Anda di halaman 1dari 29

2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Permasalahan


Bencana alam adalah suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa luar biasa yang
disebabkan oleh alam seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus, dll.
Sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan,
kehilangan harta benda, dan dampak psikologis. Pada umumnya bencana alam
terjadi karena adanya perubahan pada alam.

Sebagai sarana mendistribusikan kepentingan dan tanggung jawab


penanggualangan bencana di tiap daerah maka berdasarkan UU No. 24 Tahun
2007 pemerintah pusat mewajibkan setiap daerah untuk membentuk badan
penanggulangan bencana daerah ( BPBD ). Pembentukan badan penanggulangan
bencana daerah juga sebagai upaya agar pemerintah daerah dapat menyesuaikan
system penanggulangan bencana dengan karakter bencana masing-masing.
Pembentukan BPBD juga dimaksud agar setiap kepala daerah ( gubernur, Wali
Kota, Bupati ) dapat memperoleh informasi yang dijadikan landasan dalam
pengambilan kebijakan terkait penanggulangan bencana.

BPBD Ciamis mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian urusan


pemerintah daerah dalam penanggulangan bencana serta terintergrasi meliputi pra
bencana, saat tanggap darurat, dan rehabilitasi. Selanjutnya ketiga upaya tadi
tersebut sebagai tahapan penanggulangan bencana.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, peneliti menetapkan identifikasi
masalah yaitu “bagaimanakah Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana Dalam Mencapai Efektivitas Penanggulangan Bencana
Tanah Longsor Di Kabupaten Ciamis”
3

1.3. Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, maka tujuan
yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui Implementasi
Kebijakan Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana Dalam Mencapai
Efektivitas Penanggulangan Bencana Tanah Longsor Di Kabupaten Ciamis

1.4. Kegunaan Penelitian


1) Kegunaan Teoritis
Penelitian ini berguna untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang
berbagai macam teori atau konsep implementasi kebijakan dan efektivitas
untuk dijadikan sebagai pedoman atau perbandingan dalam melakukan
penelitian di bidang yang sama di masa yang akan datang.
2) Kegunaan praktis
Kegunaan praktis dalam penelitian ini, diharapkan dapat berguna sebagai
sumbangan pemikiran, masukan dan saran bagi Badan Penanggulangan
Bencana Daerah.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka


2.1.1. Definisi Kebijakan
Kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat oleh pemerintah atau
lembaga yang berwenang untuk memecahkan masalah atau mewujudkan
tujuan yang diinginkan masyarakat (Abidin, 2012 : 19). Menurut Eyestone
dalam Winarno (2012 : 20) definisi kebijakan publik sebagai hubungan suatu
unit pemerintah dengan lingkungannya. Sedangkan menurut Anderson dalam
Winarno (2012 : 20), definisi dari kebijakan publik merupakan arah tindakan
yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah
aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. Selain itu Harold
Laswell dan Abraham Kaplan dalam Nugroho (2011:93), mendefinisikannya
sebagai suatu program yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu,
nilai-nilai tertentu, dan praktikpraktik tertentu (a projected of goals, values,
and practices). Sedangkan menurut Carl I. Friedrick dalam Nugroho
(2011:93), mendefinisikannya sebagai serangkaian tindakan yang diusulkan
seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu,
dengan ancaman dan peluang yang ada.
Kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan untuk memanfaatkan
potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada dalam rangka mencapai
tujuan tertentu. Selain itu menurut pandangan lain Thomas R. Dye dalam
Nugroho (2011 :94), mendefinisikannya sebagai segala sesuatu yang
dikerjakan oleh pemerintah, mengapa mereka melakukan, dan hasil yang
membuat sebuah kehidupan bersama tampil berbeda. Sedangkan menurut
David Easton dalam Nugroho (2011:93), mendefinisikannya sebagai akibat
aktivitas pemerintah (the impact of government activity).
Berdasarkan beberapa definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli,
maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa kebijakan publik adalah

4
5

serangkaian tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau lebih yang dibuat
oleh pemerintah atau lembaga yang berwenang untuk mencapai suatu tujuan
tertentu dan dapat memecahkan suatu masalah.
2.1.2. Pengertian Implementasi Kebijakan Publik
Kebijakan publik menurut Purwanto (2012 : 64), paling tidak
mengandung tiga komponen dasar, yaitu: (1) tujuan yang hendak dicapai, (2)
sasaran yang spesifik, dan (3) cara mencapai sasaran tersebut. Cara mencapai
sasaran inilah yang sering disebut dengan implementasi, yang biasanya
diterjemahkan ke dalam programprogram aksi dan proyek. Aktivitas
implementasi terkandung di dalamnya biasanya terdiri dari : siapa
pelaksananya, besar dana dan sumbernya, siapa kelompok sasarannya,
bagaimana manajemen program atau proyeknya, dan bagaimana keberhasilan
atau kinerja program diukur. Secara singkat implementasi kebijakan adalah
cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak
kurang. Tujuan kebijakan pada hakekatnya adalah melakukan intervensi.
Oleh karenanya implementasi kebijakan sebenarnya adalah tindakan (action)
intervensi itu sendiri.
Beberapa konsep tentang implementasi kebijakan diungkapkan oleh
para ahli salah satunya yaitu Ripley dan Franklin dalam Winarno (2012 : 148)
menjelaskan bahwa implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang-
undang ditetapkan yang memeberikan otoritas program, kebijakan,
keuntungan (benefit), atau suatu jenis keluaran yang nyata (tangible output).
Menurut Van Meter dan Van Horn dalam Winarno (2012 : 149),
implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh
individu-individu atau kelompok-kelompok pemerintah maupun swasta yang
diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam
keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya.
Pengertian lain yaitu menurut Lester dan Steward dalam Winarno
(2012 : 147), implementasi kebijakan jika dipandang dari pengertian yang
luas, merupakan tahap dari proses kebijakan segera setelah penetapan
undang-undang. Implementasi dipandang secara luas mempunyai makna
6

pelaksanaan undangundang dimana sebagai aktor, organisasi, prosedur, dan


teknik bekerja bersamasama untuk menjalankan kebijakan dalam upaya untuk
meraih tujuan-tujuan kebijakan atau program-program. Sedangkan Winarno
(2012 : 146) menyebutkan bahwa implementasi kebijakan merupakan tahap
yang krusial dalam proses kebijakan publik. Suatu program kebijakan harus
diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan.
Menurut pendapat Abidin (2012 : 145), implementasi kebijakan
merupakan langkah yang sangat penting dalam proses kebijakan. Tanpa
implementasi, suatu kebijakan hanyalah merupakan sebuah dokumen yang
tidak bermakna dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, suatu
program kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau
tujuan yang diinginkan. Selain itu, Nugroho (2011 : 618) menjelaskan bahwa
kejelasan makna dari implementasi kebijakan adalah suatu cara agar sebuah
kebijakan dapat mencapai tujuannya. Untuk mengimplementasikan kebijakan
publik, ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung
mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui formulasi
kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut.
Berdasarkan beberapa konsep yang telah dikemukakan oleh para ahli,
maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa, implementasi kebijakan publik
adalah suatu langkah dalam tahap pelaksanaan sebuah kebijakan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang menghasilkan sebuah dampak
dari proses kebijakan tersebut.

2.1.3. Model – Model Implementasi Kebijakan Publik


Model-model implementasi kebijakan publik menurut Nugroho
(2011 : 627), antara lain :
a. Model Van Meter dan Van Horn
Model ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan
secara linear dari kebijakan publik, implementor, dan kinerja
kebijakan publik. Beberapa variabel yang dimasukkan sebagai
variabel yang mempengaruhi kebijakan publik, implementor, dan
7

kinerja kebijakan publik. Beberapa variabel yang dimasukkan


sebagai variabel yang mempengaruhi kebijakan publik adalah
variabel: aktivitas implementasi dan komunikasi antarorganisasi,
karakteristik agen pelaksana/implementor, kondisi ekonomi-sosial-
politik, dan kecenderungan (disposition) pelaksana/implementor.
b. Model Mazmanian dan Sabatier
Model ini disebut model kerangka analisis implementasi (a
framework for implementation analysis). Model ini
mengklasifikasikan proses implementasi kebijakan ke dalam tiga
variabel. Variabel tersebut adalah variabel independen, variabel
intervening, dan variabel dependen.
c. Model Hogwood dan Gunn
Model ini mendasarkan pada konsep manajemen strategis yang
mengarah pada praktik manajemen yang sistematis dan tidak
meninggalkan kaidah-kaidah pokok. Kelemahannya, konsep ini
secara tidak tegas menunjukkan nama yang bersifat politis,
strategis, dan teknis atau operasional.
d. Model Goggin, Bowman, dan Lester
Model ini bertujuan mengembangkan model implementasi
kebijakan yang “lebih ilmiah” dengen mengedapankan pendekatan
“metode penelitian” dengan adanya variabel independen,
intervening, dan dependen, dan meletakkan faktor “komunikasi”
sebagai penggerak dalam implementasi kebijakan.
e. Model Grindle
Model ini ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks
implementasinya. Ide dasarnya adalah bahwa kebijakan
ditransformasikan, maka implementasi kebijakan dilakukan.
Keberhasilannya ditentukan oleh derajat implementability dari
kebijakan tersebut.
8

f. Model Elmore, dkk


Model implementasi ini didasarkan pada jenis kebijakan publik
yang mendorong masyarakat untuk mengerjakan sendiri
implementasi kebijakan atau tetap melibatkan pejabat pemerintah
namun hanya di tataran rendah.
g. Model George C. Edward III
Model ini menegaskan bahwa masalah utama Administrasi Publik
adalah lack of attention to implementation (kurangnya perhatian
dari implementasi). Dikatakannya, without effective
implementation the decision of policymakers will not be carried
out successfully (tanpa implementasi yang efektif, pembuat
kebijakan tidak akan berjalan lancar). Edward menyarankan untuk
memerhatikan empat isu pokok agar implementasi kebijakan
menjadi efektif yaitu : komunikasi, resources, disposition, dan
struktur birokrasi.
h. Model Nakamura dan Smallwood
Model ini menautkan pembentukan kebijakan dalam implementasi
kebijakan secara praktikal. Konsep ini menjadi magnet yang sangat
besar terhadap para praktisi kebijakan, yang justru mendekatkan
ilmuwan kebijakan dan praktisi kebijakan. Kedekatan ini
menjadikan pengetahuan implementasi kebijakan semakin mampu
mengkontribusikan nilai bagi kehidupan bersama. Konsekuensinya
adalah pengetahuan implementasi kebijakan tidak lagi menjadi
monopoli para professor kebijakan publik, namun juga para
praktisnya di birokrasi dan lembaga Administrasi Publik lainnya.
i. Model Jaringan
Model ini memahami bahwa proses implementasi kebijakan adalah
sebuah complex of interaction processes di antara sejumlah aktor
besar yang berada dalam suatu jaringan (network) aktor-aktor yang
independen, interaksi di antara para aktor dalam jaringan
tersebutlah yang akan menentukan bagaimana implementasi harus
9

dilaksanakan, permasalahan-permasalahan yang harus


dikedepankan, dan diskresi-diskresi yang diharapkan menjadi
bagian penting di dalamnya.

2.1.4. Definisi Efektivitas


1. Pengertian
Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang
berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik.
Kamus ilmiah populer mendefinisikan efetivitas sebagai ketepatan
penggunaan, hasil guna atau menunjang tujuan.
Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan
atau sasaran yang telah ditentukan di dalam setiap organisasi,
kegiatan ataupun program. Disebut efektif apabila tercapai tujuan
ataupun sasaran seperti yang telah ditentukan. Hal ini sesuai
dengan pendapat H. Emerson yang dikutip Soewarno
Handayaningrat S. (2006:16) yang menyatakan bahwa “Efektivitas
adalah pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya.”
Efektivitas memiliki arti berhasil atau tepat guna. Efektif
merupakan kata dasar, sementara kata sifat dari efektif adalah
efektivitas. Menurut Effendy (2008:14) mendefinisikan efektivitas
sebagai berikut: ”Komunikasi yang prosesnya mencapai tujuan
yang direncanakan sesuai dengan biaya yang dianggarkan, waktu
yang ditetapkan dan jumlah personil yang ditentukan” Efektivitas
menurut pengertian di atas mengartikan bahwa indikator
efektivitas dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya merupakan sebuah pengukuran dimana
suatu target telah tercapai sesuai dengan apa yang telah
direncanakan.
Pengertian lain menurut Susanto (2005:156), “efektivitas
merupakan daya pesan untuk mempengaruhi atau tingkat
10

kemampuan pesan-pesan untuk mempengaruhi”. Menurut


pengertian Susanto di atas, efektivitas bisa diartikan sebagai suatu
pengukuran akan tercapainya tujuan yang telah direncanakan
sebelumnya secara matang.
Efektivitas merupakan suatu ukuran yang memberikan
gambaran seberapa jauh target dapat tercapai. Pendapat tersebut
menyatakan bahwa efektivitas merupakan suatu ukuran yang
memberikan gambaran seberapa jauh target yang telah ditetapkan
sebelumnya oleh lembaga atau organisasi dapat tercapai. Hal
tersebut sangat penting peranannya di dalam setiap lembaga atau
organisasi dan berguna untuk melihat perkembangan dan
kemajuan yang dicapai oleh suatu lembaga atau organisasi itu
sendiri (Sedarmayanti, 2006:61).
Setiap organisasi atau lembaga di dalam kegiatannya
menginginkan adanya pencapaian tujuan. Tujuan dari suatu
lembaga akan tercapai segala kegiatannya dengan berjalan efektif
akan dapat dilaksanakan apabila didukung oleh faktor-faktor
pendukung efektivitas.
Lebih lanjut menurut Agung Kurniawan (2005:109)
mendefinisikan efektivitas, sebagai berikut: “Efektivitas adalah
kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan
program atau misi) daripada suatu organisasi atau sejenisnya yang
tidak adanya tekanan atau ketegangan diantara pelaksanaannya”.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas mengenai efektivitas,
dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah suatu ukuran yang
menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan waktu)
yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana target tersebut
sudah ditentukan terlebih dahulu. Hal ini sesuai dengan pendapat
yang dikemukakan oleh Hidayat (2006) yang menjelaskan
bahwa :“Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan
seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan waktu) telah tercapai.
11

Dimana makin besar persentase target yang dicapai, makin tinggi


efektivitasnya”.
Upaya mengevaluasi jalannya suatu organisasi, dapat dilakukan
melalui konsep efektivitas. Konsep ini adalah salah satu faktor
untuk menentukan apakah perlu dilakukan perubahan secara
signifikan terhadap bentuk dan manajemen organisasi atau tidak.
Dalam hal ini efektivitas merupakan pencapaian tujuan
organisasi melalui pemanfaatan sumber daya yang dimiliki secara
efisien, ditinjau dari sisi masukan (input), proses, maupun
keluaran (output). Dalam hal ini yang dimaksud sumber daya
meliputi ketersediaan personil, sarana dan prasarana serta metode
dan model yang digunakan. Suatu kegiatan dikatakan efisien
apabila dikerjakan dengan benar dan sesuai dengan prosedur
sedangkan dikatakan efektif bila kegiatan tersebut dilaksanakan
dengan benar dan memberikan hasil yang bermanfaat.
2. Ukuran Efektivitas
Mengukur efektivitas organisasi bukanlah suatu hal yang
sangat sederhana, karena efektivitas dapat dikaji dari berbagai
sudut pandang dan tergantung pada siapa yang menilai serta
menginterpretasikannya. Bila dipandang dari sudut produktivitas,
maka seorang manajer produksi memberikan pemahaman bahwa
efektivitas berarti kualitas dan kuantitas (output) barang dan jasa.
Tingkat efektivitas juga dapat diukur dengan
membandingkan antara rencana yang telah ditentukan dengan
hasil nyata yang telah diwujudkan. Namun, jika usaha atau hasil
pekerjaan dan tindakan yang dilakukan tidak tepat sehingga
menyebabkan tujuan tidak tercapai atau sasaran yang diharapkan,
maka hal itu dikatakan tidak efektif.
Adapun kriteria atau ukuran mengenai pencapaian tujuan
efektif atau tidak, sebagaimana dikemukakan oleh S.P. Siagian
(2008:77), yaitu:
12

a. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai, hal ini dimaksdukan


supaya karyawan dalam pelaksanaan tugas mencapai sasaran
yang terarah dan tujuan organisasi dapat tercapai.
b. Kejelasan strategi pencapaian tujuan, telah diketahui bahwa
strategi adalah “pada jalan” yang diikuti dalam melakukan
berbagai upaya dalam mencapai sasaran-sasaran yang
ditentukan agar para implementer tidak tersesat dalam
pencapaian tujuan organisasi.
c. Proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap,
berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai dan strategi yang
telah ditetapkan artinya kebijakan harus mampu menjembatani
tujuan-tujuan dengan usaha-usaha pelaksanaan kegiatan
operasional.
d. Perencanaanyang matang, pada memutuskan sekarang apa
yang dikerjakan oleh organisasi dimasa depan.
e. Penyusunan program yang tepat suatu rencana yang baik
masih perlu dijabarkan dalam program-program pelaksanaan
yang tepat sebab apabila tidak, para pelaksana akan kurang
memiliki pedoman bertindak dan bekerja.
f. Tersedianya sarana dan prasarana kerja, salah satu indikator
efektivitas organisasi adalah kemamapuan bekerja secara
produktif. Dengan sarana dan prasarana yang tersedia dan
mungkin disediakan oleh organisasi.
g. Pelaksanaan yang efektif dan efisien, bagaimanapun baiknya
suatu program apabila tidak dilaksanakan secara efektif dan
efisien maka organisasi tersebut tidak akan mencapai
sasarannya, karena dengan pelaksanaan organisasi semakin
didekatkan pada tujuannya.
h. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat
mendidik mengingat sifat manusia yang tidak sempurna maka
13

efektivitas organisasi menuntut terdapatnya sistem


pengawasan dan pengendalian.
3. Indikator Efektivitas
Barnard dalam Prawirosentono (2008: 27) yang mengatakan
bahwa efektivitas adalah kondisi dinamis serangkaian proses
pelaksanaan tugas dan fungsi pekerjaan sesuai dengan tujuan dan
saranan kebijakan program yang telah ditetapkan, dengan definisi
konseptual tersebut didapat dimensi kajian, yaitu dimensi
efektivitas program.
Dimensi Efektivitas Program diuraikan menjadi indikator (1)
Kejelasan tujuan program; (2) Kejelasan startegi pencapaian
tujuan program; (3) perumusan kebijakan program yang mantap;
(4) penyusunan program yang tepat; (5) Penyediaan sarana dan
prasarana; (6) Efektivitas operasional program; (7) Efektivitas
fungsional program; (8) Efektivitas tujuan program; (9) Efektivitas
sasaran program; (10) Efektivitas individu dalam pelaksanaan
kebijakan program; dan (11) Efektivitas unit kerja dalam
pelaksanaan kebijakan program.
2.1.5. Kaitan implementasi kebijakan dengan efektivitas
Keterkaitan antara implementasi kebijkana penyelenggaraan
penanggulangan bencana dengan efektivitas penanggulangan bencana tanah
longsor seperti telah dibahas pada bab sebelumnya bahwa omplementasi
kebijakan haruslah menampilkan ke efektivan dari kebijakan itu sendiri, dan
disini penulis berbicara tentang ke efektivan implementasi kebijkan.
Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah
kebijakan dapat mencapai tujuannya. Implementasi kebijakan sangat
menentukan apakah suatu organisai akana berhasil atau gagal dalam mencapai
tujuan atau sasaran yang telah digariskan dalam kebijakan tersebut
sebelumnya. Kebijakan dapat dikatakan diimplementasikan secara efektiv jika
benar dan menimbulkan dampak atau perubahan-perubahan positif
14

sebagaimana yang diharapkan seperti tercapainya penanggulangan bencana


tanah longsor.
Adapun yang menggambarkan adanya kaitan antara implementasi
kebijakan dengan efektivitas yang dikemukakan oleh (Islamy, 2000, p. 107)
yang menyatakan bahwa :
Suatu kebijakan Negara akan efektif bila dilaksanakan dan
mempunyai dampak positif bagi anggota-anggota masyarakat. Dengan kata
lain, tindakan atau perbuatan manusia yang menjadi anggota masyarakat itu
bersesuaian dengan apa yang diinginkan oleh pemerintah atau Negara.
Dengan demikian kalau mereka tidak bertindak atau berbuat sesuai dengan
keinginan pemerintah atau Negara itu, maka kebijkan Negara menjadi tidak
efektif.
Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah
kebijakan dapat mencapai tujuan. Implementasi kebijakan sangat menentukan
apakah suatu organisasi akan berhasil atau gagal dalam mencpai tujuan atau
sasaran yang telah digariskan dalam kebijakan terebut sebelumnya, kaitan
antara implementasi kebijakan dengan efektivitas disampaikan oleh
( Nugroho, 2004, p. 179 ) senbagai berikut :
Jadi, memang tidak ada model pilihan lain yang terbaik. Yang kita miliki
adalah pilihan-pilihan model yang harus kita pilih secara bijaksana sesuai
dengan kebutuhan dan kebijaksanaan itu sendiri. Disini kita berbicara tentang
keefektivan dari kebijakan itu sendiri. Disini kita berbicara tentang
keefektivan implementasi kebijakan.
Menurut Williams yang dikutip oleh (Wahab, 2005, p. 61)
menyatakan bahwa :
Efektivitas implementasi kebijakan berkaitan dengan implementation
capacity dari pada aktor kebijakan yaitu kemampuan melaksanakan kebijakan
sedemikian rupa sehingga ada jaminan bahwa tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan dalam dokumen formal kebijakan dapat tercapai.
15

Berdasarkan pada teori keterkaitan diatas, maka peneliti dapat


mengemukakan bahwa secara konseptual implementasi kebijkan memiliki
keterkaitan yang signifikan dengan efektivitas.

2.2. Kerangka Pemikiran


Setelah menelaah berbagai definisi dan model implementasi kebijakan
baik ditinjau dari segi wujud, proses maupun fungsi, maka gunan memenuhi
kepentingan penelitian sehubungan dengan teori yang digunakan untuk
mempertegas variable bebas (X) yakni implementasi kebijakan, maka peneliti
memilih teori implementasi kebijakan menurut edward III dalam (Agustino,
2017, p 133) teori ini mengedepankan empat factor atau variable yakni 1)
komunikasi 2) sumber daya 3) disposisi 4) struktur birokrasi, karena teori ini
dianggap paling tepat untuk digunakan sebagai pisau analisis dalam
membedah mengenai implementasi kebijkan penyelenggaraan
penanggulangan bencana di BPBD di Ciamis dengan sasarannya masyarakat
kabupaten Ciamis.
Oleh karena itulah, maka peneliti memandang bahwa teori Edwards III
relative relevan dengan objek yang akan diteliti. Kemudian dikemukakan pula
beberapa teori yang mendukung penegasan pentingnya eksistensi dari masing-
masing factor implementasi dalam kaitanya dengan efektivitas
penanggulangan bencana akan tampak uraian secara mendalam terhadap
factor implementasi kebijakan terdiri dari komunikasi, sumber daya, disposisi
dan struktur birokrasi.
2.3. Hipotesis
“Jika implementasi kebijakan penyelenggaraan penanggulangan bencana
yang dilaksanakan oleh BPBD kabupaten Ciamis dilaksanakan dengan
berdasarkan pada model implementasi kebijakan menurut Edward III, maka
efektivitas penanggulangan bencana tanah longsor di Kabupaten Ciamis
Tercapai.”
BAB III
OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Kabupaten Ciamis yang berlokasi di Jalan RAA Sastrawinata Kabupaten Ciamis,
Jawa Barat.

3.2 Metode Penelitian


Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Menurut Firman, H (2005)
penelitian deskriptif adalah penelitian yang memaparkan suatu fenomena dalam
pembelajaran dengan ukuran-ukuran statistik, seperti frekuensi, persentase, rata-
rata, variabilitas (rentang dan simpangan baku), serta citra visual dari data, seperti
grafik. Tujuan penelitian dengan metode ini adalah menggambarkan secara
sistematis fakta dan karakteristik objek atau subjek yang diteliti secara tepat.(K
Awal, n.d.). tujuan dari penelitian ini adalah peneliti ingin memaparkan mengenai
“Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana Dalam
Mencapai Efektivitas Penanggulangan Bencana Tanah Longsor Di Kabupaten
Ciamis”

3.3 Variabel dan Operasional Variabel


Variabel penelitian pada ilmu sosial harus ditentukan oleh peneliti, yang
umlahnya tergantung pada kedalaman dan luas tidaknya penelitian. Variabel
merupakan satuan terkecil obyek penelitian (Noeng Muhajir: 1998) (Aksara &
2006, n.d.)
Untuk memberikan pedoman dan landasan penelitian alat ukur dalam bentuk
angket berupa kumpulan pertanyaan, maka operasionalisasi variable dalam
penelitian ini dapat dijabarkan kepada dimensi dan indicator sebagai berikut :

8
9

Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel


Variable Dimensi Indikator No Item
pertanyaan
(1) (2) (3) (4)
Implementasi Komunikasi 1. Adanya petunjuk tentang 1
kebijakan prosedur kerja
2. Adanya kegiatan sosialisasi
dalam kebijakan 2
Sumber 1. Koordinasi dengan instansi 3
Daya lainnya dalam
penanggulangan bencana
2. Pembinaan terhadap 4
masyarakat dalam
penyelenggaraan
penanggulangan bencana
disposisi 1. Implementor bersikap positif 5
terhadap unit organisasi
2. Pemahaman implementor
terhadap isi kebijkan 6
Struktur 1. Penyelenggaraan 7
birokrasi penanggulangan bencana
terdapat sasaran
2. Pengawasan terhadap 8
penyaluran penyelenggaraan
penanggulangan bencana
Pencapaian 1. Hasil pelaksanaa sesuia 9
tujuan dengan sasaran
2. Pegawai mampu
menyelesaikan pekerjaan 10
secara tepat waktu

integrasi 1. Adanya kesesuaian antara 11


target dengan realisasi
10

penyelesaian pekerjaan
2. Mampu menyelesaikan 12
beban kerja yang diberikan
sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki

3.4 Populasi, Teknik Sampling dan Responden Penelitian


3.4.1. Populasi
Menurut Sugiyono (2010:117) populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. (Danisejati, n.d.) Populasi dalam penelitian ini adalah
personil di BPBD Kabupaten Ciamis yang terdiri dari 23 orang.
3.4.2. Teknik sampling
Menurut Sugiyono (2015:81) Taknik sampling adalah merupakan
pengambilan sampel. Untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam
penelitian, terdapat berbagai teknik sampling yang digunakan.(R Rizaldi,
n.d.) . teknik sampling yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah
nonprobability sampling.

3.4.3. Responden Penelitian


Menurut Suharsimi Arikunto Responden adalah orang-orang yang
merespon atau menjawab pertanyaan penelitian baik peranyaan tertulis
maupun lisan”, (2003:10). Yang menjadi responden dalam penelitian ini
adalah personil BPBD Kabupaten Ciamis.

3.5 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data


3.5.1. Jenis Data
11

Jenis data dalam penelitian ini dapat dikelompokan menjadi dua hal
yaitu data primer dan data sekunder. Data primer biasanya diperoleh dengan
survei lapangan yang mengguna- kan semua metode pengumpulan data
orisinal (Hanke dan Reitsch, 1998). data primer dapat didefinisikan sebagai
data yang dikumpulkan dari sumber-sumber asli (Kun- coro, 2009). data
sekunder adalah data yang telah dikumpulkan oleh lembaga pe- ngumpul data
dan dipublikasikan kepada ma- syarakat pengguna (Hanke dan Reitsch,
1998). Secara singkat dapat dikatakan bahwa data sekunder adalah data yang
telah dikumpulkan oleh pihak lain (Kuncoro, 2009).(Hamid & Susilo, 2011).

3.5.2. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan peneliti untuk
mengumpulkan data dalam suatu penelitian, adapun teknik pengumpilan data
yang digunakandalam penelitian ini adalah :
1. Studi kepustakaan, adalah kegiatan untuk menghimpun informasi
yang relevan dengan topik masalah yang menjadi objek penelitian.
Informasi tersebut diperoleh dari karya ilmiah, internet, dan
sumber sumber lainnya.
2. Studi lapangan adalah kegiatan untuk menghimpun informasi
yang relevan dengan topik atau masalah yang menjadi objek
penelitian, informasi tersebut diperoleh dari :
1) Observasi yakni dengan melakukan pengamatan langsung
terhadap objek penelitian dengan cara mengamati sikap,
perilaku dan proses kerja personil BPBD Kab Ciamis.
2) Angket
“angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan
tertul;is kepada responden untuk dijawabnya “ (Sugiyono,
2017, hal 142)

3.6 Skala Pengukuran


12

Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala likert,
yang mempunyai gradasi dari jawaban yang sangat positif sampai sangat negative.
Angket yang akan disebarkan dilengkapi dengan 5 alternatif jawaban, masing-
masing alternative diberi skor yaitu :
Tabel 3.2 Altrnatif Jawaban
Alternatif Jawaban Keterangan Skor
SL Selalu 5
SR Sering 4
KD Kadang-kadang 3
P Pernah 2
TP TidakPernah 1

3.7 Rancangan Analisis Data


Teknik pengukuran untuk menganalisis data hasil angket
menggunakan skala likert yang mempunyai gradasi dari sangat positif
sampai sangat negatif berupa kata-kata: sangat tinggi, sedang, rendah dan
sangat rendah, dengan memberikan nilai pada jawaban yang terbagi ke
dalam 5 kategori pilihan, penggunaan skala likert ini didasarkan pada
pemikiran Sugiyono (2005: 73-74) bahwa:
Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan
persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial.
Dengan skala likert, variable yang akan diukur dijabarkan menjadi sub-
variabel, kemudian sub-variabel dijabarkan menjadi komponen yang dapat
diukur. Komponen yang terukur ini kemudian dijadikan sebagai titik tolak
untuk menyusun item instrument yang dapat berupa pertanyaan atau
pernyataan yang kemudian dijawab oleh responden.
Dalam menyusun pertanyaan yang akan diajukan pada angket,
penulis menggunakan kalimat pertanyaan. Setiap pertanyaan dibuat bentuk
secara tertutup, dengan disertai pilihan jawaban pertanyaan.
Dalam menentukan jumlah pilih pertanyaan tersebut penulis
menggunakan data dan pertanyaan untuk skala likert dan untuk keperluan
analisis secara kuantitatif jawaban diberi skor:
13

1. Jawaban selalu (sangat positif) diberi skor 5


2. Jawaban sering (positif) diberi skor 4
3. Jawaban kadang-kadang (sedang) diberi skor 3
4. Jawaban jarang (negatif) diberi skor 2
5. Jawaban tidak pernah (sangat negatif) diberi skor 1
Untuk mengukur nilai sub indikator termasuk pada kategori nilai:
sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Maka dihitung
jawaban responden dengan menggunakan daftar indeks sebagai berikut:
a. Nilai indeks minimum adalah skor minimum dikali (x) jumlah
pertanyaan dikali (x) jumlah responden.
b. Nilai indeks maksimum adalah skor maksimum dikali (x) jumlah
pertanyaan dikali (x) jumlah responden
c. Interval diantara kedua nilai indeks adalah nilai indeks
maksimum dikurangi dengan nilai indeks minimum
d. Jarak interval adalah jarak indeks dibagi dengan tingkat
penerimaan
Maka diperoleh perhitungan sebagai berikut:
1. Variabel Bebas
Diketahui: -jumlah responden = 23
-jumlah item pertanyaan = 12
-skor maksimum =5
-skor minimum =1
Nilai indeks minimum = 1 x 12 x 23 = 276
Nilai indeks maximum= 5 x 12 x 23 = 1,380
Interval = (Nilai indeks maksimum – nilai indeks minimum)
1,380 – 276 = 1,104
Nilai Indeks Maksimum - Nilai Indeks Minimum
Jarak interval =
Jumlah Jenjang Kriteria
1,104
Jarak interval =
5
Jarak interval = 220,8
14

Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat


Tinggi

276 496,8 717,6 938,4 1.159,2 1.380


2. Variabel Terikat
Diketahui: -jumlah responden = 23
-jumlah item pertanyaan =3
-skor maksimum =5
-skor minimum =1
Nilai indeks minimum = 23 x 3 x 1 = 69
Nilai indeks maximum = 23 x 3 x 5 = 345
Interval = (Nilai indeks maksimum – nilai indeks minimum)
345 – 69 = 276
Nilai Indeks Maksimum - Nilai Indeks Minimum
Jarak interval =
Jumlah Jenjang Kriteria
276
Jarak interval =
5
Jarak interval = 55,2

Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat


Tinggi

69 124,2 179,4 234,6 289,2 345


Selanjutnya langkah-langkah penyajian data melalui tabel distribusi
frekuensi dan tabel skor adalah:

Tabel 3.2
Distribusi Frekuensi Relatif dan Skor
No Alternatif Frekuansi Skor F x Skor %
Jawaban
15

1 Sangat setuju - 5
2 Setuju - 4
3 Ragu-ragu - 3
4 Tidak setuju - 2
5 Sangat tidak - 1
setuju
Jumlah 23 - 100

Supaya keberadaan data yang diperoleh dapat digunakan sebagai ukuran


besaran pengaruh dan setiap variabel penelitian yang dilakukan, dimana dalam
penelitian ini akan dilakukan pengujian kasualitas dan variabel bebas X terhadap
sebuah variabel Y yang dilanjutkan dengan besarnya pengaruh dari variabel X
terhadap variabel Y, maka analisis data yang akan digunakan adalah analisis
regresi sederhana, seperti dalam gambar berikut:

Py

Pyx
x Y

Gambar 3.1 Struktur Penelitian


Tetapi sebelum dilakukan kedua analisis tersebut, sebelumnya data
yang dikumpulkan dari responden. Akan dilakukan uji validitas
(ketepatan) uji reliabilitas (keandalan) iinstrument penelitian. Kedua uji ini
perlu dilakukan agar dapat diketahui bahwa instrument penelitian yang
digunakan merupakan alat ukur yang baik, dan selanjutnya akan dilakukan
uji internal konsistensi, dimana uji ini dilakukan untuk mengetahui
konsistensi penelitian yang diberikan terhadap setiap item pertanyaan yang
dibuat, dari akhirnya data yang diperoleh dan responden merupakan data
yang berkala ordinal dan harus diubah skala interval dengan menggunakan
metode successive interval.
16

Akhirnya setelah dilakukan beberapa analisis tersebut. Akan diuraikan


bagaimana pengaruh variabel bebas terhadap variable terikat berdasarkan struktur
yang dibuat, sehingga perlu dibuat interpretasi dan argumentasi dari hasil
perhitungannya.
Untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat atau
variabel X terhadap Y, digunakan beberapa analisis agar keauratan analisis dapat
dipergunakan sesuai dengan hasil perhitungannya, adalah sebagai berikut:
1. Analisis Korelasi (correlation)
Yaitu mencari nilai r dengan menggunakan rumus:
rxy=n Σ XY −¿ ¿(Sugiyono, 2007:183)

2. Persamaan Regresi
Digunakan untuk mengetahui hubungan kausalitas antara variabel X
(kepemimpinan) dengan variabel Y (kinerja pegawai di Politeknik
Kesehatan Kementrian Kesehatan (Poltekes KemenKes) Tasikmalaya)
dengan persamaan regresi sebagai berikut:
Y= a + b + □
Dimana :
a = Harga Y = 0 (harga konstan)
b = Angka arah atau kkoefisien regresi, yang menunjukan angka
peningkatan ataupun penurunan variabel dependen yang didasarkan
pada variabel independen.
□ = Residu

3. Koefisien Determinasi
Berdasarkan perhitungan koefisien korelasi, maka dapat dihitung koefisien
determinasi yaitu untuk melihat persentase pengaruh variabel X terhadap
variabel Y, adapun koefisien determinasi yang digunakan.
KD = r2 x 100%
17

Keterangan :
KD: Koefisien Determinasi
: Koefisien Korelasi

3.8 Tempat Jadwal Penelitian


Lokasi penelitian dilaksanakan BPBD Kab. Ciamis yang beralamat di Jalan
RAA Sastrawinata Kab. Tasikmalaya. Adapun waktu penelitian dilakukan dari
bulan oktober 2019 sampai dengan Januari 2020. Jadl penelitian dapat disajikan
pada table dibawah ini :

Tabel 3.8 Jadwal penelitian


Jenis Mei Juni Juli Agustus September Oktober
Kegiatan 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penjagaan
18

Pengajuan Judul
Kepustakaan
Bimbingan
Penyusunan
Usulan
Penelitian
Seminar dan
Revisi Usulan
Penelitian
a. Penelitian
lapangan
b. Pengumpula
n data
a. Pengelolaan
Data
b. Bimbingan
Penyusunan
Laporan
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


4.1.1 Gambaran Umum
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) adalah lembaga
pemerintah non-departemen yang melaksanakan tugas penanggulangan
bencana di daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/ Kota dengan
berpedoman pada kebijakan yang ditetapkan oleh Badan Nasional
Penanggulangan Bencana. BPBD dibentuk berdasarkan Peraturan
Presiden Nomor 8 Tahun 2008, menggantikan Satuan Koordinasi
Pelaksana Penanganan Bencana (Satkorlak) di tingkat Provinsi
dan Satuan Pelaksana Penanganan Bencana (Satlak PB) di tingkat
Kabupaten / Kota, yang keduanya dibentuk berdasarkan Peraturan
Presiden Nomor 83 Tahun 2005.
4.2 Pembahasan
Mengacu pada hasil analisis data dan pembahasan penelitian tentang
Implementasi Kebijakan Penanggulangan Bencana di Kabupaten Minahasa
Tenggara, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Tingkat
keberhasilan implementasi penanggulangan bencana di Kabupaten Minahasa
Tenggara berada pada kategori “sedang” atau cukup berhasil. Fakta ini
menunjukkan bahwa implementasi kebijakan penaggulangan bencana di daerah
ini belum optimal. Hal ini terkendala oleh belum memadainya ketersediaan
sumber daya, terutama jumlah dan mutu sumber daya manusia pelaksana
kebijakan penanggulangan bencana itu sendiri. 2. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa secara bersama-sama atau simultan faktor-faktor komunikasi, sumber daya,
disposisi atau sikap dan struktur birokrasi pelaksana kebijakan penanggulangan
bencana berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan implemntasi
penanggulangan bencana, namun secara partial, ada dua faktor yang rendah
pengaruhnya yaitu : faktor komunikasi dan struktur birokrasi, di mana pengaruh
kedua faktor ini tidak signifikan.

44
45

BAB V
KESOMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif berdasarka
pengolaha data dan hasil analisis data maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa
secara statistik deskriptif, hasil penelitian yang telah dilakukan berkaitan denga
kinerja pegawai dalam menggunakan aplikasi e-office di PT. Dilan Milea,
diperoleh skor rata-rata 71,90. Berdasarkan rentang skor yan elah disusun skor
tersebut termasuk kriteria rendah maka dapat disimpilkan bahwa kinerja pegawai
dalam menggunakan aplikasi e-office di PT. Dilan Milea.

5.2 Saran
Berdasarkan hasil pembahasan yang menunjukan bahwa kinerja pegawai
dalam menggunakan aplikasi e-office di PT. Dilan Milea adalah rendah. Oleh
karena itu diharapkan berguna untberapa saran berikut menigkatkan kinerja
pegawai dalam menggunakan aplikasi e-office di PT. Dilan Milea, diantaranya
sebagai berikut :
1. Diperlukan angkah yang pasti dan konsisten, salah satunya adalah
dengan menyelenggarakan bimbingan tekinis secara langsug ( one by
one) kepada seluruh pegawai, mengingat mayoritas pegawai memasuki
usia produktif
2. Monitorin dan evaluasi berkala kepada seluruh pegawai hal ini
dilakaukan agar pegawai dapat menyampaikan kesulitanatau
hampabatan yang dirasakan terhadap penggunaan aplikasi e-office,
sehingga dapat ditemukan solusi terkait dengan hambatan atau kesulitan
dalam menggunakan aplikasi e-office
46

DAFTAR PUSTAKA

2013, D. D.-S., & 2013, undefined. (n.d.). Pemanfaatan Aplikasi E-Office untuk
Mendukung Reformasi Birokrasi Studi Kasus: PUSJATAN. Is.Its.Ac.Id.
Retrieved from
http://is.its.ac.id/pubs/oajis/index.php/home/detail/472/Pemanfaatan-
Aplikasi-E-Office-untuk-Mendukung-Reformasi-Birokrasi-Studi-Kasus-
PUSJATAN

Aksara, S. A.-Y. B., & 2006, undefined. (n.d.). Metodelogi penelitian.


Digilib.Unila.Ac.Id. Retrieved from http://digilib.unila.ac.id/6145/16/BAB
III.pdf

BD, T.-J. (2007). Analisis Faktor Gaya Kepemimpinan Dan Faktor Etos Kerja
Terhadap Kinerja Pegawai Pada Organisasi Yang Telah. Standarisasi, 9(3),
106–115. Retrieved from
http://js.bsn.go.id/index.php/standardisasi/article/download/684/441

Danisejati. (n.d.). Informasi: Pengertian populasi dan sampel menurut para ahli.
Retrieved November 18, 2019, from
http://adeletorn.blogspot.com/2018/04/pengertian-populasi-dan-sampel-
menurut.html

Hamid, E. S., & Susilo, Y. S. (2011). STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA


MIKRO KECIL DAN MENENGAH DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA
YOGYAKARTA*. In Jurnal Ekonomi Pembangunan (Vol. 12). Retrieved
from www.bps.go.id

K Awal, K. A.-1998. (n.d.). metode penelitian.


R Rizaldi. (n.d.). teknik Sampling.

Rahmat Hakim, B. (2014). Manajemen dan Evaluasi Kinerja Karyawan.


Retrieved from www.aswajapressindo.co.id

Sigit Dewandaru Puslitbang Jalan dan Jembatan, D. (n.d.). Seminar Nasional


Teknologi Informasi dan Komunikasi 2013 (SENTIKA 2013)
PEMANFAATAN APLIKASI E-OFFICE UNTUK MENDUKUNG
PENERAPAN E-GOVERNMENT DALAM KEGIATAN PERKANTORAN
STUDI KASUS: PUSLITBANG JALAN DAN JEMBATAN. Retrieved from
http://pena.gunadarma.ac.id/e-government-for-

SITI RADIAH, (2017). (n.d.). BAB II LANDASAN TEORI 2.


47

Anda mungkin juga menyukai