Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

KETUBAN PECAH DINI

Disusun oleh:
Velinda Triolina 19710003

Pembimbing:
dr. Achmadi, Sp.OG

KSM OBGYN
RSUD IBNU SINA GRESIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena
hikmat dan rahmatnya saya dapat menyusun dan menyelesaikan tugas laporan kasus
dengan judul “Ketuban Pecah Dini” dengan baik.

Tugas referat ini saya susun untuk memenuhi tugas saya sebagai Dokter Muda
dalam melaksanakan Kepaniteraan Klinik di SMF Obstetri dan Gynekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Selain itu, tugas laporan kasus ini
saya susun dengan harapan dapat menambah ilmu dan wawasan bagi pembaca.

Dalam menyusun referat ini, saya telah banyak mendapat bantuan dan
bimbingan dari banyak pihak. Oleh sebab itu, saya mengucapkan banyak terimakasih
kepada dokter pembimbing saya, dr. Achmadi, Sp.OG yang telah bersedia
meluangkan waktunya untuk membimbing saya dalam menyelesaikan tugas laporan
kasus ini.

Saya sadar bahwa tugas laporan kasus ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran sangat saya harapkan demi kesempurnaan laporan kasus
ini. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Gresik, 20 Januari 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER ………………………………………………………………………………1

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………….2

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………3

BAB I LAPORAN KASUS ………………………………………………………….5

1.1 Identitas Pasien …………………………………………………………………..5


1.2 Anamnesis ……………………………………………………………………….5
1.3 Pemeriksaan Fisik ……………………………………………………………….7
1.4 Pemeriksaan Laboratorium …………………………………………………...…9
1.5 Assesment ………………………………………………………………………11
1.6 Planning ………………………………………………………………………...11
1.7 Follow Up ………………………………………………………………………11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………………16

A. Selaput Ketuban dan Cairan Amnion ……………………………………….16


1. Selaput Ketuban ……………………………………………………………..16
2. Cairan Amnion ………………………………………………………………17
B. Ketuban Pecah Dini …………………………………………………………19
1. Definisi ……………………………………………………………………...19
2. Epidemiologi ………………………………………………………………..19
3. Etiologi dan Faktor Resiko ………………………………………………….19
4. Patogenesis ………………………………………………………………….20
5. Tanda dan Gejala ……………………………………………………………21
6. Diagnosis ……………………………………………………………………22

3
7. Pencegahan dan Penatalaksanaan …………………………………………...23
8. Komplikasi ………………………………………………………………….25
9. Morbiditas dan Mortalitas …………………………………………………..26
10. Prognosis ……………………………………………………………………26

BAB III PEMBAHASAN ………………………………………………………….27

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………32

4
BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien

Nomor RM : 208977

Nama : Ny. R

Umur : 31 tahun

Status : Menikah

Agama : Islam

Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia

Pendidikan : SLTP

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Dsn. Gurang wetan RT 02 RW 01 Guranganyar Cerme


Gresik

Nama Suami : Tn. A

Pekerjaan Suami : Swasta

MRS : 23 Desember 2019 pukul 11.50 WIB

1.2 Anamnesis

Keluhan Utama

5
Pasien mengatakan keluar cairan pervaginam

Anamnesis Umum

Pasien mengatakan hamil anak kedua dengan usia kehamilan sekitar 9 bulan,
mengeluhkan keluar cairan pervaginam sejak pagi pukul 06.30 WIB tanggal 23
Desember 2019. Cairan berwarna kuning kehijauan, keruh dan berbau, disertai lender
dan darah. Kemudian setelah keluar cairan, perut terasa kenceng kenceng tetapi
jarang dan hanya sebentar. Nyeri (-), berhubungan badan (-), pijat perut (-), trauma
(-), pusing (-), mual (-), muntah (-). Tidak ada riwayat demam dan gerak janin
dirasakan baik. Saat keluar cairan pasien langsung pergi ke puskesmas Dadap Kuning
kemudian langsung dirujuk ke RSUD Ibnu Sina Gresik tanggal 23 Desember 2019
jam 11.00 WIB. Kemudian di IGD RSUD Ibnu Sina Gresik dilakukan pemeriksaan
dan dikatakan sudah pembukaan 2 dan disarankan opname.

Anamnesis Khusus

Riwayat Menstruasi

- Pasien mengatakan selama ini menstruasi sebelum hamil selalu teratur setiap
bulannya dengan siklus setiap 28 hari, lamanya 6-7 hari tiap kali menstruasi.
- Hari Pertama Haid Terakhir : 22 Maret 2019
- Taksiran Persalinan (HPHT) : 29 Desember 2019
- Taksiran Persalinan (USG) : 23 Desember 2019

Riwayat Pernikahan

Pasien menikah satu kali pada umur 24 tahun. Usia pernikahan sekarang kurang lebih
sudah 7 tahun.

Riwayat Persalinan

6
- Anak pertama = laki laki, BB 3000 gram, PB 50 cm, aterm, spontan, belakang
kepala. Lahir di RSUD Ibnu Sina Gresik. Usia anak sekarang 6 tahun. Tidak
ada kelainan.
- Anak kedua = hamil ini

Riwayat Ante Natal Care (ANC)

ANC teratur sebanyak lebih dari 5 kali di Bidan Siti Mujariyah di desa Nggurang
Wetan Gresik.

Riwayat Penggunaan Kontrasepsi

Pasien menggunakan PIL KB 1 bulan rutin di Bidan Siti Mujariyah di desa Nggurang
Wetan Gresik sejak anak pertama lahir.

Riwayat Penyakit Terdahulu

- Riwayat hipertensi disangkal


- Riwayat diabetes melitus disangkal
- Riwayat asma disangkal
- Tidak ada riwayat abortus

Riwayat Penyakit di Keluarga

- Riwayat hipertensi disangkal


- Riwayat diabetes melitus disangkal
- Riwayat asma disangkal

1.3 Pemeriksaan Fisik

Status Present

Keadaan Umum : Cukup

Kesadaran : Composmentis

7
Tekanan Darah : 142/77 mmHg

Nadi : 76x/menit

Respirasi : 18x/menit

Suhu Tubuh Aksila : 36,1 derajat celcius

Tinggi Badan : 149 cm

Berat Badan : 80 kg

Status General

Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)

Mulut : Mukosa bibir lembab (+)

Leher : Kelenjar tiroid membesar (-), pembesaran KGB (-)

Thoraks : Simetris

Jantung : S I dan S II reguler (+), murmur (-), gallop (-)

Paru : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

Payudara : Simetris, puting susu menonjol (+)

Abdomen : Striae (+), linea nigra (+)

Vagina : Pengeluaran pervaginam (+), darah (-), lendir (-), fluor albus (-)

Ekstremitas : Akral hangat merah (+/+), oedema (-/-)

Status Obstetri

Abdomen

Inspeksi

8
Tampak perut membesar, disertai adanya striae gravidarum dan linea nigra. Tidak
tampak bekas luka sayatan operasi.

Palpasi

His 2x/35’ (dalam 10”)

Pemeriksaan Leopold

- Leopold I : TFU 32 cm, bagian fundus teraba lunak


- Leopold II : Teraba punggung kiri janin
- Leopold III : Bagian terendah teraba bulat melenting kesan kepala
- Leopold IV : Sudah masuk PAP

Auskultasi

DJJ (+) 147x/menit, teratur

Vagina

VT

Pembukaan 2cm, eff 25%, darah (+), lender (+), lakmus (+)

1.4 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Hematologi

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal


Hemoglobin 10.5 g/dl 11.4 – 15.1
Leukosit 9.200 /u 4500 - 11000
Hematokrit 32 % 37 – 47
Trombosit 236.000 /u 150000 - 450000
MCV 78 - 80-100
MCH 26 - 26-34
MCHC 33 - 32-36

9
Pemeriksaan Gula Darah

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal


GDA 69 mg/Dl <200

Pemeriksaan Immunologi

Pemeriksaan Hasil Nilai normal


HBs Ag (Stick) Negatif (-) Negatif (-)
Anti HIV Tes Non reaktif Non reaktif

Pemeriksaan Urinalisis

Pemeriksaan Hasil Nilai normal


Ph 7,0 3,8-7,4
BJ urine 1000 1000-1015
Leukosit Neg Negatif
Nitrit Neg Negatif
Protein Neg Negatif
Glukosa Neg Negatif
Keton Neg Negatif
Urobilin Neg Negatif
Bilirubin Neg Negatif
Eritrosit 50/ul +++ Negatif
Sedimen:
1-3 0-1
Leukosit

Eritrosit 8-10 0-1 plp


Ephitel 3-5 5-15plp
Silinder Neg Negatif
Crystal Neg Negatif
Lain-lain Neg Negatif

1.5 Assesment

G II P 10001 UK 40-41 minggu + T/H/IU + Letak Kepala +Inpartu kala 1 fase laten +
Ketuban Pecah Dini <24 jam

10
1.6 Planning

- Erytromicyn 3x500 mg

- Observasi Tanda-tanda vital, DJJ, His, Pembukaan, Dilatasi servix.

1.7 Follow Up

Hari dan SOAP


Tanggal
Senin, 23 S : Pasien hamil anak ke 2 datang dari IGD mengatakan keluar cairan
Desember ketuban sejak pagi tadi jam 06.30 WIB berwarna kuning kehijauan,
2019 keruh dan berbau. Kenceng kenceng (+).
11:50
WIB O : KU : Cukup, TD : 142/77 mmHg, S/N: 36,4˚C/76x/menit, RR
18X/menit Djj (+): 147x/menit, TFU : 32cm, HIS (+), 2x25 detik, VT :
pembukaan 2cm, eff 25%, ketuban (-), teraba bagian terendah masih
tinggi, lakmus (+).
A : G II P 10001 UK 40-41 minggu + T/H/IU + Letak Kepala +Inpartu kala
1 fase laten + Ketuban Pecah Dini <24 jam

P:
- Inj. Eritromycine 3x500mg
- Observasi CHPB
- Makan-makanan yang bergizi
- Istirahat cukup
Senin, 23 S : Pasien mengatakan masih keluar cairan merembes. Kenceng-kenceng
Desember dirasa jarang, gerak janin dirasa aktif.
2019

11
13.00 O : KU : Cukup, TD : 140/70 mmHg, S/N: 36,4˚C/85x/menit, RR
WIB 19x/menit Djj (+): 136x/menit, TFU : 32cm, HIS (+), 2x30 detik, VT :
pembukaan 2cm, eff 25%, ketuban (-), teraba bagian terendah masih
tinggi, lakmus (+).
A : G II P 10001 UK 40-41 minggu + T/H/IU + Letak Kepala +Inpartu kala
1 fase laten + Ketuban Pecah Dini <24 jam
P: Rencana Oksitosin Drip besok pagi.
Selasa, 24 S : Pasien mengatakan masih keluar cairan merembes. Kenceng-kenceng
Desember dirasa jarang, gerak janin dirasa aktif.
2019
06.00 O : KU : Cukup, TD : 137/61 mmHg, S/N: 36,0˚C/72x/menit, RR
WIB 19x/menit Djj (+): 144x/menit, TFU : 32cm, HIS (+), 3x10 detik, VT :
pembukaan 10 cm, eff 100%, ketuban (-)

A:G II P 10001 UK 40-41 minggu + T/H/IU + Letak Kepala +Inpartu kala


2 + Ketuban Pecah Dini <24 jam

P: Pimpin Persalinan
Selasa, 24 S : Pasien mengatakan masih keluar cairan merembes. Pasien
Desember mengatakan tidak kuat mengejan. Sudah dipimpin mengejan selama
2019 kurang lebih 2,5 jam tetapi bayi tidak lahir.
08.29
WIB O : KU : Cukup, TD : 135/79 mmHg, S/N: 36,5˚C/96x/menit, RR
20Xx/menit Djj (+): 150x/menit, TFU : 32cm, HIS (+), 3x10 detik (40’’),
VT : pembukaan 10 cm, eff 100%, ketuban (-)
A:G II P 10001 UK 40-41 minggu + T/H/IU + Letak Kepala +Inpartu kala
2 lama + Ketuban Pecah Dini <24 jam
P:
- Siapkan SC jam 10.00-10.30 atas indikasi Inpartu kala 2 lama

12
dan ibu tidak bisa mengejan dengan benar saat adanya his.
- Konsul anastesi

Rabu, 25 S : Paien mengatakan nyeri luka bekas operasi. Mual (-), muntah (-).
Desember
2019 O: KU : Cukup, TD : 133/67 mmHg, S/N: 36,4˚C/67x/menit, RR
07.30 18x/menit, Laktasi +/+, lochea rubra +, kontraksi uterus (-), TFU 2 jari
WIB dibawah pusat, pendarahan 1 softex. Abdomen tampak luka bekas
operasi, skala nyeri 4.

A: P 20002, Post SC hari ke 1

P:
- Inf asering:D5 (2:2)
- Inj Ketorolac 3x1 amp
- Innj Gentamycin 1x16mg
- Inj Metronidazole 3x500mg
- Cek HB
- Jaga kebersihan luka
- Luka bekas operasi jangan terkena air terlebih dahulu
- Makan makanan yang sehat dan bergizi
- Banyak minum air putih
- Latihan gerak miring kanan kiri

Rabu, 26 S : Paien mengatakan nyeri luka bekas operasi sudah mulai berkurang
Desember dari pada kemarkn. Mual (-), muntah (-).
2019
07.00 O: KU : Cukup, TD : 159/75 mmHg, S/N: 36,6˚C/77x/menit, RR
WIB 18x/menit, Laktasi +/+, lochea rubra +, kontraksi uterus (-), TFU 2 jari

13
dibawah pusat, pendarahan 1 softex. Abdomen tampak luka bekas
operasi, skala nyeri 3.

A: P 20002, Post SC hari ke 2

P:
- Inf asering:D5 (2:2)
- Inj Ketorolac 3x1 amp
- Innj Gentamycin 1x16mg
- Inj Metronidazole 3x500mg
- Jaga kebersihan luka
- Luka bekas operasi jangan terkena air terlebih dahulu
- Makan makanan yang sehat dan bergizi
- Banyak minum air putih
- Latihan gerak miring kanan kiri
Kamis, 27 S : Paien mengatakan nyeri luka bekas operasi sudah mulai berkurang
Desember dari pada kemarkn. Mual (-), muntah (-).
2019
07.00 O: KU : Cukup, TD : 134/73 mmHg, S/N: 36,3˚C/72x/menit, RR
WIB 17x/menit, Laktasi +/+, lochea rubra +, kontraksi uterus (-), TFU 2 jari
dibawah pusat, pendarahan 1 softex tidak penuh. Abdomen tampak luka
bekas operasi, skala nyeri 3.

A: P 20002, Post SC hari ke 3

P:
- Acc KRS
- Tablet paracetamol 3x500mg
- Jaga kebersihan luka

14
- Luka bekas operasi jangan terkena air terlebih dahulu
- Makan makanan yang sehat dan bergizi
- Banyak minum air putih
- Latihan gerak miring kanan kiri
- Kontrol ke poli sesuai yang sudah dijadwalkan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. SELAPUT KETUBAN DAN CAIRAN AMNION


1. Selaput Ketuban
Selaput ketuban (selaput janin) terdiri dari amnion dan korion. Amnion
adalah membrane janin paling dalam dan berdampingan dengan cairan amnion.
Sktuktura vascular khusus ini memiliki peran penting dalam kehamilan pada
manusia. Amnion adalah jaringan yang menentukan hampir semua kekuatan
regang membrane janin. Dengan demikian, pembentukan komponen-komponen
amnion yang mencegah rupture atau robekan sangatlah penting bagi
keberhasilan kehamilan (Cunningham, 2009).
Amnion (selaput ketuban) merupakan membran internal yang
membungkus janin dan cairan ketuban. Selaput ini licin, tipis, ulet, dan

15
transparan. Selaput amnion melekat erat pada korion (sekalipun dapat dikupas
dengan mudah). Selaput ini menutupi permukaan fetal plasenta sampai pada
insersio tali pusat dan kemudian berlanjut sebagai pembungkus tali pusat yang
tegak lurus hingga umbilikus janin. Sedangkan korion merupakan membrane
eksternal yang berwarna putih dan terbentuk dari vili-vili sel telur yang
berhubungan dengan desidua kapsularis. Selaput ini berlanjut dengan tepi
plasenta dan melekat pada lapisan uterus (Helen, 2001).

2. Cairan Amnion

16
a. Volume cairan amnion
Cairan yang normalnya jernih dan menumpuk di dalam rongga amnion
ini akan meningkat jumlahnya seiring dengan perkembangan kehamilan
sampai menjelang aterm, saat terjadi penurunan volume cairan amnion pada
banyak kehamilan normal (Cunningham, 2009).
Cairan amnion yang lazim

Minggu Janin Plasenta Cairan Amnion Persen Cairan


Gestasi (g) (g) (ml)
16 100 100 200 50
28 1000 200 1000 45
36 2500 400 900 24
40 3300 500 800 17

Volume cairan amnion pada hamil aterm sekitar 1000 –1500 ml,
warna putih, agak keruh, serta mempunyai bau yang khas, agak amis dan
manis. Cairan ini dengan berat jenis 1.008, terdiri atas 98% air. Sisanya terdiri
atas garam anorganik serta bahan organik dan bila diteliti benar, terdapat
rambut lanugo, sel-sel epitel dan verniks kaseosa. Protein ditemukan rata-rata
2,6% g per liter, sebagian besar sebagai albumin.
Keadaan normal cairan amnion antara lain pada usia kehamilan cukup
bulan volume 1000-1500 cc, keadaan jernih agak keruh, steril, bau khas,
agak manis dan amis, terdiri dari 98-99% air, 1-2% garam-garam anorganik
dan bahan organik (protein terutama albumin), runtuhan rambut lanugo,
verniks kaseosa, dan sel-sel epitel dan sirkulasi sekitar 500 cc/jam
(Sarwono, 2006)
b. Fungsi cairan amnion
Beberapa fungsi dari cairan amnion:
 Proteksi : melindungi janin terhadap trauma dari luar.
 Mobilisasi : memungkinkan ruang gerak bagi janin.

17
 Homeostasis : menjaga keseimbangan suhu dan lingkungan asam
basa (pH) dalam rongga amnion untuk suasana lingkungan yang optimal
bagi janin.
 Mekanik : menjaga keseimbangan tekanan dalam seluruh ruang
intra uterin.
 Pada persalinan, membersihkan atau melicinkan jalan lahir dengan
cairan steril sehingga melindungi bayi dari kemungkinan infeksi jalan
lahir.

B. KETUBAN PECAH DINI


1. Definisi

Ketuban pecah dini (KPD) adalah suatu keadaan dimana selaput ketuban
pecah sebelum terjadinya persalinan. Terdapat dua macam ketuban pecah dini yaitu
yang terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu dan ketuban pecah dini yang terjadi
setelah usia kehamilan 37 minggu. Ketuban pecah dini yang terjadi setelah usia
kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini aterm atau premature rupture of
membranes (PROM). Sedangkan ketuban yang pecah sebelum usia kehamilan 37
minggu disebut ketuban pecah dini preterm atau preterm premature rupture of
membranes (PPROM) (Sofiana, 2016).

2. Epidemiologi
Menurut WHO, kejadian ketuban pecah dini (KPD) atau insiden PROM
(prelobour rupture of membrane) berkisar antara 5-10% dari semua kelahiran.
Ketuban pecah dini preterm terjadi 1% dari semua kehamilan dan 70% kasus ketuban

18
pecah dini terjadi pada kehamilan aterm. Pada 30% kasus ketuban pecah dini
merupakan penyebab kelahiran prematur (WHO, 2014). Insiden ketuban pecah dini di
Indonesia berkisar 4,5%6% dari seluruh kehamilan, sedangkan di luar negeri insiden
ketuban pecah dini antara 6%-12%. Kebanyakan studi di India mendokumentasikan
insiden 7-12% untuk PROM yang 60-70% terjadi pada jangka waktu lama
(WHO,2014).

3. Etiologi dan Faktor Resiko


Penyebab terjadinya KPD masih belum dapat ditentukan secara pasti.Dalam
kebanyakan kasus, berbagai faktor risiko saling berinteraksi sebagai penyebab KPD,
mesikupun secara garis besar KPD dapat terjadi karena lemahnya selaput ketuban, di
mana terjadi abnormalitas berupa berkurangnya ketebalan kolagen atau terdapatnya
enzim kolagenase dan protease yang menyebabkan depolimerisasi kolagen sehingga
elastisitas dari kolagen berkurang (Parry, 1998).
Kelemahan selaput ketuban dapat disebabkan oleh adanya infeksi bakteri yang
terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu infeksi asenderen oleh bakteri, aktifitas
enzim phospolipase A2 yang merangsang pelepasan prostaglandin, interleukin
maternal, endotoksin bakteri, dan produksi enzim proteolitik yang menyebabkan
lemahnya selaput ketuban. Sedangkan dilepaskannya radikal bebas dan reaksi
peroksidase dapat merusak selaput ketuban (Parry, 1998).
Kehamilan kembar dan polihidramnion dapat meningkatkan tekanan
intrauterin. Ketika terdapat juga kelainan selaput ketuban, seperti kehilangan
elastisitas dan pengurangan kolagen, peningkatan tekanan tersebut juga akan
memperlemah kondisi selaput ketuban janin dan dapat menyebabkan KPD (Mochtar,
1998).
Kondisi posisi janin yang abnormal dan Cephalo Pelvic Disproportion (CPD)
dapat menyebabkan kegagalan kepala janin memasuki pintu masuk panggul. Panggul
yang kosong dapat mengakibatkan tekanan intrauterin yang tidak merata disebabkan
oleh cairan ketuban yang memasuki rongga kosong tersebut sehingga dapat

19
menyebabkan KPD. Faktor rendahnya vitamin C dan ion Cu dalam serum juga
berpengaruh terhadap produksi struktur kolagen yang menurun pada kulit ketuban.
Faktor-faktor seperti trauma kelahiran dan kelainan kongenital pada struktur serviks
yang rentan dapat merusak fungsi otot pada serviks. Konsekuensinya adalah serviks
akan melonggar sehingga membuat bagian depan kulit cairan ketuban dapat dengan
mudah mendesak ke dalam, menyebabkan tekanan yang tidak merata pada kapsul
cairan ketuban (Parry, 1998).

4. Patogenesis
Kekuatan selaput ketuban ditentukan oleh keseimbangan sintesa dan
degradasi matriks ekstraseluler. Bila terjadi perubahan di dalam selaput ketuban,
seperti penurunan kandungan kolagen, perubahan sruktur kolagen dan peningkatan
aktivitas kolagenolitik maka KPD dapat terjadi. Degradasi kolagen yang terjadi
diperantarai oleh Matriks Metalloproteinase (MMP) dan dihambat oleh Penghambat
Matriks Metalloproteinase (TIMP) serta penghambat protease. Keutuhan selaput
ketuban terjadi karena kombinasi dari aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi
TIMP yang relatif lebih tinggi. Mikroorganisme yang menginfeksi host dapat
membentuk enzim protease disertai respon imflamasi dari host sehingga
mempengaruhi keseimbangan MMP dan TIMP yang menyebabkan melemahnya
ketegangan selaput ketuban dan pecahnya selaput ketuban. Infeksi bakteri dan respon
inflamasi juga merangsang produksi prostaglandin oleh selaput ketuban yang diduga
berhubungan dengan ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan irritabilitas
pada uterus dan terjadi degradasi kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu
dapat menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor prostaglandin dari
membran fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan produksi
prostaglandin oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh
monosit. Sitokin juga terlibat dalam induksi enzim Siklooksigenase II yang berfungsi
mengubah asam arakhidonat menjadi prostaglandin. Prostaglandin mengganggu

20
sintesis kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas MMP (Manuaba,
2010).

5. Tanda dan Gejala


Tanda yang terjadi pada KPD adalah keluarnya cairan ketuban merembes
melalui vagina. Menurut Kasdu (2005) ketuban yang pecah ditandai dengan adanya
air yang mengalir dari vagina yang tidak bisa dibendung lagi. Untuk membedakan
antara air ketuban dengan air seni dapat diketahui dari bentuk dan warnanya.
Biasanya, air seni berwarna kekuning-kuningan dan bening, sedangkan air ketuban
keruh dan bercampur dengan lanugo (rambut halus dari janin) dan mengandung
fernik kaseosa (lemak pada kulit janin). Sebagai informasi cairan ketuban adalah
cairan putih jernih agak keruh kadang-kadang mengandung gumpalan halus lemak
dan berbau amis dan akan berubah warna jika diperiksa dengan kertas lakmus
(Mufdlilah, 2009).

6. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis ketuban pecah dini harus meliputi 3 hal, yaitu
konfirmasi diagnosis, konfirmasi usia kehamilan, presentasi janin, dan penilaian
kesejahteraan maternal dan fetal. Terdapat beberapa pemeriksaan yang mungkin
dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis ketuban pecah dini yaitu sebagai berikut
(Parry, 1998).
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
ketuban pecah dini didiagnosis secara klinis pada anamnesis pasien dan
visualisasi adanya cairan amnion pada pemeriksaan fisik. Dari anamnesis perlu
diketahui waktu dan kuantitas dari cairan yang keluar, usia kehamilan dan taksiran
persalinan, riwayat ketuban pecah dini sebelumnya, dan faktor risikonya. Jika cairan

21
amnion jelas terlihat mengalir dari serviks, tidak diperlukan lagi pemeriksaan lainnya
untuk mengkonfirmasi diagnosis. Jika diagnosis tidak dapat dikonfirmasi, lakukan tes
pH dari forniks posterior vagina (pH cairan amnion biasanya ~ 7.1-7.3 sedangkan
sekret vagina ~ 4.5 -6).
b. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG dapat berguna untuk melengkapi diagnosis untuk menilai
indeks cairan amnion. Jika didapatkan volume cairan amnion atau indeks cairan
amnion yang berkurang tanpa adanya abnormalitas ginjal janin dan tidak adanya
pertumbuhan janin terhambat (PJT) maka kecurigaan akan ketuban pecah sangatlah
besar, walaupun normalnya volume cairan ketuban tidak menyingkirkan diagnosis.
c. Pemeriksaan laboratorium
Untuk menentukan ada atau tidaknya infeksi, kriteria laboratorium yang
digunakan adalah adanya Leukositosis maternal (lebih dari 15.000/uL), adanya
peningkatan C-reactive protein cairan ketuban serta amniosentesis untuk
mendapatkan bukti yang kuat (misalnya cairan ketuban yang mengandung leukosit
yang banyak atau bakteri pada pengecatan gram maupun pada kultur aerob maupun
anaerob).
Tes lakmus (Nitrazine Test) merupakan tes untuk mengetahui pH cairan, di
mana cairan amnion memiliki pH 7,0-7,5 yang secara signifikan lebih basa daripada
cairan vagina dengan pH 4,5-5,5. jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru
menunjukkan adanya air ketuban. Normalnya pH air ketuban berkisar antara 7-7,5.
Namun pada tes ini, darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan positif palsu.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah Tes Fern. Untuk melakukan
tes, sampel cairan ditempatkan pada slide kaca dan dibiarkan kering. Pemeriksaan
diamati di bawah mikroskop untuk mencari pola kristalisasi natrium klorida yang
berasal dari cairan ketuban menyerupai bentuk seperti pakis.

7. Pencegahan dan Penatalaksanaan

22
Cara mencegah terjadinya KPD adalah ibu hamil sebaiknya mengurangi
aktifitas, terutama pada akhir trimester kedua dan trimester ketiga kehamilanya.
Penatalaksaan KPD menurut Sujiyatini, Muflidah, dan Hidayat (2009) ada 2
macam yaitu penatalaksanaa pada KPD pada umur kehamilan < 37 minggu dan pada
umur kehamilan > 37 minggu (Mufdlilah, 2009).
a.Penatalaksanaan pada kehamilan < 37 minggu
Penatalaksanaan KPD secara konservatif pada kehamilan < 37 minggu adalah
dengan memberikan Antibiotik profilaksis setiap 6 jam dan tidak dilakukan
pemeriksaan dalam tujuanya adalah untuk mencegah terjadinya infeksi. Pasien
dirawat dirumah sakit tidur dalam posisi trendelenberg. Pasien juga diberi obat
tokolitik untuk menunda proses persalinan. Selain diberikan antibiotik dan tokolitik
pasien dengan KPD juga diberikan kortikosteroid untuk mematangkan paru janin.
Selama melakukan penatalaksanaan konservatif maka harus dilakukan pemantauan
seperti pemeriksaan leukosit setiap hari, obsrevasi tanda-tanda vital terutama
temperatur setiap 4 jam sekali, dan obervasi denyut jantung janin. Jika selama
pengelolaan konservatif pasien mengalami infeksi maka segera lakukan
penetalaksanaan KPD secara aktif yaitu dengan melakukan induksi tanpa melihat
umur kehamilan. Jika induksi tidak berhasil maka dilakukan tindakan bedah sesar.
Pemberian antibiotik pada KPD kurang dari 32 minggu yang mengalami infeksi dapat
menurunkan angka kesakitan ibu dan neonatus. Wanita hamil > dari 32 minggu
dengan pemberian antibiotik akan memperpanjang usia kehamilan . Pemberian
antibiotik direkomendasikan jika paru-paru janin sudah matang, jika terbukti belum
matang antibiotik sebaiknya tidak diberikan. Pemberian antibiotik dimulai dengan
pemberian parenteral lalu diikuti dengan pemberian peroral atau boleh pemberian
peroral saja. Antibiotik yang direkomendasikan antara lain penicillin atau eritromycin
parenteral atau peroral. Cara pemberian antibiotik adalah: Ampicillin 2 gram IV tiap
6 jam dan eritromycin 250 mg iv tiap 6 jam selama 48 jam diikuti oleh 250 mg
amoxilin peroral tiap 8 jam dan eritromicin 250 mg selama 5 hari. Eritromicin 250

23
mg peroral tiap 6 jam untuk 10 hari asam amoxilin / klavulanit tidak digunakan
karena meningkatkan necrotik enterokolitis pada bayi (Mufdlilah, 2009).
b.Penatalaksanaan pada kehamilan > 37 minggu
Jarak antara pecahnya ketuban dengan permulaan persalinan disebut periode
laten. Makin muda umur kehamilan maka makin lama periode laten.Menurut
Sujiyatini, Muflidah, dan Hidayat (2009) sekitar 70-80 % kehamilan cukup bulan
akan terjadi persalinan dalam waktu 24 jam. Jika dalam 24 jam persalinan belum
berlangsung maka segera dilakukan penatalaksanaan aktif yaitu dengan induksi.
Pelaksanaan induksi dilakukan dengan memperhatikan bishop score. Jika bishop
score > 5 maka induksi dapat langsung dilakukan, tetapi jika bishop score < 5 maka
harus dilakukan pematangan servik dahulu dan jika tidak berhasil maka dilakukan
bedah sesar. Pada penatalaksanan KPD dengan kehamilan aterm juga diberikan
antibiotik profilaksis. Antibiotik diberikan setelah 6 jam KPD dengan pertimbangan
bahwa kemungkinan infeksi telah terjadi dan biasanya proses persalinan akan
berlangsung lebih dari 6 jam.
Di bawah ini merupakan tabel bishop skor yang digunakan sebagai dasar
ketika akan melakukan induksi dalam penatalaksanaan aktif ibu bersalin dengan KPD
pada kehamilan > 37 minggu (Mufdlilah, 2009).

24
8. Komplikasi
a.Komplikasi pada janin
Komplikasi yang sering terjadi pada janin karena KPD adalah sindrom distres
pernapasan dan prematuritas. Sindrom distres penapasan terjadi karena pada ibu
dengan KPD mengalami oligohidramnion. . Komplikasi yang sering terjadi pada
janin terutama sebelum usia kehamilan 37 minggu adalah sindrom distres pernapasan.
Selain sindrom distres pernapasan komplikasi pada janin juga dapat terjadi prolap tali
pusat dan kecacatan terutama pada KPD preterm (Mufdlilah, 2009).
b.Komplikasi pada ibu
Komplikasi yang sering terjadi pada ibu karena KPD yang pertama adalah
infeksi sampai dengan sepsis. Menurut Caughey, Julian, Robinson, dan Errol (2008)
membran janin berfungsi sebagai penghalang untuk menghalangi merambatnya
infeksi. Setelah ketuban pecah, baik ibu dan janin beresiko infeksi hal ini terjadi
karena setelah ketuban pecah maka akan ada jalan masuk mikroorganisme dari luar
uterus apalagi jika sering dilakukan pemeriksaan dalam. Komplikasi yang kedua
adalah peritonitis khususnya jika dilakukan pembedahan, dan komplikasi yang ketiga

25
adalah ruptur uteri karena air ketuban habis, sehingga tidak ada pelindung antara
janin dan uterus jika ada kontraksi sehingga uterus mudah mengalami kerusakan
(Achadiat, 2004).

9. Morbiditas dan Mortalitas


Persalinan prematur karena ketuban pecah dini dapat meningkatkan 4 kali
lipat kematian bayi dan 3 kali peningkatan angka kesakitan bayi, yaitu sindrom
gangguan pernapasan (RDS). RDS terjadi 10 % sampai 40% pada ibu dengan KPD
dan 40-70 % dapat menimbulkan kematian pada bayi. KPD yang dapat menyebabkan
infeksi intra anmion sebanyak 15-30% dan 3-20% dapat menimbulkan kematian bayi.
Infeksi dan prolap tali pusat memberikan kontribusi sebanyak 1- 2% pada kematian
janin intrauterine (bayi lahir mati) setelah KPD. Komplikasi infeksi ketuban yang
terjadi pada ibu dengan KPD adalah 13- 60 %. Infeksi ketuban lebih banyak terjadi
pada wanita dengan KPD yang masa latennya panjang, Oligohidramnion, dan
pemeriksaan vagina yang berulang dan KPD pada usia kehamilan dini. Selain itu,
karena lebih banyak terjadi kelainan letak pada KPD dengan kehamilan kurang bulan
(Caughey, 2008).

10. Prognosis
Prognosis ketuban pecah dini Prognosis dari KPD adalah tergantung dari cara
penatalaksanan, komplikasi yang di timbulkan oleh KPD dan umur dari kehamilan
ibu. Pendapat lain tentang prognosis KPD adalah menurut Achadiyat (2004) out put
sembuh total atau infeksi, sepsis sampai dengan meninggal. Prognosis yang pertama
di tentukan oleh faktor penatalaksanaan yang diberikan kepada ibu dengan KPD.
Faktor kedua yang mempengaruhi prognosis dari KPD adalah tergantung dari
komplikaasi-komplikasi yang timbul selama terjadinya KPD baik komplikasi pada
janin maupun komplikasi pada ibu. Selain dari penatalaksanaan dan komplikasi yang
mungkin terjadi pada ibu dengan KPD, faktor lain yang menentukan prognosis KPD
adalah umur dari kehamilan. Semakin muda umur kehamilan maka prognosis KPD

26
terutama pada janin akan semakin buruk. Prognosis pada janin yaitu kelahiran
prematur. Kelahiran prematur berhubungan dengan resiko kecacatan dan kematian
janin (Moctar, 1998).

27
BAB III

PEMBAHASAN

Pasien ibu hamil datang ke IGD RSUD Ibnu sina Gresik


dengan keluhan adanya keluhan keluar cairan ketuban, Pasien
mengatakan saat hamil anak ke 2, usia kehamilan 9 bulan, mengeluh
keluar cairan berwarna kuning kehijauan, keruh dan berbau dari
vaginanya sejak pagi hari jam 06.30 tanggal 23 Desember 2019
merembes, lendir (+), darah (+). Kemudian setelah keluar cairan, perut
terasa kenceng kenceng tetapi jarang dan hanya sebentar. Nyeri (-),
berhubungan badan (-), pijat perut (-), trauma (-), pusing (-), mual (-),
muntah (-).
 Hari Pertama Haid Terakhir : 22 Maret 2019
 Taksiran Persalinan (HPHT) : 29 Desember 2019
 ANC teratur di Bidan Siti Mujariyah di desa Nggurang Wetan
Gresik.

1. Dari hasil anamnesa, pasien mengatakan ada cairan yang keluar dari
vagina.
2. Dari pemeriksaan fisik didapatkan KU : Cukup, TD : 142/77 mmHg,
S/N: 36,1˚C/76x/menit, RR 18x/menit, Djj (+): 147x/menit, TFU :
32cm, HIS (+), 2x35detik (10 menit), VT : pembukaan 2cm, eff 25%,
ketuban (-), lakmus (+).
3. Dari hasil pemeriksaan laboratorium di dapatkan pemeriksaan darah
lengkap Hb 10,5 g/dl, Leukosit 9.200/u, Hematokrti 32%, Trombosit
236.000/u, MCV 78, MCH 26, MCHC 33.

28
4. Dari hasil pemeriksaan urinalisis didapatkkan hasil pH 7.0, Berat Jenis
1000, Leukosit (-), Nitrit (-), Protein (-), Glukosa (-), Keton (-),
Urobilin (-), Bilirubin (-), Eritrosit 50/ul +++. Sedimen leukosit 1-3,
eritrosit 8-10, epithel 3-5.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan pasien pada kasus ini
didiagnosis sebagai ketuban pecah dini. Diagnosis ketuban pecah dini
didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium. Pada kasus berdasarkan anamnesis didapatkan HPHT :
22-03-2019 dan datang dengan keluhan keluar air dari jalan lahir
sejak pukul 06.30 WIB tanggal 23 Desember 2019, cairan yang keluar
berwarna kuning kehijauan, keruh dan berbau. Keluhan ini disertai
dengan adanya kenceng-kenceng tetapi dirasa masih jarang dan
disertai dengan keluar lendir darah. Berdasarkan teori usia kandungan
pasien sudah cukup bulan aterm yaitu 40/41 minggu dan keluhan yang
dirasakan oleh pasien mengarah kepada diagnosis ketuban pecah dini
dan sudah ada tanda-tanda inpartu. Pada kasus pemeriksaan fisik
secara umum dalam batas normal baik  pemeriksaan tanda fital
maupun status generalisata dari pasien. Pada pasien tidak didapatkan
adanya tanda-tanda infeksi, suhu tubuh pasien normal yaitu 36,1˚C.
Denyut nadinya juga dalam batas normal yaitu 76 kali per menit.
Tekanan darah pasien sedikit meningkat yaitu 142/77 mmHg tetapi
tidak didapatkan tanda tanda yang mengarah pada preeklampsi. Pada
hasil pemeriksaan urinalisis juga tidak didapatkan protein yang positif.
Selain itu pemeriksaan urinalisis lainnya juga dalam batal normal.
Berdasarkan teori pemeriksaan fisik pada kasus KPD ini
penting untuk menentukan ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu
hal ini terkait dengan penatalaksanaan KPD selanjutnya dimana risiko

29
infeksi ibu dan janin meningkat pada KPD. Pada umumnya dapat
terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Selain itu juga
didapatkan adanya nadi yang cepat, Tetapi pada kasus ini tidak
didapatkan sehingga belum ada tanda-tanda infeksi pada ibu.

Pada kasus ini dilakukan pemeriksaan dalam 1x untuk


menentukan ada tidaknya pembukaan. Pada saat di lakukan
pemeriksaan dalam pada pasien ini ada pembukaan 2cm, eff 25%,
darah (+), lender (+) dan ketuban (-). Pemeriksaan dalam vagina
dibatasi seminimal mungkin untuk mencegah infeksi. Berdasarkan
pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit pasien masih dalam
batas normal yaitu 9.200/u. Sehingga disimpulkan tidak adanya tanda
tanda yang mengarah pada infeksi.

Pada kasus ini keluar air ketuban dari jalan lahir atau dalam hal
ini pecahnya ketuban dicurigai terjadi 5 jam sebelum masuk rumah
sakit. Pada pasien ini sudah didapatkan tanda-tanda inpartu yaitu
adanya his, show dan dilatasi servix. Sehingga untuk tatalaksana
berikutnya, pasien di MRS kan dan diberikan antibiotic eritromycin
3x500mg sebagai antibiotic profilaksis karena resiko infeksi tinggi
terjadi pada ibu hamil dengan ketuban pecah dini. Waktu pemberian
antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD
ditegakkan. Setelah itu pasien dilakukan observasi lebih lanjut
mengenai his, pembukaan, eff, DJJ, tanda tanda vital dan tanda tanda
terjadinya infeksi. Dikarenakan pada pasien ini sudah cukup bulan
kehamilannya, maka untuk selanjutnya tatalaksana yang direncanakan
adalah terminasi kehamilan secara pervaginam. Setelah dilakukan
observasi dan pada hari Selasa, 24 Desember 2019, pembukaan sudah
10cm, eff 100% maka pasien dipimpin untuk persalinan. Setelah
dicoba untuk dipimpin persalinan, ternyata his pada ibu tidak adekuat

30
dan ibu merasa kelelahan dan tidak kuat mengejan, sehingga
direncanakan untuk terminasi kehamilan dengan cara sectio caesar
pada hari Selasa, 24 Desember 2019.

Setelah terminasi kehamilan dengan cara sectio Caesar maka


kita melakukan observasi meliputi kontraksi uterus, tinggi fundus
uteri, laktasi, pendarahan dan juga evaluasi mengenai luka bekas
operasi untuk mencegah terjadinya infeksi luka operasi. Selain itu kita
juga harus mengecek Hb pasien sete;ah dilakukan operasi. Pemberian
injeksi ketorolac dimaksudkan untuk mengurangi nyeri yang dirasakan
oleh pasien. Sedangkan pemberian antibiotik Gentamycin 1x16 mg
dan Metronidazole 3x500mg diberikan karena untuk pencegahan
terhadap terjadinya infeksi karena ketuban meconial. Selain hal
tersebut, edukasi pada pasien juga sangatlah penting meliputi menjaga
kebersihan luka operasi, makan makanan yang bergizi, dan juga
mobilisasi pasien. Setelah dilakukan observasi selama 3 hari pasien
diperbolehkan untuk pulang.

31
DAFTAR PUSTAKA

Achadiat, M, C. 2004. Obstetri Dan Ginekologi. Jakarta: EGC.


Caughey, Aaron B., Julian N Robinsondan Errol R Norwitz. 2008. Contemporary
Diagnosis and Management of Preterm Premature Rupture of Membranes.
1(1): 11–22.
Cunningham F, Gary. 2009. Obstetri Williams, Edisi 21, Buku Kedokteran
EGC,Jakarta.
Helen F. 2001. “Perawatan Maternitas :Plasenta dan Janin”. Edisi 2.
BukuKedokteran EGC. Jakarta.
Kasdu D., 2005. Solusi Problem Persalinan.Jakarta : Puspa Swara
Manuaba, Ida Ayu Chandranita. 2010. “Ilmu Kabidanan, Penyakit Kandungan dan
KB”. Jakarta : EGC.
Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid I. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Mufdlilah. 2009.Panduan Asuhan Kebidanan Ibu Hamil.
Yogyakarta:NuhaMedika.Hal. 11-13, 15-18, 21, 45.
Parry Samuel. Premature Rupture of The Fetal Membranes. New England Journal
Medicine.1998. pp : 663 –670
Rohmawati, Nur. 2018. Ketuban Pecah Dini di Rumah Sakit Umum Daerah
Ungaran. Higea; Semarang.
Sarwono Prawirohardjo. 2006. “Ilmu Kebidanan”. Bina Pustaka Prawirohardjo.
Jakarta.
Sofiana, Muflika Putri, dkk. 2016. Ketuban Pecah Dinipada Kehamilan Preterm.
Fakultas Kedokteran; Lampung.
WHO. 2014. Levels and Trend Maternal Mortality Rate. Geneva, 7(13):125-126

32

Anda mungkin juga menyukai