktor-faktor serial yang sangat kompleks.Berdasarkan rumus tersebut, maka peningkatan
tekanan darah secara logis dapat terjadi karena peningkatan curah jantung dan atau
peningkatan resistensi perifer.Peningkatan curah jantung dapat melalui dua mekanisme yaitu
melalui peningkatan volume cairan (preload) atau melalui peningkatan kontraktilitas karena
rangsangan neural jantung.Meskipun faktor peningkatan curah jantung terlibat dalam
pemulaaan timbulnya hipertensi, namun temuan-temuan pada penderita hipertensi kronis
menunjukkan adanya hemodinamik yang khas yaitu adanya peningkatan resistensi perifer
dengan curah jantung yang normal.
Adanya pola peningkatan curah jantung yang menyebabkan peningkatan resistensi secara
persisten, sudah diteliti pada beberapa oraang dan pada banyak hewan coba pada penelitian-
penelitian tentang hipertensi. Pada hewan coba, dengan kondisi jaringan ginjal yang
berkurang, ketika diberi penambahan volume cairan, maka tekaanan darah pada awalnya
akan naik sebagai konsekuensi tinggi curah jantung, namun dalam beberapa hari, resistensi
perifer akan meningkat dan curah jantung akan kembali ke nilai basal. Perubahan resistensi
perifer tersebut menunjukkan adanya perubahan property instrinsik dari pembuluh darah
yang berfungsi untuk mengatur aaliran darah yang terkait dengan kebutuhan metabolic dari
jaringan. (Pikir dkk, 2015, p. 17)
Pathway Hipertensi
Distolik
No Kategori Sistolik mmHg mmHg
1 Optimal <120 <80
2 Normal 120-129 80-84
3 High Normal 130-139 85-89
4 Hipertensi
5 Grade 1 (ringan) 140-159 90-99
6 Grade 2 (sedang) 160-179 100-109
Grade 3 (berat) 180-209 100-119
7 Grade 4 (sangat berat) >210 >120
8
G. Penatalaksanaan
Olah raga lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan hipertensi, karena olah raga
isotonik (spt bersepeda, jogging, aerobic) yang teratur dapat memperlancar peredaran
darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga juga dapat digunakan untuk
mengurangi/ mencegah obesitas dan mengurangi asupan garam ke dalam tubuh (tubuh
yang berkeringat akan mengeluarkan garam lewat kulit).
Pengobatan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
1. Pengobatan non obat (non farmakologis)
2. Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)
1) Pengobatan non obat (non farmakologis)
Pengobatan non farmakologis kadang-kadang dapat mengontrol tekanan darah sehingga
pengobatan farmakologis menjadi tidak diperlukan atau sekurang-kurangnya ditunda.
Sedangkan pada keadaan dimana obat anti hipertensi diperlukan, pengobatan non
farmakologis dapat dipakai sebagai pelengkap untuk mendapatkan efek pengobatan yang
lebih baik.
Pengobatan non farmakologis diantaranya adalah :
1. Diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh
2. Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh.
Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan makan penderita.
Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dilaksanakan. Cara pengobatan ini
hendaknya tidak dipakai sebagai pengobatan tunggal, tetapi lebih baik digunakan sebagai
pelengkap pada pengobatan farmakologis.
3. Ciptakan keadaan rileks
Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat mengontrol sistem saraf
yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.
4. Melakukan olah raga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit
sebanyak 3-4 kali seminggu.
5. Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol
2) Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)
Obat-obatan antihipertensi. Terdapat banyak jenis obat antihipertensi yang beredar saat
ini. Untuk pemilihan obat yang tepat diharapkan menghubungi dokter.
1. Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat
kencing) sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa
jantung menjadi lebih ringan. Contoh obatannya adalah Hidroklorotiazid.
2. Penghambat Simpatetik
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis (saraf yang
bekerja pada saat kita beraktivitas ). Contoh obatnya adalah : Metildopa, Klonidin dan
Reserpin.
3. Betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung.
Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap
gangguan pernapasan seperti asma bronkial. Contoh obatnya adalah : Metoprolol,
Propranolol dan Atenolol. Pada penderita diabetes melitus harus hati-hati, karena dapat
menutupi gejala hipoglikemia (kondisi dimana kadar gula dalam darah turun menjadi
sangat rendah yang bisa berakibat bahaya bagi penderitanya). Pada orang tua terdapat
gejala bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan) sehingga pemberian obat harus
hati-hati.
4. Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos
(otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah : Prasosin,
Hidralasin. Efek samping yang kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini
adalah : sakit kepala dan pusing.
5. Penghambat ensim konversi Angiotensin
Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat Angiotensin II (zat
yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah). Contoh obat yang termasuk
golongan ini adalah Kaptopril. Efek samping yang mungkin timbul adalah : batuk
kering, pusing, sakit kepala dan lemas.
6. Antagonis kalsium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat kontraksi
jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem
dan Verapamil. Efek samping yang mungkin timbul adalah : sembelit, pusing, sakit
kepala dan muntah.
7. Penghambat Reseptor Angiotensin II
Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat Angiotensin II pada
reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-obatan yang
termasuk dalam golongan ini adalah Valsartan (Diovan). Efek samping yang mungkin
timbul adalah : sakit kepala, pusing, lemas dan mual.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Identitas
2. Jenis kelamin : Hipertensi berkaitan dengan jenis kelamin laki-laki dan usia. Namun,
pada usia tua, risiko hipertensi meningkat tajam pada perempuan dibandingkan laki-laki.
Laki-laki obesitas lebih mempunyai risiko hipertensi lebih besar dibandingkan dengan
perempuan obesitas dengan berat badan sama. Di Kamerun utara, pravelensi hipertensi pada
perempuan (51,7%) lebih tinggi dibandingkan laki-laki (48,7%). Hormone seks berkontribusi
terhadap perbedaan gender dalam control tekanan darah. 55% perempuan hipertensi berusia
>40 tahun. Hipertensi berat sebanyak 88,5%. Usia.(Pikir dkk, 2015, p. 5)
3. Usia : Jumlah penduduk berusia diatas 65 tahun meningkat secara cepat, pada kurang dari
30 tahun, satu dari 5 orang di Amerika Serikat akan berusia diatas 65 tahun (Spillman dan
Lubizt, 2000). Tekanan darah sistolik meningkat progresif sesuai usia dan orang lanjut usia
dengan hipertensi merupakan risiko besar untuk penyakit kardiovaskuler.(Pikir dkk, 2015, p.
5)
4. Ras : orang Amerika Seriat kulit hitam cenderung mempunyai tekanan darah lebih tinggi
bila dibandingkan bukan dengan kulit hitam (Lloyd-Jones dkk, 2009) dan keseluruhan angka
mortalitas terkait hipertensi lebih tinggi dari pada kulit hitam. Pada multiple risk factor
intervention trial, yang melibatkan lebih dari 23.000 laki-laki kulit hitam dan 325.000 laki-
laki kulit putting yang dipantau selama 10 tahun, didapatkan suatu perbedaan rasial yang
menarik: anggota mortalitas penyakit jantung koroner lebih rendah pada laki-lak kulit hitam
dengan tekanan diastolic melebihi 90 mmHg dibandingkan pada laki-laki kulit putih.(Pikir
dkk, 2015, p. 6)
5. Status kesehatan saat ini
Keluhan Utama
Fatingue, lemah, dan sulit bernapas. Temuan fisik meliputi peningkatan frekuensi denyut
jantung, disritmia, dan takipnea. (Udjianti, 2013, hal. 108)
Riwayat pengobatan
Ada beberapa obat yang harus diminum oleh penderita penyakit hipertensi yaitu Pengobatan anti
hipertensi :
Diuretic : semua deuretik menurunkan tekanan darah dengan meningkatkan ekskresi
natrium urin dan dengan mengurangi volume plasma, volume cairan ekstraseluler, dan curah
jantung. Mereka dapat menurunkan tekanan darah dengan mengurangi volume vascular,
seperti ditunjukkan dalam sebuah studi oleh Gifford dan kawan-kawan dari 25 pasien.
Angiotensin : angiotensin II bekerja secara langsung pada dinding pembuluh dara,
menyebabkan hipotrofi medial, menstimulasi pertumbuhan jaringan ikat, dan meruksak
endotel yang berujung pada aterosklerosis(Pikir dkk, 2015, p. 219)
1. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Kesadaran
Seorang pasien yang terkena hipertensi kesadarannya adalah sadar dan juga dapat mengalami
penurunan kesadaran (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 103)
1. Tanda-tanda vital
Tekanan darah
Saat melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital pada khasus hipertensi tekanan darah yang
dimiliki oleh penderita hipertensi systole diatas 140 mmHg dan tekanan diastole diatas 90
mmHg (Haryanto & Rini, 2015, p. 37)
Nadi
Meningkat pada arteri karotis, jugularis, pulsasi radialis; perbedaan denyut nadi atau tidak ada
denyut nadi pada beberapa area seperti arteri popliteal, posterior tibia. (Udjianti, 2013, p. 108)
Body system
Sistem pernafasan
Mengeluh sesak nafas saat aktivitas, takipnea, orthopnea (gangguan pernafasan pada saat
berbaring ), PND, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok. Temuan fisik meliputi
sianosis, pengunaan otot bantu pernapasan, terdengar suara napas tambahan (ronkhi rales,
wheezing) (Udjianti, 2013, p. 109)
Sistem kardiovaskuler
Sistem perkemihan
Temuan fisik produksi urine <50 ml/jam atau oliguri (Udjianti, 2013, p. 108)
Sistem pencernaan
Melaporkan mual, muntah, perubahan berat badan, dan riwayat pemakaian deuretik.Temuan fisik
fisik meliputi berat badan normal atau obesitas, edema, kongesti vena, distensi vena jugularis,
dan glikosuria. (Udjianti, 2013, p. 109)
Sistem integument
Suhu kulit dingin, warna kulit pucat, pengisian kapiler lambat (>2 detik), sianosis, diaphoresis,
atau flusing (Udjianti, 2013, p. 108)
Sistem musculoskeletal
Terjadi kaku kuduk pada area leheer (Haryanto & Rini, 2015, p. 40)
Sistem endokrin
Pada pasien dengan hipertensi biasanya tidak ditemukan adanya kelainan pada sistem
endokrin (Udjianti, 2013, p. 109)
Sistem reproduksi
Pada klien hipertensi terjadi peningkatan TIK (tekanan intra cranial) pada saat melakukan
hubungan seksual dan terjadi gangguan reproduksi pada ibu hamil yang memiliki hipertensi
(Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 106)
Sistem penginderaan
Pemeriksaan retina dapat ditemukan penyempitan atau sklerosis arteri edema atau papiledema
(eksudat atau hemoragi) tergantung derajat lamanya hipertensi (Udjianti, 2013, p. 109)
Sistem imun
Pada pasien hipertensi mengalami penurunan sistem kekebalan tubuh (Manurung, 2016, p. 103)
Pemeriksaan penunjang
1. Hitung darah lengkap : pemeriksaan hemoglobin, hematokrit untuk menilai viskositas
dan indicator faktpr risiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia(Udjianti, 2013, p. 109)
2. Kimia darah (Udjianti, 2013, p. 109)
3. BUN, kreatinin: peningkatan kadar menandakan perununan perfusi atau faal renal
4. Serum glukosa : hiperglisemia (diabetes mellitus adalah presipitator hipertensi) akibat
dari peningkatan kadar katekolamin
5. Kadar kolsterol atau trigliserida : peningkatan kadar mengindikasikan predisposisi
pembentukan plaque atheromatus
6. Kadar serum aldesteron : menilai adanya aldosteronisme primer
7. Studi tiroid (T3 dan T4) : menilai adanya hipertiroidisme yang berkontribusi terhadap
vasokontriksi dan hipertensi
8. Asam urat : hiperuricemia merupakan implikasi faktor risiko hipertensi
9. Elektrolit (Udjianti, 2013, p. 109)
10. Serum potassium atau kalium (hipokalemia mengindikasikan adanya aldosteronisme atau
efek samping terapi deuretik)
11. Serum kalsium bila meningkat berkontribusi terhadap hipertensi
12. Urine(Udjianti, 2013, p. 109)
13. Analisis urine adanya darah, protein, glukosa dalam urine mengidentifikasikan difusi
renal atau diabetes
14. Urine VMA : peningkatan kadar mengindikasikan adanya pheochromacytoma
15. Steroid urine : peningkatan kada mengindikasikan hyperadrenalisme,
pheochromacytoma, atau disfungsi pituitary, Sindrom Cushing’s kadar rennin juga
meningkat
16. Radiologi (Udjianti, 2013, p. 110)
Intra Venous Pyelografi (IVP) mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti renal
pharenchymal disease urolithiasis, benign prostate hyperplasia (BPH)
Rontgen toraks : menilai adanya klasifikasi obstruktif katup jantung, deposit kalsium
pada aorta, dan pembesaran jantung
1. EKG : menilai adanya hipertrofi miokard, pola stain, gangguan konduksi atau
disritmia(Udjianti, 2013, p. 110)
2. Pemeriksaan Laboratorium (Haryanto & Rini, 2015, p. 104)
Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan
dapat mengidentifikasikan faktor risiko seperti : Hipokoagubilitas, anemia.
BUN/ keratinin : memberikan informasi tentang perfusi/ fungsi ginjal
Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal danada DM
1. CT Scan : mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
2. IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal, perbaikan ginjal
3. Photo dada: menunjukkan destruksi klasifikasi pada area katup, pembesaran jantung.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang biasa muncul dari pasien Hipertensi adalah sebagai berikut:
Diagnosa I Penurunan Curah Jantung
Definisi
Ketidakadekuatan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolism tubuh.
Penyebab
1. Perubahan irama jantung
2. Perubahan frekuensi jantung
3. Perubahan kontraktilitas
4. Perubahan preload
5. Perubahan afterload
1. Perilaku emosional
Cemas
Gelisah
Objektif
1. Perubahan preload
Murmur jantung
Berat badan bertambah
Pulmonary arteri wedge pressure (PAWP)
2. Perubahan afterload
Pulmonary vascular resistence (PVR) meningkat/ menurun
Systemic vascular resistence (SVR) meningkat/ menurun
3. Prubahan kontraktilitas
Cardiac index (CI) menurun
Left ventricular strok work index (LVSWI) menurun
Stroke volume index (SVI) menurun
Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau
fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat
berlangsung kurang dari 3 bulan.
Penyebab
1. Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, meoplasma)
2. Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
3. Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat,
prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
1. Mengeluh nyeri
Objektif
1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindar nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
(tidak tersedia)
Objektif
Definisi
Ketidak cukupan energy untuk melakukan aktivitas sehari-hari
1. Penyebab
2. Ketidakseimbangan antara suplei dan kebutuhan oksigen
3. Tirah baring
4. Kelemahan
5. Imobilitas
6. Gaya hidup monoton
1. Mengeluh lelah
Objektif
Intervensi
1. Penurunan curah jantung
Tujuan
Menunjukkan curah jantung yang memuaskan, dibuktikan oleh efektivitas pompa jantung, status
sirkulasi, perfusi jaringan (organ abdomen, jantung serebral, selular, perifer, dan pulmonal); dan
status tanda-tanda vital
Criteria hasil
1. Mempunyai indeks jantung dan fraksi ejeksi dalam batas normal
2. Mempunyai haluaran urine, berat jenis urine, blood urea nitrogen (BUN) dan keratin
plasma dalam batas normal
3. Mempunyai warna kulit yang normal
4. Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas fisik (mis. Tidak mengalami
dispnea, nyeri dada, atau sinkope)
5. Menjelaskan diet, obat, aktivitas, dan batasan yang diperlukan (mis. Untuk penyakit
jantung)
6. Mengidentifikasi tanda dan gejala perburukan kondisi yang dapat dilaporkan
Intervensi NIC
Aktivitas Keperawatan
1. Kaji dan dokumentasikan tekanan darah, adanya sianosis, status pernapasan, dan status
mental
2. Pantau tanda kelebihan cairan (mis. Edema dependen, kenaikan berat badan)
3. Kaji toleransi aktifitas pasien dengan memerhatikan adanya awitan napas pendek, nyeri,
palpitasi, atau limbung
4. Evaluasi respon psien terhadap terapi oksigen
5. Kaji kerusakan kognitif
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
1. Jelaskan tujuan pemberian oksigen per kanula nasal atau sungkup
2. Intruksikan mengenai pemeliharaan keakuratan asupan dan haluaran
3. Ajarkan penggunaan, dosis, frekuensi, dan efek samping obat
4. Ajarkan untuk melaporkan dan menggambarkan awitan palpitasi dan nyeri, faktor
pencetus, daerah, kualitas, dan intesitas
5. Intruksikan pasien dan keluarga dalam perencanaan untuk perawatan dirumah, meliputi
pembatasan aktivitas, pembatasan diet, dan penggunaan alat terapeutik
6. Berikan informasi tentang teknik penurunan stress seperti biofeed-back, relaksasi otot
progresif, meditsi dan latihan fisik
7. Ajarkan kebutuhan untuk menimbang berat badan setiap hari
Aktivitas kolaboratif
1. Konsultasikan dengan dokter menyangkut parameter pemberian atau penghentian obat
tekanan darah
2. Berikan dan titrasikan obat antiaritmia, inotropik, nitrogliserin,dan vasodilator untuk
mempertahankan kontraktilitas, preload, dan afterload sesuai dengan program medis atau
protocol
3. Berikan antikoagulan untuk mencegah pembentukan thrombus perifer, sesuai dengan
program atau protocol
(Wilkinson, 2016, pp. 65-66)
2. Nyeri akut
Tujuan
Memperlihatkan pengendalian nyeri, yan dibuktikan oleh indicator sebagai berikut (sebutkan 1-
5: tidak oernah, jarang, kadang-kandang, sering, atau selalu).
Criteria hasil
1. Memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai
kenyamanan
2. Mempertahankan tingkat nyeri pada atau kurang (dengan skala 0-10)
3. Melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologi
4. Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk memodifikasi faktor
tersebut
5. Melaporkan nyeri kepada penyedia layanan kesehatan
6. Menggunakan tindakan meredakan nyeri dengan analgesic dan non analgesic secara
teapat
7. Tidak mengalami gangguan dalam frekuensi pernapasan, denyut jantung, atau tekanan
darah
8. Mempertahankan selera makan yang baik
9. Melaporkan pola tidur yang baik
10. Melaporkan kemampuan untuk mempertahankan performa peran dan hubungan
interpersonal
Intervensi NIC
Aktivitas keperawatan
1. Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama untuk mengumpulkan
onformasi pengkajian.
2. Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan pada skala 0 sampai 10 (0= tidak
ada nyeri atau ketidaknyamanan, 10= nyeri berat)
3. Gunakan bagan alir nyeri untuk memantau peredaan nyeri oleh analgesic dan
kemungkinan efek sampingnya
4. Kaji dampak agama, budaya, kepercayaan, dan lingkungan terhadap nyeri respon pasien
5. Dalam mengkaji pasien, gunakan kata-kata yang sesuai usia dan tingkat perkembangan
pasien
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
1. Sertakan dalam intruksi pemulangan pasien obat khusus yang harus diminum, frekuensi
pemberian, kemungkinan efek samping, kemungkinan interksi obat, kewaspadaan khusus
saat mengonsumsi obat tersebut (mis, pembatasan aktivitas fisik, pembatasan diet)l dan nama
orang yang harus dihubungi bila mengalami nyeri membandel
2. Intruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika peredaan nyeri tidak
dapat dicapai
3. Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri dan
tawarkan strategi koping yang disarankan
4. Perbaiki kesalahan presepsi tentang analgesic narkotik atau opioid (mis, risiko
ketergantungan atau overdosis)
Aktivitas kolaboratif
1. Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian opiate yang terjadwal (mis, setiap 4
jam selam 36 jam) atau PCA
2. Manajemen nyeri NIC
Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi lebih berat
Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika keluhan saat ini merupakan
perubahan yang bermakna dari pengalaman nyeri pasien dimasalalu
1. Intoleransi aktivitas
Tujuan
Menoleransi aktivitas yang bisa dilakukan, yang dibuktikan oleh toleransi aktivitas, ketahanan,
penghematan energy, tingkat kelelahan, energy psikomotorik, istirahat, dan perawatan diri : ASK
(dan AKSI)
Criteria hasil
1. Mengidentifikasi aktivitass atau situasi yang menimbulkan kecemasan yang dapat
mengakibatkan intoleran aktivitas
2. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang dibutuhkan dengan peningkatan denyut jantung,
frekuensi pernapasan, dan tekanan darah serta memantau pola dalam batas normal
3. Pada (tanggal target) akan mencapai tingkat aktivitas (uraikan tingkat yang diharapkan
dari daftar pada saran penggunaan)
4. Mengungkapkan secara verbal pemahaman tentang kebutuhan oksigen, obat dan atau
peralatan yang dapat meningkatkan toleransi terhadap aktivitas
5. Menampilkan aktivitas kehidupas sehrihari (AKS) dengan beberapa bantuan (mis,
eliminasi dengan bantuan ambulasi tuntuk kekamar mandi)
6. Menampilkan managemen pemeliharaan rumah dengan bantuan (mis, membutuhkan
bantuan untuk kebersihan setiap minggu)
Intervensi NIC
Aktifitas keperawatan
1. Kaji tingkat kemmpuan pasien untuk berpindah dari tempat tidur, berdiri, ambulasi, dan
melakukan AKS dan AKSI
2. Kaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas
3. Evaluasi metovasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
1. Penggunaan teknik napas terkontrol selama aktivitas, jika perlu
2. Mengenali tanda dan gejala intoleran aktivitas, termasuk kondisi yang belum dilaporrkan
kepada dokter
3. Pentingnya nutrisi yang baik
4. Penggunaan peralatan, seperti oksigen selama aktivitas
5. Penggunaan teknik relaksasi (mis, distraksi, fisualisasi) selama aktivitas
6. Dampak intoleran aktivitas terhadap tanggung jawab peran dalam keluarga dan tempat
kerja
7. Tindakan untuk menghemat energy, sebagai contoh : menyimpan alat atau benda yang
sering digunaakan ditempat yang mudah terjangkau
Aktivitas kolaboratif
1. Berikan pengobatan nyeri sebelum aktivitas, apabila nyeri merupakan salah satu faktor
penyebab
2. Kolaborasikan dengan alat ahli terapi okupasi, fisik (mis, untuk latihan ketahanan), atau
reasi untuk merencanakan dan memantau program aktivitas, jika perlu
3. Untuk pasien yang mengalami sakit jiwa, rujuk pelayanan kesehatan jiwa dirumah
4. Rujuk pasien kepelayanan kesehatan rumah untuk mendapatkan pelayanan bantuan
peralatan rumah, jika perlu
5. Rujuk pasien kepelayanan kesehatan rumah untuk mendapatkan pelayan bantuan
perawatan rumah, jika perlu
6. Rujuk pasien keahli gizi untuk pelayanan diet guna meningkatlan asupan yang kaya
energy
7. Rujuk pasien kepusat rehabilitasi jantung jika keletihan berhubungan dengan penyakit
jantung
DAFTAR PUSTAKA
Budi. (2015). Hipertensi Manajemen Komperhensif. Surabaya: AUP Airlangga University Press.
Haryanto, A., & Rini, S. (2015). Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction Jogja.
SDKI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Wilkinson, J. M. (2016). Diagnosa Keperawatan Intervensi Nanda Nic Noc. Jakarta: EGC.