Anda di halaman 1dari 25

Case Report Session

Tension Type Headache

Oleh :

Frissia Dwi Agseptya 1840312427

Preseptor :

Dr. dr. Yuliarni Syafrita, Sp.S (K)

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. M. DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2020
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Nyeri kepala atau headache adalah suatu rasa nyeri atau rasa yang tidak
enak pada daerah kepala, termasuk meliputi daerah tengkuk wajah dan leher.1
Nyeri kepala merupakan keluhan yang umum dikeluhkan masyarakat.menurut
World Health Organization (WHO) 47% populasi di dunia pernah mengalami
nyeri kepala.2
Secara umum nyeri kepala dibagi menjadi 2 jenis yaitu nyeri kepala
primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala yang
terjadi tanpa ada kelainan yang mendasarinya, sedangkan nyeri kepala sekunder
disebabkan karena ada kelainan yang mendasarinya seperti trauma kepala.1 Nyeri
kepala primer lebih sering terjadi dari pada nyeri kepala sekunder.2
Empat kelompok besar nyeri kepala primer berdasarkan International
Headache Society (IHS) adalah nyeri kepala tipe tegang ( tension type headache),
migrain, nyeri kepala klaster dan sefalgia trigeminal.1 Penelitian multi senter
berbasis rumah sakit pada 5 rumah sakit besar di Indonesia menunjukan
prevelensi bahwa tension type headache merupakan tipe nyeri kepala yang paling
sering dialami masyarakat 2.

1.2 Batasan Masalah


Tulisan ini membahas etiologi, diagnosi, dan tatalaksana dari Tension
Type Headache (TTH).

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisa ini adalah membahas kasus TTH di bangsal Syaraf RSUP
DR. MDJAMMIL Padang.

1.4 Manfaat Penulisan


Tulisan ini dapat menambah pengetahuan tentang TTH.

1.5 Metode Penelitian


Tulisan ini merupakn tinjauan pustaka yang merujuk dari berbagai
literatue.

1
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Tension Headache atau Tension Type Headache (TTH) atau nyeri kepala
tipe tegang adalah bentuk sakit kepala yang paling sering dijumpai. Penyakit ini
sering dihubungkan dengan peningkatan stres. Nyeri kepala yang dialami
memiliki karakteristik terjadi bilateral, ada rasa menekan atau mengikat dengan
intensitas ringan sampai sedang. Nyeri tidak bertambah pada aktifitas fisik rutin,
tidak didapatkan mual tapi bisa ada fotofobia atau fonofobia.1

2.2 Epidemiologi
Sekitar 93% laki-laki dan 99% perempuan pernah mengalami nyeri kepala.
TTH adalah bentuk paling umum nyeri kepala primer yang mempengaruhi hingga
dua pertiga populasi. Sekitar 78% orang dewasa pernah mengalami TTH
setidaknya 1 kali seumur hidupnya. Pada populasi dewasa, prevalensi dari TTH
didunia adalah sekita 42%.2,3
TTH dapat mengenai semua usia, namun sebagian besar pasien adalah
dewasa muda yang berusia sekitar antara 20-40 tahun. Nyeri kepala ini lebih
sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki dengan perbandingan 3:1.
Sekitar 40% penderita memiliki riwayat keluarga dengan TTH, 25% penderita
juga menderita migren.1,2

3.3 Etiopatogenesis
Patofisiologi TTH belum sepenuhnya dipahami. Saat ini dikatakan bahwa
ada mekanisme pusat dan perifer yang mendasari dari TTH, tapi etiologi yang
mendasari tidak begitu diketahui. Beberapa hal yang dinilai dapat menyebabkan
TTH adalah ketegangan otot dan psikogenik. Berdasarkan beberapa studi, TTH
memiliki dasar neurobiologik, terutama pada mekanisme nyeri perifer pada TTH
episodik dan gangguan mekanisme nyeri sentral pada TTH kronik.4,5
Mekanisme perifer yang terlibat pada TTH kronik adalah peningkatan
nyeri tekan perikranial dan hipersensitivitas terhadap nyeri tekan. Hal ini
dimungkinkan karena adanya reaksi inflamasi, penurunan aliran darah,
peningkatan aktivitas fisik, dan atrofi otot. Penyebab lain yang mungkin

2
menyebabkan nyeri tekan perikranial adalah adanya peningkatan aktivitas otot
pada poin trigger miofasial. Poin trigger miofasial adalah titik hiperiritabilitas
yang berhubungan pada otot skeletal. Titik ini memiliki nyeri tekan dan mudah
meregang sehingga memiliki ciri khas referred pain.6,7
Mekanisme yang terlibat pada miofasial perikranial berperan penting
dalam TTH episodik, dimana terjadi sensitisasi dari jalur nyeri di sistem saraf
pusat sehingga menyebabkan stimulus nosiseptif terus menerus dari jaringan
miofasial perikranial. Penelitian lain menemukan bahwa selain terjadinya
sensitisasi nosiseptor perifer, terjadi pula sensitisasi pada neuron nukleus
trigeminus. Perubahan ambang nyeri juga terjadi pada TTH kronik, tapi tidak
terjadi pada TTH episodik. Pasien dengan TTH kronik lebih sensitif terhadap
stimulus seperti tekanan, suhu, dan listrik. Penelitian lain juga menemukan terjadi
penurunan jalur inhibisi nosiseptif sentral pada pasien dengan TTH kronik.1,8
Pada TTH dapat juga ditemukan nyeri tekan perikranial yang dapat
diperiksa dengan palpasi manual. Nyeri tekan ini biasanya juga terasa di luar
serangan nyeri kepala, dan makin meningkat ketika nyeri kepala sedang
berlangsung. Nyeri tekan perikranial diperiksa dengan memberikan penekanan
ringan dan gerakan memutar dengan jari kedua dan ketiga pada otot frontal,
temporal, pterigoid, sternokleidomastoideus, splenius, dan trapezius. Nyeri tekan
dapat diberi nilai 0-3 dengan rentang tidak nyeri, nyeri ringan, nyeri sedang, dan
nyeri berat.5
Pernah dilakukan penelitian tentang Enzyme-linked immunosorbent assay
tests pada 96 peserta dengan TTH dengan hasil penelitian menunjukkan adanya
peningkatan interleukin (IL)-8 dan monocyte chemoattractant protein-1. Sitokin
lain, IL-1β dan IL-18, juga telah ditemukan pada TTH tipe kronis.9

2.4 Klasifikasi
Tension Type Headache diklasifikasikan dalam International Headache
Society classification (ICHD II) sebagai berikut:1
1. Episodic Tension Type Headache
Episodic Tension Type Headache terbagi menjadi dua kelompok, yaitu
infrequent dan frequent.
2. Chronic Tension Type Headache

3
Ketiga klasifikasi TTH di atas menunjukkan gejala yang sama tapi berbeda
pada frekuensi serangannya

Tabel 1. Klasifikasi tension type headache


Infrequent ETTH Frequent ETTH Chronic TTH
Frekuensi <12 hari/tahun >12 hari namun <180
>180 hari/tahun
hari/tahun

Minimal 10 serangan lebih Minimal 10 serangan


dari 1 hari namun kurang lebih dari 15
dari 15 hari/bulan dalam 3 hari/bulan dalam 3
bulan terakhir bulan terakhir

2.5 Manifestasi Klinis


Diagnosis dari TTH sangat berdasarkan klinis dan gejala yang didapatkan
dari anamnesis. Manifestasi klinis yang didapatkan dari anamnesis dan
pemeriksaaan fisik untuk menyingkirkan penyebab sekunder harus dilakukan.
Tidak ada uji laboratorium yang menunjang untuk menegakkan diagnosis TTH.
Gejala khas dari TTH adalah nyeri kepala, tidak disertai gejala penyerta seperti
mual, muntah, fotofobia, fonofobia, osmofobia, tidak berdenyut-denyut, dan tidak
memberat dengan aktivitas atau pergerakan. Nyeri pada TTH sering
dideskripsikan sebagai rasa tumpul, tertekan, atau terikat, atau rasa penuh pada
kepala. Aktivitas fisik tidak mempengaruhi intensitas nyeri kepala tersebut.
Lokasi nyeri kepalanya bilateral. Nyeri kepala ini dapat dicetuskan oleh stress,
kurang tidur, makan tidak tepat waktu, alkohol, dan menstruasi.1,5
Pada anamnesis dapat ditanyakan:1
• Nyeri tersebar secara difus, intensitas nyerinya mulai dari ringan sampai
sedang.
• Waktu berlangsungnya nyeri kepala selama 30 menit hingga 1 minggu penuh.
Nyeri timbul sesaat atau terus menerus.
• Lokasi nyeri pada awalnya dirasakan pasien pada leher bagian belakang
kemudian menjalar ke kepala bagian belakang selanjutnya menjalar ke bagian
depan. Selain itu, nyeri ini juga dapat menjalar ke bahu.

4
• Sifat nyeri kepala dirasakan seperti berat di kepala, pegal, rasa kencang ada
daerah bitemporal dan bioksipital, atau seperti diikat di sekeliling kepala.
Nyeri kepalanya tidak berdenyut.
• Pada nyeri kepala ini tidak disertai mual ataupun muntah.
• Pada TTH yang kronis biasanya merupakan manifestasi konflik psikologis
yang mendasarinya seperti kecemasan dan depresi.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan untuk mencari penyakit
penyebab dan menyingkirkan diagnosis banding. Pemeriksaan fisik lengkap dan
pemeriksaan neurologi harus dilakukan. Pemeriksaan nyeri tekan perikranial
(pericranial tenderness) yaitu nyeri tekan pada otot perikranial (otot frontal,
temporal, masseter, pteryangoid, sternokleidomastoid, splenius dan trapezius)
pada waktu palpasi manual merupakan tanda yang paling signifikan pada pasien
TTH.1

2.6 Diagnosis
Kriteria diagnosis TTH Episodik Infrekuen:1
A. Paling tidak terdapat 10 episode serangan dengan rata rata<1 hari/ bulan
atau <12 hari/ tahun, dan memenuhi kriteria B-D.
B. Nyeri kepala berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari.
C. Nyeri kepala paling tidak terdapat 2 gejala khas:
1. Lokasi bilateral.
2. Menekan/mengikat (tidak berdenyut).
3. Intensitasnya ringan atau sedang.
4. Tidak diperberat oleh aktivitas rutin seperti berjalan atau naik
tangga.
D. Tidak didapatkan:
1. Mual atau muntah (bisa anoreksia).
2. Lebih dari satu keluhan: foto fobia atau fonofobia.
E. Tidak ada yang lebih sesuai dengan diagnosis lain dari ICHD-3.

Diagnosis TTH episodik frekuen ditegakkan apabila terjadi sedikitnya 10


episode yang timbul selama 1–14 hari/ bulan selama paling tidak 3 bulan (12 –

5
180 hari/ tahun). Sedangkan untuk TTH kronik ditegakkan apabila nyeri kepala
timbul > 15 hari per bulan, berlangsung > 3 bulan (≥180 hari/tahun).1

2.7 Diagnosis Banding


Tension type headache dapat didiagnosis banding dengan nyeri kepala
akibat penggunaan obat-obatan yang berlebihan, nyeri kepala posttraumatik
kronik, penyakit mata atau sinus, temporomandibular joint disorder, hipertensi
intrakranial idiopatik, tumor otak, gangguan psikiatri, dan spondilosis servikal.1
Terdapat berbagai gejala yang merupakan gejala tanda bahaya yang
kualitasnya serupa dengan tension type headache. Berbagai tanda bahaya yang
dapat mengarahkan diagnosis ke arah nyeri kepala sekunder adalah episode nyeri
kepala yang berat, onset tiba-tiba, pola nyeri kepala berubah, onset di bawah 5
tahun atau di atas 50 tahun, pada pasien dengan keganasan, imunosupresan, atau
kehamilan, disertai pingsan atau kejang, diperberat oleh aktivitas, manuver
Valsava, ataupun disertai defisit neurologis.8

2.8 Penatalaksanaan
1. Non Farmakologis
a. Penggunaan headache diary
Penggunaan headache diary dapat berfungsi baik sebagai
terapeutik maupun diagnostik. Tujuan utamanya adalah untuk
mengevaluasi efikasi dan tolerabilitas dari tatalaksana yang diberikan,
juga untuk mengevaluasi durasi dan lama hari nyeri kepala. Pasien
diminta untuk mencatat apakah tiap hari adakah serangan nyeri kepala
atau tidak, durasi nyeri kepala yang terasa, kualitas dan tingkat nyeri
kepala yang dirasakan, kemungkinan faktor pencetus, gejala-gejala
lain yang menyertai dan efek dari pemberian obat.10
b. Menghindari faktor pencetus
Terapi nonfarmakologi harus diberikan pada seluruh pasien dengan
TTH. Pasien harus diberitahu faktor pencetus yang dapat
menyebabkan nyeri kepala, seperti stress, baik fisik atau mental,
makan yang tidak teratur, intake kopi yang tinggi atau withdrawal
kafein, dehidrasi, gangguan tidur, kurang berolahraga, masalah

6
psikologis, siklus menstruasi, dan gangguan hormon. Perlu juga
diberitahu mengenai perjalanan penyakit pasien yang dapat
berlangsung lama sehingga pasien memahami tentang penyakitnya
sendiri.11
Pilihan yang dapat diberikan pada pasien adalah latihan relaksasi,
EMG biofeedback, dan cognitive-behavioral therapy. Dalam latihan
relaksasi, pasien diajarkan untuk menurunkan tegangan otot. EMG
biofeedback dapat juga dilakukan untuk memeriksa dan menterapi
pasien untuk mengajarkan menurunkan tegangan otot. Pada cognitive-
behavioral therapy, pasien diajak untuk menemukan sendiri hal-hal
yang dapat memicu stress dan mencetuskan nyeri kapalanya sendiri.1
c. Terapi fisik
Terapi fisik yang dapat dilakukan untuk TTH adalah memperbaiki
postur tubuh, massage atau pijat, manipulasi spinal, terapi
oromandibular, program olahraga, kompres hangat dan dingin,
stimulasi ultrasound dan elektrik.11

2. Farmakologis
Pada serangan akut tidak boleh lebih dari 2 hari/minggu, yaitu
dengan analgetik sederhana dan NSAID:1
1. Aspirin 1000 mg/hari,
2. Asetaminofen 1000 mg/hari,
3. NSAIDs (Naproxen 660-750 mg/hari, Ketoprofen 25-50 mg/hari,
asam mefenamat, ibuprofen 800 mg/hari, diklofenak 50-100
mg/hari).
4. Kafein (analgetik ajuvan) 65 mg.
5. Kombinasi: 325 aspirin, asetaminofen + 40 mg kafein.

7
Tabel 2. Terapi Akut untuk Tension Type Headache 8

Sedangkan pada tipe kronis, adalah dengan:1,12


1. Antidepresan
Jenis trisiklik: amytriptiline, sebagai obat terapeutik
maupun sebagai pencegahan tension-type headache. Amitriptilin
merupakan terapi paling efektif untuk TTH, obat dimulai dengan
low dose 10 mg-25 mg per hari dan dinaikkan bila diperlukan. Efek
samping obat harus dijelaskan kepada pasien
2. Antiansietas
Golongan benzodiazepin dan butalbutal sering dipakai.
Kekurangan obat ini bersifat adiktif, dan sulit dikontrol sehingga
dapat memperburuk nyeri kepalanya.

2.9 Pencegahan
Langkah pencegahan serangan TTH yang utama adalah mencegah
terjadinya faktor pencetus yang dapat memiju terjadinya nyeri kepala. Pencegahan
juga dapat dilakukan dengan pemberian agen farmakologi. Obat dengan efikasi
terbaik untuk mencegah serangan TTH adalah amitriptilin. Amitriptilin dapat
dimulai dari dosis rendah (10 mg – 25 mg per hari) dan dinaikkan secara bertahap
sesuai kebutuhan. Terapi nonfarmakologi lain seperti terapi relaksasi dan
biofeedback ditemukan berguna untuk menurunlan rekurensi dari TTH.1

2.10 Prognosis
Prognosis penyakit TTH pada populasi bervariasi dimana 45% dewasa
dengan frequent dan chronic TTH mengalami remisi ketika di follow up 3 tahun
kemudian walaupun 39% diantaranya masih mengalami frequent TTH. Prognosis

8
yang buruk dihubungkan dengan adanya CTTH yang disertai dengan migrain,
tidak menikah dan memiliki masalah tidur.9

9
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. A
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 30 tahun
Pekerjaan : Pegawai
Suku Bangsa : Minangkabau
Alamat : Padang

3.2 Anamnesis
Seorang pasien perempuan berumur 30 tahun dirawat di bangsal neurologi
RSUP Dr. M. Djamil Padang tanggal 5 Januari 2020 dengan:
Keluhan Utama
Nyeri kepala hebat sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit yang semakin
meningkat
Riwayat Penyakit Sekarang:
 Nyeri kepala hebat sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit yang
semakin meningkat. Awalnya pasien sedang bekerja tiba-tiba pasien
merasa nyeri pada seluruh kepala, dimulai pada bagian leher dan belakang
kepala lalu menjalar ke kepala bagian depan. Nyeri kepala dirasakan
seperti dihimpit beba berat dan saat nyeri tidak berdenyut nyeri dirasakan
terus menerus dan meningkat. Nyeri terkadang membaik dengan istirahat
dan ini pertama kalinya terjadi pada pasien.
 Rasa pusing seperti berputar dan sempoyongan tidak ada
 Fotofobia tidak ada
 Fonofobia tidak ada
 Melihat seperti bintik hitam seblum onset tidak ada
 Pandangan kabur tidak ada
 pandangan gelap tidak ada
 Telinga berdenging tidak ada

10
 Pandangan ganda tidak ada
 Rasa nyeri dan sakit pada bagian wajah tidak ada
 Kejang tidak ada
 Penurunan kesadaran tidak ada
 Mual dan muntah tidak ada
 Lemah anggota gerak tidak ada, bicara pelo tidak ada
 Riwayat penurunan berat badan dalam 6 bulan terkahir tidak ada
 Pasien telah dirawat selama 2 hari di RS. Ibnu Sina tetapi tidak ada
perbaikan dan nyeri semakin meningkat pasien kemudian dirujuk ke
RSUP. DR. MDJAMIL untuk tatalaksana lebih lanjut.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat eklampsia tahun 2018 dengan tekanan darah 200/100mmhg
 Riwayat trauma kepala tidak ada
 Riwayat tumor atau keganasan tidak ada
 Tidak ada riwayat infeksi gigi, telinga, dan sinus paranasal

Riwayat Penyakit Keluarga


 Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan nyeri kepala seperti
ini.
 Ayah pasien menderit Hipertensi

Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi dan Kebiasaan


 Pasien seorang pegawai, aktifitas fisik harian ringan-sedang.
 Pasien tidak memiliki riwayat merokok maupun minum alkohol
 Pasien menggunakan kontrasepsi spiral

3.3 Pemeriksaan Fisik


Vital Sign
Keadaan umum : Sakit Ringan
Kesadaran : CMC
Tekanan darah : 110/70 mmHg

11
Frekuensi nadi : 88 x/menit
Frekuensi nafas : 20 x / menit
Suhu : 36,7°C
Tinggi Badan : 160 cm
Berat Badan : 65kg
Status gizi : Baik
VAS :7
Status Internus
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Pupil isokor, diameter 3 mm/3mm, refleks cahaya +/+
Telinga : Tidak ada kelainan
Hidung : Tidak ada kelainan
Mulut : Tidak ada kelainan
Leher : Tidak ada pembesaran KGB, JVP 5-2 cmH2O
 Torak
Paru
Inspeksi : Simetris kiri = kanan
Palpasi : Fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : SN vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II reguler, bising tidak ada, gallop tidak ada
Abdomen : Inspeksi : Distensi tidak ada
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Corpus vertebralis : Tidak ada kelainan
Genitalia : Tidak diperiksa

12
Status Neurologikus
A. Tanda rangsangan selaput otak :
kaku kuduk : (-) kernig : (-)
laseque : (-) brudzunski I : (-)
brudinski II : (-)
B. Tanda peningkatan TIK
muntah projektil : (-)
sakit kepala progresif : (-)
C. Pemeriksaan Nervus Kranialis
- N. I (Olfaktorius)
Penciuman Kanan Kiri
Subjektif baik Baik
Objektif (dengan bahan) tidak dilakukan tidak dilakukan
- N. II (Optikus)
Penglihatan Kanan Kiri
Tajam penglihatan baik baik
Lapangan pandang baik baik
Melihat warna baik Baik
Funduskopi tidak dilakukan tidak dilakukan

- N. III (Okulomotorius)
Kanan Kiri
Bola mata bulat bulat
Ptosis - -
Gerakan bulbus bebas ke segala arah
Strabismus - -
Nistagmus - -
Ekso / Endoftalmus - -
Pupil
- Bentuk bulat bulat

13
- Refleks Cahaya + +
- Refleks Akomodasi + +
- Refleks Konvergensi + +

- N. IV (Troklearis)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah baik baik
Sikap bulbus ortho ortho
Diplopia - -

- N. V (Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik
- Membuka mulut + +
- Menggerakkan rahang + +
- Menggigit + +
- Mengunyah + +
Sensorik
- Divisi Oftalmika
o Refleks Kornea + +
o Sensibilitas baik baik
- Divisi Maksila
o Refleks Masseter + +
o Sensibilitas baik baik
- Divisi Mandibula
o Sensibilitas baik baik

- N. VI (Abdusen)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke lateral baik baik
Sikap bulbus ortho ortho

14
Diplopia - -

- N. VII (Fasialis)
Kanan Kiri
Raut wajah simetris simetris
Sekresi air mata + +
Fissura palpebra baik baik
Menggerakkan dahi baik baik
Menutup mata baik baik
Mencibir / bersiul baik baik
Memperlihatkan gigi baik baik
Sensasi lidah 2/3 baik baik
Hiperakusis - -

- N. VIII (Vestibulokoklearis)
Kanan Kiri
Suara berbisik + +
Detik arloji + +
Rinne test + +
Weber test Tidak diperiksa
Scwabach test
- Memendek Tidak diperiksa Tidak diperiksa
- Memanjang
Nistagmus
- Pendular - -
- Vertikal - -
- Siklikal - -
Pengaruh posisi kepala - -

- N. IX (Glossofaringeus)

15
Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 belakang baik baik
Refleks muntah / Gag reflex + +

- N. X (Vagus)
Kanan Kiri
Arkus faring simetris simetris
Uvula di tengah
Menelan baik baik
Artikulasi baik baik
Suara baik baik
Nadi sinus reguler sinus reguler

- N. XI (Asesorius)
Kanan Kiri
Menoleh ke kanan baik
Menoleh ke kiri baik
Mengangkat bahu kanan baik
Mengangkat bahu kiri baik

- N. XII (Hipoglossus)
Kanan Kiri
Kedudukan lidah dalam simetris simetris
Kedudukan lidah dijulurkan simetris simetris
Tremor - -
Fasikulasi - -
Atrofi - -

D. Pemeriksaan Tension Type Headache


- Pericranial tenderness : Nyeri tekan (+) pada muskulus frontalis, muskulus
temporalis, muskulus sternokleidomastoideus, dan
muskulus trapezius.

16
- Arm-chair sign : (+)
- Invisible pillow sign : (+)

E. Pemeriksaan Koordinasi
- Cara berjalan : baik
- Romberg test :-
- Ataksia :-
- Rebound phenomenon :-
- Test tumit lutut :+
- Disartria :-
- Supinasi-pronasi :+
- Tes jari hidung :+
- Tes hidung jari :+
F. Pemeriksaan Fungsi Motorik
- Badan
o Respirasi : spontan
o Duduk : dapat dilakukan
- Berdiri dan berjalan
o Gerakan spontan : baik
o Tremor :-
o Atetosis :-
o Mioklonik :-
o Khorea :-
- Ekstremitas
Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Aktif aktif aktif aktif
Kekuatan 555 555 555 555
Trofi Eutrofi eutrofi eutrofi Eutrofi
Tonus Eutonus eutonus eutonus Eutonus

G. Pemeriksaan Sensibilitas

17
Kanan Kiri
Sensibilitas taktil + +
Sensibilitas nyeri + +
Sensibilitas termis tidak dilakukan tidak dilakukan
Sensibilitas kortikal
- Stereognosis tidak dilakukan tidak dilakukan
- Pengenalan 2 titik tidak dilakukan tidak dilakukan
- Pengenalan rabaan tidak dilakukan tidak dilakukan

H. Sistem Refleks
FISIOLOGIS Kanan Kiri Kanan Kiri
Kornea + + Biseps ++ ++
Berbangkis Triseps ++ ++
Laring APR ++ ++
Masseter KPR ++ ++
Dinding perut Bulbokavernosus
- Atas Cremaster
- Tengah Sfingter
- Bawah
PATOLOGIS

Lengan Tungkai
Hoffman-Tromner - - Babinski - -
Chaddoks - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Klonus paha - -
Klonus kaki - -

I. Fungsi Otonom

18
- Miksi : baik
- Defekasi : baik
- Sekresi keringat : baik
J. Fungsi Luhur
Kesadaran Tanda Dementia
Reaksi bicara Baik Refleks glabella -
Fungsi intelek Baik Refkleks snout -
Reaksi emosi Baik Refleks mengisap -
Refleks memegang -
Refleks palmomental -

3.4 Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium
Darah Rutin Elektrolit
Hemoglobin : 12.0 g/dL Natrium :134.6 mEq/l
Hematokrit : 35% Kalium : 2.65 mEq/l
Leukosit : 7.580/uL Klorida : 97.5 mEq/l
Trombosit : 227.000/uL

19
3. Brain CT

Kesan : Hasil Dalam Batas Normal

20
3.5 Diagnosis
Diagnosa Klinik : Tension type headache
Diagnosa Topik : Ekstrakranial
Diagnosa Etiologi : spasme otot
Diagnosa Sekunder : -

3.6 Penatalaksanaan
1. Umum
 Istirahat
 Psikoterapi
2. Khusus
 Ibuprofen 3 x 400 mg
 Lansoprazole 1 x 30 mg
 Amitriptilin 1 x 12.5 mg

3.7 Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad sanam : bonam
Quo ad functionam : bonam

21
BAB III
DISKUSI

Telah diperiksa seorang pasien perempuan berusia 30 tahun dirawat di


bangsal neurologi RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 10 Februari 2019
dengan diagnosis klinis Tension Type Headache. Diagnosis ini ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pasien memenuhi kriteria dari diagnosis Tension Type Headache
berdasarkan International Headache Society dengan ciri nyeri kepala yang
berlangsung dalam 4 hari terus menerus dan semakin meningkat. Lokasi di
seluruh kepala dengan kualitas seperti tertekan, tidak berdenyut-denyut, dengan
intensitas ringan-sedang. Pada pasien ini berdasarkan frekuensinya, dapat
didiagnosis dengan Tension Type Headache episodek
Berdasarkan dari pemeriksaan fisik, didapatkan kesadaran pasien
komposmentis, tidak ada tanda rangsangan meningeal, tidak ada tanda
peningkatan tekanan intrakranial, dan status internus dann neurologikus dalam
batas normal.Tension Type Headache berhubungan dengan gangguan mekanisme
perifer dan sentral yang bermanifestasi dengan peningkatan sensitifitas terhadap
nyeri dan dirasakan nyeri tekan pada otot-otot kranial dan hal ini ditemukan pada
pasien ini.
Pada pasien ini, nyeri kepala tidak disertai defisit neurologis. Dengan tidak
ditemuinya gejala tanda bahaya pada pasien, dapat disimpulkan nyeri kepala ini
adalah nyeri kepala primer dan bukanlah nyeri kepala yang sekunder.
Perlu digali faktor pencetus pada pasien ini guna mencegah terjadinya
rekurensi yang dapat mengakibatkan episode TTH yang berulang. Beberapa faktor
risiko yang terdapat pada pasien adalah stress dan banyak pikiran. Tidak ada
riwayat penggunaan alkohol pada pasien. Sehingga, edukasi mengenai perubahan
pola hidup dan pencegahan faktor risiko tersebut perlu ditambahkan dalam terapi
non farmakologi yang akan disampaikan pada pasien.
Terapi farmakologi yang didapatkan pada pasien ini adalah analgesik
ringan, seperti ibuprofen 3 x 400 mg sebagai tatalaksana pada episode akut dan
dapat dihentikan jika serangan sudah mereda. Pemberian amitriptilin 1 x 12,5 mg

22
juga dapat diberikan pada pasien karena terbukti efektif dalam mengurangi nyeri
dan dapat diteruskan sebagai terapi profilaksis pada pasien ini.
Prognosis pasien ditegakkan sebagai prognosis baik berdasarkan berbagai
faktor. Pasien memiliki keadaan umum yang baik, fungsi sehari-hari pasien juga
tidak terganggu akibat nyeri kepala ini. Pasien tidak memiliki kondisi komorbid
dan respon terapi yang diberikan cukup baik pada pasien.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Kurniawan M, Suharjanti I, Pinzon RT. Tension Type Headache. Panduan


Praktik Klinis Neurologi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
2016:8-12.
2. Anurogo D. Tension Type Headache. CDK. 2014:42(3):186-91.
3. Ferrante T, et al. Prevalence of tension-type headachace in adult general
population: the pace study and review of the literature. Neuro Sci. 2013: 34(1):
137-138.
4. Hauser SL dan Josephson SA. Harrison’s Neurology in Clinical Medicine. New
York: McGraw-Hill Education. 2013. Hal.62-64.
5. International Headache Society. The International Classification of Headache
Disorders. Cephalalgia. 2013; 33(9): 659-664.
6. Yu S dan Han X. Update of Chronic Tension-Type Headache. Curr Pain
Headache Rep. 2015; 19:1-8.
7. Bezov F, AShina S, Jensen R, Bendtsen L. Pain Perception Studies in Tension-
Type Headache. Headache. 2011; 51:262-271.
8. Kaniecki RG. Tension-Type Headache. Continuum Lifelong Learning
Neurology. 2012; 18(4):834-834.
9. Magazi D, Manyane D. Tension type headaches: a review. South African
Family Practice. 2015;57(1):23-28.
10. Bendtsen L, Bigal ME, Cerbo R, Diener HC, Holroyd K, Lampl C, et al.
Guidelines for controlled trials of drugs in tension-type headache: Second
edition. Cephalalgia. 2009; 30(1): 1-16.
11. Bendtsen L, Evers S, Linde M, Mitsikostas DD, Sandrini G, Schoenen J.
EFNS guideline on the treatment of tension-type headache : Report of an EFNS
task force. European Journal of Neurology. 2010; 17:1318-1325.
12. Chowdhury D. Tension type headache. Annals of Indian Academy of
Neurology. 2012;15(5):83-87.

24

Anda mungkin juga menyukai