2. Epidemiologi
Peningkatan pada kasus trauma toraks dari waktu ke waktu tercatat
semakin tinggi.Hal ini banyak disebabkan oleh kemajuan sarana
transportasi diiringi oleh peningkatan kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Trauma toraks secara langsungmenyumbang 20% sampai 25% dari seluruh
kematian akibat trauma, danmenghasilkan lebih dari 16.000 kematian
setiap tahunnya di Amerika Serikatbegitu pula pada negara berkembang
(Hudak, 2011).
Di Amerika Serikat penyebab paling umumdari cedera yang
menyebabkan kematian pada kecelakaan lalu lintas, dimanakematian
langsung terjadi sering disebabkan oleh pecahnya dinding miokard
atauaorta toraks. Kematian dini (dalam 30 menit pertama sampai 3 jam)
yangdiakibatan oleh trauma toraks sering dapat dicegah, seperti misalnya
disebabkanoleh tension Pneumotoraks , tamponade jantung, sumbatan
jalan napas, danperdarahan yang tidak terkendali. Oleh karena seringnya
kasus trauma toraksreversibel atau sementara tidak mengancam nyawa dan
tidak memerlukantindakan operasi, sangat penting untuk dokter yang
bertugas di unit gawat daruratmengetahui lebih banyak mengenai
patofisiologi, klinis, diagnosis, serta jenis penanganan lebih (Nugroho,
2015).
Di antara pasien yang mengalami trauma toraks, sekitar 50% akan
mengalami cedera pada dinding dada terdiri dari 10% kasus minor, 35%
kasus utama, dan 5% flail chest injury. Cedera dinding dada tidak selalu
menunjukkan tanda klinis yang jelas dan sering dengan mudah saja
diabaikan selama evaluasi awal (Hudak, 2011).
Di Australia, 45% dari trauma tumpul mengenai rongga toraks.
Dengan adanya trauma pada toraks akan meningkatkan angka mortalitas
pada pasien dengan trauma. Trauma toraks dapat meningkatkan kematian
akibat Pneumotoraks 38%, Hematotoraks 42%, kontusio pulmonum 56%,
dan flail chest 69% (Hudak, 2011). Trauma tumpul toraks menyumbang
sekitar 75%-80% dari keseluruhan trauma toraks dan sebagian besar dari
pasien ini juga mengalami cedera ekstratoraks.Trauma tumpul pada toraks
yang menyebabkan cedera biasanya disebabkan oleh salah satu dari tiga
mekanisme, yaitu trauma langsung pada dada, cedera akibat penekanan,
ataupun cedera deselarasi.
3. Etiologi
Penyebab trauma toraks tersering adalah kecelakaan kendaraan
bermotor (63-78%) (Saaiq, et al., 2010). Dalam trauma akibat kecelakaan,
ada lima jenis benturan (impact) yang berbeda, yaitu depan, samping,
belakang, berputar, dan terguling (Sudoyo, 2010). Oleh karena itu harus
dipertimbangkan untuk mendapatkan riwayat yang lengkap karena setiap
orang memiliki pola trauma yang berbeda. Penyebab trauma toraks oleh
karena trauma tajam dibedakan menjadi 3 berdasarkan tingkat energinya,
yaitu berenergi rendah seperti trauma tusuk, berenergi sedang seperti
tembakan pistol, dan berenergi tinggi seperti pada tembakan senjata
militer. Penyebab trauma toraks yang lain adalah adanya tekanan yang
berlebihan pada paru-paru yang bisa menyebabkan Pneumotoraks seperti
pada aktivitas menyelam (Hudak, 2011).
Trauma toraks dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang kosta
dan sternum, rongga pleura saluran nafas intratoraks dan parenkim paru.
Kerusakan ini dapat terjadi tunggal ataupun kombinasi tergantung dari
mekanisme cedera (Sudoyo, 2010).
4. Patofisiologi
Utuhnya suatu dinding Toraks sangat diperlukan untuk sebuah
ventilasipernapasan yang normal. Pengembangan dinding toraks ke arah
luar oleh otot -otot pernapasan diikuti dengan turunnya diafragma
menghasilkan tekanan negative dari intratoraks. Proses ini menyebabkan
masuknya udara pasif ke paru – paru selama inspirasi. Trauma toraks
mempengaruhi strukur - struktur yang berbedadari dinding toraks dan
rongga toraks. Toraks dibagi kedalam 4 komponen, yaitudinding dada,
rongga pleura, parenkim paru, dan mediastinum.Dalam dindingdada
termasuk tulang - tulang dada dan otot - otot yang terkait (Sudoyo, 2009).
Rongga pleura berada diantara pleura viseral dan parietal dan dapat
terisi oleh darah ataupunudara yang menyertai suatu trauma toraks.
Parenkim paru termasuk paru – parudan jalan nafas yang berhubungan,
dan mungkin dapat mengalami kontusio, laserasi, hematoma dan
pneumokel. Mediastinum termasuk jantung, aorta/pembuluh darah besar
dari toraks, cabang trakeobronkial dan esofagus. Secara normal toraks
bertanggung jawab untuk fungsi vital fisiologi kardiopulmonerdalam
menghantarkan oksigenasi darah untuk metabolisme jaringan pada tubuh.
Gangguan pada aliran udara dan darah, salah satunya maupun kombinasi
keduanya dapat timbul akibat dari cedera toraks (Sudoyo, 2009).
Secara klinis penyebab dari trauma toraks bergantung juga pada
beberapa faktor, antara lain mekanisme dari cedera, luas dan lokasi dari
cedera, cedera lain yang terkait, dan penyakit - penyakit komorbid yang
mendasari. Pasien – pasien trauma toraks cenderung akan memburuk
sebagai akibat dari efek pada fungsi respirasinya dan secara sekunder akan
berhubungan dengan disfungsi jantung (Sudoyo, 2009).
5. Klasifikasi
Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu trauma tumpul 65% dan
trauma tajam 34.9 % (Ekpe & Eyo, 2014).
1. Trauma tembus (tajam)
- Terjadi diskontinuitas dinding toraks (laserasi) langsung akibat
penyebab trauma
- Terutama akibat tusukan benda tajam (pisau, kaca, dsb) atau peluru
- Sekitar 10-30% memerlukan operasi torakotomi.
- Pneumothoraks terbuka
- Hemothoraks
- Trauma tracheobronkial
- Contusio Paru
- Ruptur diafragma
- Trauma Mediastinal
2. Trauma tumpul
- Tidak terjadi diskontinuitas dinding toraks.
- Terutama akibat kecelakaan lalu-lintas, terjatuh, olahraga, crush
atau blastinjuries.
- Kelainan tersering akibat trauma tumpul toraks adalah kontusio
paru
- Sekitar <10% yang memerlukan operasi torakotomi
- Trauma tumpul lebih sering didapatkan berbanding trauma
tembus,kira-kiralebih dari 90% trauma thoraks.
- Transfer energi secara direk pada dinding dada dan organ thoraks
- Deselerasideferensial, yang dialami oleh organ thoraks ketika
terjadinya impak.
- Tension pneumothoraks
- Trauma tracheobronchial
- Flail Chest
- Ruptur diafragma
- Trauma mediastinal
- Fraktur kosta
6. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala pada trauma thorax yaitu :
1. Nyeri pada tempat trauma, bertambah pada saat inspirasi.
2. Pembengkakan lokal dan krepitasi yang sangat palpasi.
3. Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek.
4. Dyspnea, takipnea
5. Takikardi
6. Tekanan darah menurun.
7. Gelisah dan agitasi
8. Kemungkinan cyanosis.
9. Batuk mengeluarkan sputum bercak darah.
10. Hypertympani pada perkusi di atas daerah yang sakit.
Adapun tanda dan gejala pada pasien trauma thorax menurut Hudak,
(2009) yaitu :
1. Temponade jantung
a. Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan
menembus jantung
b. Gelisah
c. Pucat, keringan dinginPeninggian TVJ (9Tekanan Vena
Jugularis)
d. Pekak jantung melebar
e. Bunyi jantung melemah
f. Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure
g. ECG terdapat low Voltage seluruh lead
h. Perikardiosentesis kuluar darah (FKUI:2005)
2. Hematothorax
a. Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD
b. Gangguan pernapasan (FKUI:2005)
3. Pneumothoraks
a. Nyeri dada mendadak dan sesak napas
b. Gagal pernapasan dengan sianosis
c. Kolaps sirkulasi
d. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara
napas yang terdapat jauh atau tidak terdengar sama sekali
e. Pada auskultasi terdengar bunyi klik
7. Pemeriksaan Fisik
a. Kulit kepala
Seluruh kulit kepala diperiksa. Sering terjadi pada penderita
yang datang dengan cedera ringan, tiba-tiba ada darah di lantai yang
berasal dari bagian belakang kepala penderita. Lakukan inspeksi dan
palpasi seluruh kepala dan wajah untuk adanya pigmentasi, laserasi,
massa, kontusio, fraktur dan luka termal, ruam, perdarahan, nyeri tekan
serta adanya sakit kepala.
b. Wajah
Ingat prinsip look-listen-feel. Inspeksi adanya kesimterisan
kanan dan kiri. Apabila terdapat cedera di sekitar mata jangan lalai
memeriksa mata, karena pembengkakan di mata akan menyebabkan
pemeriksaan mata selanjutnya menjadi sulit. Re evaluasi tingkat
kesadaran dengan skor GCS.
1) Mata : Periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran pupil apakah
isokor atau anisokor serta bagaimana reflex cahayanya, apakah pupil
mengalami miosis atau midriasis, adanya ikterus, ketajaman mata
(macies visus dan acies campus), apakah konjungtivanya anemis atau
adanya kemerahan, rasa nyeri, gatal-gatal, ptosis, exophthalmos,
subconjunctival perdarahan, serta diplopia
2) Hidung :Periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri, penyumbatan
penciuman, apabila ada deformitas (pembengkokan) lakukan palpasi
akan kemungkinan krepitasi dari suatu fraktur.
3) Telinga :Periksa adanya nyeri, tinitus, pembengkakan, penurunan
atau hilangnya pendengaran, periksa dengan senter mengenai
keutuhan membrane timpani atau adanya hemotimpanum
4) Rahang atas : Periksa stabilitas rahang atas
5) Rahang bawah : Periksa akan adanya fraktur
6) Mulut dan faring : Inspeksi pada bagian mucosa terhadap tekstur,
warna, kelembaban, dan adanya lesi; amati lidah tekstur, warna,
kelembaban, lesi, apakah tosil meradang, pegang dan tekan daerah
pipi kemudian rasakan apa ada massa/ tumor, pembengkakkan dan
nyeri, inspeksi amati adanya tonsil meradang atau tidak
(tonsillitis/amandel). Palpasi adanya respon nyeri
g. Ektremitas
Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move. Pada saat
inspeksi, jangan lupa untuk memriksa adanya luka dekat daerah fraktur
(fraktur terbuak), pada saat pelapasi jangan lupa untuk memeriksa
denyut nadi distal dari fraktur pada saat menggerakan, jangan
dipaksakan bila jelas fraktur. Sindroma kompartemen (tekanan intra
kompartemen dalam ekstremitas meninggi sehingga membahayakan
aliran darah), mungkin luput terdiagnosis pada penderita dengan
penurunan kesadaran atau kelumpuhan. Inspeksi pula adanya
kemerahan, edema, ruam, lesi, gerakan, dan sensasi harus diperhatikan,
paralisis, atropi/hipertropi otot, kontraktur, sedangkan pada jari-jari
periksa adanya clubbing finger serta catat adanya nyeri tekan, dan
hitung berapa detik kapiler refill (pada pasien hypoxia lambat s/d 5-15
detik.
Penilaian pulsasi dapat menetukan adanya gangguan vaskular.
Perlukaan berat pada ekstremitas dapat terjadi tanpa disertai
fraktur.kerusakn ligament dapat menyebabakan sendi menjadi tidak
stabil, keruskan otot-tendonakan mengganggu pergerakan. Gangguan
sensasi dan/atau hilangnya kemampuan kontraksi otot dapat disebabkan
oleh syaraf perifer atau iskemia. Adanya fraktur torako lumbal dapat
dikenal pada pemeriksaan fisik dan riwayat trauma. Perlukaan bagian
lain mungkin menghilangkan gejala fraktur torako lumbal, dan dalam
keadaan ini hanya dapat didiagnosa dengan foto rongent. Pemeriksaan
muskuloskletal tidak lengkap bila belum dilakukan pemeriksaan
punggung penderita. Permasalahan yang muncul adalah
1) Perdarahan dari fraktur pelvis dapat berat dan sulit dikontrol,
sehingga terjadi syok yang dpat berakibat fatal
2) Fraktur pada tangan dan kaki sering tidak dikenal apa lagi penderita
dalam keadaan tidak sada. Apabila kemudian kesadaran pulih
kembali barulah kelainan ini dikenali.
3) Kerusakan jaringan lunak sekitar sendi seringkali baru dikenal
setelah penderita mulai sadar kembali (Diklat RSUP Dr. M.Djamil,
2006).
h. Bagian punggung
Memeriksa punggung dilakukan dilakukan dengan log roll,
memiringkan penderita dengan tetap menjaga kesegarisan tubuh). Pada
saat ini dapat dilakukan pemeriksaan punggung. Periksa`adanya
perdarahan, lecet, luka, hematoma, ecchymosis, ruam, lesi, dan edema
serta nyeri, begitu pula pada kolumna vertebra periksa adanya
deformitas.
i. Neurologis
1. Open Pnemothorak
Apabila lubang ini lebih besar daripada 2/3 diameter trachea, maka
pada inspirasi udara mungkin lebih mudah melewati lubang pada dinding
dada disbanding melewati mulut, sehingga terjadi sesak yang hebat.
Dengan demikian maka pada open pneumothorak, usaha pertama adalah
menutup lubang pada dinding dada ini sehinggaopen pneumothorak
menjadi close pneumothorak (tertutup). Harus segara ditambahkan bahwa
apabila selain lubangpada dinding dada, juga ada lubang pada paru, maka
usaha menutup lbang ini secara total (occlusive dressing) dapat
mengakibatkan terjadinya tension pneumothorak. Dengan demikian maka
yang harus dilakukan adalah:
a. Menutup dengan kasa 3 sisi. Kasa ditutup dengan plester pada 3
sisinya, sedangkan pada sisi atas dibiarkan terbuka (kasa harus
dilapisi zalf/soffratule pada sisi dalamnya supaya kedap udara
b. Menutup dengan kasa kedap udara. Apabila diakukan cara ini maka
harus sering dilakukan evaluasi paru. Apabila ternyata timbu tanda
tension pnneumothorak maka kasa harus dibuka
c. Pada luka yang sangat besar maka dapat dipakai plastik infus yang
diguntingsesuai ukuran
2. Tension Pnemothorak
Tension pneumothorak dapat timbul dari komplikasi pneumothorak
sederhana akibat trauma tembus atau tajam. Penggunaan yang salah dari
pembalut occlusive yang akan menimbulkan mekanisme flap-valve,
penggunaan ventilator mekanik yang tidak tepat dan pada fraktur tulang
belakang thorak yang mengalami pergeseran. Apabila ada mekanisme
ventil karena kebocoran pada paru, maka udara akan semakin banyak
pada sisi rongga pleura, akibatnya adalah:
a. Paru menjadi kolap
b. Paru sebelahnya akan tertekan dengan akibat sesak berat
c. Mediastinum akan terdorong ke sisi yang berlawanan dengan akibat
timbul syok akibat penekanan pada vena sehingga menghambat
pengembalian darah ke jantung.
3. Hematothorak Masif
Pada keadaan ini terjadi perdarahan hebat dalam rongga dada
(lebih 1500 cc). Hal ini sering disebabkan oleh luka tembus/tumpul yang
merusak pembuluh darah sistemik atau pembuluh darah sistemik atau
pembuluh darah pada hilus paru.
Tidak banyak yang dapat dilakukan pra rumah sakit pada keadaan
ini. Satu-satunya cara adalah membawa penderita secepat mungkin ke
rumah sakit dengan harapan masih dapat terselamatkan dengan tindakan
operatif. Terapi awal adalah dengan penggantian volume darah yang
dilakukan bersama dengan dekompresi rongga pleura dan keputusan
torakotomi diambil bila didapatkan kehilangan darah awal lebih dari 1500
ml atau kehilangan terus-menerus 200 cc/jam dalam waktu 2-4 jam.
4. Flail Chest
Tulang iga patah pada 2 tempat, pada lebih dari 2 iga, sehingga ada
satu segmen dinding dada yang tidak ikut pada pernapasan. Pada ekspirasi,
segmen akan menonjol keluar, pada inspirasi justru akan masuk ke dalam.
Ini dikenal sebagai pernapasan paradoksal. Kelainan ini akan mengganggu
ventilasi, namun lebih diwaspadai adalah adanya kontusio paru. Sesak
berat yang mungkin terjadi harus dibantu dengan oksigenasi dan mungkin
diperluka ventilasi tambahan. Di rumah sakit penderita akan dipasang pada
respirator, apabila analisis gas darah menunjukkan pO2 yang rendah atau
pCO2 yang tinggi.
5. Temponade Jantung
Diagnosis temponade jantung cukup sulit dan terkadang sulit
dibedakan dengan tension pneumothorak, yaitu adanya Trias Beck yang
terdiri dari peningkatan tekanan vena, penurunan tekanan arteri dan suara
jantung yang menjauh. Pemasangan CVP dan USG abdomen dapat
membantu diagnosis tetapai tidak boleh menghambat untuk dilakukannya
resusitasi. Pada infuse guyur, tidak ada atau hanya sedikit respon. Metode
yang cepat untuk menyelamatkan penderita yaitu dilakukan
pericardiosintesis (penusukan rongga pericardium) dengan jarum besar
untuk mengeluarkan darah tersebut. Tindakan definitive ialah dengan
perikardiotomi yang dilakukan oleh ahli bedah.
Alur Primary Survey pada Pasien Medical Dewasa (Pre-Hospital Emergency Care Council,
2012) :
Alur Primary Survey pada Pasien Trauma Dewasa (Pre-Hospital Emergency Care Council,
2012) :
Pemeriksaan Secondary Survey Pada Kasus Trauma Thorak
1. Fraktur Iga
2. Kontusio Paru
3. Ruptur Aorta
5. Perforasi Eosofagus
9. Pemeriksaan Diagnostik
1. Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik
Anamnesa yang terpenting adalah mengetahui mekanisme dan pola dari
trauma, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kerusakan dari
kendaraan yang ditumpangi, kerusakan stir mobil /air bag dan lain lain.
2. Radiologi : Foto Thorax (AP)
Pemeriksaan ini masih tetap mempunyai nilai diagnostik pada pasien
dengan trauma toraks. Pemeriksaan klinis harus selalu dihubungkan dengan
hasil pemeriksaan foto toraks. Lebih dari 90% kelainan serius trauma toraks
dapat terdeteksi hanya dari pemeriksaan foto toraks.
3. Gas Darah Arteri (GDA) dan Ph
Gas darah dan pH digunakan sebagai pegangan dalam penanganan pasien-
pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah
dipakai untuk menilai keseimbangan asam basa dalam tubuh, kadar oksigen
dalam darah, serta kadar karbondioksida dalam darah. Pemeriksaan analisa
gas darah dikenal juga dengan nama pemeriksaan ASTRUP, yaitu suatu
pemeriksaan gas darah yang dilakukan melalui darah arteri. Lokasi
pengambilan darah yaitu: Arteri radialis, A. brachialis, A. Femoralis.
4. CT-Scan
Sangat membantu dalam membuat diagnosa pada trauma tumpul toraks,
seperti fraktur kosta, sternum dan sterno clavikular dislokasi. Adanya retro
sternal hematoma serta cedera pada vertebra torakalis dapat diketahui dari
pemeriksaan ini. Adanya pelebaran mediastinum pada pemeriksaan toraks
foto dapat dipertegas dengan pemeriksaan ini sebelum dilakukan aortografi.
5. Ekhokardiografi
Transtorasik dan transesofagus sangat membantu dalam menegakkan
diagnosa adanya kelainan pada jantung dan esophagus. Hemoperikardium,
cedera pada esophagus dan aspirasi, adanya cedera pada dinding jantung
ataupun sekat serta katub jantung dapat diketahui segera. Pemeriksaan ini
bila dilakukan oleh seseorang yang ahli, kepekaannya meliputi 90% dan
spesifitasnya hampir 96%.
6. EKG (Elektrokardiografi)
Sangat membantu dalam menentukan adanya komplikasi yang terjadi akibat
trauma tumpul toraks, seperti kontusio jantung pada trauma. Adanya
abnormalitas gelombang EKG yang persisten, gangguan konduksi,
tachiaritmia semuanya dapat menunjukkan kemungkinan adanya kontusi
jantung. Hati hati, keadaan tertentu seperti hipoksia, gangguan elektrolit,
hipotensi gangguan EKG menyerupai keadaan seperti kontusi jantung.
7. Angiografi
Gold Standard’ untuk pemeriksaan aorta torakalis dengan dugaan adanya
cedera aorta pada trauma tumpul toraks.
8. Hb (Hemoglobin)
Mengukur status dan resiko pemenuhan kebutuhan oksigen jaringan tubuh.
10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Trauma Thoraks adalah sebagai berikut:
1. Gawat Darurat / Pertolongan Pertama
Klien yang diberikan pertolongan pertama dilokasi kejadian maupun di
unit gawat darurat (UGD) pelayanan rumah sakit dan sejenisnya harus
mendapatkan tindakan yang tanggap darurat dengan memperhatikan
prinsip kegawatdaruratan. Penanganan yang diberikan harus sistematis
sesuai dengan keadaan masing-masing klien secara spesifik.Bantuan
oksigenisasi penting dilakukan untuk mempertahankan saturasi oksigen
klien. Jika ditemui dengan kondisi kesadaran yang mengalami
penurunan / tidak sadar maka tindakan tanggap darurat yang dapat
dilakukan yaitu dengan memperhatikan :
a. Pemeriksaan dan Pembebasan Jalan Napas (Air-Way)
Klien dengan trauma dada seringkali mengalami permasalahan
pada jalan napas.Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu,
kalau sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari
telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain,
sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan
menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan.Mulut dapat dibuka
dengan tehnik Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan
dengan jari telunjuk Pada mulut korban.
b. Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing,
biasa pada korban tidak sadar tonus otot-otot menghilang, maka
lidah dan epiglotis akan menutup farink dan larink, inilah salah satu
penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh lidah
dapat dilakukan dengan cara Tengadah kepala topang dagu (Head
tild – chin lift) dan Manuver Pendorongan Mandibula (Jaw Thrust
Manuver)
c. Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Usaha Napas (Breathing)
Kondisi pernapasan dapat diperiksa dengan melakukan tekhnik
melihat gerakan dinding dada, mendengar suara napas, dan
merasakan hembusan napas klien (Look, Listen, and
Feel), biasanya tekhnik ini dilakukan secara bersamaan dalam satu
waktu.Bantuan napas diberikan sesuai dengan indikasi yang
ditemui dari hasil pemeriksaan dan dengan menggunakan metode
serta fasilitas yang sesuai dengan kondisi klien.
d. Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Siskulasi (Circulation)
Pemeriksaan sirkulasi mencakup kondisi denyut nadi, bunyi
jantung, tekanan darah, vaskularisasi perifer, serta kondisi
perdarahan.Klien dengan trauma dada kadang mengalami kondisi
perdarahan aktif, baik yang diakibatkan oleh luka tembus akibat
trauma benda tajam maupun yang diakibatkan oleh kondisi fraktur
tulang terbuka dan tertutup yang mengenai / melukai pembuluh
darah atau organ (multiple).Tindakan menghentikan perdarahan
diberikan dengan metode yang sesuai mulai dari penekanan hingga
penjahitan luka, pembuluh darah, hingga prosedur operatif.
Jika diperlukan pemberian RJP (Resusitasi Jantung Paru) pada
penderita trauma dada, maka tindakan harus diberikan dengan
sangat hati-hati agar tidak menimbulkan atau meminimalisir
kompilkasi dari RJP seperti fraktur tulang kosta dan sebagainya.
e. Tindakan Kolaboratif
Pemberian tindakan kolaboratif biasanya dilakukan dengan jenis
dan waktu yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing klien
yang mengalami trauma dada. Adapun tindakan yang biasa
diberikan yaitu; pemberian terapi obat emergensi, resusitasi cairan
dan elektrolit, pemeriksaan penunjang seperti laboratorium darah
Vena dan AGD, hingga tindakan operatif yang bersifat darurat.
2. Konservatif
a. Pemberian Analgetik
Pada tahap ini terapi analgetik yang diberikan merupakan kelanjutan
dari pemberian sebelumnya.Rasa nyeri yang menetap akibat cedera
jaringan paska trauma harus tetap diberikan penanganan manajemen
nyeri dengan tujuan menghindari terjadinya Syok seperti Syok
Kardiogenik yang sangat berbahaya pada penderita dengan trauma
yang mengenai bagian organ jantung.
b. Pemasangan Plak / Plester
Pada kondisi jaringan yang mengalami perlukaan memerlukan
perawatan luka dan tindakan penutupan untuk menghindari
masuknya mikroorganisme pathogen.
c. Jika Perlu Antibiotika
Antibiotika yang digunakan disesuaikan dengan tes kepekaan dan
kultur. Apabila belum jelas kuman penyebabnya, sedangkan keadaan
penyakit gawat, maka penderita dapat diberi “broad spectrum
antibiotic”, misalnya Ampisillin dengan dosis 250 mg 4 x sehari.
d. Fisiotherapy
Pemberian fisiotherapy sebaiknya diberikan secara kolaboratif jika
penderita memiliki indikasi akan kebutuhan tindakan fisiotherapy
yang sesuai dengan kebutuhan dan program pengobatan konservatif.
3. Invasif / Operatif
a. WSD (Water Seal Drainage)
WSD merupakan tindakan invasif yang dilakukan untuk
mengeluarkan udara, cairan (darah, pus) dari rongga pleura, rongga
thorax; dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung.
b. Ventilator
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu
sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan
oksigenasi. Ventilasi mekanik adalah alat pernafasan bertekanan
negatif atau positif yang dapat mempertahankan ventilasi dan
pemberian oksigen dalam waktu yang lama.
Edukasi :
8. Anjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari,
jika tidak
kontraindikasi
9. Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi :
10. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu
Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi V. Jakarta:
Interna Publishing
Hudak dan Gallo. 2011. Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik. Edisi
Nugroho, T. Putri, B.T, & Kirana, D.P. 2015. Teori Asuhan Keperawatana
Gawat Darurat. Padang : Medical book
Rendy , M.C, & Th, M. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit
Dalam. Yogjakarta : Nuha medika
TIM PUSBANKES 118 BAKER-PGDM PERSI DIJ. 2008. Penanggulangan
Penderita Gawat Darurat (PPGD) Basic Life Support Plus. Yogyakarta
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(Definisi dan Indikator Diagnostik). Jakarta Selatan: DPP PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan). Jakarta Selatan: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(Definisi dan Tindakan Keperawatan). Jakarta Selatan :DPP PPNI.