Revisi 1
Revisi 1
Disusun oleh:
Velinda Triolina 19710003
Pembimbing:
dr. Achmadi, Sp.OG
KSM OBGYN
RSUD IBNU SINA GRESIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2020
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena
hikmat dan rahmatnya saya dapat menyusun dan menyelesaikan tugas laporan kasus
dengan judul “Ketuban Pecah Dini” dengan baik.
Tugas referat ini saya susun untuk memenuhi tugas saya sebagai Dokter Muda
dalam melaksanakan Kepaniteraan Klinik di SMF Obstetri dan Gynekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Selain itu, tugas laporan kasus ini
saya susun dengan harapan dapat menambah ilmu dan wawasan bagi pembaca.
Dalam menyusun referat ini, saya telah banyak mendapat bantuan dan
bimbingan dari banyak pihak. Oleh sebab itu, saya mengucapkan banyak terimakasih
kepada dokter pembimbing saya, dr. Achmadi, Sp.OG yang telah bersedia
meluangkan waktunya untuk membimbing saya dalam menyelesaikan tugas laporan
kasus ini.
Saya sadar bahwa tugas laporan kasus ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran sangat saya harapkan demi kesempurnaan laporan kasus
ini. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
2
DAFTAR ISI
COVER ………………………………………………………………………………1
3
7. Pencegahan dan Penatalaksanaan …………………………………………...23
8. Komplikasi ………………………………………………………………….25
9. Morbiditas dan Mortalitas …………………………………………………..26
10. Prognosis ……………………………………………………………………26
4
BAB I
LAPORAN KASUS
Nomor RM : 208977
Nama : Ny. R
Umur : 31 tahun
Status : Menikah
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Pendidikan : SLTP
1.2 Anamnesis
Keluhan Utama
5
Pasien mengatakan keluar cairan pervaginam
Anamnesis Umum
Pasien mengatakan hamil anak kedua dengan usia kehamilan sekitar 9 bulan,
mengeluhkan keluar cairan pervaginam sejak pagi pukul 06.30 WIB tanggal 23
Desember 2019. Cairan berwarna kuning kehijauan, keruh dan berbau, disertai lender
dan darah. Kemudian setelah keluar cairan, perut terasa kenceng kenceng tetapi
jarang dan hanya sebentar. Nyeri (-), berhubungan badan (-), pijat perut (-), trauma
(-), pusing (-), mual (-), muntah (-). Tidak ada riwayat demam dan gerak janin
dirasakan baik. Saat keluar cairan pasien langsung pergi ke puskesmas Dadap Kuning
kemudian langsung dirujuk ke RSUD Ibnu Sina Gresik tanggal 23 Desember 2019
jam 11.00 WIB. Kemudian di IGD RSUD Ibnu Sina Gresik dilakukan pemeriksaan
dan dikatakan sudah pembukaan 2 dan disarankan opname.
Anamnesis Khusus
Riwayat Menstruasi
- Pasien mengatakan selama ini menstruasi sebelum hamil selalu teratur setiap
bulannya dengan siklus setiap 28 hari, lamanya 6-7 hari tiap kali menstruasi.
- Hari Pertama Haid Terakhir : 22 Maret 2019
- Taksiran Persalinan (HPHT) : 29 Desember 2019
- Taksiran Persalinan (USG) : 23 Desember 2019
Riwayat Pernikahan
Pasien menikah satu kali pada umur 24 tahun. Usia pernikahan sekarang kurang lebih
sudah 7 tahun.
Riwayat Persalinan
6
- Anak pertama = laki laki, BB 3000 gram, PB 50 cm, aterm, spontan, belakang
kepala. Lahir di RSUD Ibnu Sina Gresik. Usia anak sekarang 6 tahun. Tidak
ada kelainan.
- Anak kedua = hamil ini
ANC teratur sebanyak lebih dari 5 kali di Bidan Siti Mujariyah di desa Nggurang
Wetan Gresik.
Pasien menggunakan PIL KB 1 bulan rutin di Bidan Siti Mujariyah di desa Nggurang
Wetan Gresik sejak anak pertama lahir.
Status Present
Kesadaran : Composmentis
7
Tekanan Darah : 142/77 mmHg
Nadi : 76x/menit
Respirasi : 18x/menit
Berat Badan : 80 kg
Status General
Thoraks : Simetris
Vagina : Pengeluaran pervaginam (+), darah (-), lendir (-), fluor albus (-)
Status Obstetri
Abdomen
Inspeksi
8
Tampak perut membesar, disertai adanya striae gravidarum dan linea nigra. Tidak
tampak bekas luka sayatan operasi.
Palpasi
Pemeriksaan Leopold
Auskultasi
Vagina
VT
Pembukaan 2cm, eff 25%, darah (+), lender (+), lakmus (+)
Pemeriksaan Hematologi
9
Pemeriksaan Gula Darah
Pemeriksaan Immunologi
Pemeriksaan Urinalisis
1.5 Assesment
G II P 10001 UK 40-41 minggu + T/H/IU + Letak Kepala +Inpartu kala 1 fase laten +
Ketuban Pecah Dini <24 jam
10
1.6 Planning
- Erytromicyn 3x500 mg
1.7 Follow Up
P:
- Inj. Eritromycine 3x500mg
- Observasi CHPB
- Makan-makanan yang bergizi
- Istirahat cukup
Senin, 23 S : Pasien mengatakan masih keluar cairan merembes. Kenceng-kenceng
Desember dirasa jarang, gerak janin dirasa aktif.
2019
11
13.00 O : KU : Cukup, TD : 140/70 mmHg, S/N: 36,4˚C/85x/menit, RR
WIB 19x/menit Djj (+): 136x/menit, TFU : 32cm, HIS (+), 2x30 detik, VT :
pembukaan 2cm, eff 25%, ketuban (-), teraba bagian terendah masih
tinggi, lakmus (+).
A : G II P 10001 UK 40-41 minggu + T/H/IU + Letak Kepala +Inpartu kala
1 fase laten + Ketuban Pecah Dini <24 jam
P: Rencana Oksitosin Drip besok pagi.
Selasa, 24 S : Pasien mengatakan masih keluar cairan merembes. Kenceng-kenceng
Desember dirasa jarang, gerak janin dirasa aktif.
2019
06.00 O : KU : Cukup, TD : 137/61 mmHg, S/N: 36,0˚C/72x/menit, RR
WIB 19x/menit Djj (+): 144x/menit, TFU : 32cm, HIS (+), 3x10 detik, VT :
pembukaan 10 cm, eff 100%, ketuban (-)
P: Pimpin Persalinan
Selasa, 24 S : Pasien mengatakan masih keluar cairan merembes. Pasien
Desember mengatakan tidak kuat mengejan. Sudah dipimpin mengejan selama
2019 kurang lebih 2,5 jam tetapi bayi tidak lahir.
08.29
WIB O : KU : Cukup, TD : 135/79 mmHg, S/N: 36,5˚C/96x/menit, RR
20Xx/menit Djj (+): 150x/menit, TFU : 32cm, HIS (+), 3x10 detik (40’’),
VT : pembukaan 10 cm, eff 100%, ketuban (-)
A:G II P 10001 UK 40-41 minggu + T/H/IU + Letak Kepala +Inpartu kala
2 lama + Ketuban Pecah Dini <24 jam
P:
- Siapkan SC jam 10.00-10.30 atas indikasi Inpartu kala 2 lama
12
dan ibu tidak bisa mengejan dengan benar saat adanya his.
- Konsul anastesi
Rabu, 25 S : Paien mengatakan nyeri luka bekas operasi. Mual (-), muntah (-).
Desember
2019 O: KU : Cukup, TD : 133/67 mmHg, S/N: 36,4˚C/67x/menit, RR
07.30 18x/menit, Laktasi +/+, lochea rubra +, kontraksi uterus (-), TFU 2 jari
WIB dibawah pusat, pendarahan 1 softex. Abdomen tampak luka bekas
operasi, skala nyeri 4.
P:
- Inf asering:D5 (2:2)
- Inj Ketorolac 3x1 amp
- Innj Gentamycin 1x16mg
- Inj Metronidazole 3x500mg
- Cek HB
- Jaga kebersihan luka
- Luka bekas operasi jangan terkena air terlebih dahulu
- Makan makanan yang sehat dan bergizi
- Banyak minum air putih
- Latihan gerak miring kanan kiri
Rabu, 26 S : Paien mengatakan nyeri luka bekas operasi sudah mulai berkurang
Desember dari pada kemarkn. Mual (-), muntah (-).
2019
07.00 O: KU : Cukup, TD : 159/75 mmHg, S/N: 36,6˚C/77x/menit, RR
WIB 18x/menit, Laktasi +/+, lochea rubra +, kontraksi uterus (-), TFU 2 jari
13
dibawah pusat, pendarahan 1 softex. Abdomen tampak luka bekas
operasi, skala nyeri 3.
P:
- Inf asering:D5 (2:2)
- Inj Ketorolac 3x1 amp
- Innj Gentamycin 1x16mg
- Inj Metronidazole 3x500mg
- Jaga kebersihan luka
- Luka bekas operasi jangan terkena air terlebih dahulu
- Makan makanan yang sehat dan bergizi
- Banyak minum air putih
- Latihan gerak miring kanan kiri
Kamis, 27 S : Paien mengatakan nyeri luka bekas operasi sudah mulai berkurang
Desember dari pada kemarkn. Mual (-), muntah (-).
2019
07.00 O: KU : Cukup, TD : 134/73 mmHg, S/N: 36,3˚C/72x/menit, RR
WIB 17x/menit, Laktasi +/+, lochea rubra +, kontraksi uterus (-), TFU 2 jari
dibawah pusat, pendarahan 1 softex tidak penuh. Abdomen tampak luka
bekas operasi, skala nyeri 3.
P:
- Acc KRS
- Tablet paracetamol 3x500mg
- Jaga kebersihan luka
14
- Luka bekas operasi jangan terkena air terlebih dahulu
- Makan makanan yang sehat dan bergizi
- Banyak minum air putih
- Latihan gerak miring kanan kiri
- Kontrol ke poli sesuai yang sudah dijadwalkan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
15
transparan. Selaput amnion melekat erat pada korion (sekalipun dapat dikupas
dengan mudah). Selaput ini menutupi permukaan fetal plasenta sampai pada
insersio tali pusat dan kemudian berlanjut sebagai pembungkus tali pusat yang
tegak lurus hingga umbilikus janin. Sedangkan korion merupakan membrane
eksternal yang berwarna putih dan terbentuk dari vili-vili sel telur yang
berhubungan dengan desidua kapsularis. Selaput ini berlanjut dengan tepi
plasenta dan melekat pada lapisan uterus (Helen, 2001).
2. Cairan Amnion
16
a. Volume cairan amnion
Cairan yang normalnya jernih dan menumpuk di dalam rongga amnion
ini akan meningkat jumlahnya seiring dengan perkembangan kehamilan
sampai menjelang aterm, saat terjadi penurunan volume cairan amnion pada
banyak kehamilan normal (Cunningham, 2009).
Cairan amnion yang lazim
Volume cairan amnion pada hamil aterm sekitar 1000 –1500 ml,
warna putih, agak keruh, serta mempunyai bau yang khas, agak amis dan
manis. Cairan ini dengan berat jenis 1.008, terdiri atas 98% air. Sisanya terdiri
atas garam anorganik serta bahan organik dan bila diteliti benar, terdapat
rambut lanugo, sel-sel epitel dan verniks kaseosa. Protein ditemukan rata-rata
2,6% g per liter, sebagian besar sebagai albumin.
Keadaan normal cairan amnion antara lain pada usia kehamilan cukup
bulan volume 1000-1500 cc, keadaan jernih agak keruh, steril, bau khas,
agak manis dan amis, terdiri dari 98-99% air, 1-2% garam-garam anorganik
dan bahan organik (protein terutama albumin), runtuhan rambut lanugo,
verniks kaseosa, dan sel-sel epitel dan sirkulasi sekitar 500 cc/jam
(Sarwono, 2006)
b. Fungsi cairan amnion
Beberapa fungsi dari cairan amnion:
Proteksi : melindungi janin terhadap trauma dari luar.
Mobilisasi : memungkinkan ruang gerak bagi janin.
17
Homeostasis : menjaga keseimbangan suhu dan lingkungan asam
basa (pH) dalam rongga amnion untuk suasana lingkungan yang optimal
bagi janin.
Mekanik : menjaga keseimbangan tekanan dalam seluruh ruang
intra uterin.
Pada persalinan, membersihkan atau melicinkan jalan lahir dengan
cairan steril sehingga melindungi bayi dari kemungkinan infeksi jalan
lahir.
Ketuban pecah dini (KPD) adalah suatu keadaan dimana selaput ketuban
pecah sebelum terjadinya persalinan. Terdapat dua macam ketuban pecah dini yaitu
yang terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu dan ketuban pecah dini yang terjadi
setelah usia kehamilan 37 minggu. Ketuban pecah dini yang terjadi setelah usia
kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini aterm atau premature rupture of
membranes (PROM). Sedangkan ketuban yang pecah sebelum usia kehamilan 37
minggu disebut ketuban pecah dini preterm atau preterm premature rupture of
membranes (PPROM) (Sofiana, 2016).
2. Epidemiologi
Menurut WHO, kejadian ketuban pecah dini (KPD) atau insiden PROM
(prelobour rupture of membrane) berkisar antara 5-10% dari semua kelahiran.
Ketuban pecah dini preterm terjadi 1% dari semua kehamilan dan 70% kasus ketuban
18
pecah dini terjadi pada kehamilan aterm. Pada 30% kasus ketuban pecah dini
merupakan penyebab kelahiran prematur (WHO, 2014). Insiden ketuban pecah dini di
Indonesia berkisar 4,5%6% dari seluruh kehamilan, sedangkan di luar negeri insiden
ketuban pecah dini antara 6%-12%. Kebanyakan studi di India mendokumentasikan
insiden 7-12% untuk PROM yang 60-70% terjadi pada jangka waktu lama
(WHO,2014).
19
menyebabkan KPD. Faktor rendahnya vitamin C dan ion Cu dalam serum juga
berpengaruh terhadap produksi struktur kolagen yang menurun pada kulit ketuban.
Faktor-faktor seperti trauma kelahiran dan kelainan kongenital pada struktur serviks
yang rentan dapat merusak fungsi otot pada serviks. Konsekuensinya adalah serviks
akan melonggar sehingga membuat bagian depan kulit cairan ketuban dapat dengan
mudah mendesak ke dalam, menyebabkan tekanan yang tidak merata pada kapsul
cairan ketuban (Parry, 1998).
4. Patogenesis
Kekuatan selaput ketuban ditentukan oleh keseimbangan sintesa dan
degradasi matriks ekstraseluler. Bila terjadi perubahan di dalam selaput ketuban,
seperti penurunan kandungan kolagen, perubahan sruktur kolagen dan peningkatan
aktivitas kolagenolitik maka KPD dapat terjadi. Degradasi kolagen yang terjadi
diperantarai oleh Matriks Metalloproteinase (MMP) dan dihambat oleh Penghambat
Matriks Metalloproteinase (TIMP) serta penghambat protease. Keutuhan selaput
ketuban terjadi karena kombinasi dari aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi
TIMP yang relatif lebih tinggi. Mikroorganisme yang menginfeksi host dapat
membentuk enzim protease disertai respon imflamasi dari host sehingga
mempengaruhi keseimbangan MMP dan TIMP yang menyebabkan melemahnya
ketegangan selaput ketuban dan pecahnya selaput ketuban. Infeksi bakteri dan respon
inflamasi juga merangsang produksi prostaglandin oleh selaput ketuban yang diduga
berhubungan dengan ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan irritabilitas
pada uterus dan terjadi degradasi kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu
dapat menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor prostaglandin dari
membran fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan produksi
prostaglandin oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh
monosit. Sitokin juga terlibat dalam induksi enzim Siklooksigenase II yang berfungsi
mengubah asam arakhidonat menjadi prostaglandin. Prostaglandin mengganggu
20
sintesis kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas MMP (Manuaba,
2010).
6. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis ketuban pecah dini harus meliputi 3 hal, yaitu
konfirmasi diagnosis, konfirmasi usia kehamilan, presentasi janin, dan penilaian
kesejahteraan maternal dan fetal. Terdapat beberapa pemeriksaan yang mungkin
dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis ketuban pecah dini yaitu sebagai berikut
(Parry, 1998).
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
ketuban pecah dini didiagnosis secara klinis pada anamnesis pasien dan
visualisasi adanya cairan amnion pada pemeriksaan fisik. Dari anamnesis perlu
diketahui waktu dan kuantitas dari cairan yang keluar, usia kehamilan dan taksiran
persalinan, riwayat ketuban pecah dini sebelumnya, dan faktor risikonya. Jika cairan
21
amnion jelas terlihat mengalir dari serviks, tidak diperlukan lagi pemeriksaan lainnya
untuk mengkonfirmasi diagnosis. Jika diagnosis tidak dapat dikonfirmasi, lakukan tes
pH dari forniks posterior vagina (pH cairan amnion biasanya ~ 7.1-7.3 sedangkan
sekret vagina ~ 4.5 -6).
b. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG dapat berguna untuk melengkapi diagnosis untuk menilai
indeks cairan amnion. Jika didapatkan volume cairan amnion atau indeks cairan
amnion yang berkurang tanpa adanya abnormalitas ginjal janin dan tidak adanya
pertumbuhan janin terhambat (PJT) maka kecurigaan akan ketuban pecah sangatlah
besar, walaupun normalnya volume cairan ketuban tidak menyingkirkan diagnosis.
c. Pemeriksaan laboratorium
Untuk menentukan ada atau tidaknya infeksi, kriteria laboratorium yang
digunakan adalah adanya Leukositosis maternal (lebih dari 15.000/uL), adanya
peningkatan C-reactive protein cairan ketuban serta amniosentesis untuk
mendapatkan bukti yang kuat (misalnya cairan ketuban yang mengandung leukosit
yang banyak atau bakteri pada pengecatan gram maupun pada kultur aerob maupun
anaerob).
Tes lakmus (Nitrazine Test) merupakan tes untuk mengetahui pH cairan, di
mana cairan amnion memiliki pH 7,0-7,5 yang secara signifikan lebih basa daripada
cairan vagina dengan pH 4,5-5,5. jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru
menunjukkan adanya air ketuban. Normalnya pH air ketuban berkisar antara 7-7,5.
Namun pada tes ini, darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan positif palsu.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah Tes Fern. Untuk melakukan
tes, sampel cairan ditempatkan pada slide kaca dan dibiarkan kering. Pemeriksaan
diamati di bawah mikroskop untuk mencari pola kristalisasi natrium klorida yang
berasal dari cairan ketuban menyerupai bentuk seperti pakis.
22
Cara mencegah terjadinya KPD adalah ibu hamil sebaiknya mengurangi
aktifitas, terutama pada akhir trimester kedua dan trimester ketiga kehamilanya.
Penatalaksaan KPD menurut Sujiyatini, Muflidah, dan Hidayat (2009) ada 2
macam yaitu penatalaksanaa pada KPD pada umur kehamilan < 37 minggu dan pada
umur kehamilan > 37 minggu (Mufdlilah, 2009).
a.Penatalaksanaan pada kehamilan < 37 minggu
Penatalaksanaan KPD secara konservatif pada kehamilan < 37 minggu adalah
dengan memberikan Antibiotik profilaksis setiap 6 jam dan tidak dilakukan
pemeriksaan dalam tujuanya adalah untuk mencegah terjadinya infeksi. Pasien
dirawat dirumah sakit tidur dalam posisi trendelenberg. Pasien juga diberi obat
tokolitik untuk menunda proses persalinan. Selain diberikan antibiotik dan tokolitik
pasien dengan KPD juga diberikan kortikosteroid untuk mematangkan paru janin.
Selama melakukan penatalaksanaan konservatif maka harus dilakukan pemantauan
seperti pemeriksaan leukosit setiap hari, obsrevasi tanda-tanda vital terutama
temperatur setiap 4 jam sekali, dan obervasi denyut jantung janin. Jika selama
pengelolaan konservatif pasien mengalami infeksi maka segera lakukan
penetalaksanaan KPD secara aktif yaitu dengan melakukan induksi tanpa melihat
umur kehamilan. Jika induksi tidak berhasil maka dilakukan tindakan bedah sesar.
Pemberian antibiotik pada KPD kurang dari 32 minggu yang mengalami infeksi dapat
menurunkan angka kesakitan ibu dan neonatus. Wanita hamil > dari 32 minggu
dengan pemberian antibiotik akan memperpanjang usia kehamilan . Pemberian
antibiotik direkomendasikan jika paru-paru janin sudah matang, jika terbukti belum
matang antibiotik sebaiknya tidak diberikan. Pemberian antibiotik dimulai dengan
pemberian parenteral lalu diikuti dengan pemberian peroral atau boleh pemberian
peroral saja. Antibiotik yang direkomendasikan antara lain penicillin atau eritromycin
parenteral atau peroral. Cara pemberian antibiotik adalah: Ampicillin 2 gram IV tiap
6 jam dan eritromycin 250 mg iv tiap 6 jam selama 48 jam diikuti oleh 250 mg
amoxilin peroral tiap 8 jam dan eritromicin 250 mg selama 5 hari. Eritromicin 250
23
mg peroral tiap 6 jam untuk 10 hari asam amoxilin / klavulanit tidak digunakan
karena meningkatkan necrotik enterokolitis pada bayi (Mufdlilah, 2009).
b.Penatalaksanaan pada kehamilan > 37 minggu
Jarak antara pecahnya ketuban dengan permulaan persalinan disebut periode
laten. Makin muda umur kehamilan maka makin lama periode laten.Menurut
Sujiyatini, Muflidah, dan Hidayat (2009) sekitar 70-80 % kehamilan cukup bulan
akan terjadi persalinan dalam waktu 24 jam. Jika dalam 24 jam persalinan belum
berlangsung maka segera dilakukan penatalaksanaan aktif yaitu dengan induksi.
Pelaksanaan induksi dilakukan dengan memperhatikan bishop score. Jika bishop
score > 5 maka induksi dapat langsung dilakukan, tetapi jika bishop score < 5 maka
harus dilakukan pematangan servik dahulu dan jika tidak berhasil maka dilakukan
bedah sesar. Pada penatalaksanan KPD dengan kehamilan aterm juga diberikan
antibiotik profilaksis. Antibiotik diberikan setelah 6 jam KPD dengan pertimbangan
bahwa kemungkinan infeksi telah terjadi dan biasanya proses persalinan akan
berlangsung lebih dari 6 jam.
Di bawah ini merupakan tabel bishop skor yang digunakan sebagai dasar
ketika akan melakukan induksi dalam penatalaksanaan aktif ibu bersalin dengan KPD
pada kehamilan > 37 minggu (Mufdlilah, 2009).
24
8. Komplikasi
a.Komplikasi pada janin
Komplikasi yang sering terjadi pada janin karena KPD adalah sindrom distres
pernapasan dan prematuritas. Sindrom distres penapasan terjadi karena pada ibu
dengan KPD mengalami oligohidramnion. . Komplikasi yang sering terjadi pada
janin terutama sebelum usia kehamilan 37 minggu adalah sindrom distres pernapasan.
Selain sindrom distres pernapasan komplikasi pada janin juga dapat terjadi prolap tali
pusat dan kecacatan terutama pada KPD preterm (Mufdlilah, 2009).
b.Komplikasi pada ibu
Komplikasi yang sering terjadi pada ibu karena KPD yang pertama adalah
infeksi sampai dengan sepsis. Menurut Caughey, Julian, Robinson, dan Errol (2008)
membran janin berfungsi sebagai penghalang untuk menghalangi merambatnya
infeksi. Setelah ketuban pecah, baik ibu dan janin beresiko infeksi hal ini terjadi
karena setelah ketuban pecah maka akan ada jalan masuk mikroorganisme dari luar
uterus apalagi jika sering dilakukan pemeriksaan dalam. Komplikasi yang kedua
adalah peritonitis khususnya jika dilakukan pembedahan, dan komplikasi yang ketiga
25
adalah ruptur uteri karena air ketuban habis, sehingga tidak ada pelindung antara
janin dan uterus jika ada kontraksi sehingga uterus mudah mengalami kerusakan
(Achadiat, 2004).
10. Prognosis
Prognosis ketuban pecah dini Prognosis dari KPD adalah tergantung dari cara
penatalaksanan, komplikasi yang di timbulkan oleh KPD dan umur dari kehamilan
ibu. Pendapat lain tentang prognosis KPD adalah menurut Achadiyat (2004) out put
sembuh total atau infeksi, sepsis sampai dengan meninggal. Prognosis yang pertama
di tentukan oleh faktor penatalaksanaan yang diberikan kepada ibu dengan KPD.
Faktor kedua yang mempengaruhi prognosis dari KPD adalah tergantung dari
komplikaasi-komplikasi yang timbul selama terjadinya KPD baik komplikasi pada
janin maupun komplikasi pada ibu. Selain dari penatalaksanaan dan komplikasi yang
mungkin terjadi pada ibu dengan KPD, faktor lain yang menentukan prognosis KPD
adalah umur dari kehamilan. Semakin muda umur kehamilan maka prognosis KPD
26
terutama pada janin akan semakin buruk. Prognosis pada janin yaitu kelahiran
prematur. Kelahiran prematur berhubungan dengan resiko kecacatan dan kematian
janin (Moctar, 1998).
27
BAB III
PEMBAHASAN
1. Dari hasil anamnesa, pasien mengatakan ada cairan yang keluar dari
vagina.
2. Dari pemeriksaan fisik didapatkan KU : Cukup, TD : 142/77 mmHg,
S/N: 36,1˚C/76x/menit, RR 18x/menit, Djj (+): 147x/menit, TFU :
32cm, HIS (+), 2x35detik (10 menit), VT : pembukaan 2cm, eff 25%,
ketuban (-), lakmus (+).
3. Dari hasil pemeriksaan laboratorium di dapatkan pemeriksaan darah
lengkap Hb 10,5 g/dl, Leukosit 9.200/u, Hematokrti 32%, Trombosit
236.000/u, MCV 78, MCH 26, MCHC 33.
28
4. Dari hasil pemeriksaan urinalisis didapatkkan hasil pH 7.0, Berat Jenis
1000, Leukosit (-), Nitrit (-), Protein (-), Glukosa (-), Keton (-),
Urobilin (-), Bilirubin (-), Eritrosit 50/ul +++. Sedimen leukosit 1-3,
eritrosit 8-10, epithel 3-5.
29
infeksi ibu dan janin meningkat pada KPD. Pada umumnya dapat
terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Selain itu juga
didapatkan adanya nadi yang cepat, Tetapi pada kasus ini tidak
didapatkan sehingga belum ada tanda-tanda infeksi pada ibu.
Pada kasus ini keluar air ketuban dari jalan lahir atau dalam hal
ini pecahnya ketuban dicurigai terjadi 5 jam sebelum masuk rumah
sakit. Pada pasien ini sudah didapatkan tanda-tanda inpartu yaitu
adanya his, show dan dilatasi servix. Sehingga untuk tatalaksana
berikutnya, pasien di MRS kan dan diberikan antibiotic eritromycin
3x500mg sebagai antibiotic profilaksis karena resiko infeksi tinggi
terjadi pada ibu hamil dengan ketuban pecah dini. Waktu pemberian
antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD
ditegakkan. Setelah itu pasien dilakukan observasi lebih lanjut
mengenai his, pembukaan, eff, DJJ, tanda tanda vital dan tanda tanda
terjadinya infeksi. Dikarenakan pada pasien ini sudah cukup bulan
kehamilannya, maka untuk selanjutnya tatalaksana yang direncanakan
adalah terminasi kehamilan secara pervaginam. Setelah dilakukan
observasi dan pada hari Selasa, 24 Desember 2019, pembukaan sudah
10cm, eff 100% maka pasien dipimpin untuk persalinan. Setelah
dicoba untuk dipimpin persalinan, ternyata his pada ibu tidak adekuat
30
dan ibu merasa kelelahan dan tidak kuat mengejan, sehingga
direncanakan untuk terminasi kehamilan dengan cara sectio caesar
pada hari Selasa, 24 Desember 2019.
31
DAFTAR PUSTAKA
32