Proposal 1
Proposal 1
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
kurtosis), artinya return keuangan sering menampilkan ekor lebih besar dari
distribusi normal standar. Ketiga adalah efek leverage, adalah suatu keadaan
dimana kondisis bad news dan good news memberi pengaruh yang tidak simetris
dalam volatilitas (Dwipa.2016).
Model generalized autoregresive conditional heteroskedasticity (GARCH)
menangkap tiga karakteristik utama pada return keuangan. Perkembangan tipe
model GARCH dimulai (Engle: 1982) yang memperkenalkan ARCH untuk model
heteroskedastisitas dengan melihat hubungan variansi bersyarat dari kombinasi
linear kuadrat di masa lalu. Selanjutnya Bollersev (1986) memperkenalkan model
Generalized Autoregresive Conditional Heteroskedasticity (GARCH) sebagai
pengembangan model ARCH.Model GARCH merupakan model yang lebih
sederhana dengan banyaknya parameter yang lebih sedikit dibandingkan model
ARCH berderajat tinggi. ARCH dan GARCH merupakan model runtun waktu
yang dapat menjelaskan heteroskedastisitas pada data. Akan tetapi, model
ARCH/GARCH tidak selalu dapat menangkap secara penuh adanya unit root
dengan frekuensi tinggi, sehingga sangat sulit untuk memberikan keputusan
kapan suatu pelaku saham akan memposisikan dirinya sebagai pembeli atau
penjual.Selain itu model ARCH dan GARCH tidak mempertimbangkan leverage
effect secara mendalam. Definisi leverage effect yaitu suatu keadaan bad news
dan good news yang memberikan pengaruh asimetris terhadap volatilitas. Data
dikatakan bad news ketika volatilitas mengalami penurunan sedangkan keadaan
dikatakan good news ketika volatilitas mengalami kenaikan secara berkala.
Francq dan Jakoian (1993) menemukan model Integrated Generalized
Autoregresive Conditional Heteroskedascticity (IGARCH) yang dapat menutupi
kelemahan model GARCH.
Pada data deret waktu keuangan diduga memiliki ekor distribusi
yang gemuk (heavy tail) yaitu ekor distribusi turun secara lambat bila
dibandingkan dengan distribusi normal (Hastaryta dan Effendie, 2006). Hal ini
dapat menyebabkan peluang terjadinya nilai ekstrim yang dapat menyebabkan
risiko keuangan menjadi cukup besar (Zuhara et al., 2012). Oleh karena itu,
Extreme Value Theory (EVT) merupakan salah satu metode yang dapat dicoba
3
untuk mengukur VaR karena metode ini mengkhususkan diri untuk data
runtun waktu finansial yang memiliki ekor distribusi gemuk (heavy tail).
Pendekatan yang digunakan metode EVT ini adalah Peaks-Over-Threshold (POT)
dan Block-Maxima (BM). Pada metode Block-Maxima merupakan metode
klasik dalam EVT yang mengidentifikasikan nilai ektsrim berdasarkan nilai
maksimum dari data observasi yang dikelompokkan berdasarkan periode
tertentu. Metode ini akan mengikuti distribusi Generalized Extreme Value
(GEV)(Gilli, M. et al 2006). Pada metode Peaks Over Threshold (POT)
mengidentifikasi nilai ekstrim dengan cara menentukan nilai ambang
(threshold). Pemilihan threshold dilakukan sedemikian sehingga data yang
berada di atas threshold tersebut 10% dari keseluruhan data yang telah
diurutkan dari terbesar hingga terkecil (Tsay, 2005).Data yang melebihi nilai
ambang tersebut merupakan nilai ekstrim.
Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya Febriana (2014) memodelkan
Value At Risk Menggunakan Model Integrated Generalized Autoregressive
Conditional Heteroscedasticity (IGARCH), Zuhara et al (2012) membahas
Penggunaan Metode VaR (Value at Risk) dalam Analisis Risiko Investasi Saham
dengan menggunakan Pendekatan Generalized Pareto Distribution (GPD).
Zumrohtuliyosi et al (2015) meenentukan value at risk yang diterapkan pada
saham kimia farma pusat melalui pendekatan distribusi pareto terampat.
Inrookuttafkiroh (2017) Menggunakan Risiko Investasi Saham Syariah
Menggunakan Metode Value at Risk-Generalized Autoregressive Conditional
Heterokedastic (VaR-GARCH) dengan Pendekatan Generalized Pareto
Distribution (GPD), dan pada penelitian tersebut mnyarankan untuk menggunakan
beberapa model lain. Oleh karena itu pada penelitian ini, akan melibatakan model
Integrated Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (IGARCH)
dengan Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan
Peaks-Over Threshold (POT) maka distribusi yang dihasilkan adalah
Distribusi Pareto Terampat (Generalized Pareto Distribution) disingkat GPD
(Tsay, 2005). Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui besar risiko
penanaman pada saham Kimia Farma Pusat periode Oktober 2014 – September
4
2019. Pemilihan saham Kimia Farma pada penelitian ini dikarenakan saham
Kimia Farma memiliki nilai ekstrim (heavy tail) data tersebut diambil dari
www.yahoofinance.com. Berdasarkan uraian tersebut, maka pada tugas akhir
ini peneliti mengambil judul “Analisis Nilai Risiko (Value at-Risk) Pada Saham
Kimia Farma Menggunakan Metode Integrated Generalized Autoregressive
Conditional Heterokedastic (IGARCH) Dengan Pendekatan Generalized Pareto
Distribution (GPD)”
5
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahn dan pertanyaan yang diajukan, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui langkah-langkah analisis risiko investasi menggunakan
metode Integrated Generalized Autoregressive Conditional Heterokedastic
(IGARCH) dengan pendekatan Generalized Pareto Distribution (GPD).
2. Untuk mengetahui model terbaik Integrated Generalized Autoregressive
Conditional Heterokedastic (IGARCH) Dengan Pendekatan Generalized
Pareto Distribution (GPD) untuk mengukur besar isiko investasi pada
penanaman saham Kimia Farma Pusat periode Oktober 2014 – September
2019.
3. Untuk mengetahui besar risiko return investasi pada saham kimia farma
pusat periode Oktober 2014 – September 2019.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Return
Return dari suatu aset adalah tingkat pengembalian atau hasil yang
diperoleh akibat melakukan investasi (Halim,2003). Return mudah dipakai
dibandingkan nilai sebenarnya karena bentuknya memiliki sifat statistik yang baik
(Tsay, 2002). Ln return digunakan untuk membuat data lebih stasioner
didalam rata-rata. Perubahan harga relatif didefinisikan sebagai berikut:
Pt
Rt =
P t−1
Dimana:
Rt : Perubahan harga relative
Pt : Harga saham pada waktu ke-t
Pt −1 : Harga saham pada waktu ke –(t-1)
Logaritma natural dirumuskan
7
pt
Rt =ln ( )
pt −1
2.3 Risiko
Resiko merupakan besarnya penyimpangan antara return yang diharapkan
dengan return yang dicapai (actual return). Semakin besar penyimpangan berarti
semakin besar resikonya (Halim,2003). Apabila resiko dinyatakan sebagai
seberapa jauh hasil yang diperoleh bisa menyimpang dari hasil yang
diharapkan, maka digunakan ukuran penyebaran. Alat statistik yang
digunakan sebagai ukuran penyebaran tersebut adalah variansi atau standar
deviasi. Semakin besar nilainya, berarti semakin besar penyimpangannya atau
resikonya semakin besar. Van Horne dan Wachowics Jr pada tahun 1992
mendefinsikan resiko sebagai variabilitas (keragaman) return terhadap return
yang diharapkan (Jogiyanto, 2003).
Jika terdapat n (jumlah observasi) return , maka ekspektasi return dapat
diestimasi yaitu:
n
1
Ŕ= ∑R
n t=1 t
Ŕt adalah rata-rata sampel return. Rata-rata return kemudian digunakan untuk
mengestimasi variansi tiap periode yaitu:
n
2 1
S= ∑¿¿
n−1 t=1
Akar dari variansi (standar deviansi) merupakan estimasi resiko dari harga saham
yaitu:
n
S=
√ 1
n−1 ∑
t=1
¿¿¿¿
8
2.4 Analisis Deret Waktu
Time series merupakan serangkaian observasi terhadap suatu variabel
yangdiambil secara beruntun berdasarkan interval waktu yang tetap (Wei,
2006).Rangkaian data pengamatan time series dinyatakan dengan variabel X t
dimana t adalah indeks waktu dari urutan pengamatan.
2.5 Stasioneritas
Stasioner berarti bahwa tidak terdapat perubahan drastis pada data.
Fluktuasi data berada di sekitar suatu nilai rata-rata yang konstan, tidak tergantung
pada waktu dan variansi dari fluktuasi tersebut.
Stasioneritas dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Stasioner dalam rata-rata
Stasioner dalam rata-rata adalah fluktuasi data berada di sekitar suatu nilai
rata-rata yang konstan, tidak bergantung pada waktu dan variansi
dari fluktuasi tersebut. Dari bentuk plot data seringkali dapat diketahui
bahwa data tersebut stasioner atau tidak stasioner
2. Stasioner dalam Variansi
Sebuah data time series dikatakan stasioner dalam variansi apabila struktur
dari waktu ke waktu mempunyai fluktuasi data yang tetap atau
konstan dan tidak berubah-ubah. Secara visual untuk melihat hal
tersebut dapat dibantu dengan menggunakan plot time series, yaitu
dengan melihat fluktuasi data dari waktu ke waktu (Wei, 2006).
9
Salah satu uji unit root adalah Uji Augmented Dickey Fuller (ADF), Uji
ADF dilakukan dengan menghitung nilai τ (tau) statistic dengan rumus:
ρ^ k
τ=
SE( ^ρk )
Hipotesis dilakukan sebagai berikut:
H 0 :ϕ=0 (yang artinya x t tidak stasioner)
H 0 :ϕ ≠ 0 ( yang artinya x t stasioner)
Jika τ statistik < τ tabel maka H 0 tidak ditolak yang berarti data dikatakan
tidak stasioner (Gujarati dan Porter.2009)
memilih E( x t ¿=μ dan variansi Var ( x t )=E ¿ yang konstan dank ovarian
Cov ( x t , x t+ k ) , yang fungsinya hanya pada perbedaan waktu ¿ t−¿. Maka dari
itu, hasil tersebut dapat ditulis sebagai kovariansi antara x t dan x t +k sebagai
berikut:
Cov( xt , x t +k ) γk
ρk = =
√Var ( x ) Var ( x
t t+ k ) γ0
dimana notasi Var ( x t ) dan Var ( x t+ k )=γ 0 . Sebagai fungsi dari k,γ k disebut
fungsi autokovarian dan ρk disebut fungsi autokorelasi (ACF). Dalam analisi
10
time series, γ k dan ρk menggambarkan kovarian dan korelasi antara x t dan x t +k
dari proses yang sama, hanya dipisahkan oleh lag ke-k.
n−k
( x ¿¿ t−x́¿)( x t +k − x́ )
ρk =∑ n
¿¿
t=1 (2.1)
∑ ¿¿¿¿
t=1
Dengan,
ρk : Koefisien autokorelasi pada lag k
x t : data pengamtan pada waktu ke-t
x́ : rata-rata data pengamatan
n
xt
Dengan x́=∑ adalah rata-rata sampel
t =1 n
Fungsi autokovariansi γ k dan fungsi autokorelasi ρk memiliki sifat-sifat
sebagai berikut:
1. γ 0=Var ( x t ) ; ρ0 =1
2. |γ k|≤ γ 0 ;∨ρk |≤ 1
3. γ k =γ −k dan ρk =ρ−k untuk semua k,γ k dan ρk adalah fungsi yang sama
dan simetrik lag k=0
Bukti:
1. Dengan menggunakan definisi korelasi antara x t dan x t +k akan
Diberikan k=0
Cov( x t , x t +0)
ρ0 =
√ Var ( x ) Var (x
t t+0 )
11
Cov( x t , x t )
ρ0 =
√ Var ( x ) Var ( x )
t t
Var (x t )
ρ0 = 2
√ Va r ( x ) t
Var ( x t )
ρ0 =
Var ( x t )
γ0
ρ0 =
γ0
ρ0 =1
2. Sifat kedua merupak akibat dari persamaan autokorelasi kurang dari
atau sama dengan 1 dalam nilai mutlak.
3. Sifat tersebut diperoleh dari perbedaan waktu antara x t dan x t +k .
γ k =Cov ( x t+ k , x t ) =Cov ( x t , x t +k ) =γ (−k )
Oleh sebab itu, fungsi autokorelasi sering hanya diplotkan untuk lag
nonnegatif, Plot tersebut kadang disebut kprrelogram.
rk = t =1
t−k
∑ ¿¿¿¿
t=1
dan
SE(r k )=
√ 1+ 2 ∑ r j2
j=1
t
≈
1
√t
Dengan :
12
SE ( r k ) : standar error autokorelasi pada saat lag k
rk : autokorelasi pada saat lag k
k : time lag
t : jumlah observasi alam time series
Kriteria keputusan:
Tolak H 0 jika nilai |t hitung|>t α /2 , df dengan derajat bebas df =t−1 ,t merupakan
banyaknya data dan k adalah lag koefisien autokorelasi yang diuji.
13
Persamaan (2.3) dibagi dengan γ 0
γj γ γ γ
=∅ k 1 j−1 + ∅ k2 j−2 +…+ ∅ kk j−k
γ0 γ0 γ0 γ0
Diperoleh
ρ j=∅ k 1 ρ j−1 +∅ k 2 ρ j−2 +…+ ∅kk ρ j−k , j=1,2,3, …, k untuk j=1,2,3,…k
Didapatkan sistem persam ansebagai berikut:
ρ1=∅ k1 ρ0 + ∅k 2 ρ1+ …+∅ kk ρk−1 ,
ρ2=∅ k 1 ρ1 +∅ k 2 ρ0+ …+∅ kk ρk−2 ,
.
.
.
1 ρ1 1 ρ1
[ ] [ ]
A=
ρ1 1
, A2=
ρ1 ρ2
, dan dengan menggunakan aturan Cramer
diperoleh:
14
1 ρ1
∅ 22=
det ( A 2)
=
| |
ρ1 ρ2
det ( A ) 1 ρ1
| |
ρ1 1
c. Untuk lag ketika (k=3) dan (j=1,2,3) diperoleh sistem persamaan
ρ1=∅11 ρ 0+ ∅ 22 ρ1 +∅ 33 ρ2
ρ2=∅ 11 ρ1+ ∅22 ρ0 +∅ 33 ρ1
ρ0 =∅ 11 ρ2+ ∅ 22 ρ 1 +∅ 33 ρ2 (2.6)
Persamaan (2.6) jika ditulis dalam bentuk matriks akan menjadi
ρ0 ρ 1 ρ2 ∅11 ρ1
[ ][ ] [ ]
ρ1 ρ 0 ρ1 ∅22 = ρ2
ρ2 ρ 1 ρ0 ∅33 ρ3
1 ρ1 ρ2 1 ρ1 ρ1
A= ρ1
ρ2 [ ] [ 1 ρ1 , A 3= ρ1 1 ρ2 dan
ρ1 1 ρ 2 ρ1 ρ3 ] dengan menggunakan aturan
Cramer diperoleh
1 ρ1 ρ1
∅ 33=
det ( A 3 )
det ( A )
[
=
ρ1 1 ρ2
ρ2 ρ1 ρ3
1 ρ1 ρ2
]
[ ρ1 1 ρ1
ρ2 ρ1 1 ]
d. Untuk lag ke j=1,2,3,…,k diperoleh sistem persamaan adalah
ρ1=∅11 ρ 0+ ∅ 22 ρ1 +…+ ∅kk ρk −1 ,
ρ2=∅ 11 ρ1+ ∅22 ρ0 +…+ ∅kk ρk −2 ,
.
.
.
ρk =∅ 11 ρ1+ ∅ 22 ρ2 +…+ ∅kk ρ0 , (2.7)
Persamaan (2.7) jika dinyatakan dalam bentuk matriks menjadi
15
1 ρ1 ρ2 … ρk−1 , ∅ 11 ρ1
[ ρ1
ρ2
⋮
1
ρ1
⋮
ρk−1 , ρk−2 ,
ρ1 … ρk−2 ,
1 … ρk−3 ,
⋮ ⋱ ⋮
ρ k−3 , ⋯ ρk
1 ρ1 ρ2 … ρ1 ,
ρ1
Ak = ρ 2
⋮ [ 1
ρ1
⋮
ρ1 …
1 …
⋮ ⋱
ρk−1 , ρk−2 , ρk−3 , ⋯
]
ρ2 ,
ρ3 ,
⋮
1 ρ1 ρ2 … ρ1 ,
∅ kk =
det( A k )
det ( A)
=
[ ρ1
ρ2
⋮
1
ρ1
⋮
ρk−1 , ρk−2 ,
1 ρ1
ρ1 …
1 …
⋮ ⋱
ρk−3 , ⋯
ρ2 ,
ρ3 ,
⋮
ρ2 … ρ k−1 ,
ρk
]
[ ρ1
ρ2
⋮
1
ρ1
⋮
ρk −1 , ρk−2 ,
∅ kk = 1 k =0
{
0k ≠0
Fungsi ∅ kk menjadi notasi standar untuk autokorelasi parsial antara
observasi x t dan x t +k dalam analisi time series. Fungsi ∅ kk akan bernilai
nol untuk k > p. Sifat ini dapat digunakan untuk identifikasi model AR
dan MA, yaitu pada model Autoregressive berlaku ACF akan menurun
secara bertahap menuju nol dan Moving Average berlaku ACF
16
menuju ke-0 setelah lag ke-q sedangkan nilai PACF model AR yaitu
∅ kk = 0, k > p dan model MA yaitu
∅ kk = 0, k > q
Hipotesis untuk menguji koefisien autokorelasi parsial adalah sebagai
berikut:
H 0 :∅ kk=0
H 1 : ∅ kk ≠ 0
Taraf signifikan : α =5 %
∅kk
Statistik uji t ∅ kk =
SE(∅ kk)
Dengan
1
SE ( ∅ kk ) =
T
Kriteria keputusan:
adalah banyaknya data dan k adalah lag autokorelasi parsial yang akan
diuji (Wei,2006).
2.7 Model Runtun Waktu
2.7.1 Model Autoregressive (AR)
Autoregressive adalah suatu bentuk regresi tetapi bukan yang
menghubungkan variabel tak bebas, melainkan menghubungkan nilai-nlai
sebelumnya pada time lag (selang waktu) yang bermacam-macam. Jadi
suatu model Autoregressive akan menyatakan suatu ramalan sebagai
fungsi nilainilai sebelumnya dari time series tertentu (Makridakis, 1995:
513).
X t = ϕ 1 X t −1 + ϕ 2 X t −2 + ⋯ + ϕ p X t − 𝑝+ ε t (2.8)
Dengan,
17
Xt : nilai variabel pada waktu ke-t
X t −1, X t −2,⋯ , X t –𝑝 : nilai masa lalu dari time series
ϕi :yang bersangkutan pada waktu t−1 , t−2, … , t− p
εt : koefisien korelasi, i: 1,2,3,…, p
𝑝 : orde AR
Persamaan (2.8) dapat ditulis menggunakan operator B ( backshift):
X t = ϕ 1 BXt −1 + ϕ 2 B2 X t−2 + ⋯ + ϕ p B p X t − 𝑝+ ε t
ϕ B X t =ε t
18
q : order MA
Persamaan (2.11) dapat ditulis menggunakan operator backshift (B),
menjadi:
X t =θ(B) ε t
Dengan θ B=1+θ1 B+ θ2 B2 +…+θ q Bq merupakan operator MA (q).
Secara umum, order MA yang sering digunakan dalam analisis time
series adalah q =1 atau q = 2, yaitu MA (1) dan MA (2).
Model Moving Average order 1 atau MA (1) secara matematis
didefinisikan menjadi:
X t =ε t +θ1 ε t −1 (2.12)
Persamaan (2.12) dapat ditulis dengan operator B (backshift), menjadi:
X t =(1+ θ1 B) ε t
19
dengan
Xt : nilai variabel pada waktu ke-t
ϕi : yang bersangkutan pada waktu t−1 , t−2, … , t− p
𝑝 : orde AR
θi : koefisien regresi, i: 1,2,3,…,q
εt : koefisien korelasi, i: 1,2,3,…, p
ε t , ε t−1 , ε t −2 , … , ε t −q : error pada waktu t ,t−1 , t−2 ,… , t−q
dan ε t diasumsikan White Noise dan normal.
20
Apabila pembedaan pertama dilakukan terhadap model agar menjadi
stasioner, maka model menjadi ARIMA (1,1,1) didefinisikan sebagai
berikut:
1−B 1−ϕ 1 B X t =(1+θ1 B)ε t
21
2.8.1 Model ARCH
Model yang dapat digunakan untuk mengatasi variansi error yang
tidak konstan dalam data time series financial adalah model ARCH(p)
yang diperkenalkan pertama kali oleh Engle pada tahun 1982. Pada model
ARCH(p) variansi error (σ 2t ) sangat dipengaruhi oleh error di periode
22
c. Model ARCH(p) merespon secara lambat perubahan yang besar
terhadap return.
Dengan,
σ 2t : variansi dari residual pada waktu ke-t
α 0 : komponen konstanta
α i : parameter ke-i dari ARCH
23
α 0 >0 , α i ≥ 0 , dan α^ 1 ≥ 0
Dengan,
σ 2t :variansi dari error pada waktu ke-t
α 0 : Komponen konstanta
α 1 : parameter koefisien pertama dari ARCH
adalah terdefinisi (ada nilainya) dan urutan tidak terbatas dari σ 2t di atas
konvergen ke α 0 /(1−α i− βi ) dengan syarat α 1+ α^ 1 <1. Untuk menjamin
bahwa time series stasioner dalam variansi maka perlu diberikan batasan
pada parameter-parameter dari model GARCH(p,q), sedemikian sehingga
harus dipenuhi syarat α 0 >0 , α 1 ≥ 0 ,dan α 1+ β1 <1.
p q
∑ αi +∑ β j =1 (2.19)
i=1 j=1
Menurut Francq dan Zakoian (2010) bentuk umum model IGARCH(p,q) sebagai
berikut:
p q
2 2
σ =∑ α i a
t t−i +∑ β j σ 2t − j (2.20)
i=1 j=1
Pada saat varians bersyarat tidak didapatkan, dimana peramalan volatilitas tidak
memenuhi kondisi mean reverting yaitu konvergensi peramalan tidak dipenuhi,
maka model IGARCH relevan untuk digunakan. Karena fonemena α + β=1 , maka
β dapat diganti dengan parameter λ yang nilainya berada pada interval [0,1].
Parameter λ memberi arti sebagai skala bobot dari suatu data terhadap data
sebelumnya yang disebut faktor peluruh. Besarnya λ cukup akurat memodelkan
24
volatilitas meskipun nilainya berbanding terbalik dengan besar pengaruhnya
terhadap volatilitas. Jelas bahwa λ merupakan suatu ukuran akurasi terhadap
pemodelan volatilitas dimana volatilitas yang tinggi pada periode saat ini
menunjukkan tetap tingginya volatilitas tersebut pada periode selanjutnya.
Pembahasan selanjutnya menerangkan bahwa karena β telah diganti
dengan suatu parameter λ, cukup jelas bahwa α = 1 – λ. Parameter ini
memberi arti sebagai ukuran intensitas reaksi terhadap suatu volatilitas yang
dipengaruhi oleh kondisi ekonomi. Semakin besar nilai λ menunjukkan bahwa
senakin kecil reaksi volatilitas terhadap informasi pasar periode sebelumnya.
Hipotesis:
H 0 :α 1=…=α m =0 (tidak ada efek ARCH/GARCH dalam residual sampai lag ke-
m).
Statistik uji:
LM =N R2
kriteria uji:
2
Tolak H 0 jika nilai probabilitas LM>x(m ) atau p-value<a
25
AIC=n log ( SSRn )+2 k
n
2
Dengan n adalah ukuran sampel, SSR¿ ∑ ^ε i , dan k adalah jumlah parameter pada
i=1
model.
Hipotesis:
H 0 : ρ1=ρ2=…=ρ k =0
H 1 : minimal ada satu ρk ≠ 0 ( k=1,2 , … , k )
ρ^ 2at ,at + j
k
Statistic uji Ljung-Box :Q=n(n+2) ∑
j=1 (n− j)
Dengan,
n : ukuran sampel
k : banyaknya lag yang diuji
^ρ2at ,at + j : autokorelasi residual pada lag ke-j
p :orde model AR
q : orde model MA
Kriteria uji:
2
Tolak H 0 jika paling sedikit ada satu Q> x (a ; k−( p+q )) atau p−value<α yang
memiliki arti bahwa residual tidak white noise.
26
Hipotesis:
H 0 :Residual berdistribusi normal
H 1 :Residual tidak berdistribusi normal
Statistik uji:
Dhit = ¿ |f n ( x )−f 0 ( x )|
x
Dimana:
f n( x ) : fungsi distribusi frekuensi kumulatif yang dihitung dari data
sampel
f 0( x ) :fungsi distribusi frekuensi kumulatif distribusi normal
¿ :nilai maksimum semua x dari |f n ( x ) −f 0 ( x )|
Kriteria uji:
Tolak H 0 jika D hit > D (1−α ,n ) atau pvalue < α
G ξ , β (x )=¿
27
gξ , β ( x )=¿
Dengan :
β >0 dan x ≥ 0 jika ξ ≥0
β
0 ≤ x ≤− jika ε < 0
ξ
ξ=¿ parameter bentuk dari distribusi (shape)
β= parameter skala (scale)
Berdasarkan niali parameter bayangan (shape), maka distribusi GPD dapat
dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu distribusi eksponensial ( jika nilai ξ ≠0);
distribusi pareto ( jika nilai ξ >0 ¿ ; dan distribusi pareto tipe II ( jika niali ξ <0 ¿ .
Dari ketiga tipe distribusi tersebut, distribusi pareto memiliki ekor yang paling
berat (heavy tailed).
28
2. Menghitung banyak data yang melebihi ambang batas u dengan rumus
n=10 % × N dengan N adalah total data pengamatan. Data yang berada pada
urutan 1 sampai n merupakan data ekstrim.
3. Menentukan nilai ambang batas u dengan rumus u=n+1 . Sehingga data
yang berada pada urutan ke-(n+1) merupakan nilai ambang batas u .
∑ (x i−u)
e n (u )= i=1
n
∑ ( x i >u)
i=1
29
2.16 Estimasi Parameter Generalized Distribution Pareto (GPD)
Parameter GPD dapat ditaksir dengan menggunakan maximum likelihood,
dengan threshold(u) yang telah ditetapkan. Log-likelihood berdasarkan
persamaan (9) (persmaan di pot) pada N upper ( N u ¿ dapat dihitung dengan
persamaan berikut ini [5].
N
max −N ln β− 1+ 1
ξ,β { ξ ( ) ∑ ln [1+ ξβ ( x −u )]}
i=1
ki
BAB III
METODE PENELITIAN
30
3.3 Tahapan Analisis
Tahapan analisis untuk mencapai tujuan penelitian ini sebagai berikut:
31
17. Menghitung nilai estimasi parameter nilai ekstrim dengan
menggunakan Distribusi Pareto Terampat (GPD) menggunakan metode
Maximum Likelihood Estimation (MLE).
18. Menghitung besar risiko saham dengan menggunakan Value at Risk
(VaR).
32