Anda di halaman 1dari 31

ASUHAN KEPERAWATAN

HIV AIDS
 
A.    DEFINISI
1.      HIV
HIV atau Human Immunodeficiency Virus, adalah virus yang menyerang sistem kekebalan
tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel – sel
darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut termasuk limfosit yang
disebut sel T-4 atau disebut juga sel CD-4.
(www.medicastore.com)
Kebanyakan orang yang terinfeksi HIV tidak mengetahui bahwa dirinya telah terinfeksi.
Segera setelah terinfeksi, beberapa orang mengalami gejala yang mirip gejala flu selama
beberapa minggu. Selain itu tidak ada tanda infeksi HIV. Tetapi, virus tetap ada di tubuh dan
dapat menularkan orang lain.
(http://www.caaip.net/v3/view-article-22-59.html)
HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara
lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung
HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat
terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang
terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk
kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
(http://id.wikipedia.org/wiki/AIDS.)
HIV merupakan suatu virus yang material genetiknya adalah RNA (asam ribonukleat) yang
dibungkus oleh suatu matriks yang sebagian besar terdiri atas protein. Untuk tumbuh, materi
genetik ini perlu diubah menjadi DNA (asam deoksiribonukleat), diintegrasikan ke dalam DNA
inang, dan selanjutnya mengalami proses yang akhirnya akan menghasilkan protein. Protein-
protein yang dihasilkan kemudian akan membentuk virus-virus baru.
Daur Hidup Hiv
Obat-obatan yang telah ditemukan pada saat ini menghambat pengubahan RNA menjadi
DNA dan menghambat pembentukan protein-protein aktif. Enzim yang membantu pengubahan
RNA menjadi DNA disebut reverse transcriptase, sedangkan yang membantu pembentukan
protein-protein aktif disebut protease.
Untuk dapat membentuk protein yang aktif, informasi genetik yang tersimpan pada RNA
virus harus diubah terlebih dahulu menjadi DNA. Reverse transcriptase membantu proses
pengubahan RNA menjadi DNA. Jika proses pembentukan DNA dihambat, maka proses
pembentukan protein juga menjadi terhambat. Oleh karena itu, pembentukan virus-virus yang
baru menjadi berjalan dengan lambat. Jadi, penggunaan obat-obatan penghambat enzim reverse
transcriptase tidak secara tuntas menghancurkan virus yang terdapat di dalam tubuh. Penggunaan
obat-obatan jenis ini hanya menghambat proses pembentukan virus baru, dan proses
penghambatan ini pun tidak dapat menghentikan proses pembentukan virus baru secara total.
Obat-obatan lain yang sekarang ini juga banyak berkembang adalah penggunaan
penghambat enzim protease. Dari DNA yang berasal dari RNA virus, akan dibentuk protein-
protein yang nantinya akan berperan dalam proses pembentukan partikel virus yang baru. Pada
mulanya, protein-protein yang dibentuk berada dalam bentuk yang tidak aktif. Untuk
mengaktifkannya, maka protein-protein yang dihasilkan harus dipotong pada tempat-tempat
tertentu. Di sinilah peranan protease. Protease akan memotong protein pada tempat tertentu dari
suatu protein yang terbentuk dari DNA, dan akhirnya akan menghasilkan protein yang nantinya
akan dapat membentuk protein penyusun matriks virus (protein struktural) ataupun protein
fungsional yang berperan sebagai enzim.
(http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/berita/adakah_obat_untuk_hivaids_saat_ini/.)
2.      AIDS
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome yang merupakan
dampak atau efek dari perkembang biakan virus hiv dalam tubuh makhluk hidup. Virus HIV
membutuhkan waktu untuk menyebabkan sindrom AIDS yang mematikan dan sangat berbahaya.
Penyakit AIDS disebabkan oleh melemah atau menghilangnya sistem kekebalan tubuh yang
tadinya dimiliki karena sel CD4 pada sel darah putih yang banyak dirusak oleh Virus HIV.
(http://japanwatergirl.blogspot.com/2008/07/pengertian-definisi-dan-cara-penularan.html)
AIDS merupakan penyakit yang paling ditakuti pada saat ini. HIV, virus yang
menyebabkan penyakit ini, merusak sistem pertahanan tubuh (sistem imun), sehingga orang-
orang yang menderita penyakit ini kemampuan untuk mempertahankan dirinya dari serangan
penyakit menjadi berkurang. Seseorang yang positif mengidap HIV, belum tentu mengidap
AIDS. Banyak kasus di mana seseorang positif mengidap HIV, tetapi tidak menjadi sakit dalam
jangka waktu yang lama. Namun, HIV yang ada pada tubuh seseorang akan terus merusak sistem
imun. Akibatnya, virus, jamur dan bakteri yang biasanya tidak berbahaya menjadi sangat
berbahaya karena rusaknya sistem imun tubuh.
Karena ganasnya penyakit ini, maka berbagai usaha dilakukan untuk mengembangkan
obat-obatan yang dapat mengatasinya. Pengobatan yang berkembang saat ini, targetnya adalah
enzim-enzim yang dihasilkan oleh HIV dan diperlukan oleh virus tersebut untuk berkembang.
Enzim-enzim ini dihambat dengan menggunakan inhibitor yang nantinya akan menghambat
kerja enzim-enzim tersebut dan pada akhirnya akan menghambat pertumbuhan virus HIV.
(http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/berita/adakah_obat_untuk_hivaids_saat_ini/.)

B.     ETIOLOGI
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang disebut Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali diisolasi oleh Montagnier dan kawan-
kawan di Prancis pada tahun 1983 dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus (LAV),
sedangkan Gallo di Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas
kesepakatan internasional pada tahun 1986 nama firus dirubah menjadi HIV.
Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam bentuknya
yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk
ke sel target. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T, karena ia mempunyai reseptor untuk
virus HIV yang disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T, virus dapat berkembang dan seperti
retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun
demikian virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap infectious yang setiap saat dapat aktif
dan dapat ditularkan selama hidup penderita tersebut.
Secara mortologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan bagian
selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas dua untaian RNA (Ribonucleic
Acid). Enzim reverce transcriptase dan beberapa jenis prosein. Bagian selubung terdiri atas lipid
dan glikoprotein (gp 41 dan gp 120). Gp 120 berhubungan dengan reseptor Lymfosit (T4) yang
rentan. Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas, bahan kimia, maka HIV termasuk
virus sensitif terhadap pengaruh lingkungan seperti air mendidih, sinar matahari dan mudah
dimatikan dengan berbagai disinfektan seperti eter, aseton, alkohol, jodium hipoklorit dan
sebagainya, tetapi telatif resisten terhadap radiasi dan sinar ultraviolet.
Virus HIV hidup dalam darah, savila, semen, air mata dan mudah mati diluar tubuh.
HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan sel glia jaringan otak.

1. Masa Inkubasi Aids

Masa inkubasi adalah waktu yang diperlukan sejak seseorang terpapar virus HIV sampai
dengan menunjukkan gejala-gejala AIDS. Waktu yang dibutuhkan rata-rata cukup lama dan
dapat mencapai kurang lebih 12 tahun dan semasa inkubasi penderita tidak menunjukkan gejala-
gejala sakit.
Selama masa inkubasi ini penderita disebut penderita HIV. Pada fase ini terdapat masa
dimana virus HIV tidak dapat terdeteksi dengan pemeriksaan laboratorium kurang lebih 3 bulan
sejak tertular virus HIV yang dikenal dengan “masa wndow periode”.
Selama masa inkubasi penderita HIV sudah berpotensi untuk menularkan virus HIV kepada
orang lain dengan berbagai cara sesuai pola transmisi virus HIV. Mengingat masa inkubasi yang
relatif lama, dan penderita HIV tidak menunjukkan gejala-gejala sakit, maka sangat besar
kemungkinan penularan terjadi pada fase inkubasi ini.

2. Cara Penularan

Secara umum ada 5 faktor yang perlu diperhatikan pada penularan suatu penyakit yaitu
sumber infeksi, vehikulum yang membawa agent, host yang rentan, tempat keluar kuman dan
tempat masuk kuman (port’d entrée).
Virus HIV sampai saat ini terbukti hanya menyerang sel Lymfosit T dan sel otak sebagai
organ sasarannya. Virus HIV sangat lemah dan mudah mati diluar tubuh. Sebagai vehikulum
yang dapat membawa virus HIV keluar tubuh dan menularkan kepada orang lain adalah berbagai
cairan tubuh. Cairan tubuh yang terbukti menularkan diantaranya semen, cairan vagina atau
servik dan darah penderita.
Banyak cara yang diduga menjadi cara penularan virus HIV, namun hingga kini cara
penularan HIV yang diketahui adalah melalui :
a.       Transmisi Seksual
Penularan melalui hubungan seksual baik Homoseksual maupun Heteroseksual merupakan
penularan infeksi HIV yang paling sering terjadi. Penularan ini berhubungan dengan semen dan
cairan vagina atau serik. Infeksi dapat ditularkan dari setiap pengidap infeksi HIV kepada
pasangan seksnya. Resiko penularan HIV tergantung pada pemilihan pasangan seks, jumlah
pasangan seks dan jenis hubungan seks. Pada penelitian Darrow (1985) ditemukan resiko
seropositive untuk zat anti terhadap HIV cenderung naik pada hubungan seksual yang dilakukan
pada pasangan tidak tetap. Orang yang sering berhubungan seksual dengan berganti pasangan
merupakan kelompok manusia yang berisiko tinggi terinfeksi virus HIV.
1)      Homoseksual
Didunia barat, Amerika Serikat dan Eropa tingkat promiskuitas homoseksual menderita AIDS,
berumur antara 20-40 tahun dari semua golongan rusial. Cara hubungan seksual anogenetal
merupakan perilaku seksual dengan resiko tinggi bagi penularan HIV, khususnya bagi mitra
seksual yang pasif menerima ejakulasi semen dari seseorang pengidap HIV. Hal ini sehubungan
dengan mukosa rektum yang sangat tipis dan mudah sekali mengalami pertukaran pada saat
berhubungan secara anogenital.
2)      Heteroseksual
Di Afrika dan Asia Tenggara cara penularan utama melalui hubungan heteroseksual pada
promiskuitas dan penderita terbanyak adalah kelompok umur seksual aktif baik pria maupun
wanita yang mempunyai banyak pasangan dan berganti-ganti.
b.      Transmisi Non Seksual
1)      Transmisi parentral
Yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya (alat tindik) yang telah
terkontaminasi, misalnya pada penyalah gunaan narkotik suntik yang menggunakan jarum suntik
yang tercemar secara bersama-sama. Disamping dapat juga terjadi melaui jarum suntik yang
dipakai oleh petugas kesehatan tanpa disterilkan terlebih dahulu. Resiko tertular cara transmisi
parental ini kurang dari 1%.
Transmisi melalui transfusi atau produk darah terjadi di negara-negara barat sebelum tahun 1985.
Sesudah tahun 1985 transmisi melalui jalur ini di negara barat sangat jarang, karena darah donor
telah diperiksa sebelum ditransfusikan. Resiko tertular infeksi/HIV lewat trasfusi darah adalah
lebih dari 90%.
2)      Transmisi transplasental
Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak mempunyai resiko sebesar 50%.
Penularan dapat terjadi sewaktu hamil, melahirkan dan sewaktu menyusui. Penularan melalui air
susu ibu termasuk penularan dengan resiko rendah.
(http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-fazidah4.pdf.)
Cairan Tubuh yang tidak mengandung Virus HIV pada penderita HIV+ :
1.      Air liur / air ludah / saliva
2.      Feses / kotoran / tokai / bab / tinja
3.      Air mata
4.      Air keringat
5.      Air seni / air kencing / air pipis / urin / urine
(http://japanwatergirl.blogspot.com/2008/07/pengertian-definisi-dan-cara-penularan.html)

C.    PATOFISIOLOGI
HIV tergolong dalam retro virus ini menyebabkan membawa genetic dalam RNA
( Ribonukleat acid) bukan DNA ( Deoxiribonukleat acid). Virions HIV( partikel virus yang
lengkap dibungkus oleh selubung pelindung ) mengandung RNA dalam inti bentuk peluru yang
terpancing dimana P24 merupakan komplikasi structural utama . Tombd(knod) yang menonjol
lewat dinding virus terdiri dari protein gp120 yang terkait pada procing p41. bagian yang secara
selektif berkaitan dengan sel CD4 positif (D4 + ) adalah gp 120 dari HIV. Sel Cd4 mencakup
monosit, makrofag dan limfosit T4 helper ( yang dinamakan sel CD4 kalau dikaitkan dengan
infeksi HIV), limfosit T4 helper merupakan sel terbanyak, sesudah terikat dengan membrane sel
T4 helper HIV akan menginjeksikan dua utas bengan RNA yang identik kedalam sel T4 helper.
Dengan menggunakan enzim reverse transcriptase HIV melakukan pemograman ulang materi
genetic sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-strandet DNA ( DNA utas gonad. DNA
akan disatukan ke nukleus T4 sebagai sebuah pro virus dan terjadi infeksi permanent siklus
replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini sampai sel yang terinfeksi diaktifkan. Aktivasi sel yang
terinfeksi dilaksanakan antigen, mitogen sitokin CTNF alfa atau interleukin V atau produk gen
virus seperti : cytomegalovirus (Cm V ), epsten Bam Virus, Herpes simplek atau hepatic,
akibatnya sel T4 yang terinfeksi diaktifkan, replikasi serta pembentukan tunas HIV terjadi sel T4
dapt dihancurkan HIV baru dibentuk dan dilepaskan dari darah dan menginfeksi sel Cd4+
lainnya.
Infeksi monosit dan makrofag tampaknya berlangsung persisiten dan tidak
mengakibatkan kematian sel yang bermakna, tetapi sel ini menjadi reservoir HIV sehingga virus
dapat bersembunyi dan sisitem imun yang terangkut ke seluruh tubuh lewat system ini dan
menginfeksi jaringan tubuh. Sebagian besar jaringan ini mengandung molekul CD4 + yang lain.
Siitem imun pada infeksi HIV lebih aktif dari yang diperkirakan sebelumnya dan terproduksikan
sebesar 2 milyar limfosit CD4+ yang lain. Keseluruhan populasi sel Cd4+ perifer akan
mengalami pergantian ( turn over) tiap 15 hari sekali.
Kecepatan produksi HIV terkait dengan status kesehatan orang yang terjangkit
infeksi tersebut jika orang tersebut tidak sedang terperangi melawan infeksi HIV lain, reproduksi
HIV akan alambat. Reproduksi HIV akan dipercepat kalau penderita sedang menghadapi infeksi
lain/ system imun terstimulasi. Reaksi ini dapat menjelaskan periode laten yang diperlihatkan
sebagian penderita yang terinfeksi HIV simtomatik 10 tahun sesudah terinfeksi. Dalam respon
imun, limfosit T4 berperan penting mengenali antigen asing mengaktifkan limfosit B yang
memproduksi antibody, menstimulasi limfosit sitotoksik, memproduksi limfokin pertahanan
tubuh terhadap infeksi, T4 terganggu mikroorganisme yang menimbulkan penyakit akan
berkesempatan menginvasi dan menyebabakan sakit seirus. Injeksi dan melignasi timbul akibat
gangguan system imun ( infeksi oportunistik ).

D.    PATHWAY
Terlampir

E.     MANIFESTASI KLINIS


Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 – 2 minggu pasien akan
merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan
mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan
ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral.

Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS
(bevariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi
opurtunistik, yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang
disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk menibgitis, kandidiasis, cytomegalovirus,
mikrobakterial, atipikal.

1.      Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan
gejala penyakit biasa seperti demam berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala,
diare, sakit leher, radang kelenjar getah bening, dan bercak merah ditubuh.

2.      Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala Diketahui oleh pemeriksa kadar
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah akan diperoleh hasil positif.

3.      Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala pembengkakan kelenjar
getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan.

Sejak 1 januari 1993, orang-orang dengan keadaan yang merupakan indicator AIDS
(kategori C) dan orang yang termasuk didalam kategori A3 atau B3 dianggap menderita AIDS.
Ada beberapa klasifikasi tanda/keadaan klinis seseorang dikatakan menderita AIDS yaitu :

1. Kategori Klinis A

Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja dengan infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa keadaan dalam kategori klinis
B dan C yaitu :

a.       Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik.

b.      Limpanodenopati generalisata yang persisten ( PGI : Persistent Generalized


Limpanodenophaty )

c.       Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) primer akut dengan sakit yang menyertai atau
riwayat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang akut.
2. Kategori Klinis B

Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup :

a.       Angiomatosis Baksilaris

b.      Kandidiasis Orofaring/ Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya jelek terhadap terapi

c.       Displasia Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ )

d.      Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5o C ) atau diare lebih dari 1 bulan.

e.       Leukoplakial yang berambut

f.       Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada lebih dari satu dermaton
saraf.

g.      Idiopatik Trombositopenik Purpura

h.      Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii.

3. Kategori Klinis C

Contoh keadaan dalam kategori pada dewasa dan remaja mencakup :

a.       Kandidiasis bronkus,trakea / paru-paru, esophagus

b.      Kanker serviks inpasif

c.       Koksidiomikosis ekstrapulmoner / diseminata

d.      Kriptokokosis ekstrapulmoner

e.       Kriptosporidosis internal kronis

f.       Cytomegalovirus ( bukan hati,lien, atau kelenjar limfe )

g.      Refinitis Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan )

h.      Enselopathy berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)

i.        Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis )

j.        Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner )

k.      Isoproasis intestinal yang kronis


l.        Sarkoma Kaposi

m.    Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak

n.      Kompleks mycobacterium avium ( M.kansasi yang diseminata / ekstrapulmoner

o.      M.Tubercolusis pada tiap lokasi (pulmoner / ekstrapulmoner )

p.      Mycobacterium, spesies lain,diseminata / ekstrapulmoner

q.      Pneumonia Pneumocystic Cranii

r.        Pneumonia Rekuren

s.       Leukoenselophaty multifokal progresiva

t.        Septikemia salmonella yang rekuren

u.      Toksoplamosis otak

v.      Sindrom pelisutan akibat Human Immunodeficiency Virus ( HIV)

(http://asuhan-keperawatan.blogspot.com/2006/05/aids.html)

F.     KOMPLIKASI
1.      Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human
Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan,
keletihan dan cacat.
2.      Neurologik
a.       Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV)
pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan,
disfasia, dan isolasi social.
b.      Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan
elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total /
parsial.
c.       Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis.
d.      Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV)
3.      Gastrointestinal
a.       Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi.
Dengan efek, penurunan berat badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
b.      Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan
anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
c.       Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat
infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
4.      Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan
strongyloides dengan efek nafas pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.

5.      Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi
otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan
sepsis.
6.      Sensorik
a.       Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
b.      Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri.

G.    PEMERIKSAAN PENUNJANG


1.      Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat penelitian. Tes
dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis Human Immunodeficiency Virus
(HIV) dan memantau perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi Human
Immunodeficiency Virus (HIV)
a.       Serologis
1)      Tes antibody serum
Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA. Hasil tes positif, tapi bukan
merupakan diagnosa
2)      Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)
3)      Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
4)      Sel T4 helper
Indikator system imun (jumlah <200>
5)      T8 ( sel supresor sitopatik )
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper ( T8 ke T4 )
mengindikasikan supresi imun.
6)      P24 ( Protein pembungkus Human ImmunodeficiencyVirus (HIV )
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi
7)      Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati normal
8)      Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler.
9)      Tes PHS
Pembungkus hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif
2.      Neurologis
EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
(http://asuhan-keperawatan.blogspot.com)
3.      Tes Lainnya
a.       Sinar X dada
Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut atau adanya komplikasi lain

b.      Tes Fungsi Pulmonal


Deteksi awal pneumonia interstisial
c.       Skan Gallium
Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk pneumonia lainnya.
d.      Biopsis
Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi
e.       Brankoskopi / pencucian trakeobronkial
Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP ataupun dugaan kerusakan paru-paru
4.      Tes HIV
Banyak orang tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi virus HIV.[51] Kurang dari 1%
penduduk perkotaan di Afrika yang aktif secara seksual telah menjalani tes HIV, dan
persentasenya bahkan lebih sedikit lagi di pedesaan. Selain itu, hanya 0,5% wanita mengandung
di perkotaan yang mendatangi fasilitas kesehatan umum memperoleh bimbingan tentang AIDS,
menjalani pemeriksaan, atau menerima hasil tes mereka. Angka ini bahkan lebih kecil lagi di
fasilitas kesehatan umum pedesaan.[51] Dengan demikian, darah dari para pendonor dan produk
darah yang digunakan untuk pengobatan dan penelitian medis, harus selalu diperiksa
kontaminasi HIV-nya.
Tes HIV umum, termasuk imunoasai enzim HIV dan pengujian Western blot, dilakukan
untuk mendeteksi antibodi HIV pada serum, plasma, cairan mulut, darah kering, atau urin pasien.
Namun demikian, periode antara infeksi dan berkembangnya antibodi pelawan infeksi yang
dapat dideteksi (window period) bagi setiap orang dapat bervariasi. Inilah sebabnya mengapa
dibutuhkan waktu 3-6 bulan untuk mengetahui serokonversi dan hasil positif tes. Terdapat pula
tes-tes komersial untuk mendeteksi antigen HIV lainnya, HIV-RNA, dan HIV-DNA, yang dapat
digunakan untuk mendeteksi infeksi HIV meskipun perkembangan antibodinya belum dapat
terdeteksi. Meskipun metode-metode tersebut tidak disetujui secara khusus untuk diagnosis
infeksi HIV, tetapi telah digunakan secara rutin di negara-negara maju.
(www.wikipedia.org)
H.    PENATALAKSANAAN
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus
(HIV), bisa dilakukan dengan :
1.      Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang tidak
terinfeksi.
2.      Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak
terlindungi.
3.      Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status Human
Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
4.      Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.
5.      Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.
Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terpinya yaitu :
1.      Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,nasokomial,
atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan
komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
2.      Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS,
obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan
menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4
nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3

3.      Terapi Antiviral Baru


Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat
replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
a.       Didanosine
b.      Ribavirin
c.       Diedoxycytidine
d.      Recombinant CD 4 dapat larut
e.       Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka
perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan
dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
a.       Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat,hindari
stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
b.      Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat reflikasi
Human Immunodeficiency Virus (HIV).

I.       PENCEGAHAN
Tiga jalur utama (rute) masuknya virus HIV ke dalam tubuh ialah melalui hubungan
seksual, persentuhan (paparan) dengan cairan atau jaringan tubuh yang terinfeksi, serta dari ibu
ke janin atau bayi selama periode sekitar kelahiran (periode perinatal). Walaupun HIV dapat
ditemukan pada air liur, air mata dan urin orang yang terinfeksi, namun tidak terdapat catatan
kasus infeksi dikarenakan cairan-cairan tersebut, dengan demikian resiko infeksinya secara
umum dapat diabaikan.
1.      Hubungan seksual
Mayoritas infeksi HIV berasal dari hubungan seksual tanpa pelindung antarindividu yang
salah satunya terkena HIV. Hubungan heteroseksual adalah modus utama infeksi HIV di dunia.
Selama hubungan seksual, hanya kondom pria atau kondom wanita yang dapat mengurangi
kemungkinan terinfeksi HIV dan penyakit seksual lainnya serta kemungkinan hamil. Bukti
terbaik saat ini menunjukan bahwa penggunaan kondom yang lazim mengurangi resiko
penularan HIV sampai kira-kira 80% dalam jangka panjang, walaupun manfaat ini lebih besar
jika kondom digunakan dengan benar dalam setiap kesempatan. Kondom laki-laki berbahan
lateks, jika digunakan dengan benar tanpa pelumas berbahan dasar minyak, adalah satu-satunya
teknologi yang paling efektif saat ini untuk mengurangi transmisi HIV secara seksual dan
penyakit menular seksual lainnya. Pihak produsen kondom menganjurkan bahwa pelumas
berbahan minyak seperti vaselin, mentega, dan lemak babi tidak digunakan dengan kondom
lateks karena bahan-bahan tersebut dapat melarutkan lateks dan membuat kondom berlubang.
Jika diperlukan, pihak produsen menyarankan menggunakan pelumas berbahan dasar air.
Pelumas berbahan dasar minyak digunakan dengan kondom poliuretan.
Kondom wanita adalah alternatif selain kondom laki-laki dan terbuat dari poliuretan, yang
memungkinkannya untuk digunakan dengan pelumas berbahan dasar minyak. Kondom wanita
lebih besar daripada kondom laki-laki dan memiliki sebuah ujung terbuka keras berbentuk
cincin, dan didesain untuk dimasukkan ke dalam vagina. Kondom wanita memiliki cincin bagian
dalam yang membuat kondom tetap di dalam vagina — untuk memasukkan kondom wanita,
cincin ini harus ditekan. Kendalanya ialah bahwa kini kondom wanita masih jarang tersedia dan
harganya tidak terjangkau untuk sejumlah besar wanita. Penelitian awal menunjukkan bahwa
dengan tersedianya kondom wanita, hubungan seksual dengan pelindung secara keseluruhan
meningkat relatif terhadap hubungan seksual tanpa pelindung sehingga kondom wanita
merupakan strategi pencegahan HIV yang penting.
Penelitian terhadap pasangan yang salah satunya terinfeksi menunjukkan bahwa dengan
penggunaan kondom yang konsisten, laju infeksi HIV terhadap pasangan yang belum terinfeksi
adalah di bawah 1% per tahun. Strategi pencegahan telah dikenal dengan baik di negara-negara
maju. Namun, penelitian atas perilaku dan epidemiologis di Eropa dan Amerika Utara
menunjukkan keberadaan kelompok minoritas anak muda yang tetap melakukan kegiatan
beresiko tinggi meskipun telah mengetahui tentang HIV/AIDS, sehingga mengabaikan resiko
yang mereka hadapi atas infeksi HIV. Namun demikian, transmisi HIV antarpengguna narkoba
telah menurun, dan transmisi HIV oleh transfusi darah menjadi cukup langka di negara-negara
maju.
Pada bulan Desember tahun 2006, penelitian yang menggunakan uji acak terkendali
mengkonfirmasi bahwa sunat laki-laki menurunkan resiko infeksi HIV pada pria heteroseksual
Afrika sampai sekitar 50%. Diharapkan pendekatan ini akan digalakkan di banyak negara yang
terinfeksi HIV paling parah, walaupun penerapannya akan berhadapan dengan sejumlah isu
sehubungan masalah kepraktisan, budaya, dan perilaku masyarakat. Beberapa ahli
mengkhawatirkan bahwa persepsi kurangnya kerentanan HIV pada laki-laki bersunat, dapat
meningkatkan perilaku seksual beresiko sehingga mengurangi dampak dari usaha pencegahan
ini.
Pemerintah Amerika Serikat dan berbagai organisasi kesehatan menganjurkan Pendekatan
ABC untuk menurunkan resiko terkena HIV melalui hubungan seksual. Adapun rumusannya
dalam bahasa Indonesia:

Anda jauhi seks,


“ Bersikap saling setia dengan pasangan, ”
Cegah dengan kondom.

2.      Kontaminasi cairan tubuh terinfeksi


Wabah AIDS di Afrika Sub-Sahara tahun 1985-2003. Pekerja kedokteran yang mengikuti
kewaspadaan universal, seperti mengenakan sarung tangan lateks ketika menyuntik dan selalu
mencuci tangan, dapat membantu mencegah infeksi HIV.
Semua organisasi pencegahan AIDS menyarankan pengguna narkoba untuk tidak berbagi
jarum dan bahan lainnya yang diperlukan untuk mempersiapkan dan mengambil narkoba
(termasuk alat suntik, kapas bola, sendok, air pengencer obat, sedotan, dan lain-lain). Orang
perlu menggunakan jarum yang baru dan disterilisasi untuk tiap suntikan. Informasi tentang
membersihkan jarum menggunakan pemutih disediakan oleh fasilitas kesehatan dan program
penukaran jarum. Di sejumlah negara maju, jarum bersih terdapat gratis di sejumlah kota, di
penukaran jarum atau tempat penyuntikan yang aman. Banyak negara telah melegalkan
kepemilikan jarum dan mengijinkan pembelian perlengkapan penyuntikan dari apotek tanpa
perlu resep dokter.
3.      Penularan dari ibu ke anak
Penelitian menunjukkan bahwa obat antiretrovirus, bedah caesar, dan pemberian makanan
formula mengurangi peluang penularan HIV dari ibu ke anak (mother-to-child transmission,
MTCT). Jika pemberian makanan pengganti dapat diterima, dapat dikerjakan dengan mudah,
terjangkau, berkelanjutan, dan aman, ibu yang terinfeksi HIV disarankan tidak menyusui anak
mereka. Namun demikian, jika hal-hal tersebut tidak dapat terpenuhi, pemberian ASI eksklusif
disarankan dilakukan selama bulan-bulan pertama dan selanjutnya dihentikan sesegera mungkin.
Pada tahun 2005, sekitar 700.000 anak di bawah umur 15 tahun terkena HIV, terutama melalui
penularan ibu ke anak; 630.000 infeksi di antaranya terjadi di Afrika. Dari semua anak yang
diduga kini hidup dengan HIV, 2 juta anak (hampir 90%) tinggal di Afrika Sub Sahara.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.    Fokus pengkajian
Pengkajian umum pasien AIDS
a.       Aktivitas/istirahat
  Gejala : mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya, progresi
kelelaha/malaise. Perubahan pola tidur.
  Tanda : kelelahan otot, menurunya masa otot. Respon fisiologis terhadap aktivitas seperti
perubahan dalam TD, frekuensi jantung, pernafasan.
b.      Sirkulasi
  Gejala : proses penyembuhan luka yang lambat; perdarahan lama pada cedera.
  Tanda : takikardia, perubahan TD postural, menurunnya volume nadi perifer, pucat atau sianosis;
parpanjangan pengisian kapiler.
c.       Integritas ego
  Gejala : faktor stress yang berhubungan dengan kehilangan (keluarga, pekerjan, gaya hidup,dll),
mengkuatirkan penampilan (menurunyya berat badan,dd), mengingkari diagnosa, merasa tidak
berdaya,putus asa, tidak berguna, rasa bersalah, dan depresi.
  Tanda : mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri.perilaku marah, menangis, kontak mata
yang kurang.
d.      Eliminasi
  Gejala : diare yang intermiten, terus menerus, sering atau tanpa disertai kram abdominal. Nyeri
panggul, rasa terbakar saat miksi.
  Tanda : feses enter atau tanpa disertai mucus atau darah. Diare pekat yang sering, nyeri tekan
abdominal, lesi atau abses rectal, perianal. Perubahan dalam jumlah, warna, sdan karakteristik
urine.
e.       Makanan/cairan
Gejala : tidak nafsu makan, perubahan dalam mengenali makanan, mual/muntah. Disfagia, nyeri
retrosternal saat menelan. penurunan berat badan yang progresif.
  Tanda : Penurunan berat badan, dapat menunjukkan adanya bising usus hiperaktif, turgor kulit
buruk, lesi pada rongga mulut, adanya selaput puih dan perubahan warna, edema.
f.       Hygiene
  Gejala :tidak dapat menyelesaikan AKS
  Tanda :memperlihatkan penampilan yang tidak rapih. Kekurangan dalam banyak atau semua
perawatan diri, aktivitas perawatan diri.
g.      Neurosensori
  Gejala :pusing/pening, sakit kepala. Perubahan status mental, kehilangan ketajaman/ kemampuan
diri untukmengawasi masalah, tidak mampu mrngingat/ konsentrasi menurun.kelemahan otot,
tremor, dan perubahan ketajaman penglihatan. Kebas, kasemutan pada ekstremiats(kaki
menunjukkan perubahan paling awal).
  Tanda : perubahan status mental, dngan rentang antara kacau mental sampai demensia, lupa,
konsentrasi buruk, tingkat kasadaran menurun, apatis, retardasi psikomotor/respon lambat. Ide
paranoid, ansietas yang berkembang bebas, harapan yang tidak realistis. Timbul reflek tidak
normal, menurunnya kekuatan otot, dan gaya berjalan ataksia.tremor pada motorik kasar/halus,
menurunnya motorik fokalis. Hemoragi retina dan eksudat.
h.      Nyeri/kenyamanan
  Gejala : nyeri umu /local, sakit, rasa terbakar pada kaki. Sakit kepala, nyeri dada pleuritis.
  Tanda : pembengkakan pada sendi, nyeri pada kelenjar, nyeri tekan. Penurunan rentang gerak,
perubahan gaya berjalan/pincang, gerak otot melindungi yang sakit.
i.        Pernapasan
  Gejala : ISK sering, menetap. Napas pendek yang progresif. Batuk (mulai dari sedang sampai
parah), produktif/non-produktif sputum. Bendungan atau sesak pada dada.
  Tanda : takipneu, disters pernapasan. Perubahan bunyi npas/bunyi napas adventius. Sputum
:kuning
j.        Keamanan
  Gejala : riwayat jath, terbakar, pingsan, luka yang lambat penyembuhannya. Riwayat menjalani
tranfusi darah yang sering atau berulang. Riwayat penyakit defisiensi imun, yakni kanker tahap
lanjut. Demam berulang: suhu rendah, peningkatan suhu intermitetn/memuncak; berkeringat
malam.
  Tanda : perubahan integritas kulit : terpotong, ram, mis. Eczema, eksantem, psoriasis, perubahan
warna, perubahan ukuran/ mola warna mla,; mudah terjadi memar yang tidak dapat dijelaskan
sebabnya. Rectum, luka-luka perianal/abses,.timbulnya nodul-nodul, pelebaran kelenjar linfe
pada dua area tubuh/lebih (leher, ketiak, paha).menurunnya kekebalan imim, tekanan otot,
perubahan pada gaya berjalan.
k.      Seksualitas
  Gejala : riwayat perilaku beresiko tinggi yakni mengadakan hubungan seksual deang pasangan
yang positif HIV, pasangan seksual mltipel, aktivitas seksual yang tidak terlindung, dan seks
anal. Menurunnya libido, terlalu sakit untuk melakukan hubungan seks.penggunaan kondom
yang tidak konsisten. Menggunakan pil pencegah kehamilan.
  Tanda : kehamilan atau resiko terhadap hamil. Genetalia : manifestasi kulit(mis. Kutil, herpes)
l.        Interaksi social
  Gejala : masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis,mis. Kehilangan karabat/orang terdekat, teman,
pendukung.rasa takut untuk mengungkapkannya pada orang lain, takut akan
penolakan/kehilangan pendapatan. Isolasi, keseian, teman dekat ataupun pasangan yang
meninggal karena AIDS. Mempertanyakan kemampuan untuk tetap mandiri, tidak mampu
membuat rencana.
  Tanda : perubahan oada interaksi keluarga/ orang terdekat.aktivitas yang tak terorganisasi.

m.    Penyuluhan/pembelajaran
  Gejala :kegagalan untuk mengikuti perwatan, melanjutkan perilaku beresiko
tinggi(seksual/penggunaan obat-obatan IV). Penggunaan/ penyalahgunaan obat-obatan IV, sast
ini merokok, penyalahgunaan alcohol.
  Pertinbangan rencana pemulangan: memerlukan bantuan keuangan, obat-obatan/tindakan,
perawatan kulit/luka, peralatan/bahan, transpotasi, belanja makanan dan persiapan ; perawatan
diri, prosedur perawatan teknis,dll.
B.     Diagnos Keperawatan
a.       RESTI infeksi berhubungan dengan respon imunitas yang berkurang ( Immuno supresi).
b.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan cara pencegahan penularan HIV.
c.       Isolasi social berhubungan dengan mudahnya transmisi atau proses penularan penyakit.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Resiko tinggi Setelah dilakukan         Pantau adanya infeksi         Deteksi dini
infeksi tindakan keperawatan, ( demam, menggigil, terhadap infeksi
berhubungan infeksi bisa pada klien diaporesis, batuk, nafas penting untuk
dengan respon bisa diatasi dengan pendek, nyeri oral atau melakukan
imunitas yang kriteria hasil : nyeri menelan , bercak tindakan segera .
berkurang Tidak ada demam dan berwarna crem
       
infeksi lama dan
( Immuno bebas dari pengeluaran / dirongga oral, sering berulang
supresi). sekresi purulen dan berkemih, disuria, memperberat

tanda-tanda lain dari kemerahan, bengkak, kelemahan pasien

kondisi infeksi. drainase dari lkua, lesi .

        Bisa mencapai masa vesicular diwajah,


penyembuhan luka / bibir, area perianal ).         Esofagitis

lesi.         Pantau keluhan nyeri mungkin terjadi


ulu hati, disfagia, sakit sekunder akibat
retrosternal pada waktu kandidiasis oral
menelan, peningkatan atapun herpes.
kejang abdominal, Kriptosporidiosis
diare hebat. adalah infeksi
parasit yang
menyebabkan
diare encer
(seringkali lebih
besar dari 15
lt/hari.
        Identifikasi atau
perawatan awal
        Periksa adanya luka
dari infeksi
atau lokasi alat invasif,
sekunder dapat
perhatikan tanda-tanda
inflamasi/infeksi lokal. mencegah
terjadinya sepsis.
        berikan deteksi
dini terhsadap
        Ajarkan pasien atau
infeksi.
pemberi perawatan
tentang perlunya
melaporkan
kemungkinan infeksi .
         

2 Kurang Setelah dilakukan         Instruksikan pasien,         Pngetahuan


pengetahuan tindakan keperawatan. keluarga, teman, tentang penularan
berhubungan Klien diharapkan bisa tentang rute penularan penyakit
dengan cara mengetahui bagaimana HIV. membantu
pencegahan pencegahan penularan mencegah
penularan HIV, HIV, dan juga pasien penyabaran
dan kebutuhan bisa memulai perubahan penyakit, dan
pengobatan. gaya hidup yang perlu, mencegah rasa
dan ikut serta dalam takut.
aturan perawatan.         Berikan informasi         Memberikan
penatalaksanaan gejala pasien
yang melengkapi peningkatan
aturan medis, misal kontrol, atau
pada diare intermiten mengurangi risiko
gunakan lomotil rasa malu dan
sebelum pergi meningkatkan
kekegiatan sosial. kenyamanan.
        Merangsang

        Dorong aktivitas atau pelepasan

latihan pada tingkat endorfin pada


otak,
yang dapat ditoleransi meningkatkan
pasien. rasa sejahtera
        Memberi
kesempatan untuk
mengubah aturan
        Tekankan perlunya
untuk memenuhi
melanjutkan perawatan
kebutuhan
kesehatan dan evaluasi.
perubahan
individual.
        Mencegah atau
mengurangi
kepenatan,
meningkatkan
        Tekankan pentingnya
kemampuan
istirahat yang adekuat
3 Isolasi social Setelah dilakukan         Kaji pola interaksi         menetapkan
berhubungan tindakan keperawatan social yang lazim. dasar untuk
dengan mudahnya Klien bisa menunjukkan intervensi
transmisi atau peningkatan perasaan        Dorong adanya individual.
proses penularan harga diri dan hubungan yang aktif         Membantu
penyakit. berpartisifasi dalam dengan orang terdekat memamntapkan
aktivitas atau program partisifasi pada
pada tingkat hubungan sosial.
kemampuan/hasrat. Dapat
mengurangi
kemungkinan
upaya bunuh diri.
        Indikasi bahwa
        Waspadai gejala-
putus asa dan ide
gejala
untuk bunuh diri
verbal/nonverbal,
sering muncul ;
misalnya menarik diri,
ketika tanda-
putus asa, perasaan
kesepian. Tanyakan tanda ini
kepada klien apakah diketahui oleh
pernah berfikir untuk pemberi
bunuh diri. perawatan, pasien
umumnya ingin
bicara mengenai
perasaan ingin
bunuh diri,
terisolasi dan
putus asa.
A.&nbsp;  Masalah Yang lazim muncul pada klien

1.    Kelelahan b/d status penyakit, anemia, malnutrisi

2.    Nyeri akut/kronis b/d infeksi, nyeri abdomen

3.    Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan pencernaan

4.    Diare b/d proses pemyakit

B.   Discharge Planning

1.       Ajarkan pada anak dan keluarga untuk menghubungi tim kesehatan bila terdapat tanda tanda atau gejala infeksi

2.      Ajarkan pada anak dan keluarga untuk mengamati respon terhadap pengobatan dan memberitahu dokter
tentangadanya efek samping

3.      Ajarkan pada anak dan keluarga tentang penjadwalan pemeriksaan lebih lanjut.

N Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


o

1 Kelelahan b/d status NOC : NIC :


penyakit, anemia,   Endurance Energy Management
malnutrisi
  Concentration   Observasi adanya pembatasan klien
dalam melakukan aktivitas
  Energy conservation
  Dorong anal untuk mengungkapkan
  Nutritional status : energy perasaan terhadap keterbatasan
Kriteria Hasil :   Kaji adanya factor yang
menyebabkan kelelahan
  Memverbalisasikan peningkatan
energi dan merasa lebih baik   Monitor nutrisi dan sumber energi
tangadekuat
  Menjelaskan penggunaan energi
untuk mengatasi kelelahan   Monitor pasien akan adanya
kelelahan fisik dan emosi secara
berlebihan

  Monitor respon kardivaskuler


terhadap aktivitas

  Monitor pola tidur dan lamanya


tidur/istirahat pasien

2 Nyeri akut/kronis b/d NOC :


infeksi, nyeri abdomen
  Pain Level, Pain Management
Definisi : Lakukan pengkajian nyeri secara
  Pain control,
komprehensif termasuk lokasi,
Sensori yang tidak
  Comfort level karakteristik, durasi, frekuensi,
menyenangkan dan
kualitas dan faktor presipitasi
pengalaman emosional yang Kriteria Hasil :
muncul secara aktual atau Observasi reaksi nonverbal dari
potensial kerusakan jaringan   Mampu mengontrol nyeri (tahu ketidaknyamanan
atau menggambarkan adanya penyebab nyeri, mampu
kerusakan (Asosiasi Studi menggunakan tehnik Gunakan teknik komunikasi terapeutik
Nyeri Internasional): serangan nonfarmakologi untuk mengurangi untuk mengetahui pengalaman
mendadak atau pelan nyeri, mencari bantuan) nyeri pasien
intensitasnya dari ringan
sampai berat yang dapat   Melaporkan bahwa nyeri berkurang Kaji kultur yang mempengaruhi respon
diantisipasi dengan akhir yang dengan menggunakan manajemen nyeri
dapat diprediksi dan dengan nyeri
Evaluasi pengalaman nyeri masa
durasi kurang dari 6 bulan.
  Mampu mengenali nyeri (skala, lampau
Batasan karakteristik : intensitas, frekuensi dan tanda
Evaluasi bersama pasien dan tim
nyeri)
kesehatan lain tentang
       Laporan secara verbal atau

non verbal   Menyatakan rasa nyaman setelah ketidakefektifan kontrol nyeri masa
nyeri berkurang lampau
       Fakta dari observasi
  Tanda vital dalam rentang normal Bantu pasien dan keluarga untuk
       Posisi antalgic untuk mencari dan menemukan dukungan
menghindari nyeri
Kontrol lingkungan yang dapat
       Gerakan melindungi
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan
       Tingkah laku berhati-hati kebisingan

       Muka topeng Kurangi faktor presipitasi nyeri

       Gangguan
tidur (mata sayu, Pilih dan lakukan penanganan nyeri
tampak capek, sulit atau (farmakologi, non farmakologi dan
gerakan kacau, menyeringai) inter personal)

       Terfokus pada diri sendiri Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
       Fokus
menyempit (penurunan
persepsi waktu, kerusakan Ajarkan tentang teknik non
proses berpikir, penurunan farmakologi
interaksi dengan orang dan
lingkungan) Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri
       Tingkah
laku distraksi,
contoh : jalan-jalan, menemui Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
orang lain dan/atau aktivitas,
aktivitas berulang-ulang) Tingkatkan istirahat

Kolaborasikan dengan dokter jika ada


       Respon
autonom (seperti
keluhan dan tindakan nyeri tidak
diaphoresis, perubahan
berhasil
tekanan darah, perubahan
nafas, nadi dan dilatasi pupil) Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri
       Perubahan
autonomic dalam
tonus otot (mungkin dalam Analgesic Administration
rentang dari lemah ke kaku)
Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas,
       Tingkah
laku ekspresif (contoh dan derajat nyeri sebelum
: gelisah, merintih, menangis, pemberian obat
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah) Cek instruksi dokter tentang jenis
obat, dosis, dan frekuensi
       Perubahan
dalam nafsu
makan dan minum Cek riwayat alergi

Faktor yang berhubungan : Pilih analgesik yang diperlukan atau


kombinasi dari analgesik ketika
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, pemberian lebih dari satu
psikologis)
Tentukan pilihan analgesik tergantung
tipe dan beratnya nyeri

Tentukan analgesik pilihan, rute


pemberian, dan dosis optimal

Pilih rute pemberian secara IV, IM


untuk pengobatan nyeri secara
teratur

Monitor vital sign sebelum dan


sesudah pemberian analgesik
pertama kali

Berikan analgesik tepat waktu


terutama saat nyeri hebat

Evaluasi efektivitas analgesik, tanda


dan gejala (efek samping)
3 Ketidakseimbangan nutrisi NOC : Nutrition Management
kurang dari kebutuhan   Nutritional Status : Kaji adanya alergi makanan
tubuh b/d gangguan
  Nutritional Status : food and Fluid Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
pencernaan Intake menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien.
Definisi : Intake nutrisi tidak   Nutritional Status : nutrient Intake
cukup untuk keperluan Anjurkan pasien untuk meningkatkan
metabolisme tubuh.   Weight control intake Fe
Batasan karakteristik : Kriteria Hasil : Anjurkan pasien untuk meningkatkan
protein dan vitamin C
  Adanya peningkatan berat badan
-    Berat badan 20 % atau lebih di
bawah ideal sesuai dengan tujuan Berikan substansi gula

-    Dilaporkan adanya intake   Beratbadan ideal sesuai dengan Yakinkan diet yang dimakan
makanan yang kurang dari tinggi badan mengandung tinggi serat untuk
RDA (Recomended Daily mencegah konstipasi
  Mampumengidentifikasi kebutuhan
Allowance)
nutrisi Berikan makanan yang terpilih ( sudah
-    Membran mukosa dan dikonsultasikan dengan ahli gizi)
  Tidk ada tanda tanda malnutrisi
konjungtiva pucat
Ajarkan pasien bagaimana membuat
  Menunjukkan peningkatan fungsi
-    Kelemahan otot yang catatan makanan harian.
pengecapan dari menelan
digunakan untuk
menelan/mengunyah   Tidak terjadi penurunan berat badan Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
kalori
yang berarti
-    Luka, inflamasi pada rongga
Berikan informasi tentang kebutuhan
mulut
nutrisi
-    Mudah merasa kenyang,
Kaji kemampuan pasien untuk
sesaat setelah mengunyah
mendapatkan nutrisi yang
makanan
dibutuhkan
-    Dilaporkan atau fakta adanya
Nutrition Monitoring
kekurangan makanan
BB pasien dalam batas normal
-    Dilaporkan adanya perubahan
sensasi rasa Monitor adanya penurunan berat
badan
-    Perasaan ketidakmampuan
untuk mengunyah makanan Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang
biasa dilakukan
-    Miskonsepsi
Monitor interaksi anak atau orangtua
-    Kehilangan BB dengan selama makan
makanan cukup
-    Keengganan untuk makan Monitor lingkungan selama makan

-    Kram pada abdomen Jadwalkan pengobatan dan tindakan


tidak selama jam makan
-    Tonus otot jelek
Monitor kulit kering dan perubahan
-    Nyeri abdominal dengan atau pigmentasi
tanpa patologi
Monitor turgor kulit
-    Kurang berminat terhadap
makanan Monitor kekeringan, rambut kusam,
dan mudah patah
-    Pembuluh darah kapiler mulai
rapuh Monitor mual dan muntah

Monitor kadar albumin, total protein,


-    Diare dan atau steatorrhea
Hb, dan kadar Ht
-    Kehilangan rambut yang
Monitor makanan kesukaan
cukup banyak (rontok)
Monitor pertumbuhan dan
-    Suara usus hiperaktif
perkembangan
-    Kurangnya informasi,
Monitor pucat, kemerahan, dan
misinformasi
kekeringan jaringan konjungtiva
Faktor-faktor yang
Monitor kalori dan intake nuntrisi
berhubungan :
Catat adanya edema, hiperemik,
Ketidakmampuan pemasukan
hipertonik papila lidah dan cavitas
atau mencerna makanan atau oral.
mengabsorpsi zat-zat gizi
Catat jika lidah berwarna magenta,
berhubungan dengan faktor scarlet
biologis, psikologis atau
ekonomi.

4 Diare b/d proses NOC: NIC :


pemyakit
  Bowel elimination Diarhea Management

  Fluid Balance   Evaluasi efek samping pengobatan


terhadap gastrointestinal
  Hydration
  Ajarkan pasien untuk menggunakan
  Electrolyte and Acid base Balance obat antidiare
Kriteria Hasil :   Instruksikan pasien/keluarga
  Feses berbentuk, BAB sehari sekali- untukmencatat warna, jumlah,
tiga hari frekuenai dan konsistensi dari feses

  Menjaga daerah sekitar rectal dari


  Evaluasi intake makanan yang
iritasi masuk

  Tidak mengalami diare   Identifikasi factor penyebab dari diare

  Menjelaskan penyebab diare dan


  Monitor tanda dan gejala diare
rasional tendakan
  Observasi turgor kulit secara rutin
  Mempertahankan turgor kulit
  Ukur diare/keluaran BAB

  Hubungi dokter jika ada kenanikan


bising usus

  Instruksikan pasien untukmakan


rendah serat, tinggi protein dan
tinggi kalori jika memungkinkan

  Instruksikan untuk menghindari


laksative

  Ajarkan tehnik menurunkan stress

  Monitor persiapan makanan yang


aman

Anda mungkin juga menyukai