Anda di halaman 1dari 5

SYOK ANAFILANTIK

Elbi Elvira

26 Februari 2020

Abstrak

Syok adalah keadaan klinis denga gejala dan tanda yang muncul ketika terjadinya
ketidak keseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen dan adanya suatu
sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolic. Gejala
anafilantik timbul segera setelah pasien terpajan oleh allergen dan antibiotic
tersebut sebagai reaksi anafilantik, Anafilantik memang jarang terjadi, tetapi bila
terjadi umunyanya tiba – tiba, tidak terduga, dan potensial berbahaya. Ada pun
beberapa obat yang diberikan pada pasien yang menderita syok anafilantik ialah
Adrenalin, Antihistamin, Hindrokortison, Aminofilin, Dopamine, Spuit
disposibel, Epinefrin,

Syok adalah suatu keadaan dimana terjadi akibat gangguan hemodinamik dan
metabolic yang ditandai dengan kegagalan system sirkulasi untuk
memeprtahankan perfusi yang adekuat ke organ –organ fital tubuh.

Syok adalah keadaan klinis denga gejala dan tanda yang muncul ketika terjadinya
ketidak keseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen, dan hal ini
menimbulkan terjadinya hipoksia jaringan.

Perkembangan yang pesat dalam penemuan, penelitian dan produksi obat untuk
diagnosis, pengobatan dan pencegahan telah pula menimbulkan reaksi obat yang
tidak dikehendaki yang disebut sebagai efek samping.

Reaksi tersebut tidak saja menimbulkan persoalan baru disamping penyakit


dasarnya, tetapi kadang – kadang dapat membawa maut juga. Hipokelemia,
intoksikasi digitalis, kecauan aminofilin dan eaksi anafilantik merupakan contoh –
contoh efek samping yang potensial berbahaya. Gatal – gatal karena alergi obat,
mengantuk karena pemakaian antlhstamin merupakan contoh lain reaksi efek
samping yang ringan. Diperkirakan efek samping terjadi 6 sampai 15% pasien
yang dirawat dirumah sakit, sedangkan alergi obat berkisar antar 6-10% dari efek
samping.

Anafilantik merupakan bentuk terberat dari bentuk reaksi obat, meskipun terdapat
berbagai definisi mengenai anafilantik, tapi umumnya para pakar sepakat bahwa
anafilantik merupakan keadaan darurat yang potensial dapat mengancam nyawa.
Gejala anafilantik timbul segera setelah pasien terpajan oleh allergen dan
antibiotic tersebut sebagai reaksi anafilantik. Sedangkan yang tidak melalui reaksi
imunologik disebut dengan reaksi anafilaktoid. Tetapi, karena gejala yang timbul
maupun pengobatan tidak dapat dibedakan, maka kedua macam reaksi diatas
disebut sebagai anafilaksi. Perbedaan tersebut diperlukan agar bisa mencari
penyebab anafilaksis dan merencanakan penatalaksanaan lanjutan.

Anafilantik memang jarang terjadi, tetapi bila terjadi umunyanya tiba – tiba, tidak
terduga, dan potensial berbahaya. Oleh karena itu antisipasi dan kesiapan
menghadapi keadaan tersebut sangat diperlukan. (Hutabarat & Putra, 2014)

Patofisiologi Syok Anafilantik

Syok Anafilantik atau anafilaksi adalah bentuk syok yang terjadi drastic atau
secara tiba - tiba, akut, dan cepat. Awitan sering terjadi dalam beberapa detik, dan
kolaps vascular perifer yang hebat dapat membaik hanya dalam beberapa menit.
Tanpa tindakan yang cepat, syok yang ireversibel berkembang dengan cepat dan
kematian terjadi kira – kira dalam satu jam. Bentuk syok ini diakibatkan oleh
reaksi antigen – antibody yang terjadi bila antigen – dimana indivisu telah
tersensitisasi sebelumnya – memasuki tubuh tersebut. Anafilaksis jarang terjadi
pada pemajanan awal pada antigen. Antigen yang dianggap pencetus anafilaksis
adalah obat terapeutik )mis. Antibiotic, anestetik, dan media kontras, terutama
yang mengandung yodium) dan protein asing, seperti yang ditemukan dalam
prosuk darah dan bisa nular dan insekta. (Tambayong, 2016)

Mekanisme klinis umunya terjadi reaksi anafilaksis dan anakfilaktoid


berhubungan dengan degranulasi sel mast dan basophil yang kemudian
mengeluarkan mediator kimia yang selanjutnya bertanggung jawab terhadap
symptom, degranulasi tersebut dapat terjadi melaluiantigen dan ig E maupun
tanpa adanya kompleks dengan Ig E melalui pelepasan histamine secara langsung.
Mekanisme lainnya yaitu adanya gangguan metabolisme asam arachidonat yang
akan menghasilkan leukotriene yang berlebihan kemudian menimbulkan keluhan
yang secara klinis dibedakan dengan mekanisme umum.

Farmakologi pada Syok Anafilantik

Sebelum melakukan perawatan pada pasien, sediakan peralatan dan obat – obatan
untuk mengatasi syok anafilantik yang berupa :

Adrenalin 1 : 1000, 5 ampul

Antihistamin 2 ampul

Hindrokortison 5 ampul

Aminofilin 240mg/10 ml, 2 ampul

Dopamine 5 ampul

Spuit disposibel 2 cc, 2 buah (Sariningsih, 2007)

Epinefrin, adalah obat yang dipakai dalam mengobati syok anafilantik, respons
alergi yang paling gawat yang ditimbulkan oleh adanya reaksi antigen – antibody.
Syok anafilantik dapat menjadi fatal jika tidak segera diobati. Tanda utamanya
adalah adanya bronkokontriksi berat dan hipotensi karena kolaps kardiovaskular.
Epinefrin juga merupakan indikasi untuk asma akut berat. Pemberian epinefrin
menyebabkan datang nya penyakit baru yaitu bronkodilatasi, meningkatkan
kemampuan jantung, dan vasokontriksi pembuluh darah untuk meningkatkan
tekanan darah. Pada asma berat dan syok anafilantik, epinefrin diberikan dalam
dosis 0,1 – 0,5 mg secara subkutan (SK) atau intramuscular (IM) untuk orang
dewasa melalui alat penyuntik tuberculin untuk memberikan dosis yang akurat
(larutan 1 : 1000). Alternative lain, epinefrin dapat diberikan dalam dosis 0,1 –
0,25 mg IV diberikan selama 5 – 10 menit (lautan 1:10.000). pemberian epinefrin
dapat diulang setiap 5 – 15 menit jika diperlukan. (Kee & Hayes, 1996)

Difenhidramin Hidroklorida, adalah suatu antihistamin, sering diberikan


bersama – sama epinefrin pada syok anafilantik. Agen ini efektif untuk mengobati
pembengkakan jaringan yang diindukasi oleh histamine dan pruritus yang sering
timbul akibat reaksi alerfi berat. Dosis standard dewasa adalah 10 – 50 mg
diberikan IV atau IM dalam. Obat inijuga dapat diberikan secara oral, tetapi
pemberian secara parenteral lebih disukai untuk mengatasi keadaan
kegawatdaruratan. Reaksi merugikan yang timbul meliputi rasa ngantuk, sedari,
ekkacauan mental, vertigo, emosi labil, hipotensi, takikardia, gangguan
gastrointestinal, dan mulut kering. (Kee & Hayes, 1996)
DAFTAR PUSTAKA

Hutabarat, R. Y., & Putra, C. S. (2014). Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan.


IN MEDIA.

Kee, J. L., & Hayes, E. R. (1996). Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan.


EGC.

Sariningsih, E. (2007). Teknik Mengeluarkan Gigi Fraktur Dengan Mudah dan


Cepat (p. 52). EGC.

Tambayong, J. (2016). Patofisiiologi Untuk Keperawatan (M. Este (ed.)). EGC.

Anda mungkin juga menyukai