Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Perbankan mempunyai peran sebagai lembaga keuangan yang menjaga kepercayaan


publik melalui penghimpunan dana baik dalam bentuk tabungan, deposito, maupun giro, juga
sebagai penyalur dana dalam bentuk kredit dan bentuk lainnya dalam rangka memenuhi
kebutuhan publik. Sebagai lembaga intermediasi, bank harus mampu mengelola pihak yang
mempunyai kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana, sehingga dapat
mewujudkan fungsi keuangan baik itu investasi maupun pendanaan. Sebagai fungsi investasi,
setiap bank harus menjaga kesehatannya agar tingkat kepercayaan publik terhadap bank
tersebut semakin meningkat. Tingginya kepercayaan tersebut tentunya akan meningkatkan
return sesuai dengan tujuan dan target bank. Bentuk yang menjadi cerminan kinerja bank
adalah kinerja saham. Investor akan menanamkan sahamnya jika kinerja bank dinilai sehat.
Fluktuasi harga saham menjadi tolok ukur yang mempengaruhi keputusan investor dalam
berinvestasi. Pergerakan harga saham berbanding lurus dengan kinerja bank. Jika kinerja
bank mengalami pertumbuhan yang positif, maka akan berpengaruh positif terhadap harga
saham bank tersebut, begitu juga sebaliknya.
Salah satu contoh permasalahan penurunan harga saham pada bank terjadi pada
Februari 2020, yaitu harga saham Bank Mandiri (BMRI) yang turun menuju level 6.800,
Maybank (BNII) turun menuju level 169, Bank BNI (BBNI) turun menuju level 6.775, Bank
BCA (BBCA) turun menuju level 30.350, dan Bank BTN (BBTN) turun menuju level 1.700.
Penurunan harga saham ini dikarenakan adanya beberapa masalah yang menimpa bank-bank
tersebut. Salah satunya yang terjadi pada Bank Maybank Indonesia (BNII), pada tahun 2019
mengalami penurunan laba sebesar 18,2% year on year (yoy) dari Rp 2,2 triliun pada tahun
2018 menjadi Rp 1,8 triliun. Penurunan laba ini didorong oleh turunnya pendapatan komisi
dan administrasi sepanjang 2019 sebesar 4,37% menjadi Rp 1,17 triliun dibandingkan 2018
senilai Rp 1,22 triliun (Tempo.co, 2020)
Selain Maybank, ditemukan juga masalah yang terjadi pada PT Bank Tabungan
Negara (BTN) Tbk, yang mencatatkan adanya rasio kredit bermasalah atau Non Performing
Loan (NPL) yang meningkat. NPL ini menunjukkan kemampuan kolektibilitas bank dalam
mengumpulkan kembali kredit yang telah dikeluarkan oleh bank sampai terkumpul
sepenuhnya. Besarnya NPL menurut Peraturan Bank Indonesia No.15/2/PI/2013 adalah tidak
lebih dari 5%. Kenaikan NPL pada tahun 2017 sampai dengan tahun 2019, yang dapat dilihat
pada grafik berikut ini:

Grafik 1.1
Non Performing Loan (NPL) BTN Periode 2017
- 2019
5.0%
4.0%
3.0%
2.0%
1.0%
0.0%
Tahun 2017 Tahun 2018 Tahun 2019

Sumber : Laporan Tahunan PT. Bank Tabungan Negara


(BTN )

Dilihat dari Grafik 1.1 , BTN mencatatkan kenaikan rasio kredit bermasalah atau NPL
sebanyak 197 basis point (bps) pada 2019. Berdasarkan laporan keuangan, rasionya kini ada
di tingkat 4.78% hampir dua kali lipat dari tahun sebelumnya yang hanya berada pada tingkat
2.81%. Kenaikan kredit bermasalah ini disebabkan oleh kebijakan yang diambil yakni dengan
menurunkan kelas (downgrade) kredit dengan kualitas rendah, terutama pada kredit
konstruksi khususnya apartemen dan bangunan tinggi (high rise). Menurunnya permintaan
penjualan sektor ini menyebabkan penurunan kolektibilitas dari kredit yang disalurkan oleh
BTN (Kontan.co.id, 2020).
Kenaikan kredit bermasalah ini yang menyebabkan laba bersih pada PT Bank
Tabungan Negara (BTN) Tbk, mengalami penurunan yang terus menerus turun dari tahun
2017. Pada tahun 2019 terjadi penurunan yang drastis sebesar 92,5% dari Rp 2,8 triliun pada
tahun 2018 menjadi Rp 209,26 miliar. Penurunan nilai profitabilitas BTN juga dilihat dari
indikator Return on Assets (ROA) pada tahun 2017 sampai dengan tahun 2019, yang dapat
dilihat pada grafik berikut ini:

Grafik 1.2
Return on Assets (ROA) BTN Periode 2017 -2019
2.0%

1.5%

1.0%

0.5%

0.0%
Tahun 2017 Tahun 2018 Tahun 2019

Sumber : Laporan Tahunan yang diterbitkan BTN


Berdasarkan Grafik 1.2, nilai ROA pada bank BTN pada tahun 2018, mengalami
penurunan menjadi 1.34% dari tahun 2017 sebesar 1.71%. Pada tahun 2019 terjadi penurunan
tingkat ROA yang besar-besaran yaitu menjadi 0.13%. Hal ini menunjukan bahwa
kemampuan manajemen BTN dalam mengelola aset yang dimilikinya untuk menghasilkan
pendapatan mengalami performa yang memburuk.
Dengan adanya fenomena yang terjadi, maka perlu dianalisis “Kinerja saham
sebagai dampak dari Non Performing Loan terhadap Return on Asset (Studi Empiris
pada Perbankan yang Terdaftar di BEI”.

Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh Non Performing Loan terhadap Return on Asset ?
2. Bagaimana pengaruh Non Performing Loan terhadap Harga Saham ?
3. Bagaimana pengaruh Return on Asset terhadap Harga Saham?
4. Bagaimana pengaruh Non Performing Loan terhadap Return on Asset dan dampaknya
terhadap Harga Saham ?

Anda mungkin juga menyukai