Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam al qur’an sangatlah banyak ayaat ayat yang menerangkan tentang


keharaman praktek suap menyuap diantaranya terdapat didalam surah Al Baqarah
ayat 188 yang artinya’’ janganlah kalian memakan harta harta diantar kalian
dengan cara yang bathil. Dalam hal ini imam qurthubi mengatakan bahwasannya
makna ayat tersebut adalah janganlah kalian memakan sebagian yang lain dengan
cara yang tidak benar. Imam qurthubi menambahkan bahwa barang siapa yang
mengambil harta orang lain bukan dengan cara yang dibenarkan syariat maka
sesungguhnya ia telah memakan dengan cara yang bathil. Diantara bentuk bentuk
makanan dengan cara yang bathil adalah putusan seorang hakim yang
memenangkan seseorang yang mana orang tersebut sebenarnya mengetahui
bagwa dirinyalah yang bener benar bersalah. Meskipun telah ada penjelesan
penjelesan tentang masalah korupsi di dalam al qur’an manusia sebagai mahluk
yang diciptakan oleh Allah SWT tetap saja mau melakukan tindakan perilaku
tersebut. Itu semua terjadi karena pelakunya mengalami sesat pikir atas prinsip
prinsip kejujuran dan amanah. Dengan demikian perilaku tindakan korupsi bukan
saja melawan morlitas secara umum, akan tetapi perilaku tindakan korupsi juga
suatu bentuk perlawanan atas agama.

B. Rumusan Masalah

a. Korupsi Dalam Persfektif Agama

b. Korupsi Dalam persfektif Budaya

C. Tujuan Masalah

a. Untuk Mengetahui Korupsi Dalam Persfektif Agama

b. Untuk Mengetahui Korupsi Dalam persfektif Budaya

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Korupsi Dalam Persfektif Agama

Korupsi merupakan suatu bentuk perilaku kejahatan yang sering


dilakuakan oleh para pejabat – pejabat negara yang diberi kepercayaan oleh
masyarakat. Sebagai kejahatan yang sudah menjadi langganan bagi para pejabat
negara sangat banyak menimbulkan keresahan bagi masyarakat. Dampak negatif
yang ditimbulkan oleh perilaku korupsi tidak hanya mengancam keseimbangan
nagara, akan tetapi juga akan menodai prinsip kesejahteraan rakyat, keadilan,
penegakan hukum, bahkan akan merusak misi agama kedepannya.

Dalam hal korupsi agama islam berpandangan bahwa islam sebagai agama
yang sangat menjungjung tinggi keadilan sangatlah mengharamkan praktek suap
menyuap atau dengan kata lain korupsi. Didalam konsep keislaman korupsi
mempunyai banyak istilah diantaranya adalah ar-risywah, al-suht, dan al-ghul
meski demikian ketiga istilah tersebut adalah istilah yang digunakan untuk
menerangkan macam macam perilaku yang menyimpang yang biasa dilakukan
manusia. Istilah ini pada dasarnya adalah alat untuk membantu kaum musilimin
untuk tetap fokus terhadap amanat filosofis tentang korupsi, akan tetapi istilah
yang paling populer diantara ketiga istilah diatas adalah ar-risywah, ibnu atsir
dalam an-nihayah fi ghoribil hadits yang atsar mendefinisikan bahwa ar- risywah
adalah usaha untuk memenuhi hajat ( kepentingan ) dengan membujuk.

Kata ar-rsywah itu sendiri berasal dari kata ‫ الرشاء‬yang berarti tali yang
menyampaikan timba ke air. Jadi ar- risywah adalah pemberian apa saja ( berupa
uang atau yang lain ) kepada pengusaha, hakim atau pengurus suatu urusan agar
memutuskan perkara atau menangguhkan denagan cara yang bathil.Dengan cara
yang bathil inilah sebuah ketentuan berubah, sehingga menyakiti banyak orang
dan wajarlah jika Rosulullah SAW mengutuk atau melaknat para pelaku suap
menyuap atau korupsi. Dalam al qur’an sangatlah banyak ayaat ayat yang

2
menerangkan tentang keharaman praktek suap menyuap diantaranya terdapat
didalam surah Al Baqarah ayat 188 yang artinya’’ janganlah kalian memakan harta
harta diantar kalian dengan cara yang bathil. Dalam hal ini imam qurthubi
mengatakan bahwasannya makna ayat tersebut adalah janganlah kalian memakan
sebagian yang lain dengan cara yang tidak benar. Imam qurthubi menambahkan
bahwa barang siapa yang mengambil harta orang lain bukan dengan cara yang
dibenarkan syariat maka sesungguhnya ia telah memakan dengan cara yang bathil.
Diantara bentuk bentuk makanan dengan cara yang bathil adalah putusan seorang
hakim yang memenangkan seseorang yang mana orang tersebut sebenarnya
mengetahui bagwa dirinyalah yang bener benar bersalah. Meskipun telah ada
penjelesan penjelesan tentang masalah korupsi di dalam al qur’an manusia
sebagai mahluk yang diciptakan oleh Allah SWT tetap saja mau melakukan
tindakan perilaku tersebut. Itu semua terjadi karena pelakunya mengalami sesat
pikir atas prinsip prinsip kejujuran dan amanah. Dengan demikian perilaku
tindakan korupsi bukan saja melawan morlitas secara umum, akan tetapi perilaku
tindakan korupsi juga suatu bentuk perlawanan atas agama.

Ghulul itu sendiri adalah mengambil sesuatu dan menyembunyikannya


dalam hartanya. Dalam hadits yang lain nabi bersabda “ allah melaknat penyuap
dan penerima suap “ ( HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad ).
Meskipun dalam praktek korupsi belum tentu ada unsur suap, namun satu hal
yang perlu dicatat adalah bahwa beberapa istila hukum di atas tersbut semuanya
mengarah kepada tindakan korupsi dalam arti yang luas, yakni segala perbuatan
atau perilaku yang menimbulkan keresahan dimuka bumi.

Suatu penelitian yang dilakukan oleh dua ormas besar di Indonesia yakni
nahdlatul ulama dan muhammadiyah menetapkan bahwasannya perilaku tindakan
korupsi adalah bentuk perilaku kekafiran, bahkan merupakan perbuatan syirik
karena menjadikan uang sebagai sekutu tuhan. Selain islam juga ada agama lain
yang memiliki pandangan tengtang perilaku korupsi yakni agama kristen yang
mana agama ini berpendapat bahwasannya gereja mendekati permasalahan
tentang korupsi dari titik tolak keburukan moral manusia yang snagat tidak

3
mampu menciptakan hakikat dirinya sendiri sebagai gambaran atau citra allah.
Dalam pemahaman kristen, manusia diciptakan oleh allah menurut gambar atau
citra allah itu sendiri. Manusia diciptakan oleh allah dalam bentuk laki laki dan
perempuan dengan martabat dan derajat yang sama dan manusia juag adikarunia
tugas dan mandat untuk beranak cucu dan memenuhi bumi serta untuk mengusai,
mengusahakan dan memelihara apa yang telah diptakan oleh allah apa yang ada
dimuka bumi ini. Untuk dapat memenuhi tugas dan mandat yang telah ditentukan
oleh allah. Maka allah melengkapi manusia dengan akal dan hikmat serta
mahkotainya dengan diberi kemuliaan, hormat dan kuasa. Manusia diciptakan
dalam bentuk kesatuan tubuh, jiwa dan roh sehingga manusia dipanggil untuk
memelihara secara utuh jasmani dan rohani dalam rangka untuk memenuhi
tanggung jawabnya kepada yang menciptakannya yakni alllah.

Manusia dicptakan oleh allah dengan diberi kebebasan, dan dalam kebesan
ini manusia bertanggung jawab kepada allah. Manusia juga diciptakan dalam
bentuk persekutan sehinnga menusia berhak untuk mengatur kehipannya bersama
keluarga dan masyarakat yang dapat membawa kehipan yang aman beserta damai
bagi semua orang

Dengan demikian manusia mempunyai martabat kemanusiaan yang perlu


dijaga sehingga manusia tidak terjerumus kedalam kehidupan korupsi. Hak dan
kewajiban asasi manusia yang tidak boleh diambil oleh siapa pun dan oleh kuasa
apa pun. Ketika manusia adalah gambar allah yang tidak lagi mampu
melaksankan hakikat dirinya sendiri maka hal perilaku yang akan menimpa
manusia adalah ketidak adilan, akan tetapi yang lebih parah adalah tindakan
perilaku korupsi yang sudah menjadi langganan bagi pejabat pejabat negara.

Kita sebagai umat beragama haruslah menghindari perilaku korupsi


terutama umat yang beragama islam sudah bayak dalil dalil baik itu dari al qur’an
maupun dari hadits yang menerangkan tentang keharaman korupsi. Sebagai umat
muslim yang mengaku tunduk dan patuh terhadap hukum hukum allah dan
rosulullah maka spatutunya kita membenci tindakan perilaku korupsi yang dimana

4
telah banyak meracuni otak kaum muslimin sehinnga mereka tidak lagi
mempercayai kepada apa yang telah ditetapkan ada didalam islam.

 Kelas-Kelas Dalam Korupsi

Diantaranya kelas teri dan kelas kakap. Adapun yang dimaksud kelas teri atau
korupsi kalangan bawah adalah korupsi yang masih ada di tahap dini atau bisa
juga disebut masih mencoba-coba. Contohnya, semisal ada anak disuruh ibunya
membeli keperluan diwarung, ada sisa kembalian dari uang belanja tersebut.
Namun anak itu mengambilnya. Hal tersebut yang dimaksud korupsi kelas teri.
Namun jika terus berlarut-larut, maka besar kemungkinan hal tersebut kan
menjadi sebuah kebiasaan dan akan menjadi kelas kakap juga pada akhirnya.

Adapun yang dimaksud kelas kakap atau kelas atas adalah korupsi yang
dilakukan oleh orang yang sudah terbiasa melakukan korupsi pada kelasnya.
Contohnya pejabat yang melakukan korupsi hingga milyaran bahkan triliyunan.
Disini akan membahas pandangan agama terhadap korupsi, sejauh mana bahaya
perbuatan ini, mari kita ulas bersama-sama.

Berikut perspektif agama mengenai korupsi :

1.) Dalam islam, pengkhianatan terhadap harta negara dikenal dengan ghulul.
Kata ghululan dalam lafadz Muslim atau ghullun dalam lafadz Abu Dawud.
Keduanya dengan huruf ghain berharakat dhammah ini mengandung beberapa
pengertian diantaranya bermakna belenggu besi, atau berasal dari kata kerja ghalla
bermakna khianat. Ibnul Katsir menerangkan kata al ghulul, pada asalnya
bermakna dalam urusan harta rampasan perang, atau mencuri sesuatu dari harta
rampasan perang sebelum dibagikan.

Kemudian, kata ini digunakan untuk setiap perbuatan khianat dalam suatu urusan
secara sembunyi. Abu Bakar berkata, " Aku diberitahu bahwa Nabi Muhammad
SAW bersabda, " Barang siapa ( aparat ) yang mengambil harta negara selain

5
untuk hal yang telah dijelaskan. Sungguh ia telah berbuat ghulul atau ia telah
mencuri".

2.) Dalam pandangan agama Kristen, mengtakan berapapun besarnya kekuasaan


atau wewenang atau seberapa terbatasnya kekuasaan, korupsi adalah salah satu
penyalahgunaan kekuasaan. Dalam firman Tuhan juga dikatakan : " Jika iya,
hendaklah kamu katakan iya. Jika tidak, hendaklah kamu katakan tidak. Apa yang
lebih daripada itu berasal dari si jahat" ( Matius 5 : 37 ).

3.) Dalam agama Hindu ialah mengumbar hawa nafsu misalnya mencuri,
berzinah, madat, berjudi dan sebagainya. Salah satu aturan-moralitas Buddhis
( sila ) dalam lima aturan-moralitas Buddhis ( Panca Sila ) yang perlu dihindari
oleh umat.

4.) Dalam pandangan Buddha adalah menahan diri dari mengambil barang-barang
yang tidak diberikan pemiliknya. Korupsi termasuk melanggar aturan-moralitas
Buddhis ( sila ) kedua mengambil barang yang tidak diberikan pemiliknya dan
akan mengkondisikan seseorang melanggar aturan-moralitas Buddhis ( sila )
keempat Buddhis.

Demikian pandangan agama terhadap korupsi.Berikut ini Beberapa jenis


tindak pidana (jarimah) dalam fiqh jinayah dari unsur-unsur dan definisi yang
mendekati pengertian korupsi di masa sekarang adalah :

1) Ghulul (Penggelapan)
2) Risywah (Penyuapan)

3) Ghasab (Mengambil Paksa Hak/Harta Orang Lain)

4) Al-Maks (Pungutan Liar)

5) Al-Ikhtilas (Pencopetan)

6) Al-Ihtihab (Perampasan).

6
B. Korupsi Dalam Persfektif Budaya

Beberapa ahli dan lembaga telah banyak merumuskan apa itu arti dari
korupsi. Samuel P. Huntington, mengemukakan bahwa korupsi adalah penyakit
demokrasi dan modernitas. Sedangkan, Rose-Ackerman mendefinisikan korupsi
sebagai: “Pembayaran ilegal kepada pejabat publik guna mendapatkan
keuntungan, dan seterusnya”.

Bank Dunia mendefinisikan korupsi sebagai penyalahgunaan wewenang


penyelenggara negara untuk meraih keuntungan pribadi dan atau kelompoknya.
Berdasarkan defisini ini, secara spesifik menyatakan bahwa korupsi adalah
tindakan yang dilakukan oleh pegawai/penyelenggara negara.

Mayoritas definisi yang dikemukakan di luar sana, padanan katanya mirip


dengan pendefinisian yang diberikan oleh Bank Dunia ini. Lalu yang menjadi
pertanyaan, apakah hanya pejabat publik/pegawai pemerintah atau pihak-pihak
yang berhubungan dengan mereka saja yang dapat dikatakan korupsi? Jika iya,
pertanyaan selanjutnya adalah apakah korupsi itu sesuatu yang mutlak atau relatif
di dalam masyarakat?

Meskipun dalam prakteknya, di setiap negara mempunyai perkembangan


dan kemajuan yang berbeda-beda. Di sisi lain, perbudakan yang dahulu adalah
lumrah, saat ini -moral dan hukum- menjadi sebuah hal yang diharamkan oleh
dunia internasional karena melanggar hak asasi manusia. Kemajuan-kemajuan
semacam itu, memang patut disyukuri dan ditingkatkan. Namun di sisi lain, ketika
beberapa variabel dari penyokong peradaban manusia sudah mulai berkembang ke
arah yang lebih baik, kesadaran terhadap sikap anti-korupsi belum tercermin
secara universal, berbeda dengan hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya.

Kesadaran akan sikap anti-korupsi dapat hadir, apabila didukung dengan


pola budaya masyarakat yang juga anti terhadap korupsi. Penting halnya bagi

7
masyarakat dan penyelenggara negara mendapatkan edukasi yang baik mengenai
istilah korupsi dan perilaku-perilaku yang merujuk pada tindak korupsi, yang
penulis katakan di awal adalah sesuatu yang sulit didefinisikan. Mengapa hal ini
penting? Karena yang terjadi di beberapa kasus adalah seseorang/sekelompok
orang melakukan tindak pidana korupsi diakibatkan yang bersangkutan tidak
mengetahui bahwa yang dilakukannya adalah termasuk korupsi. Atau di kasus
lain, seseorang/kelompok melakukan tindak korupsi, karena hal itu sudah
dianggap lumrah dan wajar di lingkungan sekitarnya.

Menurut Haller dan Shore, korupsi dapat dimulai dari pemahaman tentang
konsep, cara memandang apakah tindakan tertentu termasuk korupsi atau tidak.
Cara pandang masyarakat tentang apa yang boleh dan tidak boleh, benar atau
salah, baik atau buruk, korupsi atau tidak, menjadi landasan dalam bersikap dan
berperilaku.

Penulis berikan contoh sebagaimana yang tertera di buku Prof. Etty


Indriati, Ph.D yang membahas soal cara pandang ini. Beliau mengutip beberapa
pertanyaan yang diajukan untuk mengetahui cara pandang seseorang dan
masyarakat terhadap tindakan korupsi sebagai berikut.

1. Memberikan rincian program dan harga kepada beberapa pegawai


perusahaan tertentu sebelum lelang dimulai termasuk korupsi?
2. Apakah memotong sekian persen dari anggaran yang dicairkan untuk
anggota parlemen yang menyetujui anggaran termasuk korupsi? Apakah
ini yang disebut “commitment fee” dan pemerintah/birokrasi harus
menolak atau justru bekerja sama berbagi hasil?

3. Apakah mencantumkan kegiatan yang sebenarnya tidak dijaklankan


termasuk korupsi?

4. Apakah memberi diskon sesudah pemenang lelang ditentukan termasuk


korupsi?

8
5. Apakah menerima hadiah lebaran, hadiah natal, hadiah ulang tahun dari
pebisnis/perusahaan pemenang lelang termasuk korupsi yang disebut
gratifikasi?

6. Apakah dengan memberikan sedikit uang kepada pegawai negeri sebagai


imbalan atas kerjanya yang cepat dan tangkas, tidak bertele-tele, juga
merupakan tindak korupsi yang dianggap sebagai gratifikasi atau bahkan
suap?

Hasil dari jawaban yang diberikan oleh responden beragam, ada yang
menjawab “ya, tidak, tergantung, hal itu wajar, dsb.” Inilah yang menjadi masalah
utamanya. Korupsi seringkali didefinisikan dengan mengacu pada standar nilai
yang ditentukan oleh masyarakat itu sendiri. Sedangkan standar nilai dalam satu
masyarakat, tentu akan berbeda dengan standar nilai di kelompok masyarakat
lainnya. Artinya apa yang bagi seseorang adalah korupsi, bagi orang lain dianggap
sebagai hal yang wajar, ataupun bentuk silaturahmi atau cara agar relasi/hubungan
lebih intim.

Selain perkara cara pandang yang masih abu-abu, tindakan korupsi yang
merajalela juga merupakan suatu proses enkulturasi, yaitu interaksi sosial saat
orang-orang belajar, memahami, dan mempraktekkan serta membangun kebiasaan
yang berkembang di sekitar menjadi kebudayaannya.

Kultur korupsi di masyarakat terbentuk karena adanya kondisi yang


memungkinkan atau terkadang memaksa untuk melakukan hal tersebut. Pola-pola
yang ada di masyarakat berupa kesenjangan ekonomi, krisis kepercayaan,
buruknya pelayanan birokrasi, penegakan hukum yang lemah, minimnya edukasi
dan pendidikan anti-korupsi, menjadikan perilaku korupsi adalah hal yang
dianggap lumrah sebagai bentuk jawaban atas kesulitan yang sering masyarakat
hadapi.

Penulis berikan contoh, suatu ketika ada sekelompok orang ingin membuat
KTP Elektronik sebagai bentuk kepatuhan mereka pada peraturan yang telah

9
dicanangkan pemerintah. Di tengah proses berjalan, muncul berita di media
bahwa dana proyek E-KTP telah diselewengkan oleh anggota parlemen, sehingga
proses pembuatannya tidak kunjung selesai, dengan kata lain dikorupsi.

Padahal, mereka sangat membutuhkan kartu itu untuk keperluan


administrasi lainnya. Maka, mereka melakukan hal yang mungkin disebut
“sogokan” atau memberi uang pelicin kepada petugas kelurahan/dinas
kependudukan sipil agar E-KTP mereka cepat jadi. Hal inilah yang penulis
katakan sebagai hal memaksa, sehingga perilaku-perilaku korup masih terus
tumbuh subur di kalangan masyarakat.

Sehingga tidak mengherankan, apabila banyak pejabat dan penyelenggara


negara yang notabene memiliki wewenang dan kekuasaan untuk melakukan
tindak pidana korupsi. Mengingat, bahkan di kehidupan masyarakat awam yang
tidak mempunyai kuasa, wewenang, atau alat-alat pendukung lainnya, perilaku
semacam itu sudah membudaya.

Kenyataan yang sedemikian rupa, tentulah menjadi sebuah tantangan


tersendiri bagi penegak hukum, penyelenggara negara, dan masyarakat awam
dalam menyikapi budaya korupsi yang secara sadar ataupun tidak, telah
dilestarikan sekian lama. Namun, menjadi sesuatu yang sulit, jika mengupayakan
membasmi budaya korupsi hanya dengan pendekatan hukum pidana semata.

Cara mengatasi sesuatu yang muncul karena enkulturasi adalah dengan


membangun pemaknaan baru atau cara pandang baru, dan melakukan enkulturasi
yang serupa atas pemakaan baru tersebut. Jika merujuk kepada budaya korupsi,
maka harus dibangun pemaknaan baru, yaitu sikap dan semangat anti-korupsi.

Sikap anti-korupsi ini ditularkan melalui enkulturasi budaya melalui


lembaga-lembaga sosialisasi yang ada, semisal keluarga, media massa, tokoh
masyarakat dan tokoh agama, apparat penegak hukum, dan lain sebagainya.
Penanaman nilai anti-korupsi yang utuh dan seragam, sehingga universalitas dari
sikap anti-korupsi akan sama besar dan pengaruhnya, seperti sikap anti

10
totaliter/otoriter, anti diskriminasi gender, dan anti perbudakan yang telah diadopsi
di seluruh dunia.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Agama merupakan salah satu hal yang sangat berhubungan erat dengan
kasus korupsi, karena agama merupakan dasar dari segala kepercayaan dan
keyakinan tiap individu. Dalam semua ajaran agama, tidak ada yang mengajarkan
umatnya untuk berlaku atau melakukan tindakan korupsi. Namun pada
kenyataannya, praktek korupsi sudah menjadi kegiatan yang tidak asing, dan
secara sadar atau tidak, terjadi dalam berbagai aspek kehidupan, terutama
kehidupan sehari-hari. Sebuah negara agama tidak menjanjikan kebersihan negara
itu sendiri dari praktek korupsi. Indonesia sebagai negara yang memiliki
penduduk mayoritas Muslim, maupun negara-negara di Amerika Latin yang
mayoraitas penduduknya bukan non-Muslim memiliki "citra" yang serupa di mata
dunia terkait dengan praktek korupsi yang terjadi di masing-masing negara.

Hukum korupsi dalam berbagai ajaran agama dan tradisi lain ada beragam,
diantaranya yaitu:

 Kristen: suap dapat butakan mata (hati), agar terus jaga tatanan hidup,
hidup adalah perjuangan, takut kepada Tuhan, jauhkan koruptor.
 Hindu: pemimpin korup tak akan hidup kembali, suap sebagai pintu masuk
dosa, pendosa tak diakui oleh Tuhan dan kena karma, etika "kau rasakan
apa yang kurasakan", agar terus hidup sederhana.

 Konfusianis: pendidikan beretika, pengendalian diri, pemerintahan akan


hancur bila rakyat sudah tak menaruh kepercayaan terhadapnya.

11
 Buddha: tujuan hidup yaitu nirwana (puncak), manusia korup akan tak
bahagia.

 Budaya: sebagai nilai hidup (wujud ide, aksi, dan benda), bersifat
rohaniah, peradaban sebagai wujud jasmaniah, bersifat umum, peradaban
lebih kearah budaya tinggi saja, relasi terdapat dalam teori budaya politik
(fungsionaltias).

12

Anda mungkin juga menyukai