Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

“HIPERTENSI”

DISUSUN OLEH :

1. RAYHAN ADITYA PRATAMA 16.156.01.11.030

3A ILMU KEPERAWATAN

STIKES MEDISTRA INDONESIA


Jl. CUT MEUTIA RAYA NO. 88A BEKASI, JAWA BARAT INDONESIA
TAHUN PELAJARAN 2018/2019
KONSEP PENYAKIT

A. Definisi Hipertensi

Adalah kondisi abnormal hemodinamik, dimana menurut WHO tekanan sistolik ≥ 140
mmHg dan atau tekanan diastolic > 90 mmHg ( untuk usia < 60 tahun ) dan tekanan sistolik
≥ 160 mmHg dan atau tekanan diastolic > 95 mmHg (untuk usia > 60 tahun). (Nugroho,
2011, p. 263).

Adalah peningkatan tekanan darah secara terus menerus hinggal melebihi batas normal.
Tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg .Adalah tekanan sistolik lebih tinggi dari 140
mmHg menetap atau tekanan distoolik lebih tinggi dari 90mmHg (Manurung, 2016, p. 102)

Dari definisi diatas dapat disimpulkan hipertensi adalah keadaan dimana tekanan darah
sistolik maupun diastolic meningkat atau lebih dari diatas normal.

B. Etiologi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan.

1. Hipertensi Primer (esensial)/ Idiopatik

Disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Faktor-faktor yang
meningkatkan risiko antara lain yaitu :

1) Merokok :Rokok menghasilkan nikotin dan karbon monoksida suatu vasokontriktor


poten menyebabkan hipertensi. Merokok meningkatkan tekanan darah juga mulai
peningkatan noreprinefrin plasma dan saraf simpatetik. Efek sinergistik merokok dan
tekanan darah tinggi pada risiko kardiovaskular telah jelas. Merokok menyebabkan
aktivasi simpatetik, stress, oksidatif, dan efek vasopresor akut yang dihubungkan
dengan peningkatan marker inflamasi, yang akan mengakibatkan difungsi endotel,
cedera pembuluh darah, dan meningkatnya kekakuan pembuluh darah. Setiapbatang
rokok dapat meningkatkan tekanan darah 7/4 mmHg, perokok pasif dapat
meningkatkan 30% risiko penyakit kardiovaskular dibandingkan dengan peningkatan
80% pada perokok. (Pikir dkk, 2015, p. 8)
2) Obesitas : Obesitas terjadi paada 64% pasien hipertensi. Lemak badan mepengaruhi
kenaikan tekanan darah dan hipertensi. Penurunan berat badan menurunkan tekanan
darah pada pasien obesitas memberikan efek menguntungkan pada faktor risiko yang
terkait, seperti resistensi insulin, diabetes mellitus, heperlipidemia, dan hipertrofi
ventrikel kiri. Penurunan tekanan darah sistolik dan distolik pada penurunan berat
badan 5,1 kg adalah 4,4 dan 3,6 mmHg. Insiden obesitas lebih tinggi pada penurunan
34,4% dibandingkan pada laki-laki 28,6%. Obesitas ,sebuah masalah kesehatan dunia,
telah diidentifikasi sebuah faktor risiko sangat penting untuk hipertensi. Individu
obesitas mempunyai risikolebih tinggi signifikan terjadinya hipertensi. Obesitas
diketahui pada hasil kombinasi disfungsi pusat makan diotak, ketidakseimbangan
asuhan energy dan pengeluaran, variasi genetic.peningkatan risiko yang sama juga
juga telah diidentifikasi untuk hipertensi, penyakiit vascular sebral dan perifer,
hiperlipidemia, penyakit traktus bilier, osteoarthiritis, dan gout. Pada obesitas, lemak
visceral mengakibatkan resistensi insulin. Akibat lanjut dari hiperinsulimenia, adalah
promosi peningkatan absorbsi Na oleh ginjal sehingga dapat terjadi hipertensi. (Pikir
dkk, 2015, p. 7)

3) Alkoholisme : Konsumsi alcohol akan meningkatkan risiko hipertensi, namun


mekanismenya belum jelas, mungkin akibat meningkatnya transport kalsium kedalam
sel otot polos melalui peningkatan katekolamin plasma.terjadinya hipertensi lebih
tinggi pada peminum alcohol berat akibat dari aktivasi simpatetik. Peminum alcohol
lebiih dari dua gelas sehari akan memiliki risiko hipertensi dua kali lipat
dibandingkan bukan peminum, serta tidak optimalnya efek dari obat anti hipertensi.
Pada pasien hipertensi yang mengonsumsi alcohol disarankan kurang dari 30 ml per
hari atau 40 ml etanol per hari. (Pikir dkk, 2015, p. 8)

4) Stress :Merangsang sistem saraf simpatis mengeluarkan adrenalin yang berpengaruh


terhadap kerja jantung. Stressor merupakan stimuli instrinsik atau ekstrinsik yang
menyebabkan gangguan fisiologi dan psikologi, dan dapat membahayakan kesehatan.
Walaupun data epidemiologi menunjukkan stress mental terkait dengan hipertensi,
penyakit kardiovaskular, obesitas, dan sindrom metabolic, efek stress mental pada
manusia belum dipahami sepenuhnya. Prevalensi tinggi dari hipertensi pada individu
obesitas terkait pada faktor psikososial termasuk stress kronik. Aksis hipotalamus –
hipofisi – adrenal merupakan kunci mekanisme yang menghubungkan obesitas,
hipertensi, dan stress kronis. Oleh karena itu, orang seharusnya mengurangi stress
untuk menghindari lingkaran setan stress mental, obesitas, hipertensi, dan diabetes.
(Pikir dkk, 2015, p. 9)

5) Konsumsi garam : Garam memengaruhi viskositas darah dan memperberat kerja


ginjal yang mengeluargkan rennin angiotensin yang dapat meningkatkan tekanan
darah (Haryanto & Rini, 2015, p. 39)

6) Kopi (kafein) : kopi merupakan minuman stimulant yang dikonsumsi secara luas
diseluruh dunia. Dimana kopi dapat meningkatkan secara akut teknan darah dengan
memblok reseptor vasodilatasi adenosine dan meningkatkan neropinefrin plasma.
Minum dua sampai 3 cangkir kopi akan meningkatkan tekanan darah secara akut,
dengan variasi yang luas antara individu dari ¾ mmHg sampai 15/13 mmHg. Dimana
tekanan darah akan mencapai puncak dalam satu jam dan kembali ketekanan darah
dasar setelah 4 jam. (Pikir dkk, 2015, p. 9)

7) Kontrasepsi oral : peningkatan kecil tekanan darah terjadi pada kebanyakan


perempuan yang menggunakan kontrasepsi oral, tetapi peningkatan besar kadang
teradi. Hal ini disebabkan ekspansi volume karena peningkatan sintesis hepatic
subtran rennin dan aktivasi sistem rennin – angiotensin – aldosteron. Kontrasepsi
esterogen akan meningkat tekanan arah 3-6/ 2-5 mmHg, sekitar lima persen
perempuan yang menggunakan kontrasepsi oral jangka panjang menunjukkan
peningkatan tekanan darah diatas 140/90 mmHg. Hipertensi terkait kontrasepsi lebih
sering pada perempuan diatas 35 tahun, pada mereka yang menggunakan kontrasepsi
lebih dari 5 tahun, dan individu gemuk. Jarang terjadi pada mereka yang
menggunakan tablet esterogen dosis kesil. Umumnya, hipertensi reversible setelah
penghentian kontrasepsi, tetai mungkin perlu beberapa minggu. Esterogen pada
postmenoupose umumnya tidak menyebabkan hipertensi, tetapi tentu memelihara
vasodilatasi diperantarai endotel. (Pikir dkk, 2015, p. 7)

2. Hipertensi Sekunder
Penyebabnya yaitu : dipicu oleh obat-obatan, penyakit ginjal, sindrom scushing dan
hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan

1) Penyakit ginjal primer : baik penyakit ginjal akut maupun kronis, terutama dengan
kelainan glomelurus atau gangguan pembuluh darah di ginjal

2) Kontrasepsi oral : kontrasepsi oral sering meningkatkan tekanan darah dalam kisaran
normal tetapi juga dapat memicu hipertensi

3) Drug induce hypertension/ hipertensi yang dipicu oleh obat : penggunaan agen
antiinflamasi nonsteroid dan antidepresan kronis dapat menimbulkan hipertensi. Begitu
juga konsumsi alcohol yang kronis maupun penyalahgunaanalkohol juga dapat
meningkatkan tekanan darah

4) Pheochromocytoma : sekitar setengah dari pasien dengan Pheochromocytoma memiliki


hipertensi primer

5) Aldosteronisme primer : terutama adanya kelebihan mineralokortikoid, terutama


aldosteron, harus dicurigai pada setiap pasien dengan trias hipertensi, hipokalemia yang
tidak dapat dijelaskan, dan alkaliosis metabolic. Namun beberapa pasien memiliki
konsentrasi plasma kalium normal. Pravalensi aldosteronisme primer juga harus
dipertimbangkan pada pasien dengan hipertensi resisten

C. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala hipertensi dibedakan menjadi :

1. Tidak ada gejala

Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah,
selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial
tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidah terukur

2. Gejala yang lazim

Sering dikatan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepalakarena
adanya peningkatan tekanan darah sehingga mengakibatkan hipertensi dan tekanan
intrakarnial naik,dan kelelahan.Dalam kenyataan ini merupakan gejala terlazim yang
mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.

Beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu :

1. Mengeluh sakit kepala, pusing dikarenakan peningkatan tekanan darah dan hipertensi
sehingga intrakarnial naik

2. Lemas, kelelahan : karena stress sehingga mengakibatkan ketegangan yang


mempengaruhi emosi, pada saat ketegangan emosi terjadi dan aktivitas saraf simatis
sehingga frekuensi dan krontaktilitas jantung naik, aliran darah menurun sehingga suplei
O2 dan nutrisi otot rangka menurun, dan terjadi lemas.

3. Susah nafas, kesadaran menurun : karena terjadinya peningkatan krontaktilitas jantung

4. palpitasi (berdebar-debar): karena jantung memompa terlalu cepat sehingga dapat


menyebabkan berdebar-debar, Gampang marah (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 103)

D. Patofisiologi

Faktor-faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan darah, pada dasarnya merupakan
faktor-faktor yang mempengaruhi rumus dasar: tekanan darah = curah jantung x resistensi
perifer. Tekanan darah dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem sirkulasi yang
merupakan hasil dari aksi pompa jantung atau yang sering disebut curah jantung (cardiac
output) dan tekanan dari arteri perifer atau sering disebut resistensi perifer.Kedua penentu
primer adanya tekanan darah tersebut masing-masing juga ditentukan oleh berbagai interaksi
faktor-faktor serial yang sangat kompleks.Berdasarkan rumus tersebut, maka peningkatan
tekanan darah secara logis dapat terjadi karena peningkatan curah jantung dan atau
peningkatan resistensi perifer.Peningkatan curah jantung dapat melalui dua mekanisme yaitu
melalui peningkatan volume cairan (preload) atau melalui peningkatan kontraktilitas karena
rangsangan neural jantung.Meskipun faktor peningkatan curah jantung terlibat dalam
pemulaaan timbulnya hipertensi, namun temuan-temuan pada penderita hipertensi kronis
menunjukkan adanya hemodinamik yang khas yaitu adanya peningkatan resistensi perifer
dengan curah jantung yang normal.

Adanya pola peningkatan curah jantung yang menyebabkan peningkatan resistensi secara
persisten, sudah diteliti pada beberapa oraang dan pada banyak hewan coba pada penelitian-
penelitian tentang hipertensi. Pada hewan coba, dengan kondisi jaringan ginjal yang
berkurang, ketika diberi penambahan volume cairan, maka tekaanan darah pada awalnya
akan naik sebagai konsekuensi tinggi curah jantung, namun dalam beberapa hari, resistensi
perifer akan meningkat dan curah jantung akan kembali ke nilai basal. Perubahan resistensi
perifer tersebut menunjukkan adanya perubahan property instrinsik dari pembuluh darah
yang berfungsi untuk mengatur aaliran darah yang terkait dengan kebutuhan metabolic dari
jaringan. (Pikir dkk, 2015, p. 17)
Pathway Hipertensi

E. Klasifikasi Berat Ringan Hipertensi


Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 102)

Distolik
No Kategori Sistolik mmHg mmHg
1 Optimal <120 <80
2 Normal 120-129 80-84
3 High Normal 130-139 85-89
4 Hipertensi    
5 Grade 1 (ringan) 140-159 90-99
6 Grade 2 (sedang) 160-179 100-109
Grade 3 (berat) 180-209 100-119
7 Grade 4 (sangat berat) >210 >120
8
 

Menurut (Haryanto & Rini, 2015, p. 38)

Tekanan darah systole Tekanan darah diastole


Kategori (mmHg) (mmHg)
Stadium 1 (ringan) 140-159 90-99
Stadium 2 (sedang) 160-179 100-109
Stadium 3 (berat) 180-209 100-119
Stadium 4 (sanga
berat) >210 >120
 
F. Komplikasi
Hipertensi yang dibiarkan tak tertangani, dapat mengakibatkan : (Haryanto & Rini, 2015, p.
41) :

1. Transien Iskemik Attact


2. Stroke /CVA
3. Gagal jantung
4. Gagal ginjal
5. Infark miokard
6. Disritmia jantung
Komplikasi lainnya yaitu :
1. Pecahnya pembuluh darah serebral : aliran darah keotak tidak mengalami perubahan
masing-masing pada penderita hipertensi kronis dengan mean adrenal pressure (MAP) 120-
160 mmHg dan penderita hipertensi new onset dengan MAP antara 60-120 mmHg. Pada
keadaan hiperkapnia, autoregulasi menjadi sempit dengan batas tertinggi 125 mmHg
sehingga perubahan sedikit saja dari tekanan darah akan menyebabkan asisdosis otak yang
mempercepat timbulnya edema otak.
2. Penyakit ginjal kronik : mekanisme hipertensi pada PGK melibatkan beban volume dan
vasokontriksi. Beban volume disebabkan oleh gangguan ekskresi sodium sedangkan
vasokonstriksi berkaitan dengan perubahan parenkim ginjal.
3. Penyakit jantungkoroner : ada dua mekanisme yang diajukan mengenai hubungan
hipertensi dengan peningkatan risiko terjadinya gagal jantung. Pertama, hipertensi
merupakan faktor risiko terjadinya infark miokard akut yang dapat menyebabkan gangguan
fungsi sistolik ventrikel kiri dan gagal jantung. Kedua, hipertensi menyebabkan terjadi
disfungsi diastolic dan meningkatkan risiko gagal jantung.
4. Stroke pendarahan subarachnoid : terjadi ketika terdapat kebocoran pembuluh darah
didekat otak, yang mengakibatkan ekstravasasi drah kedalam celah subarachnoid. Penyebab
tersering SAH adalah rupture mikroaneurisma ini tidak diketahui dan diduga terkait kelainan
bawaan. Pada penderita hipertensi terjadi penebalan lapisan intima dinding arteri dan
selanjutnya dapat meningkatkan tahanan dan elastisitas dinding pembuluh darah. Ketika
terjadi peningkatan tekanan pada dinding pembuluh darah maka aneurisma akan mengalami
rupture. Aneurisma dengan diameter lebih dari 10 mm akan lebih mudah mengalami rupture.
(Pikir dkk, 2015, p. 127)

G. Penatalaksanaan
Olah raga lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan hipertensi, karena olah raga
isotonik (spt bersepeda, jogging, aerobic) yang teratur dapat memperlancar peredaran
darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga juga dapat digunakan untuk
mengurangi/ mencegah obesitas dan mengurangi asupan garam ke dalam tubuh (tubuh
yang berkeringat akan mengeluarkan garam lewat kulit).
Pengobatan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
1. Pengobatan non obat (non farmakologis)
2. Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)
1) Pengobatan non obat (non farmakologis)
Pengobatan non farmakologis kadang-kadang dapat mengontrol tekanan darah sehingga
pengobatan farmakologis menjadi tidak diperlukan atau sekurang-kurangnya ditunda.
Sedangkan pada keadaan dimana obat anti hipertensi diperlukan, pengobatan non
farmakologis dapat dipakai sebagai pelengkap untuk mendapatkan efek pengobatan yang
lebih baik.
Pengobatan non farmakologis diantaranya adalah :
1. Diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh
2. Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh.
Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan makan penderita.
Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dilaksanakan. Cara pengobatan ini
hendaknya tidak dipakai sebagai pengobatan tunggal, tetapi lebih baik digunakan sebagai
pelengkap pada pengobatan farmakologis.
3. Ciptakan keadaan rileks
Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat mengontrol sistem saraf
yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.
4. Melakukan olah raga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit
sebanyak 3-4 kali seminggu.
5. Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol
2) Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)
Obat-obatan antihipertensi. Terdapat banyak jenis obat antihipertensi yang beredar saat
ini. Untuk pemilihan obat yang tepat diharapkan menghubungi dokter. 
1. Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat
kencing) sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa
jantung menjadi lebih ringan. Contoh obatannya adalah Hidroklorotiazid.
2. Penghambat Simpatetik
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis (saraf yang
bekerja pada saat kita beraktivitas ). Contoh obatnya adalah : Metildopa, Klonidin dan
Reserpin.
3. Betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung.
Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap
gangguan pernapasan seperti asma bronkial. Contoh obatnya adalah : Metoprolol,
Propranolol dan Atenolol. Pada penderita diabetes melitus harus hati-hati, karena dapat
menutupi gejala hipoglikemia (kondisi dimana kadar gula dalam darah turun menjadi
sangat rendah yang bisa berakibat bahaya bagi penderitanya). Pada orang tua terdapat
gejala bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan) sehingga pemberian obat harus
hati-hati.
4. Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos
(otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah : Prasosin,
Hidralasin. Efek samping yang kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini
adalah : sakit kepala dan pusing.
5. Penghambat ensim konversi Angiotensin
Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat Angiotensin II (zat
yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah). Contoh obat yang termasuk
golongan ini adalah Kaptopril. Efek samping yang mungkin timbul adalah : batuk
kering, pusing, sakit kepala dan lemas.
6. Antagonis kalsium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat kontraksi
jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem
dan Verapamil. Efek samping yang mungkin timbul adalah : sembelit, pusing, sakit
kepala dan muntah.
7. Penghambat Reseptor Angiotensin II
Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat Angiotensin II pada
reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-obatan yang
termasuk dalam golongan ini adalah Valsartan (Diovan). Efek samping yang mungkin
timbul adalah : sakit kepala, pusing, lemas dan mual.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian
1. Identitas
2. Jenis kelamin : Hipertensi berkaitan dengan jenis kelamin laki-laki dan usia. Namun,
pada usia tua, risiko hipertensi meningkat tajam pada perempuan dibandingkan laki-laki.
Laki-laki obesitas lebih mempunyai risiko hipertensi lebih besar dibandingkan dengan
perempuan obesitas dengan berat badan sama. Di Kamerun utara, pravelensi hipertensi pada
perempuan (51,7%) lebih tinggi dibandingkan laki-laki (48,7%). Hormone seks berkontribusi
terhadap perbedaan gender dalam control tekanan darah. 55% perempuan hipertensi berusia
>40 tahun. Hipertensi berat sebanyak 88,5%. Usia.(Pikir dkk, 2015, p. 5)
3. Usia : Jumlah penduduk berusia diatas 65 tahun meningkat secara cepat, pada kurang dari
30 tahun, satu dari 5 orang di Amerika Serikat akan berusia diatas 65 tahun (Spillman dan
Lubizt, 2000). Tekanan darah sistolik meningkat progresif sesuai usia dan orang lanjut usia
dengan hipertensi merupakan risiko besar untuk penyakit kardiovaskuler.(Pikir dkk, 2015, p.
5)
4. Ras : orang Amerika Seriat kulit hitam cenderung mempunyai tekanan darah lebih tinggi
bila dibandingkan bukan dengan kulit hitam (Lloyd-Jones dkk, 2009) dan keseluruhan angka
mortalitas terkait hipertensi lebih tinggi dari pada kulit hitam. Pada multiple risk factor
intervention trial, yang melibatkan lebih dari 23.000 laki-laki kulit hitam dan 325.000 laki-
laki kulit putting yang dipantau selama 10 tahun, didapatkan suatu perbedaan rasial yang
menarik: anggota mortalitas penyakit jantung koroner lebih rendah pada laki-lak kulit hitam
dengan tekanan diastolic melebihi 90 mmHg dibandingkan pada laki-laki kulit putih.(Pikir
dkk, 2015, p. 6)
5. Status kesehatan saat ini
 Keluhan Utama
Fatingue, lemah, dan sulit bernapas. Temuan fisik meliputi peningkatan frekuensi denyut
jantung, disritmia, dan takipnea. (Udjianti, 2013, hal. 108)

 Alasan masuk rumah sakit


Alasan masuk rumah sakit dikarenakan pasien memiliki keluhan lemah, sulit bernapas, dan
kesadaran menurun. (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 103)

 Riwayat penyakit sekarang


Pada umumnya, beberapa hal yang harus diungkapkan pada setiap gejala yaitu sakit kepala,
kelelahan, selah, susah nafas, mual, gelisah, kesadaran menurun, pengelihatan menjadi kabur, 
tinnitus (telinga berdenging), palpitasi (berdebar-debar), kaku kuduk, tekanan darah diatas
normal, gampang marah. (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 103)

Riwayat kesehatan terdahulu


 Riwayat penyakit sebelumnya
Perawat menanyakan tentang penyakit-penyakit yang pernah dialami sebelumnya.Misalnya :
klien pernah memiliki riwayat penyakit gagal ginjal dan klien mengalami sakit yang sangat
berat. (Haryanto & Rini, 2015, p. 41)

 Riwayat penyakit keluarga


Hipertensi pada orang yang memiliki riwayat hipertensi dalam keluarga sekitar 15-35%.Suatu
penelitian pada orang kembar, hipertensi terjadi 60% laki-laki dan 30-40% perempuan.
Hipertensi usia dibawah 55 tahun terjadi 3,8 kali lebih sering pada orang dengan riwayat
hipertensi keluarga (Pikir dkk, 2015, p. 6)

 Riwayat pengobatan
Ada beberapa obat yang harus diminum oleh penderita penyakit hipertensi yaitu Pengobatan anti
hipertensi :
 Diuretic : semua deuretik menurunkan tekanan darah dengan meningkatkan ekskresi
natrium urin dan dengan mengurangi volume plasma, volume cairan ekstraseluler, dan curah
jantung. Mereka dapat menurunkan tekanan darah dengan mengurangi volume vascular,
seperti ditunjukkan dalam sebuah studi oleh Gifford dan kawan-kawan dari 25 pasien.
 Angiotensin : angiotensin II bekerja secara langsung pada dinding pembuluh dara,
menyebabkan hipotrofi medial, menstimulasi pertumbuhan jaringan ikat, dan meruksak
endotel yang berujung pada aterosklerosis(Pikir dkk, 2015, p. 219)
1. Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum
Kesadaran
Seorang pasien yang terkena hipertensi kesadarannya adalah sadar dan juga dapat mengalami
penurunan kesadaran (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 103)

1. Tanda-tanda vital
Tekanan darah
Saat melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital pada khasus hipertensi tekanan darah yang
dimiliki oleh penderita hipertensi  systole diatas 140 mmHg dan tekanan diastole diatas 90
mmHg (Haryanto & Rini, 2015, p. 37)

Nadi
Meningkat pada arteri karotis, jugularis, pulsasi radialis; perbedaan denyut nadi atau tidak ada
denyut nadi pada beberapa area seperti arteri popliteal, posterior tibia. (Udjianti, 2013, p. 108)

 Body system
Sistem pernafasan
Mengeluh sesak nafas saat aktivitas, takipnea, orthopnea (gangguan pernafasan pada saat
berbaring ), PND, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok. Temuan fisik meliputi
sianosis, pengunaan otot bantu pernapasan, terdengar suara napas tambahan (ronkhi rales,
wheezing) (Udjianti, 2013, p. 109)

Sistem kardiovaskuler

 Inspeksi : gerakan dinding abnormal


 Palpasi : denyut apical kuat
 Perkusi :denyut apical bergeser dan/ atau kuat angkat
 Auskultasi : denyut jantung takikardia dan disritmia, bunyi jantung S2 mengeras S3
(gejala CHF dini). Murmur dapat terdengar jika stenosis atau insufisiensi katup. (Udjianti,
2013, p. 108)
Sistem persarafan
Melaporkan serangan pusing/ pening, sakit kepala berdenyut di suboksipital, episode mati-rasa,
atau kelumpuhan salah satu sisi nadan. Gangguan visual (diplopia- pandangan ganda atau
pandangan kabur) dan episode epistaksis (Udjianti, 2013, p. 109)

Sistem perkemihan
Temuan fisik produksi urine <50 ml/jam atau oliguri (Udjianti, 2013, p. 108)
Sistem pencernaan
Melaporkan mual, muntah, perubahan berat badan, dan riwayat pemakaian deuretik.Temuan fisik
fisik meliputi berat badan normal atau obesitas, edema, kongesti vena, distensi vena jugularis,
dan glikosuria. (Udjianti, 2013, p. 109)

Sistem integument
Suhu kulit dingin, warna kulit pucat, pengisian kapiler lambat (>2 detik), sianosis, diaphoresis,
atau flusing (Udjianti, 2013, p. 108)

Sistem musculoskeletal
Terjadi kaku kuduk pada area leheer (Haryanto & Rini, 2015, p. 40)

Sistem endokrin
Pada pasien dengan hipertensi biasanya tidak ditemukan adanya kelainan pada sistem
endokrin (Udjianti, 2013, p. 109)

Sistem reproduksi
Pada klien hipertensi terjadi peningkatan TIK (tekanan intra cranial) pada saat melakukan
hubungan seksual dan terjadi gangguan reproduksi pada ibu hamil yang memiliki hipertensi
(Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 106)

Sistem penginderaan
Pemeriksaan retina dapat ditemukan penyempitan atau sklerosis arteri edema atau papiledema
(eksudat atau hemoragi) tergantung derajat lamanya hipertensi (Udjianti, 2013, p. 109)

Sistem imun
Pada pasien hipertensi mengalami penurunan sistem kekebalan tubuh (Manurung, 2016, p. 103)

Pemeriksaan penunjang
1. Hitung darah lengkap : pemeriksaan hemoglobin, hematokrit untuk menilai viskositas
dan indicator faktpr risiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia(Udjianti, 2013, p. 109)
2. Kimia darah (Udjianti, 2013, p. 109)
3. BUN, kreatinin: peningkatan kadar menandakan perununan perfusi atau faal renal
4. Serum glukosa : hiperglisemia (diabetes mellitus adalah presipitator hipertensi) akibat
dari peningkatan kadar katekolamin
5. Kadar kolsterol atau trigliserida : peningkatan kadar mengindikasikan predisposisi
pembentukan plaque atheromatus
6. Kadar serum aldesteron : menilai adanya aldosteronisme primer
7. Studi tiroid (T3 dan T4) : menilai adanya hipertiroidisme yang berkontribusi terhadap
vasokontriksi dan hipertensi
8. Asam urat : hiperuricemia merupakan implikasi faktor risiko hipertensi
9. Elektrolit (Udjianti, 2013, p. 109)
10. Serum potassium atau kalium (hipokalemia mengindikasikan adanya aldosteronisme atau
efek samping terapi deuretik)
11. Serum kalsium bila meningkat berkontribusi terhadap hipertensi
12. Urine(Udjianti, 2013, p. 109)
13. Analisis urine adanya darah, protein, glukosa dalam urine mengidentifikasikan difusi
renal atau diabetes
14. Urine VMA : peningkatan kadar mengindikasikan adanya pheochromacytoma
15. Steroid urine : peningkatan kada mengindikasikan hyperadrenalisme,
pheochromacytoma, atau disfungsi pituitary, Sindrom Cushing’s kadar rennin juga
meningkat
16. Radiologi (Udjianti, 2013, p. 110)
 Intra Venous Pyelografi (IVP) mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti renal
pharenchymal disease urolithiasis, benign prostate hyperplasia (BPH)
 Rontgen toraks : menilai adanya klasifikasi obstruktif katup jantung, deposit kalsium
pada aorta, dan pembesaran jantung
1. EKG : menilai adanya hipertrofi miokard, pola stain, gangguan konduksi atau
disritmia(Udjianti, 2013, p. 110)
2. Pemeriksaan Laboratorium (Haryanto & Rini, 2015, p. 104)
 Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan
dapat mengidentifikasikan faktor risiko seperti : Hipokoagubilitas, anemia.
 BUN/ keratinin : memberikan informasi tentang perfusi/ fungsi ginjal
 Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal danada DM
1. CT Scan : mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
2. IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal, perbaikan ginjal
3. Photo dada: menunjukkan destruksi klasifikasi pada area katup, pembesaran jantung.

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang biasa muncul dari pasien Hipertensi adalah sebagai berikut:
Diagnosa I Penurunan Curah Jantung

Definisi
Ketidakadekuatan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolism tubuh. 

Penyebab
1. Perubahan irama jantung
2. Perubahan frekuensi jantung
3. Perubahan kontraktilitas
4. Perubahan preload
5. Perubahan afterload

Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif
1. Perubahan irama jantung
 Palpitasi
2. Perubahan preload
 Lelah
3. Perubahan afterload
 Dipsnea
4. Perubahan kontraktilitas
 Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)
 Ortopnea
 Batuk
Objektif

1. Perubahan irama jantung


 Bradikardia/takikardi
 Gambaran EKG aritmia
2. Perubahan preload
 Edema
 Distensi vena jugularis
 Central venous pressure (CVP) meningkat/menurun
 Hepatomegali
3. Perubahan afterload
 Tekanan darah meningkat/menurun
 Nadi perifer teraba lemah
 Capillary refill time >3 detik
 Oliguria
 Warna kulit pucat dan/atau sianosis
4. Perubahan kontraktilitas
 Terdengar suara jantung S3 dan/atau S4
 Ejaction fraction (EF) menurun
1. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif

1. Perilaku emosional
 Cemas
 Gelisah
Objektif

1. Perubahan preload
 Murmur jantung
 Berat badan bertambah
 Pulmonary arteri wedge pressure (PAWP)
2. Perubahan afterload
 Pulmonary vascular resistence (PVR) meningkat/ menurun
 Systemic vascular resistence (SVR) meningkat/ menurun
3. Prubahan kontraktilitas
 Cardiac index (CI) menurun
 Left ventricular strok work index (LVSWI) menurun
 Stroke volume index (SVI) menurun
 

Diagnosa II Nyeri Akut

Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau
fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat
berlangsung kurang dari 3 bulan.

Penyebab
1. Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, meoplasma)
2. Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
3. Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat,
prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)

Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif

1. Mengeluh nyeri
Objektif

1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindar nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif

(tidak tersedia)

Objektif

1. Tekanan darah meningkat


2. Pola napas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berpikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaphoresis
Diagnosa III Intoleransi Aktivitas

Definisi
Ketidak cukupan energy untuk melakukan aktivitas sehari-hari

1. Penyebab
2. Ketidakseimbangan antara suplei dan kebutuhan oksigen
3. Tirah baring
4. Kelemahan
5. Imobilitas
6. Gaya hidup monoton

Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif

1. Mengeluh lelah
Objektif

1. Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat


2. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif

1. Dispnea saat/ setelah aktivitas’


2. Merasa tidak nyaman setelah beraktifitas
3. Merasa lemah
Objektif

1. Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat


2. Gambaran EKG menunjukkan aritmia saaat/ setelah aktivitas
3. Gambaran EKG menunjukkan iskemia
4. Sianosis

Intervensi
1. Penurunan curah jantung
 Tujuan
Menunjukkan curah jantung yang memuaskan, dibuktikan oleh efektivitas pompa jantung, status
sirkulasi, perfusi jaringan (organ abdomen, jantung serebral, selular, perifer, dan pulmonal); dan
status tanda-tanda vital

 Criteria hasil
1. Mempunyai indeks jantung dan fraksi ejeksi dalam batas normal
2. Mempunyai haluaran urine, berat jenis urine, blood urea nitrogen (BUN) dan keratin
plasma dalam batas normal
3. Mempunyai warna kulit yang normal
4. Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas fisik (mis. Tidak mengalami
dispnea, nyeri dada, atau sinkope)
5. Menjelaskan diet, obat, aktivitas, dan batasan yang diperlukan (mis. Untuk penyakit
jantung)
6. Mengidentifikasi tanda dan gejala perburukan kondisi yang dapat dilaporkan

 Intervensi NIC
Aktivitas Keperawatan
1. Kaji dan dokumentasikan tekanan darah, adanya sianosis, status pernapasan, dan status
mental
2. Pantau tanda kelebihan cairan (mis. Edema dependen, kenaikan berat badan)
3. Kaji toleransi aktifitas pasien dengan memerhatikan adanya awitan napas pendek, nyeri,
palpitasi, atau limbung
4. Evaluasi respon psien terhadap terapi oksigen
5. Kaji kerusakan kognitif
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
1. Jelaskan tujuan pemberian oksigen per kanula nasal atau sungkup
2. Intruksikan mengenai pemeliharaan keakuratan asupan dan haluaran
3. Ajarkan penggunaan, dosis, frekuensi, dan efek samping obat
4. Ajarkan untuk melaporkan dan menggambarkan awitan palpitasi dan nyeri, faktor
pencetus, daerah, kualitas, dan intesitas
5. Intruksikan pasien dan keluarga dalam perencanaan untuk perawatan dirumah, meliputi
pembatasan aktivitas, pembatasan diet, dan penggunaan alat terapeutik
6. Berikan informasi tentang teknik penurunan stress seperti biofeed-back, relaksasi otot
progresif, meditsi dan latihan fisik
7. Ajarkan kebutuhan untuk menimbang berat badan setiap hari
Aktivitas kolaboratif
1. Konsultasikan dengan dokter menyangkut parameter pemberian atau penghentian obat
tekanan darah
2. Berikan dan titrasikan obat antiaritmia, inotropik, nitrogliserin,dan vasodilator untuk
mempertahankan kontraktilitas, preload, dan afterload sesuai dengan program medis atau
protocol
3. Berikan antikoagulan untuk mencegah pembentukan thrombus perifer, sesuai dengan
program atau protocol
(Wilkinson, 2016, pp. 65-66)

2. Nyeri akut
 Tujuan
Memperlihatkan pengendalian nyeri, yan dibuktikan oleh indicator sebagai berikut (sebutkan 1-
5: tidak oernah, jarang, kadang-kandang, sering, atau selalu).

Mengenali awitan nyeri


Menggunakan tindakan pencegahan

Melaporkan nyeri yang dapat dikendalikan

 Criteria hasil
1. Memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai
kenyamanan
2. Mempertahankan tingkat nyeri pada atau kurang (dengan skala 0-10)
3. Melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologi
4. Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk memodifikasi faktor
tersebut
5. Melaporkan nyeri kepada penyedia layanan kesehatan
6. Menggunakan tindakan meredakan nyeri dengan analgesic dan non analgesic secara
teapat
7. Tidak mengalami gangguan dalam frekuensi pernapasan, denyut jantung, atau tekanan
darah
8. Mempertahankan selera makan yang baik
9. Melaporkan pola tidur yang baik
10. Melaporkan kemampuan untuk mempertahankan performa peran dan hubungan
interpersonal

 Intervensi NIC
Aktivitas keperawatan
1. Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama untuk mengumpulkan
onformasi pengkajian.
2. Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan pada skala 0 sampai 10 (0= tidak
ada nyeri atau ketidaknyamanan, 10= nyeri berat)
3. Gunakan bagan alir nyeri untuk memantau peredaan nyeri oleh analgesic dan
kemungkinan efek sampingnya
4. Kaji dampak agama, budaya, kepercayaan, dan lingkungan terhadap nyeri respon pasien
5. Dalam mengkaji pasien, gunakan kata-kata yang sesuai usia dan tingkat perkembangan
pasien
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
1. Sertakan dalam intruksi pemulangan pasien obat khusus yang harus diminum, frekuensi
pemberian, kemungkinan efek samping, kemungkinan interksi obat, kewaspadaan khusus
saat mengonsumsi obat tersebut (mis, pembatasan aktivitas fisik, pembatasan diet)l dan nama
orang yang harus dihubungi bila mengalami nyeri membandel
2. Intruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika peredaan nyeri tidak
dapat dicapai
3. Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri dan
tawarkan strategi koping yang disarankan
4. Perbaiki kesalahan presepsi tentang analgesic narkotik atau opioid (mis, risiko
ketergantungan atau overdosis)
Aktivitas kolaboratif
1. Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian opiate yang terjadwal (mis, setiap 4
jam selam 36 jam) atau PCA
2. Manajemen nyeri NIC
Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi lebih berat

Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika keluhan saat ini merupakan
perubahan yang bermakna dari pengalaman nyeri pasien dimasalalu

(Wilkinson, 2016, pp. 297-298)

1. Intoleransi aktivitas
 Tujuan
Menoleransi aktivitas yang bisa dilakukan, yang dibuktikan oleh toleransi aktivitas, ketahanan,
penghematan energy, tingkat kelelahan, energy psikomotorik, istirahat, dan perawatan diri : ASK
(dan AKSI)

 Criteria hasil
1. Mengidentifikasi aktivitass atau situasi yang menimbulkan kecemasan yang dapat
mengakibatkan intoleran aktivitas
2. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang dibutuhkan dengan peningkatan denyut jantung,
frekuensi pernapasan, dan tekanan darah serta memantau pola dalam batas normal
3. Pada (tanggal target) akan mencapai tingkat aktivitas (uraikan tingkat yang diharapkan
dari daftar pada saran penggunaan)
4. Mengungkapkan secara verbal pemahaman tentang kebutuhan oksigen, obat dan atau
peralatan yang dapat meningkatkan toleransi terhadap aktivitas
5. Menampilkan aktivitas kehidupas sehrihari (AKS) dengan beberapa bantuan (mis,
eliminasi dengan bantuan ambulasi tuntuk kekamar mandi)
6. Menampilkan managemen pemeliharaan rumah dengan bantuan (mis, membutuhkan
bantuan untuk kebersihan setiap minggu)
 

 Intervensi NIC
Aktifitas keperawatan
1. Kaji tingkat kemmpuan pasien untuk berpindah dari tempat tidur, berdiri, ambulasi, dan
melakukan AKS dan AKSI
2. Kaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas
3. Evaluasi metovasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
1. Penggunaan teknik napas terkontrol selama aktivitas, jika perlu
2. Mengenali tanda dan gejala intoleran aktivitas, termasuk kondisi yang belum dilaporrkan
kepada dokter
3. Pentingnya nutrisi yang baik
4. Penggunaan peralatan, seperti oksigen selama aktivitas
5. Penggunaan teknik relaksasi (mis, distraksi, fisualisasi) selama aktivitas
6. Dampak intoleran aktivitas terhadap tanggung jawab peran dalam keluarga dan tempat
kerja
7. Tindakan untuk menghemat energy, sebagai contoh : menyimpan alat atau benda yang
sering digunaakan ditempat yang mudah terjangkau
Aktivitas kolaboratif
1. Berikan pengobatan nyeri sebelum aktivitas, apabila nyeri merupakan salah satu faktor
penyebab
2. Kolaborasikan dengan alat ahli terapi okupasi, fisik (mis, untuk latihan ketahanan), atau
reasi untuk merencanakan dan memantau program aktivitas, jika perlu
3. Untuk pasien yang mengalami sakit jiwa, rujuk pelayanan kesehatan jiwa dirumah
4. Rujuk pasien kepelayanan kesehatan rumah untuk mendapatkan pelayanan bantuan
peralatan rumah, jika perlu
5. Rujuk pasien kepelayanan kesehatan rumah untuk mendapatkan pelayan bantuan
perawatan rumah, jika perlu
6. Rujuk pasien keahli gizi untuk pelayanan diet guna meningkatlan asupan yang kaya
energy
7. Rujuk pasien kepusat rehabilitasi jantung jika keletihan berhubungan dengan penyakit
jantung
DAFTAR PUSTAKA
 
Budi. (2015). Hipertensi Manajemen Komperhensif. Surabaya: AUP Airlangga University Press.

Haryanto, A., & Rini, S. (2015). Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Manurung, N. (2016). Aplikasi Asuhan Keperawatan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: KDT.

Nugroho, T. (2011). Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction Jogja.

SDKI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Wajan, J. (2013). Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.

Wilkinson, J. M. (2016). Diagnosa Keperawatan Intervensi Nanda Nic Noc. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai