Anda di halaman 1dari 32

Seminar Statistika I

Analisis Nilai Risiko (Value at-Risk) Pada Saham Kimia Farma


Menggunakan Metode Integrated Generalized Autoregressive
Conditional Heterokedastic (IGARCH) Dengan Pendekatan
Generalized Pareto Distribution (GPD)

ANDI RISKA FITRIANI


H 121 16 004

PROGRAM STUDI STATISTIKA DEPARTEMEN STATISTIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2020

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Risiko dapat didefinisikan sebagai volatilitas outcome yang umumnya
berupa nilai dari suatu aktiva atau hutang (Ghozali, 2007). Dunia investasi hampir
seluruhnya mengandung ketidakpastian atau risiko. Pengetahuan tentang risiko
merupakan suatu hal yang sangat penting dimiliki oleh setiap investor maupun
calon investor, untuk meminimalkan risiko yang mungkin akan diperoleh dalam
proses investasi. Pada setiap investasi terdapat dua hal yang mendasar yang selalu
menyertai yaitu tingkat keuntungan (return) dan risiko yang akan dihadapi.
Return dan risiko mempunyai hubungan yang kuat dan linear yaitu jika risiko
tinggi maka return juga akan tinggi atau sebaliknya. Untuk mengatasi kendala
tersebut investor dapat memperkirakan berapa besar keuntungan yang akan
diperoleh dan seberapa jauh kemungkinan hasil yang akan didapatkan (Husnan,
2009). Selain itu para investor menyadari bahwa dalam berinvestasi mereka harus
mengukur sumber-sumber risiko setepat mungkin sehingga risiko dapat terkontrol
dan dapat terminimalisir menggunakan konsep manajemen risiko. Salah satu alat
analisis manajemen risiko adalah Value at Risk (VaR) (Zumrohtuliyosi, 2015).
Metode Value at Risk (VaR) dikembangkan pada tahun 1996 dalam
pengukuran resiko (JP Morgan:1996). Pada masa selanjutnya penggunaan metode
ini sangat luas untuk mengukur berbagai jenis risiko karena selain untuk
mengukur risiko atas aset tunggal juga bisa digunakan untuk mengukur risiko atas
aset dalam suatu portofolio. Metode Value at Risk (VaR) merupakan suatu
metode pengukuran risiko yang secara statistik mengestimasi kerugian maksimum
yang mungkin terjadi atas suatu portofolio pada tingkat kepercayaan (confidence
level) tertentu (Best,1998)
Penyelidikan tentang return saham (Mehmet:2008) mengatakan bahwa
return keuangan memiliki tiga karakteristik. Pertama pengelompokan volatilitas,
artinya perubahan sangat besar dapat terjadi pada periode waktu tertentu dan
perubahan kecil di periode yang lain. Kedua adalah fat tailedness (excess

2
kurtosis), artinya return keuangan sering menampilkan ekor lebih besar dari
distribusi normal standar. Ketiga adalah efek leverage, adalah suatu keadaan
dimana kondisis bad news dan good news memberi pengaruh yang tidak simetris
dalam volatilitas (Dwipa.2016).
Model generalized autoregresive conditional heteroskedasticity (GARCH)
menangkap tiga karakteristik utama pada return keuangan. Perkembangan tipe
model GARCH dimulai (Engle: 1982) yang memperkenalkan ARCH untuk model
heteroskedastisitas dengan melihat hubungan variansi bersyarat dari kombinasi
linear kuadrat di masa lalu. Selanjutnya Bollersev (1986) memperkenalkan model
Generalized Autoregresive Conditional Heteroskedasticity (GARCH) sebagai
pengembangan model ARCH.Model GARCH merupakan model yang lebih
sederhana dengan banyaknya parameter yang lebih sedikit dibandingkan model
ARCH berderajat tinggi. ARCH dan GARCH merupakan model runtun waktu
yang dapat menjelaskan heteroskedastisitas pada data. Akan tetapi, model
ARCH/GARCH tidak selalu dapat menangkap secara penuh adanya unit root
dengan frekuensi tinggi, sehingga sangat sulit untuk memberikan keputusan
kapan suatu pelaku saham akan memposisikan dirinya sebagai pembeli atau
penjual.Selain itu model ARCH dan GARCH tidak mempertimbangkan leverage
effect secara mendalam. Definisi leverage effect yaitu suatu keadaan bad news
dan good news yang memberikan pengaruh asimetris terhadap volatilitas. Data
dikatakan bad news ketika volatilitas mengalami penurunan sedangkan keadaan
dikatakan good news ketika volatilitas mengalami kenaikan secara berkala.
Francq dan Jakoian (1993) menemukan model Integrated Generalized
Autoregresive Conditional Heteroskedascticity (IGARCH) yang dapat menutupi
kelemahan model GARCH.
Pada data deret waktu keuangan diduga memiliki ekor distribusi
yang gemuk (heavy tail) yaitu ekor distribusi turun secara lambat bila
dibandingkan dengan distribusi normal (Hastaryta dan Effendie, 2006). Hal ini
dapat menyebabkan peluang terjadinya nilai ekstrim yang dapat menyebabkan
risiko keuangan menjadi cukup besar (Zuhara et al., 2012). Oleh karena itu,
Extreme Value Theory (EVT) merupakan salah satu metode yang dapat dicoba

3
untuk mengukur VaR karena metode ini mengkhususkan diri untuk data
runtun waktu finansial yang memiliki ekor distribusi gemuk (heavy tail).
Pendekatan yang digunakan metode EVT ini adalah Peaks-Over-Threshold (POT)
dan Block-Maxima (BM). Pada metode Block-Maxima merupakan metode
klasik dalam EVT yang mengidentifikasikan nilai ektsrim berdasarkan nilai
maksimum dari data observasi yang dikelompokkan berdasarkan periode
tertentu. Metode ini akan mengikuti distribusi Generalized Extreme Value
(GEV)(Gilli, M. et al 2006). Pada metode Peaks Over Threshold (POT)
mengidentifikasi nilai ekstrim dengan cara menentukan nilai ambang
(threshold). Pemilihan threshold dilakukan sedemikian sehingga data yang
berada di atas threshold tersebut 10% dari keseluruhan data yang telah
diurutkan dari terbesar hingga terkecil (Tsay, 2005).Data yang melebihi nilai
ambang tersebut merupakan nilai ekstrim.
Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya Febriana (2014) memodelkan
Value At Risk Menggunakan Model Integrated Generalized Autoregressive
Conditional Heteroscedasticity (IGARCH), Zuhara et al (2012) membahas
Penggunaan Metode VaR (Value at Risk) dalam Analisis Risiko Investasi Saham
dengan menggunakan Pendekatan Generalized Pareto Distribution (GPD).
Zumrohtuliyosi et al (2015) meenentukan value at risk yang diterapkan pada
saham kimia farma pusat melalui pendekatan distribusi pareto terampat.
Inrookuttafkiroh (2017) Menggunakan Risiko Investasi Saham Syariah
Menggunakan Metode Value at Risk-Generalized Autoregressive Conditional
Heterokedastic (VaR-GARCH) dengan Pendekatan Generalized Pareto
Distribution (GPD), dan pada penelitian tersebut mnyarankan untuk menggunakan
beberapa model lain. Oleh karena itu pada penelitian ini, akan melibatakan model
Integrated Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (IGARCH)
dengan Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan
Peaks-Over Threshold (POT) maka distribusi yang dihasilkan adalah
Distribusi Pareto Terampat (Generalized Pareto Distribution) disingkat GPD
(Tsay, 2005). Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui besar risiko
penanaman pada saham Kimia Farma Pusat periode Oktober 2014 – September

4
2019. Pemilihan saham Kimia Farma pada penelitian ini dikarenakan saham
Kimia Farma memiliki nilai ekstrim (heavy tail) data tersebut diambil dari
www.yahoofinance.com. Berdasarkan uraian tersebut, maka pada tugas akhir
ini peneliti mengambil judul “Analisis Nilai Risiko (Value at-Risk) Pada Saham
Kimia Farma Menggunakan Metode Integrated Generalized Autoregressive
Conditional Heterokedastic (IGARCH) Dengan Pendekatan Generalized Pareto
Distribution (GPD)”

1.2 Batasan Masalah


Pembatasan masalah perlu dilakukan dengan tujuan agar pokok
permasalahan yang diteliti tidak terlalu melebar dari yang sudah ditentukan.
Dalam penelitian ini batasan masalahnya adalah menganalisis Nilai Risiko (Value
at-Risk) Saham Kimia Farma Pusat Oktober 2014 – September 2019
Menggunakan Metode Integrated Generalized Autoregressive Conditional
Heterokedastic (IGARCH) Dengan Pendekatan Generalized Pareto Distribution
(GPD).

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah yang akan
dikaji pada penelitian ini adalah:
1. Bagaimana langkah-langkah analisis risiko investasi menggunakan metode
Integrated Generalized Autoregressive Conditional Heterokedastic
(IGARCH) dengan pendekatan Generalized Pareto Distribution (GPD)?
2. Bagaimana bentuk model terbaik Integrated Generalized Autoregressive
Conditional Heterokedastic (IGARCH) Dengan Pendekatan Generalized
Pareto Distribution (GPD) untuk mengukur besar isiko investasi pada
penanaman saham Kimia Farma Pusat periode Oktober 2014 – September
2019?
3. Berapa besar risiko return investasi pada saham kimia farma pusat periode
Oktober 2014 – September 2019?

5
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahn dan pertanyaan yang diajukan, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui langkah-langkah analisis risiko investasi menggunakan
metode Integrated Generalized Autoregressive Conditional Heterokedastic
(IGARCH) dengan pendekatan Generalized Pareto Distribution (GPD).
2. Untuk mengetahui model terbaik Integrated Generalized Autoregressive
Conditional Heterokedastic (IGARCH) Dengan Pendekatan Generalized
Pareto Distribution (GPD) untuk mengukur besar isiko investasi pada
penanaman saham Kimia Farma Pusat periode Oktober 2014 – September
2019.
3. Untuk mengetahui besar risiko return investasi pada saham kimia farma
pusat periode Oktober 2014 – September 2019.

1.5 Manfaat Penelitian


Peneliti mengharapkan penelitian ini beguna bagi pihak yang
membutuhkan diantaranya:
1. Bagi investor
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan terhadap
investor dalam mengambil keputusan investasi saham-saham kimia farma
pusat di pasar modal.
2. Bagi fakultas
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan tinjauan
pustaka yang berguna bagi setiap pihak yang memerlukan.
3. Bagi mahasiswa dan peneliti
a. Sebagai slalah satu syarat kelulusan mencapai derajat sarjana S1.
b. Sebagai bahan informasi dan pengembangan selanjutnya.
c. Sebagai salah sati bahan pengetahuan mengenai analisis risiko
investasi menggunakan metode Integrated Generalized Autoregressive
Conditional Heterokedastic (IGARCH) dengan pendekatan
Generalized Pareto Distribution (GPD)

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Investasi dan Saham


Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya
yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan
dimasa datang (Tendelilin, 2001),Menurur Jogiyanto, investasi dapat didefinisikan
sebagai penundaan konsumsi sekarang untuk digunakan dalam produksi yang
efesien selam periode waktu tertentu.2Sedangkan menurut Menurut Sukirno
kegiatan investasi yang dilakukan oleh masyarakat secara terus menerus akan
meningkatkan kegiatanekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan
nasional dan meningkatkan taraf kemakmuran masyarakat. (Jogiyanto,2003).
Istilah investasi bisa berkaitan dengan berbagai macam aktivitas. Umumnya
investasi dikategorikan dua jenis yaitu real assets dan financial assets. Aset
keuangan merupakan dokumen (surat-surat) klaim tidak langsung, misalnya
saham. Saham merupakan sertifikat bukti kepemilikan sebuah perusahaan.
(Zubir, Z. 2011).

2.2 Return
Return dari suatu aset adalah tingkat pengembalian atau hasil yang
diperoleh akibat melakukan investasi (Halim,2003). Return mudah dipakai
dibandingkan nilai sebenarnya karena bentuknya memiliki sifat statistik yang baik
(Tsay, 2002). Ln return digunakan untuk membuat data lebih stasioner
didalam rata-rata. Perubahan harga relatif didefinisikan sebagai berikut:

Pt
Rt =
P t−1

Dimana:
Rt : Perubahan harga relative
Pt : Harga saham pada waktu ke-t
Pt −1 : Harga saham pada waktu ke –(t-1)
Logaritma natural dirumuskan

7
pt
Rt =ln ⁡( )
pt −1

Dengan r t adalah log natural return pada waktu ke-t

2.3 Risiko
Resiko merupakan besarnya penyimpangan antara return yang diharapkan
dengan return yang dicapai (actual return). Semakin besar penyimpangan berarti
semakin besar resikonya (Halim,2003). Apabila resiko dinyatakan sebagai
seberapa jauh hasil yang diperoleh bisa menyimpang dari hasil yang
diharapkan, maka digunakan ukuran penyebaran. Alat statistik yang
digunakan sebagai ukuran penyebaran tersebut adalah variansi atau standar
deviasi. Semakin besar nilainya, berarti semakin besar penyimpangannya atau
resikonya semakin besar. Van Horne dan Wachowics Jr pada tahun 1992
mendefinsikan resiko sebagai variabilitas (keragaman) return terhadap return
yang diharapkan (Jogiyanto, 2003).
Jika terdapat n (jumlah observasi) return , maka ekspektasi return dapat
diestimasi yaitu:
n
1
Ŕ= ∑R
n t=1 t
Ŕt adalah rata-rata sampel return. Rata-rata return kemudian digunakan untuk
mengestimasi variansi tiap periode yaitu:

n
2 1
S= ∑¿¿
n−1 t=1

Akar dari variansi (standar deviansi) merupakan estimasi resiko dari harga saham
yaitu:

n
S=
√ 1
n−1 ∑
t=1
¿¿¿¿

8
2.4 Analisis Deret Waktu
Time series merupakan serangkaian observasi terhadap suatu variabel
yangdiambil secara beruntun berdasarkan interval waktu yang tetap (Wei,
2006).Rangkaian data pengamatan time series dinyatakan dengan variabel X t
dimana t adalah indeks waktu dari urutan pengamatan.

2.5 Stasioneritas
Stasioner berarti bahwa tidak terdapat perubahan drastis pada data.
Fluktuasi data berada di sekitar suatu nilai rata-rata yang konstan, tidak tergantung
pada waktu dan variansi dari fluktuasi tersebut.
Stasioneritas dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Stasioner dalam rata-rata
Stasioner dalam rata-rata adalah fluktuasi data berada di sekitar suatu nilai
rata-rata yang konstan, tidak bergantung pada waktu dan variansi
dari fluktuasi tersebut. Dari bentuk plot data seringkali dapat diketahui
bahwa data tersebut stasioner atau tidak stasioner
2. Stasioner dalam Variansi
Sebuah data time series dikatakan stasioner dalam variansi apabila struktur
dari waktu ke waktu mempunyai fluktuasi data yang tetap atau
konstan dan tidak berubah-ubah. Secara visual untuk melihat hal
tersebut dapat dibantu dengan menggunakan plot time series, yaitu
dengan melihat fluktuasi data dari waktu ke waktu (Wei, 2006).

2.5.1 Uji Augmented Dickey-Fuller (ADF)


Proses unit root merupakan proses analisis deret waktu yang
mengalami ketidakstasioneran. Indikasi terdapatnya unit root adalah
adanya random walk yang artinya data deret waktu tidak stasioner pada
ragam karena ragamnya merupakan fungsi dari waktu.
Misalkan persamaan regresi
p
x t=δ + ∑ ϕi x t −i + ε t
i=1

9
Salah satu uji unit root adalah Uji Augmented Dickey Fuller (ADF), Uji
ADF dilakukan dengan menghitung nilai τ (tau) statistic dengan rumus:
ρ^ k
τ=
SE( ^ρk )
Hipotesis dilakukan sebagai berikut:
H 0 :ϕ=0 (yang artinya x t tidak stasioner)
H 0 :ϕ ≠ 0 ( yang artinya x t stasioner)
Jika τ statistik < τ tabel maka H 0 tidak ditolak yang berarti data dikatakan
tidak stasioner (Gujarati dan Porter.2009)

2.6 Fungsi Autokerelasi dan Fungsi Autokorelasi Parsial


Dalam metode time series, alat utama untuk mengidentifikasi model
dari data yang akan diramalkan menggunakan fungsi
autokorelasi /Autocorrelation Function (ACF) dan fungsi autokorelasi parsial /
Partial Autocorrelation Function (PACF).

2.6.1 Fungsi Autokorelasi


Menurut Wei (2006) proses statsioner suatu data time series ( x t ¿

memilih E( x t ¿=μ dan variansi Var ( x t )=E ¿ yang konstan dank ovarian
Cov ( x t , x t+ k ) , yang fungsinya hanya pada perbedaan waktu ¿ t−¿. Maka dari

itu, hasil tersebut dapat ditulis sebagai kovariansi antara x t dan x t +k sebagai
berikut:

γ =Cov ( xt , x t +k )=E ( xt −μ ) (x t +k −μ)

Dan korelasi antara x t dan x t +k didefinisikan sebagai

Cov( xt , x t +k ) γk
ρk = =
√Var ( x ) Var ( x
t t+ k ) γ0

dimana notasi Var ( x t ) dan Var ( x t+ k )=γ 0 . Sebagai fungsi dari k,γ k disebut
fungsi autokovarian dan ρk disebut fungsi autokorelasi (ACF). Dalam analisi

10
time series, γ k dan ρk menggambarkan kovarian dan korelasi antara x t dan x t +k
dari proses yang sama, hanya dipisahkan oleh lag ke-k.

pada dasarnya fungsi autokorelasi tidak mungkin dihitung dari


populasi, sehingga fungsi autokorelasi dihitung sesuai dengan sampel
pengambilan data dan dirumuskan sebagai berikut:

n−k
( x ¿¿ t−x́¿)( x t +k − x́ )
ρk =∑ n
¿¿
t=1 (2.1)
∑ ¿¿¿¿
t=1

Dengan,
ρk : Koefisien autokorelasi pada lag k
x t : data pengamtan pada waktu ke-t
x́ : rata-rata data pengamatan
n
xt
Dengan x́=∑ adalah rata-rata sampel
t =1 n
Fungsi autokovariansi γ k dan fungsi autokorelasi ρk memiliki sifat-sifat
sebagai berikut:
1. γ 0=Var ( x t ) ; ρ0 =1
2. |γ k|≤ γ 0 ;∨ρk |≤ 1
3. γ k =γ −k dan ρk =ρ−k untuk semua k,γ k dan ρk adalah fungsi yang sama
dan simetrik lag k=0
Bukti:
1. Dengan menggunakan definisi korelasi antara x t dan x t +k akan

dibuktikan bahwa γ 0=Var ( x t ) ; ρ0 =1


Cov( xt , x t +k ) γk
ρk = =
√Var ( x ) Var ( x
t t+ k ) γ0

Diberikan k=0
Cov( x t , x t +0)
ρ0 =
√ Var ( x ) Var (x
t t+0 )

11
Cov( x t , x t )
ρ0 =
√ Var ( x ) Var ( x )
t t

Var (x t )
ρ0 = 2
√ Va r ( x ) t

Var ( x t )
ρ0 =
Var ( x t )
γ0
ρ0 =
γ0
ρ0 =1
2. Sifat kedua merupak akibat dari persamaan autokorelasi kurang dari
atau sama dengan 1 dalam nilai mutlak.
3. Sifat tersebut diperoleh dari perbedaan waktu antara x t dan x t +k .
γ k =Cov ( x t+ k , x t ) =Cov ( x t , x t +k ) =γ (−k )
Oleh sebab itu, fungsi autokorelasi sering hanya diplotkan untuk lag
nonnegatif, Plot tersebut kadang disebut kprrelogram.

Menurut Pankratz (1991), penduga koefisien r k adalah dugaan dari


koefisien autokorelasi secara teoritis yang bersangkutan ¿ ¿). Nilai r k tidak
sama persis dengan ρk yang berkorespondensi dikarenakan error sampling.
Distribusi dari kemungkinan nilai-nilai disebut dengan distribusi sampel.
Galat baku dari distribusi sampling adalah akar dari penduga variansinya.
Pengujian koefisien autokorelasi:
H 0 : ρ k =0 (Koefisien autokorelasi tidak berbeda secara signifikan)
H 0 : ρk ≠ 0 (Koefisien autokorelasi berbeda secara signifikan)
rk
Statistic uji t=
SE r k
t −k

∑ ( xt −x́ ) (x t +k−x́ ) k−1

rk = t =1
t−k

∑ ¿¿¿¿
t=1
dan
SE(r k )=
√ 1+ 2 ∑ r j2
j=1
t

1
√t

Dengan :

12
SE ( r k ) : standar error autokorelasi pada saat lag k
rk : autokorelasi pada saat lag k
k : time lag
t : jumlah observasi alam time series
Kriteria keputusan:
Tolak H 0 jika nilai |t hitung|>t α /2 , df dengan derajat bebas df =t−1 ,t merupakan
banyaknya data dan k adalah lag koefisien autokorelasi yang diuji.

2.6.2 Fungsi Autokorelasi Parsial


Autokorelasi parsial digunakan untuk mengukur tingkat keeratan
antara x t dan x t +k , apabila pengaruh dari time lag 1, 2, 3, … , dan seterusnya
sampai k −1 dianggap terpisah. Ada beberapa prosedur untuk menentukan
bentuk PACF. Salah satunya akan dijelaskan sebagai berikut. Fungsi
autokorelasi parsial dapat dinotasikan dengan:
corr ¿ , x t +k|x t +1 , … , x t +k−1 )
Misalkan x t adalah proses yang stasioner dengan E ¿ )=0, selanjutnya x t +k
dapat dinyatakan sebagai model linear:
x t +k =∅k 1 xt +k−1 + ∅k 2 xt +k−2 +…+ ∅ kk x t + ε t +k (2.2)
\dengan ∅ ki adalah regresi ke-i dan ε t+ k adalah nilai kesalahan yang tidak
berkolerasi dengan x t +k− j dengan j= 1,2, … , k.. Untuk mendapatkan nilai
PACF, langkah pertama yang dilakukan adalah mengalikan persamaan (2.2)
dengan x t +k− j pada kedua ruas sehingga diperoleh:
x t +k− j xt + k =∅ k 1 x t +k−1 x t +k− j+ ∅ k2 x t+ k−2 x t +k− j +…+ ∅ kk x t x t +k− j + ε t +k x t +k− j
Selanjutnya nilai harapannya diperoleh:
E ( x t +k− j x t+ k ) =E ¿)
¿ ∅ k 1 E (x t+ k−1 x t+ k− j )+ ∅ k 2 E(x ¿ ¿ t+ k−2 x t +k− j )+…+ E ∅kk ( xt x t +k− j )+ε t +k x t +k− j ¿
)
Dimisalkan nilai E ( x t +k− j x t+ k ) =γ j , j=0,1 ,… , k dan karena E ( ε t+ k x t +k− j ) =0 ,
maka diperoleh:
γ j =∅ k 1 γ j−1+ ∅ k2 γ j−2 +…+ ∅ kK γ j− K (2.3)

13
Persamaan (2.3) dibagi dengan γ 0
γj γ γ γ
=∅ k 1 j−1 + ∅ k2 j−2 +…+ ∅ kk j−k
γ0 γ0 γ0 γ0
Diperoleh
ρ j=∅ k 1 ρ j−1 +∅ k 2 ρ j−2 +…+ ∅kk ρ j−k , j=1,2,3, …, k untuk j=1,2,3,…k
Didapatkan sistem persam ansebagai berikut:
ρ1=∅ k1 ρ0 + ∅k 2 ρ1+ …+∅ kk ρk−1 ,
ρ2=∅ k 1 ρ1 +∅ k 2 ρ0+ …+∅ kk ρk−2 ,
.
.
.

ρk =∅ k 1 ρ k−1 + ∅k 2 ρ k−2 +…+ ∅kk ρ0 , (2.4)


Sistem persamaan (2.4) dapat diselesaikan dengan menggunakan aturan
Cramer. Persamaan (2.4) untuk j=1,2,3 , … , k digunakan untuk mencari nilai-
nilai fungsi autokorelasi parsial lagk yaitu ∅ k 1 , ∅ k2 , … , ∅ kk
a. Untuk lag pertama (k = 1) dan (j=1) diperoleh sistem persamaan sebagai
berikut:
ρ1=∅11 ρ 0 karena ρ0 = 1 sedingga ρ1=∅11 yang berarti bahwa fungsi
autokorelasi parsial pada lag pertama akan sama dengan fungsi
autokorelasi pada lag pertama.
b. Untuk lag kedua (k=2) dan (j=1,2) diperoleh sistem persamaan:
ρ1=∅11 ρ 0+ ∅ 22 ρ1
ρ2=∅ 11 ρ0+ ∅ 22 ρ0 (2.5)
Persamaan (2.4) jika ditulis dalam bentuk matriks akan menjadi
ρ0 ρ 1 ∅ 11 ρ
[ ][ ] [ ]
ρ1 ρ 0 ∅ 22
= 1
ρ2

1 ρ1 1 ρ1
[ ] [ ]
A=
ρ1 1
, A2=
ρ1 ρ2
, dan dengan menggunakan aturan Cramer

diperoleh:

14
1 ρ1

∅ 22=
det ( A 2)
=
| |
ρ1 ρ2
det ⁡( A ) 1 ρ1
| |
ρ1 1
c. Untuk lag ketika (k=3) dan (j=1,2,3) diperoleh sistem persamaan
ρ1=∅11 ρ 0+ ∅ 22 ρ1 +∅ 33 ρ2
ρ2=∅ 11 ρ1+ ∅22 ρ0 +∅ 33 ρ1
ρ0 =∅ 11 ρ2+ ∅ 22 ρ 1 +∅ 33 ρ2 (2.6)
Persamaan (2.6) jika ditulis dalam bentuk matriks akan menjadi
ρ0 ρ 1 ρ2 ∅11 ρ1

[ ][ ] [ ]
ρ1 ρ 0 ρ1 ∅22 = ρ2
ρ2 ρ 1 ρ0 ∅33 ρ3

1 ρ1 ρ2 1 ρ1 ρ1
A= ρ1
ρ2 [ ] [ 1 ρ1 , A 3= ρ1 1 ρ2 dan
ρ1 1 ρ 2 ρ1 ρ3 ] dengan menggunakan aturan

Cramer diperoleh
1 ρ1 ρ1

∅ 33=
det ( A 3 )
det ⁡( A )
[
=
ρ1 1 ρ2
ρ2 ρ1 ρ3
1 ρ1 ρ2
]
[ ρ1 1 ρ1
ρ2 ρ1 1 ]
d. Untuk lag ke j=1,2,3,…,k diperoleh sistem persamaan adalah
ρ1=∅11 ρ 0+ ∅ 22 ρ1 +…+ ∅kk ρk −1 ,
ρ2=∅ 11 ρ1+ ∅22 ρ0 +…+ ∅kk ρk −2 ,
.
.
.
ρk =∅ 11 ρ1+ ∅ 22 ρ2 +…+ ∅kk ρ0 , (2.7)
Persamaan (2.7) jika dinyatakan dalam bentuk matriks menjadi

15
1 ρ1 ρ2 … ρk−1 , ∅ 11 ρ1

[ ρ1
ρ2

1
ρ1

ρk−1 , ρk−2 ,
ρ1 … ρk−2 ,
1 … ρk−3 ,
⋮ ⋱ ⋮
ρ k−3 , ⋯ ρk

Dengan aturan Cramer diperoleh


][ ] [ ]
∅ 22 ρ2
∅33 = ρ3

∅ kk

ρk

1 ρ1 ρ2 … ρ1 ,
ρ1
Ak = ρ 2
⋮ [ 1
ρ1

ρ1 …
1 …
⋮ ⋱
ρk−1 , ρk−2 , ρk−3 , ⋯
]
ρ2 ,
ρ3 ,

Nilai autokorelasi parsial lag k hasilnya adalah


ρk

1 ρ1 ρ2 … ρ1 ,

∅ kk =
det( A k )
det ⁡( A)
=
[ ρ1
ρ2

1
ρ1

ρk−1 , ρk−2 ,

1 ρ1
ρ1 …
1 …
⋮ ⋱
ρk−3 , ⋯
ρ2 ,
ρ3 ,

ρ2 … ρ k−1 ,
ρk
]
[ ρ1
ρ2

1
ρ1

ρk −1 , ρk−2 ,

Dengan ∅ kk disebut PACF atara x t dan x t +k


ρ1 … ρ k−2 ,
1 … ρk −3 ,
⋮ ⋱ ⋮
ρk−3 , ⋯ ρk
]
Fungsi autokorelasi parsial (PACF) adalah himpunan dari
∅ kk { ∅kk ; k =1,2 ,.. }

∅ kk = 1 k =0
{
0k ≠0
Fungsi ∅ kk menjadi notasi standar untuk autokorelasi parsial antara
observasi x t dan x t +k dalam analisi time series. Fungsi ∅ kk akan bernilai
nol untuk k > p. Sifat ini dapat digunakan untuk identifikasi model AR
dan MA, yaitu pada model Autoregressive berlaku ACF akan menurun
secara bertahap menuju nol dan Moving Average berlaku ACF

16
menuju ke-0 setelah lag ke-q sedangkan nilai PACF model AR yaitu
∅ kk = 0, k > p dan model MA yaitu
∅ kk = 0, k > q
Hipotesis untuk menguji koefisien autokorelasi parsial adalah sebagai
berikut:
H 0 :∅ kk=0
H 1 : ∅ kk ≠ 0
Taraf signifikan : α =5 %
∅kk
Statistik uji t ∅ kk =
SE(∅ kk)
Dengan
1
SE ( ∅ kk ) =
T
Kriteria keputusan:

Tolak H 0 jika t hitung > t α , df , dengan nilai derajat bebas df =T-1, T


2

adalah banyaknya data dan k adalah lag autokorelasi parsial yang akan
diuji (Wei,2006).
2.7 Model Runtun Waktu
2.7.1 Model Autoregressive (AR)
Autoregressive adalah suatu bentuk regresi tetapi bukan yang
menghubungkan variabel tak bebas, melainkan menghubungkan nilai-nlai
sebelumnya pada time lag (selang waktu) yang bermacam-macam. Jadi
suatu model Autoregressive akan menyatakan suatu ramalan sebagai
fungsi nilainilai sebelumnya dari time series tertentu (Makridakis, 1995:
513).

Model Autoregressive (AR) dengan order p dinotasikan dengan AR (


p). bentuk umum model AR ( p) adalah:

X t = ϕ 1 X t −1 + ϕ 2 X t −2 + ⋯ + ϕ p X t − 𝑝+ ε t (2.8)

Dengan,

17
Xt : nilai variabel pada waktu ke-t
X t −1, X t −2,⋯ , X t –𝑝 : nilai masa lalu dari time series
ϕi :yang bersangkutan pada waktu t−1 , t−2, … , t− p
εt : koefisien korelasi, i: 1,2,3,…, p
𝑝 : orde AR
Persamaan (2.8) dapat ditulis menggunakan operator B ( backshift):
X t = ϕ 1 BXt −1 + ϕ 2 B2 X t−2 + ⋯ + ϕ p B p X t − 𝑝+ ε t
ϕ B X t =ε t

dimana ϕ B=1−ϕ1 B−¿ ϕ 2 B2−¿ ⋯ −ϕ p B p, disebut operator AR ( p ¿


Pada umumnya, order AR yang sering digunakan dalam analisis time
series adalah p = 1 atau p = 2, yaitu model AR (1) dan AR (2). Bentuk umum
model Autoregressive order 1 atau AR (1), yaitu:
X t = ϕ 1 BX t −1+ ε t (2.9)
Persamaan (2.9) dapat ditulis dengan operator backshift (B), menjadi:
1−ϕ1 B X t =ε t
Bentuk umum model Autoregressive orde 1 atau AR (2), yaitu:
X t = ϕ 1 X t −1 + ϕ 2 X t −2+ ε t (2.10)
Persamaan (2.10) dapat ditulis dengan operator backshift (B), menjadi:
1−ϕ1 B−ϕ2 B2 X t −¿ ε t

2.7.2 Model Moving Average (MA)


Menurut Wei (2006: 47), model Moving Average dengan order
dinotasikan MA(q) didefinisikan sebagai:
X t =ε t +θ1 ε t −1+θ 2 ε t−2 +…+θ q ε t−q ; ε t N (0 , σ 2t ) (2.11)
Dengan:
Xt : nilai variabel pada waktu ke-t
ε t , ε t−1 , ε t −2 , … , ε t −q: nilai-nilai dari error pada waktu t ,t−1 , t−2 ,… , t−qdan
ε t diasumsikan White Noise dan normal.
θi : koefisien regresi, i: 1,2,3,…,q
εt : niali error pada waktu ke-t

18
q : order MA
Persamaan (2.11) dapat ditulis menggunakan operator backshift (B),
menjadi:
X t =θ(B) ε t
Dengan θ B=1+θ1 B+ θ2 B2 +…+θ q Bq merupakan operator MA (q).
Secara umum, order MA yang sering digunakan dalam analisis time
series adalah q =1 atau q = 2, yaitu MA (1) dan MA (2).
Model Moving Average order 1 atau MA (1) secara matematis
didefinisikan menjadi:
X t =ε t +θ1 ε t −1 (2.12)
Persamaan (2.12) dapat ditulis dengan operator B (backshift), menjadi:
X t =(1+ θ1 B) ε t

Sedangkan model Moving Average order 2 atau MA (2) secara


matematis didefinisikan
X t =ε t +θ1 ε t −1+θ 2 ε t−2 (2.13)
Persamaan 2.13 dapat ditulis dengan operator B (backshift), menjadi:
X t =(1+ θ1 B+θ2 B 2) ε t

2.7.3 Model Autoregressive Moving Average (ARMA)


Model Aoturegressive Moving Average (ARMA) merupakan suatu
kombinasi dari model AR dan MA (Palit & Dobrivoje Popovic, 2005:
28). Bentuk umum model ARM ( p , q) , yaitu:
X t = ϕ 1 X t −1 + ϕ 2 X t −2 + ⋯ + ϕ p X t− p + ε t +θ1 ε t −1 +θ 2 ε t−2 +…+θq ε t−q
(2.14)
Persamaan (2.14) menjadi
X t −¿ ϕ 1 X t −1 −ϕ 2 X t −2−… .−ϕ p X t −p =ε t +θ1 ε t −1 +θ2 ε t −2+ …+θq ε t−q
ditulis menggunakan operator B (backshift), menjadi:
(1−ϕ1 B−ϕ 2 B2−…−ϕ Bq ) X t =(1+ θ1 B+θ2 B 2+ …+θq Bq )ε t
Sehingga diperoleh
ϕ B X t =θ( B) ε t

19
dengan
Xt : nilai variabel pada waktu ke-t
ϕi : yang bersangkutan pada waktu t−1 , t−2, … , t− p
𝑝 : orde AR
θi : koefisien regresi, i: 1,2,3,…,q
εt : koefisien korelasi, i: 1,2,3,…, p
ε t , ε t−1 , ε t −2 , … , ε t −q : error pada waktu t ,t−1 , t−2 ,… , t−q
dan ε t diasumsikan White Noise dan normal.

2.7.4. Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)


Secara umum model ARIMA ( p , d , q ) untuk suatu data time series
X t adalah sebagai berikut (Prankratz, 1983:99):
ϕ B¿ (2.15)
persamaan (2.15) dapat ditulis menggunakan operator B ( backshift ) ,
menjadi:
1−Bd 1−ϕ1 B−ϕ2 B 2−…−ϕ p B p X t
¿(1+θ 1 B+θ2 B 2+ …+θq B q)ε t
Sehingga diperoleh
1−Bd X t−ϕ1 X t−1−ϕ2 X t−2−…−ϕ p X t− p
¿ ε t +θ1 ε t −1 +θ2 ε t −2+ …+θq ε t−q
Dengan,
Xt : nilai variabel pada waktu ke-t
B : operator backshift
¿ : time series yang stasioner pada pembedaan ke-d
εt : nilai error pada waktu ke-t
p : order AR
d :order pembedaan
q :order MA

20
Apabila pembedaan pertama dilakukan terhadap model agar menjadi
stasioner, maka model menjadi ARIMA (1,1,1) didefinisikan sebagai
berikut:
1−B 1−ϕ 1 B X t =(1+θ1 B)ε t

2.8 Model ARCH dan GARCH


Model ARIMA dapat digunakan apabila data memenuhi asumsi
kestasioneran dalam nilai tengah dan ragam. Data yang tidak memenuhi asumsi
kestasioneran dalam nilai tengah dapat dimodelkan dengan model ARIMA
menggunakan proses pembedaan pada data atau differencing yang dapat
menyebabkan data menjadi stasioner dalam nilai tengah. Kelemahan
pemodelan ARIMA adalah terkadang tidak dapat mengakomodir adanya
heteroskedastisitas sisaan yang ditandai dengan adanya ketidakstasioneran
dalam ragam. Ketidakstasioneran ragam dapat menimbulkan adanya
pelanggaran asumsi homoskedastisitas pada sisaan.
Pelanggaran asumsi heteroskedastisitas ragam sisaan pada model ARIMA
menyebabkan estimasi parameter menjadi tidak efisien. Hal ini dikarenakan
adanya estimasi parameter lain yang memiliki nilai simpangan baku lebih kecil.
Oleh karena itu adanya heteroskedastisitas pada sisaan perlu diatasi agar
pemodelan yang dihasilkan memiliki estimasi parameter yang efisien.
Pemodelan yang lebih kompleks dari model ARIMA diperlukan untuk
mengatasi permasalahan heteroskedastisitas pada sisaan. Pada tahun 1982,
Robert Engle mengaplikasikan metode pemodelan ragam sisaan
ARCH/GARCH. Metode tersebut digunakan untuk mengatasi masalah
heteroskedastisitas sisaan yang terdapat pada pemodelan data deret waktu
dengan ARIMA. Menurut Harris dan Sollis (2003), model ragam sisaan
ARCH/GARCH dapat mengatasi permasalahan seperti korelasi serial,
ketidakstasioneran pada ragam, dan heteroskedastisitas pada sisaan. Model
ARCH/GARCH diharapkan mampu mengatasi masalah heteroskedastisitas
sisaan dan ketidakstasioneran ragam yang terdapat pada data sehingga hasil
peramalan yang diperoleh akan lebih baik dan mendekati data aktual.

21
2.8.1 Model ARCH
Model yang dapat digunakan untuk mengatasi variansi error yang
tidak konstan dalam data time series financial adalah model ARCH(p)
yang diperkenalkan pertama kali oleh Engle pada tahun 1982. Pada model
ARCH(p) variansi error (σ 2t ) sangat dipengaruhi oleh error di periode

sebelumnya ( ε 2t−1) (wei,2006:368).


Model ARCH(p) ini, merupakan model variansi dan model
yang digunakan untuk peramalan model dengan mean terbaik yang
diestimasi secara bersama-sama dengan model variansi untuk
memperoleh estimasi parameternya. Model mean yang digunakan dapat
berupa model-model ARIMA (Hamilton, 1994:656).
Menurut Tsay (2005:116), agar lebih spesifik, suatu model ARCH
orde diasumsikan bahwa:
ε t=σ t x t

σ 2t =á0 +α 1 ε 2t−1 +…+ α p ε 2t − p (2.16)

Dengan x t i. i. d N ( μ , σ 2 ) , α 0> 0 , dan α i ≥ 0 untuk i>0. pada kenyataannya


x t sering diasumsikan mengikuti distribusi normal baku, maka model

ARCH(p) dapat dicirikan dengan ε t= σ́ 2t x t dengan σ 2t untuk menotasikan


variansi bersyarat dalam persamaan (2.1). Model variansi yang memenuhi
persamaan ARCH(p) adalah model variansi yang menghubungkan antara
variansi error pada waktu ke-t dengan kuadrat error pada waktu
sebelumnya.
Model ARCH(p) memiliki beberapa kelemahan, diantaranya:
a. Model mengasumsikan bahwa error positif dan error negative
memiliki pengaruh sama terhadap volatilitas. Padahal dalam
kenyataannya sebuah data member respon berbeda terhadap error
positif dan error negatif.
b. Model ARCH(p) hanya menyediakan cara mekanis untuk menjelaskan
perilaku variansi bersyarat.

22
c. Model ARCH(p) merespon secara lambat perubahan yang besar
terhadap return.

2.8.2 Model GARCH


Model GARCH(p,q) dikembangkan oleh Bollerslev (1986)
merupakan pengembangan dari model ARCH(p). Model ini dibangun
untuk menghindari orde yang terlalu tinggi pada model ARCH(p) dengan
berdasar pada prinsip parsimoni atau memilih model yang lebih
sederhana, sehingga akan menjamin variansinya selalu positif (Enders,
1995:147). Menurut Tsay (2005:132) ε t=x t −μt , ε t dikatakan mengikuti
model GARCH(p,q) jika:
σ 2t =α 0+ α 1 ε 2t −1 + …+ α p ε 2t− p + β 1 σ 2t−1 +…+ β q σ 2t −q (2.17)
p q
2
¿ α 0+ ∑ α i ε t−i +∑ β j σ 2t − j
i=1 j=1

Dengan,
σ 2t : variansi dari residual pada waktu ke-t
α 0 : komponen konstanta
α i : parameter ke-i dari ARCH

ε 2t−i: kuadrat dari error pada waktu ke-(t-i)


β j : parameter ke-j dari GARCH

σ 2t− j :variansi dari residual pada waktu ke (t-j)


Untuk,
α 0 >0 , α i ≥ 0 ,i=1,2 , … , p , β j ≥ 0 , j=1,2 , … , q :0< α i + β j <1
Persamaan variansi yang memenuhi persamaan GARCH(p,q)
menghubungkan variansi residual pada waktu ke-t dengan variansi
residual pada waktu sebelumnya.
Model GARCH(p,q) yang paling sederhana tetapi paling sering
digunakan adalah Model GARCH(1, 1). Model GARCH(1, 1) secara
umum dinyatakan sebagai berikut:
σ 2t =α 0+ α 1 ε 2t −i + β 1 σ 2t −i (2.18)

23
α 0 >0 , α i ≥ 0 , dan α^ 1 ≥ 0
Dengan,
σ 2t :variansi dari error pada waktu ke-t
α 0 : Komponen konstanta
α 1 : parameter koefisien pertama dari ARCH

ε 2t−i : kuadrat dari error pada waktu ke-(t-i)


β 1 : parameter koefisien dari GARCH

Berdasarkan Pratama (2011:48), ekspektasi tidak bersyarat dari σ 2t

adalah terdefinisi (ada nilainya) dan urutan tidak terbatas dari σ 2t di atas
konvergen ke α 0 /(1−α i− βi ) dengan syarat α 1+ α^ 1 <1. Untuk menjamin
bahwa time series stasioner dalam variansi maka perlu diberikan batasan
pada parameter-parameter dari model GARCH(p,q), sedemikian sehingga
harus dipenuhi syarat α 0 >0 , α 1 ≥ 0 ,dan α 1+ β1 <1.

2.9 Pemodelan IGARCH


Model IGARCH digunakan apabila terdapat unit root pada model
GARCH yaitu dipenuhi kondisi:

p q

∑ αi +∑ β j =1 (2.19)
i=1 j=1

Menurut Francq dan Zakoian (2010) bentuk umum model IGARCH(p,q) sebagai
berikut:

p q
2 2
σ =∑ α i a
t t−i +∑ β j σ 2t − j (2.20)
i=1 j=1

Pada saat varians bersyarat tidak didapatkan, dimana peramalan volatilitas tidak
memenuhi kondisi mean reverting yaitu konvergensi peramalan tidak dipenuhi,
maka model IGARCH relevan untuk digunakan. Karena fonemena α + β=1 , maka
β dapat diganti dengan parameter λ yang nilainya berada pada interval [0,1].
Parameter λ memberi arti sebagai skala bobot dari suatu data terhadap data
sebelumnya yang disebut faktor peluruh. Besarnya λ cukup akurat memodelkan

24
volatilitas meskipun nilainya berbanding terbalik dengan besar pengaruhnya
terhadap volatilitas. Jelas bahwa λ merupakan suatu ukuran akurasi terhadap
pemodelan volatilitas dimana volatilitas yang tinggi pada periode saat ini
menunjukkan tetap tingginya volatilitas tersebut pada periode selanjutnya.
Pembahasan selanjutnya menerangkan bahwa karena β telah diganti
dengan suatu parameter λ, cukup jelas bahwa α = 1 – λ. Parameter ini
memberi arti sebagai ukuran intensitas reaksi terhadap suatu volatilitas yang
dipengaruhi oleh kondisi ekonomi. Semakin besar nilai λ menunjukkan bahwa
senakin kecil reaksi volatilitas terhadap informasi pasar periode sebelumnya.

2.10 Uji Lagrange-Multiplier


Uji Lagrange-Multiplier (LM) yang dikenalkan oleh Engle digunakan
untuk mengecek ada tidaknya efek ARCH.

Hipotesis:

H 0 :α 1=…=α m =0 (tidak ada efek ARCH/GARCH dalam residual sampai lag ke-
m).

H 1 :∋ α i ≠ 0 , i=1,2, … , m (ada efek ARCH/GARCH dalam residual sampai lag ke-


m)

Statistik uji:

LM =N R2

Dengan N adalah banyaknya pengamatan, R2 adalah nilai koefisien determinasi, m


adalah banyaknya lag yang diuji, dan a 2t adalah kuadrat residual dari residual pada
waktu ke-t.

kriteria uji:
2
Tolak H 0 jika nilai probabilitas LM>x(m ) atau p-value<a

2.11 Kriteria Pemilihan Model Terbaik


Nilai AIC (Akaije’s Information Criterion) dapat digunakan untuk
menentukan pemilihan model terbaik. Model yang terbaik adalah model yang
memiliki nilai AIC yang minimal. Rumus untuk memperoleh nilai AIC ditulis
sebagai berikut [6]:

25
AIC=n log ( SSRn )+2 k
n
2
Dengan n adalah ukuran sampel, SSR¿ ∑ ^ε i , dan k adalah jumlah parameter pada
i=1

model.

2.12 Pengujian Diagnostik Model


Pengujian diagnostik model terdiri dari dua pemeriksaan asumsi yaitu
uji asumsi residual white noise dan uji asumsi residul berdistribusi normal.

2.12.1 Uji residual white noise


Residual dari suatu model dikatakan telah white noise apabila
antar residual saling independen. Pengujiannya adalah sebagai berikut
(Wei, 2006).

Hipotesis:
H 0 : ρ1=ρ2=…=ρ k =0
H 1 : minimal ada satu ρk ≠ 0 ( k=1,2 , … , k )

ρ^ 2at ,at + j
k
Statistic uji Ljung-Box :Q=n(n+2) ∑
j=1 (n− j)

Dengan,
n : ukuran sampel
k : banyaknya lag yang diuji
^ρ2at ,at + j : autokorelasi residual pada lag ke-j
p :orde model AR
q : orde model MA
Kriteria uji:
2
Tolak H 0 jika paling sedikit ada satu Q> x (a ; k−( p+q )) atau p−value<α yang
memiliki arti bahwa residual tidak white noise.

2.12.2 Uji Distribusi Normal


Untuk melakukan pengujian apakah residual model berdistribusi
normal atau tidak dapat menggunakan uji kenormalan Kolmogorov-
Smirnov sebagai berikut.

26
Hipotesis:
H 0 :Residual berdistribusi normal
H 1 :Residual tidak berdistribusi normal
Statistik uji:
Dhit = ¿ |f n ( x )−f 0 ( x )|
x
Dimana:
f n( x ) : fungsi distribusi frekuensi kumulatif yang dihitung dari data
sampel
f 0( x ) :fungsi distribusi frekuensi kumulatif distribusi normal
¿ :nilai maksimum semua x dari |f n ( x ) −f 0 ( x )|
Kriteria uji:
Tolak H 0 jika D hit > D (1−α ,n ) atau pvalue < α

2.13 Metode Peaks Over Throshold (POT)


ExtremeValue Theory (EVT) secara luas digunakan dalam upaya menaksir
terjadinya nilai ekstrem dalam reliabilitas, asuransi, hidrologi, klimatologi dan
ilmu lingkungan. Dalam kaitannya dengan manajemen risiko, EVT dapat
meramalkan terjadinya kejadian ekstrem pada data berekor gemuk yang tidak
dapat dilakukan dengan pendekatan tradisional lainnya.
Metode POT merupakan suatu metode EVT yang mengidentifiksikan nilai
ekstrem dengan menggunakan patokan atau threshold (u). Data yang melebihi
nilai threshold akan didentifikasikan sebagai nilai ekstrem. Metode ini
mengaplikasikan teorema Picklands-Dalkema-De Hann yang menyatakan bahwa
semakin tinggi threshold, maka distribusinya akan mengikuti Generalized
Distribution Pareto (GPD). Cumulative density function(cdf) dari GPD adalah
sebagai berikut [8].

G ξ , β (x )=¿

Dan probability density function (pdf) untuk GPD adalah :

27
gξ , β ( x )=¿

Dengan :
β >0 dan x ≥ 0 jika ξ ≥0
β
0 ≤ x ≤− jika ε < 0
ξ
ξ=¿ parameter bentuk dari distribusi (shape)
β= parameter skala (scale)
Berdasarkan niali parameter bayangan (shape), maka distribusi GPD dapat
dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu distribusi eksponensial ( jika nilai ξ ≠0);
distribusi pareto ( jika nilai ξ >0 ¿ ; dan distribusi pareto tipe II ( jika niali ξ <0 ¿ .
Dari ketiga tipe distribusi tersebut, distribusi pareto memiliki ekor yang paling
berat (heavy tailed).

2.14 Penentuan Nilai Threshold dan Nilai Ekstrim


Gilli dan Kellezi (2003) menyebutkan metode POT lebih efisien
penentuan nilai-nilai ekstrim dengan mengambil seluruh nilai yang melebihi
ambang batas u sebagai nilai maksimum. Nilai ambang batas u harus
ditentukan secara cermat. Dampak yang ditimbulkan jika terjadi
ketidakakuratan nilai ambang batas dapat menyebabkan ragam yang besar
dan penduga yang bias. Jika ambang batas u terlalu tinggi akibatnya adalah
kurangnya data untuk menduga model, sehingga menghasilkan ragam yang
besar. Sebaliknya, jika ambang batas u terlalu rendah maka data ekstrim
yang diperoleh akan menghasilkan penduga yang bias ( Mallor dkk., 2009).
Metode yang lebih mudah untuk digunakan adalah metode kuantil
10%.Meskipun metode kuantil ini lebih mudah dan praktis, namun penentuan
ambang batas yang dihasilkan cukup akurat. Tahapan dalam menentukan
kuantil 10% menurut Chavez dan Embrechts (2002) dalam Sari dan Sutikno
(2013) adalah sebagai berikut:
1. Mengurutkan seluruh data pengamatan dari nilai terbesar ke nilai terkecil.

28
2. Menghitung banyak data yang melebihi ambang batas u dengan rumus
n=10 % × N dengan N adalah total data pengamatan. Data yang berada pada
urutan 1 sampai n merupakan data ekstrim.
3. Menentukan nilai ambang batas u dengan rumus u=n+1 . Sehingga data
yang berada pada urutan ke-(n+1) merupakan nilai ambang batas u .

2.15 Identifikasi Efek Generalized Distribution Pareto (GPD)


Pengujian adanya efek GPD pada data dapat dilakukan dengan melihat
QQ-plot dan Mean Excess Function(MEF) . QQ-plot (quantil-quantil plot)
merupakan alat yang digunakan untuk melihat apakah sampel berasal dari
distribusi tertentu secara visual. Dalam EVT, QQ-plot biasanya diplot terhadap
distribusi eksponensial (yaitu, distribusi dengan ekor menengah) untuk mengukur
ekor gemuk dari suatu distribusi. Jika data berasal dari distribusi eksponensial,
maka titik-titik pada grafik akan terletak di sepanjang garis lurus. Apabila plot
memiliki bentuk kurva cekung (konkaf) mengindikasikan adanya ekor gemuk,
sedangkan QQ-plot yang berupa kurva cembung (konveks) merupakan indikasi
data ekor kurus (short-tailed) [9].
MEF (Mean Excess Function) diplot dengan nilai patokan atau
threshold(u) sebagai sumbu horisontal. Apabila MEF secara empiris memiliki
kemiringan positif, maka terdapat indikasi bahwa data mengikuti distribusi GPD
dengan parameter bentuk (ε) positif. Sedangkan data yang mengikuti distribusi
eksponensial akan menunjukkan MEF horisontal dengan kemiringan negatif.
Pemilihan threshold pada penelitian ini adalah sebesar 10%, yang didasarkan pada
pernyataan Chaves-Demoulin yang menyarankan untuk memilih threshold
sedemikian sehingga data yang berada di atas threshold tersebut kurang lebih
sekitar 10% dari keseluruhan data [10]. Perhitungan untuk MEF dapat dilakukan
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut [9].
n

∑ (x i−u)
e n (u )= i=1
n

∑ ( x i >u)
i=1

29
2.16 Estimasi Parameter Generalized Distribution Pareto (GPD)
Parameter GPD dapat ditaksir dengan menggunakan maximum likelihood,
dengan threshold(u) yang telah ditetapkan. Log-likelihood berdasarkan
persamaan (9) (persmaan di pot) pada N upper ( N u ¿ dapat dihitung dengan
persamaan berikut ini [5].

N
max −N ln β− 1+ 1
ξ,β { ξ ( ) ∑ ln [1+ ξβ ( x −u )]}
i=1
ki

Dengan N=N (u) menunjukkan banyaknya observasi melebihi threshold(u) dan


x k 1 , x k 2 , … , x kN adalah nilai yang melebihi threshold.

2.17 Value at Risk

BAB III

METODE PENELITIAN

2.5 Sumber Data


Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder berupa
data saham Kimia Farma Pusat pada saat harga penutupan (closing price)
saham harian pada bulan Oktober 2014 sampai bulan September 2019. Data
penutupan harga saham tersebut dapat diakses pada situs
www.yahoo.finance.com.

3.2 Variabel Penelitian


Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai return dari
harga penutupan saham Kimia Farma Pusat.

30
3.3 Tahapan Analisis
Tahapan analisis untuk mencapai tujuan penelitian ini sebagai berikut:

1. Menyiapkan data yang akan digunakan dalam penelitian.


2. Menghitung nilai return saham.
3. Mendeskripsikan data nilai return saham Kimia Farma bulan Oktober
2014 -September 2019.
4. Mengidentifikasi data nilai return saham untuk mengetahui adanya
data berekor dan nilai ekstrim menggunakan histogram.
5. Identifikasi model ARIMA berdasarkan plot time series dan plot data
untuk mengetahui apakah data sudah stasioner atau belum. Jika data
belum stasioner maka dilakukan differensi, tetapi jika data sudah
stasioner maka ditentukan model sementara dari plot Autocorelation
Function (ACF) dan Partial Autocorelation Function (PACF).
6. Melakukan estimasi parameter model ARIMA.
7. Melakukan verifikasi model yang meliputi diagnostik check,
underfitting dan overfitting pada model. Diagnostik check meliputi uji
independensi residual dan uji normalitas model.
8. Melakukan uji Lagrange Multiplier untuk mengetahui apakah ada efek
ARCH dalam model.
9. Melakukan identifikasi model ARCH dan GARCH.
10. Melakukan permodelan IGARCH apabila jumlah koefisien α+β=1.
11. Melakukan estimasi parameter model IGARCH.
12. Melakukan uji Lagrange Multiplier untuk melihat apakah masih ada
efek ARCH dalam model, jika masih terdapat efek ARCH maka
dilakukan identifikasi model ARCH/GARCH kembali.
13. Melakukan uji normalitas.
14. Melakukan verifikasi model IGARCH untuk pemilihan model terbaik.
15. Menentukan threshold dan nilai ekstrim.
16. Melakukan uji kesesuaian distribusi pada nilai ekstrim.

31
17. Menghitung nilai estimasi parameter nilai ekstrim dengan
menggunakan Distribusi Pareto Terampat (GPD) menggunakan metode
Maximum Likelihood Estimation (MLE).
18. Menghitung besar risiko saham dengan menggunakan Value at Risk
(VaR).

32

Anda mungkin juga menyukai