a. Metode didaktif, didasarkan atau dilakukan secara satu arah atau one way method,
misalnya ceramah, film, leaflet, buklet, poster, dan siaran radio).
b. Metode sokratik, dilakukan secara dua arah atau two way method. Metode ini
kemungkinan antara pendidik dan peserta didik bersikap aktif dan kreatif, misalnya diskusi
kelompok, debat, panel, forum, buzzfgroup, seminar, bermain peran, sosiodrama, curah
pendapat, demonstrasi, studi kasus, lokakarya, dan penugasan perorangan).
Pemilihan metode promosi kesehatan harus dilakukan secara cermat dan tepat agar menjadi
metode belajar yang efektif dan efisien ini harus mempertimbangkan hal-hal berikut.
1. Hendaknya disesuaikan dengan tujuan pendidikan
2. Bergantung pada kemampuan guru atau pendidiknya
3. Kemampuan pendidik
4. Bergantung pada besarnya kelompok sasaran atau kelas
5. Harus disesuaikan dengan waktu pemerian atau penyampaian pesan.
6. Hendaknya mempertimbangkan fasilitas-fasilitas yang ada.
Metode pembelajaran selain terdapat dua jenis, metode pun menurut Notoatmodjo, 2007) ;
Maulana (2009), diklasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu, metode pendidikan individu,
kelompok, dan massa. Memiliki pendapat yang sama menurut Departemen Kesehatan RI
menggolongkan metode promosi kesehatan berdasarkan jumlah sasaran yang ingin dicapai
yaitu, pendekatan perorangan, pendekatan kelompok, dan pendekatan massal.
1. Metode pendidikan individu
a. Bimbingan berisi penyampaian inforasi yang berkenaan dengan masalah pendidikan,
pekerjaan, pribadi, dan masalah sosial yang disajikan dalam bentuk pelajaran.
b. Konseling adalah proses belajar yang bertujuan memungkinkan konseling (peserta
didik) mengenal dan menerima diri sendiri serta realistis dalam proses penyelesaian dengan
lingkungannya (Nurihsan, 2005) dalam (Maulana, 2009).
2. Metode pendidikan kelompok
a. Ceramah, ialah pidato yang disampaikan oleh seorang pembicaraa di depan
sekelompok pengunjung atau pendengar. Metode ini dipergunakan sesuai kondisi–kondisi
tertentu.
b. Seminar adalah suatu penyajian (presentasi) dari satu atau beberapa ahli tentang suatu
topik yang dianggap penting dan biasanya dianggap hangat di masyarakat.
c. Diskusi kelompok, percakapan yang direncakan atau dipersiapkan di antara tuga
orang atau lebih tentang topik tertentu dan salah seorang di antaranya memimpin diskusi
tersebut.
d. Bermain peran (role play), peserta diminta memainkan atau memerankan bagian-
bagian dari berbagai karakter dalam suatu kasus.
e. Simulasi, suatu cara peniruan karakteristik-karakteristik atau perilaku-perilaku
tertentu dari dunia rill sehingga para peserta latihan dapat berekasi seperti pada keadaan
sebenarnya.
3. Metode pendidikan massa
Metode pendidikan massa dilakukan untuk mengonsumsikan pesan-pesan kesehatan yang
ditujukan untuk masyarakat. Pesan yang ingin disampaikan perlu dirancang agar dapat
ditangkap oleh massa.
Metode kesehatan pun dapat digolongkan berdasarkan teknik komunikasi dan indera
penerima dari sasaran promosi kesehatan.
1. Berdasarkan teknik komunikasi
a. Metode penyuluhan langsung.
b. Metode yang tidak langsung.
2. Berdasarkan indera penerima
a. Metode melihat/memperhatikan.
b. Metode pendengaran
c. Metode “kombinasi”
Adapun ciri – ciri media pembelajaran menurut (Gerlach & Ely, 1971) yaitu:
1. Ciri fiksasif
2. Ciri manipulatif
3. Ciri distributif
Kriteria yang harus diperhatikan dalam memilih media pembelajaran menurut (Kholid, A.,
2012) yaitu:
1. Sesuai dengan tujuan atau standar kompetensi yang ingin dicapai.
2. Tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip dan
generalisasi
3. Praktis, luwes dan bertahan
4. Memperhatikan pengelompokan sasaran.
5. Penyaji terampil dalam menggunakan media.
Lingkungan fisik Mempertimbangkan batas-batas alam dan kepadatan penduduk, tempat tinggal, dan
kejadian kejahatan yang terjadi
Pendidikan Pertimbangkan fasilitas pendidikan baik dari segi kualitas maupun kuantitas
Komunikasi Petimbangkan alat dan media komunikasi yang digunakan, seperti Koran lokal, radio,
TV, akses internet, forum public, ataupun papan bulletin informal
Ekonomi Pertimbangkan presentase penduduk yang bekerja dan atau bersekolah, tingkat
pendapatan, program kesehatan kerja, dan industry yang tersedia
Informasi yang terkandung pada kegiatan pengkajian ini merupakan dasar untuk
menetapkan proses asuhan keperawatan yang harus dilakukan selanjutnya (Kozier, 2012).
2. Diagnosis
Pada tahap ini, perawat menetapkan masalah keperawatan pada klien berdasarkan hasil
dari pengkaijan yang sudah dianalisa. Diagnosis keperawatan yang berkaitan dengan
promosi kesehatan adalah diagnosis sejahtera. Tujuan dari diagnosis tersebut adalah
meningkatkan kesejarhteraan klien tanpa menunjukan adanya masalah. Contoh diagnosis
sejahtera seperti, keseiapan meningkatkan kesejahteraan spiritual, kesiapan meningkatkan
koping, kesiapan meningkatkan pengetahuan.
3. Perencanaan
Tahap perencanaan penting untuk memastikan bahwa promosi kesehatan yang dilakukan
benar-benar terfokus pada kebutuhan belajar klien yang sesuai dengan tujuan/goal yang
ditetapkan. Hal-hal yang perlu diidentifikasi pada proses perencanaan ialah: Menetapkan
tujuan, kebutuhan dan prioritas pembelajaran klien, menetapkan domain yang dituju pada
klien, metode/strategi yang akan digunakan, menyiapkan bahan/materi pembelajaran, waktu
dan tempat pemberian promosi kesehatan, serta media dan alat yang dibutuhkan dalam
kegiatan pembelajaran klien. Lalu, berikut adalah langkah-langkah penyusunan perencanaan
pada promosi kesehatan:
1) Mengidentifikasi tujuan kesehatan dan perubahan perilaku: klien memilih prioritas
kesehatannya
2) Mengidentifikasi perilaku klien terhadap kesehatan
3) Menyusun rencana perubahan perilaku: dikaji ketidakkonsistensian klien terhadap
perilaku
4) Mengulang pertanyaan tentang manfaat perubahan: untuk menjadikan klien
termotivasi dalam perubahan kesehatan
5) Membahas pendukung dan kendala lingkungan: meningkatkan motivasi positif
6) Menentukan kerangka waktu untuk implementasi
7) Komitmen terhadap tujuan perubahan perilaku: secara verbal dengan kontrak tertulis
4. Implementasi
Pada tahap ini, perawat menjalankan perencanaan yang telah disusun. Dibutuhkan peran
klien untuk mencapai tujuan dari promosi kesehatan tersebut. Tanggung jawab klien harus
diselesaikan untuk mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan. Pada jenis klien
masyarakat, promosi kesehatan dilakukan dengan pemberdayaan keluarga melalui
dasawisma, yang didukung oleh bina suasana. Pemberdayaan ini melalui individu yang
datang berkunjung ke fasilitas kesehatan masyarakat seperti posyandu ataupun kader yang
berkunjung ke lingkungan RT. Sedangkan bina suasana dapat dilakukan dengan
memanfaatkan media masa yang tepat untuk masyarakat, misalnya koran online, spanduk, dll
(Kemenkes RI, 2014).
5. Evaluasi
Tahap evaluasi pada kegiatan promosi kesehatan sama dengan tahap evaluasi pada proses
keperawatan pada umumnya. Hal yang harus diperhatikan pada tahap ini ialah standar yang
ditetapkan dari tujuan dan hasil, yang kemudian dijadikan pedoman evaluasi pada kegiatan
promosi kesehatan. Evaluasi yang dilakukan meliputi tiga evalusi, yaitu evaluasi proses,
evaluasi dampak, dan evaluasi hasil. Pada evalusi proses dilihat faktor yang mempengaruhi
promosi kesehatan seperti faktor pedisposisi. Evaluasi dampak melihat dampak yang
ditimbulkan setelah dilaksanakan promosi kesehatan baik dari perilaku dan kebiasaan
masyarakat maupun lingkungan. Terakhir, evaluasi hasil akan terlihat kulitas hidup pada
klien (Maulana, H. D. J. 2007).
Dalam setiap contoh, perawat terlibat dalam empat fungsi dasar yang membentuk
proses manajemen. Proses manajemen, seperti proses keperawatan, menggabungkan
serangkaian kegiatan pemecahan masalah atau fungsi: perencanaan, pengorganisasian,
memimpin, dan mengendalikan dan mengevaluasi. Kegiatan ini sekuensial, namun juga
terjadi secara bersamaan untuk mengelola tujuan layanan (Cherry & Jacob, 2011). Sambil
melakukan fungsi-fungsi ini, perawat kesehatan masyarakat paling sering adalah manajer
partisipatif; yaitu, mereka berpartisipasi dengan klien, profesional lain, atau keduanya untuk
merencanakan dan melaksanakan jasa.
Perawat komunitas jarang praktik sendirian. Mereka harus bekerja dengan banyak
orang, termasuk klien, perawat lainnya, dokter, guru, pendidik kesehatan, pekerja sosial,
terapis fisik, ahli gizi, terapis okupasi, psikolog, ahli epidemiologi, biostatistik, pengacara,
sekretaris, ahli kesehatan lingkungan , perencana kota, dan anggota legislatif. Sebagai
anggota tim kesehatan, perawat komunitas berperan sebagai kolaborator, yang berarti bekerja
bersama-sama dengan orang lain dalam usaha bersama, bekerja sama sebagai mitra. Praktik
kesehatan masyarakat yang sukses tergantung pada ini multidisiplin kolegialitas dan
kepemimpinan (Clark-McMullen, 2010; Powell, Gilliss, Hewitt, & Flint, 2010).
Semua orang di tim memiliki kontribusi penting dan unik untuk membuat untuk upaya
pelayanan kesehatan. Seperti pada tim sepak bola, semua anggota memainkan posisi masing-
masing dan bekerja sama dengan anggota lain. Hal ini juga berlaku pada tim tenaga
kesehatan. Perawat komunitas memerlukan keterampilan dalam berkomunikasi, dalam
menafsirkan kontribusi yang unik perawat ke tim, dan dalam bertindak tegas sebagai mitra
sejajar. Peran kolaborator mungkin juga melibatkan berfungsi sebagai konsultan. Contoh
berikut ini menunjukkan seorang perawat komunitas berfungsi sebagai kolaborator.
Tiga keluarga diperlukan untuk menemukan rumah jompo yang baik bagi kakek
mereka. Perawat kesehatan masyarakat bertemu dengan keluarga, termasuk anggota tua;
membuat daftar fitur yang diinginkan, seperti mandi dan akses ke berjalan jalan; dan
kemudian bekerja dengan pekerja sosial untuk mencari dan mengunjungi beberapa rumah.
Dokter masing-kakek-nenek 'dihubungi untuk konsultasi medis, dan dalam setiap kasus,
anggota lansia dilakukan seleksi akhir. Dalam situasi lain, perawat komunitas bekerja sama
dengan dewan kota, kepolisian, warga lingkungan, dan manajer gedung tinggi apartemen
warga senior’ untuk membantu sekelompok orang tua mengatur dan lobi untuk jalan-jalan
yang lebih aman. Dalam contoh ketiga, perawat sekolah melihat kenaikan dalam kejadian
penggunaan narkoba di sekolah nya. Dia memulai program konseling setelah perencanaan
bersama dengan siswa, orang tua, guru, psikolog sekolah, dan satu rehabilitasi obat lokal.
Peran sebagai edukator merupakan salah satu peran penting yang dimiliki oleh perawat
komunitas (Allender, Rector, Warner, 2014). Perawat sebagai pendidik memiliki tujuan
untuk melakukan promosi kesehatan. Penggabungan konten yang spesifik kedalam disiplin
ilmu keperawatan, pengetahuan dari teori edukasi dan model perilaku sehat dapat
memungkinkan pendekatan yang terintegrasi untuk membentuk perilaku sehat pada peserta
didik (klien) (Bastable, 2008). Beberapa peran perawat sebagai edukator mencakup fasilitator
perubahan, kontraktor, organisator, dan evaluator. Pada lembar tugas ini akan dibahas peran
perawat sebagai fasilitator serta evaluator.
Peran perawat komunitas sebagai fasilitator menyatukan berbagai macam orang dan
kelompok untuk membicarakan mengenai isu dan kebutuhan yang dipelukan. Peran sebagai
fasilitator yang paling signifikan melibatkan membantu masyarakat dan kelompok dengan
berbagi pandangan untuk mencapai suatu kesepakatan agar mereka dapat menemukan titik
tengah untuk menyelesaikan permasalahan serta membawa perubahan positif dan meredakan
permasalahan kesehatan spesifik pada komunitas (Lundy & Janes, 2009).
Perawat sebagai edukator disaat yang bersamaan berperan juga sebagai fasilitator perubahan.
Ketika pembelajaran dipandang sebagai sebuah bentuk intervensi, maka pembelajaran perlu
dipertimbangkan seperti dalam konteks intervensi keperawatan lainnya yang dapat
mempengaruhi perubahan (Bastable, 2008). DeTornay dan Thompsn (1987) dalam Bastable
(2008) mengemukakan bahwa penjelasan, analisis, pembagian keterampilan yang kompleks,
demonstrasi, praktik, pengajuan pertanyaan, dan pemberian kesimpulan merupakan cara yang
efektif dalam memfasilitasi perubahan di dalam situasi pembelajaran.
Program pendidikan, layaknya proyek perawatan kesehatan lain harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada peserta didik maupun konsumen. Pengetahuan yang
menyeluruh akan persyaratan rumah sakit, tenaga profesional, serta tenaga kesehatan dapat
membantu untuk mengidentifikasi kemungkinan kebutuhan belajar staff sebagai peserta
didik. Perawat sebagai edukator perlu memantau penatalaksaan peraturan baru yang
diterapkan serta perubahan yang terjadi di dalam maupun di luar institusi berkaitan dengan
pemberian asuhan keperawatan. Penerapan pembelajaran yang dapat meningkatkan
kesehatan seseorang, keluarga, kelompok, atau komunitas menjadi ukuran evaluatif dari
pembelajaran (Bastable, 2008).
d. Peran perawat sebagai edukator
Peran sebagai edukator merupakan salah satu peran penting yang dimiliki oleh perawat
komunitas (Allender, Rector, Warner, 2014). Perawat sebagai pendidik memiliki tujuan
untuk melakukan promosi kesehatan. Penggabungan konten yang spesifik kedalam disiplin
ilmu keperawatan, pengetahuan dari teori edukasi dan model perilaku sehat dapat
memungkinkan pendekatan yang terintegrasi untuk membentuk perilaku sehat pada peserta
didik (klien) (Bastable, 2008). Beberapa peran perawat sebagai edukator mencakup fasilitator
perubahan, kontraktor, organisator, dan evaluator. Pada lembar tugas ini akan dibahas peran
perawat sebagai fasilitator serta evaluator.
Peran perawat komunitas sebagai fasilitator menyatukan berbagai macam orang dan
kelompok untuk membicarakan mengenai isu dan kebutuhan yang dipelukan. Peran sebagai
fasilitator yang paling signifikan melibatkan membantu masyarakat dan kelompok dengan
berbagi pandangan untuk mencapai suatu kesepakatan agar mereka dapat menemukan titik
tengah untuk menyelesaikan permasalahan serta membawa perubahan positif dan meredakan
permasalahan kesehatan spesifik pada komunitas (Lundy & Janes, 2009).
Perawat sebagai edukator disaat yang bersamaan berperan juga sebagai fasilitator perubahan.
Ketika pembelajaran dipandang sebagai sebuah bentuk intervensi, maka pembelajaran perlu
dipertimbangkan seperti dalam konteks intervensi keperawatan lainnya yang dapat
mempengaruhi perubahan (Bastable, 2008). DeTornay dan Thompsn (1987) dalam Bastable
(2008) mengemukakan bahwa penjelasan, analisis, pembagian keterampilan yang kompleks,
demonstrasi, praktik, pengajuan pertanyaan, dan pemberian kesimpulan merupakan cara yang
efektif dalam memfasilitasi perubahan di dalam situasi pembelajaran.
Program pendidikan, layaknya proyek perawatan kesehatan lain harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada peserta didik maupun konsumen. Pengetahuan yang
menyeluruh akan persyaratan rumah sakit, tenaga profesional, serta tenaga kesehatan dapat
membantu untuk mengidentifikasi kemungkinan kebutuhan belajar staff sebagai peserta
didik. Perawat sebagai edukator perlu memantau penatalaksaan peraturan baru yang
diterapkan serta perubahan yang terjadi di dalam maupun di luar institusi berkaitan dengan
pemberian asuhan keperawatan. Penerapan pembelajaran yang dapat meningkatkan
kesehatan seseorang, keluarga, kelompok, atau komunitas menjadi ukuran evaluatif dari
pembelajaran (Bastable, 2008).
E. Peran perawat sebagai konselor
Peran perawat konselor merupakan perawat sebagai tempat untuk konsultasi bagi
pasien, keluarga dan masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan yang dialami klien.
Peran ini dilakukan oleh perawat sesuai dengan permintaan klien (Kusnanto, 2004). Perawat
sebagai konselor mempunyai tujuan membantu klien dalam memilih keputusan yang akan
diambil terhadap penyakit yang dideritanya atau segala permasalahan yang terkait dengan
kesehatan masyarakat. Cara untuk mempermudah didalam mengambil keputusan klien wajib
mempertanyakan langkah – langkah yang akan diambil terhadap dirinya.
Keperibadian serta sikap yang kondesif untuk terciptanya interaksi yang adekuat antara
konselor dengan klien sangat diperlukan didalam mempermudah melakukan proses
pelayanan keperawatan secara profesional. Perawat konselor menurut Potter & Perry (2013)
perlu memiliki dan memenuhi persyaratan antara lain:
1. Mempunyai minat dan sikap positif terhadap penyakit yang diderita.
2. Memiliki pengetahuan teknis mengenai perjalanan suatu penyakit.
3. Menguasai dasar – dasar teknis konseling.
4. Memiliki keterampilan.
Sikap seorang konselor didalam melakukan pelayanan terhadap kilen diwaktu terjadinya
konseling anrata lain: sabar, ramah, empati dan terbuka, menghargai pendapat klien, duduk
sejajar dan memposisikan dirinya sejajar dengan klien, menggunakan bahasa yang sederhana
dan mudah dimengerti, tidak menilai dan bisa menerima klien apa adanya, mempu membina
hubungan antara konselor dengan klien, dapat menemukan kepercayaan dari klien yang
dibantunya, memberikan informasi yang lengkap dan rasional kepada klien, menghindari
pemberian info yang berlebihan, hanya memberikan informasi yang dibutuhkan oleh klien,
dan membantu klien untuk mengerti dan mengingat (Potter & Perry, 2013).
Jadi, dalam promosi kesehatan banyak sekali peran perawat yang harus dilakukan,
diantaranya adalah sebagai edukator dan konselor. Kedua peran ini sangatlah penting untuk
digunakan. Peran perawat sebagai konselor dan edukator memiliki tujuan dan hambatan
masing-masing yang harus diselesaikan sehingga pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
masyarakat sebagai upaya pencegahan penyakit dapat tercapai.
F. Peran perawat sebagai caregiver
Peran perawat yang paling dikenal secara publik adalah pemberi asuhan atau
caregiver. Menjadi seorang caregiver dalam sebuah komunitas, berarti perawat memastikan
bahwa pelayanan kesehatan bukan hanya tersedia secara individual atau keluarga, tetapi juga
dalam tingkat kelompok atau populasi. Asuhan keperawatan tetap dirancang untuk
memenuhi kebutuhan spesifik setiap kliennya, namun, asuhan keperawatan dalam sebuah
kelompok atau populasi memiliki bentuk tersendiri. Dibutuhkan kemampuan yang berbeda
untuk menkaji kebutuhan massa secara kolektif dan menyalurkannya. Caregiver dalam
keperawatan komunitas memiliki penekanan khusus yang berbeda dari keperawatan dasar.
Terdapat 3 penekanan yaitu holism, promosi kesehatan, serta keterampilan tambahan. Dalam
LTM ini, akan difokuskan penjelasan mengenai perawat komunitas dalam promosi
kesehatan.
Seorang perawat menyediakan asuhan keperawatan dalam semua tahapan fase
kesehatan, namun terutama adalah dalam mempromosikan kesehatan untuk mencegah
penyakit. Pelayanan yang efektif seperti mencari tahu klien yang berisiko memiliki kondisi
kesehatan yang buruk bisa memberikan pelayanan yang preventif.
Perawat dapat mengidentifikasi kelompok masyarakat yang tertarik untuk memiliki
tingkat kesehatan yang lebih tinggi dan bekerja sama dengan mereka untuk mencapai tujuan
yang dinginkan serta memiliki perubahan perilaku (Pender, Murdaugh, & Parsons, 2011).
Contoh dari hal tersebut adalah, perawat dapat membantu para karyawan sebuah perkantoran
untuk hhidup lebih sehat dengan berhenti merokok. Contoh-contoh lainnya adalah
mengadakan seminar, imunisasi, program perencanaan keliarga, dan lain-lain.
g. Peran perawat sebagai advokator
Isu mengenai hak klien sangat penting dalam pelayanan kesehatan. Setiap klien
memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan yang bijak, adil, dan manusiawi. Banyak klien
terutama yang berasal dari kalangan ekonomi rendah, klien yang tidak memiliki asuransi
kesehatan, klien dengan keterbatasan bahasa, tidak terpenuhi haknya secara benar dalam
pelayanan kesehatan. Hal ini membuat klien menjadi frustasi, bingung, dan tak mampu
koping dengan sistem yang ada. Peran perawat adalah sebagai advokator hak klien yang
mewakili klien agar hak mereka dapat terpenuhi.
Klien membutuhkan seseorang untuk menjelaskan tentang pelayanan yang akan
mereka terima, menerima arahan yang tepat, serta untuk diwakili di depan agen-agen
penyedia kesehatan. Mereka membutuhkan seseorang untuk memandu mereka dalam sistem
pelayanan yang kompleks agar terpastikan bahwa kebutuhan mereka terpenuhi. Hal ini
sangat ditekankan terutama bagi minoritas serta orang-orang yang kurang beruntung
(Traeger, Thompson, Dickson, & Prvencio, 2006)
Terdapat dua tujuan utama dalam advokasi klien. Yang pertama adalah agar klien
memiliki kuasa atas kebutuhan pelayanan kesehatan dirinya. Sampai klien dapat mencari
informasi yang ia butuhkan dan mengakses pelayanan kesehatan dan sosial yang tepat,
perawat harus berperan sebagai advokator kepada klien dengan menunjukkan kepada mereka
pelayanan apa yang tersedia, untuk siapa pelayanan tersebut tersedia, dan bagaimana agar
dapat mengakses pelayanan tersebut. Tujuan kedua adalah agar sistem pelayanan kesehatan
bisa lebih responsif serta relevan dalam menunjang kebutuhan klien. Hal ini bisa dicapai
dengan membuat perubahan dalam pelayanan kesehatan yang buruk, sulit diakses, serta tidak
adil.
h. Peran perawat sebagai pembawa perubahan
Marriner torney (2009) mendiskripsi bahwa pembawa perubahan adalah seseorang yang
mengidentifikasikan masalah, mengkaji motifasi dan kemampuan klien untuk berubah
menunjukkan alternatif, menggali kemungkinan hasil dari alternatif, mengkaji sumber daya
menunjukkan peran pembantu, membina dan mempertahankan hubungan membantu selama
fase dari proses perubahan membina dan mempertahankan hubungan pembantu, membantu
selama proses perubahan serta membimbing klien melalui fase-fase ini. Peningkatan dan
perubahan adalah komponen inti dari keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan
perawat membantu klien untuk merencanakan melaksanakan, dan menjaga perubahan seperti
pengetahuan keterampilan, perasaan, dan perilaku yang dapat meningkatkan kesehatan klien
tersebut.
Istilah pembaharuan juga dapat diartikan sama dengan kata inovasi (innovation) dan
Kamus Besar Bahasa Indonesia memgartikan istilah inovasi sebagai pemasukan atau
pengenalan hal-hal baru atau sebagai penemuan baru yang berbeda dari yang sudah ada yang
sudah dikenal sebelumnya gagasan, metode, atau alat.
Dari penjelasan yang terdapat dalam kamus diatas, secara harfiah istilah
pembaharuan dapat diartikan dalam dua pengertian. Pertama, pembaharuan diartikan sebagai
proses, perbuatan, atau cara untuk memperbaharui sesuatu. Kedua, pembaharuan (inovasi)
dapat diartikan sebagai sesuatu penemuan hal baru gagasan, metode, alat, atau yang lainnya
yang berbeda dari yang sudah ada atau sudah dikenal sebelumnya.
Selain peran perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan, terdapat pembagian peran
perawat menurut hasil lokakarya keperawatan Tahun 1983 yang membagi menjadi empat
peran diantaranya peran perawat sebagai pelaksana pelayanan keperawatan, peran perawat
sebagai pengelola pelayanan dan institusi keperawatan, peran perawat sebagai pendidik
dalam keperawatan serta peran peran perawat sebagai peneliti dan pengembang pelayanan
keperawatan
Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerja
sama pembaharu yang sistematis, dan terarah sesuai dengan metode pemperian pelayanan
keperawatan Seorang perawat di harapkan dapat menjadi pembaharu dalam ilmu
keperawatan karena ia memiliki kreativitas, inisiatif, dan cepat tanggap terhadap rangsangan
dari lingkungannya. Kegiatan ini dapat di peroleh melalui kegiatan riset atau penelitian.
Penelitian pada hakekatnya adalah melakukan evaluasi, mengukur kemampuan
menilai, dan mempertimbangkan sejauh mana efektivitas tindakan yang telah di berikan.
Kebutuhan dasar manusia terdiri dari kenutuhan biologis, fisikologis sosial dan spritual pada
masa yang akan datang, di harapkan seluruh perawat memiliki pemahaman yang sama
tentang hakikat keperawatan makna keperwatan sebagai profesi praktik keperawatan
profesional serta peran dan fungsi perawat profesional.
Peran ini dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerja sama, perubahan yang
sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan. Biasanya
dilakukan oleh perawat dalam level struktural.
Peran perawat sebagai pembaharu sangat diperlukan, karena perawat sebagai
pembaharu merupakan jalan agar perawat membuat pembaharuan dalam pelayanan
kesehatan keperawatan karena syarat yang harus di miliki perawat sebagai pembaharu ialah
harus memiliki kreativitas, inisiatif, dan cepat tanggap terhadap rangsangan dari
lingkungannya. Kegiatan ini dapat di peroleh melalui kegiatan riset atau penelitian.
Penelitian pada hakekatnya adalah melakukan evaluasi, mengukur kemampuan menilai, dan
mempertimbangkan sejauh mana evektivitas tindakan yang telah di berikan. Kebutuhan dasar
manusia terdiri dari kenutuhan biologis, fisikologis sosial dan spritual pada masa yang akan
datang, di harapkan seluruh perawat memiliki pemahaman yang sama tentang hakikat
keperawatan makna keperwatan sebagai profesi praktik keperawatan profesional serta peran
dan fungsi perawat profesional dapat berjalan dengan baik.
a. Sikap
Beberapa pendapat pakar dalam psikologi sosial di kemukakan beberapa definisi.
Sikap adalah evaluasi kepercayaan (belief) atau perasaan positif atau negatif dari seseorang
jika harus melakukan perilaku yang akan ditentukan. (Fishbein dan Ajzen dalam Ramdhani
2008) Mendenifisikan sikap (Atitude) sebagai jumlah dari afeksi (perasaan) yang dirasakan
seseorang untuk menerima atau menolak suatu objek atau perilaku dan diukur dengan suatu
prosedur yang menempatkan individual dalam skala evaluatif dua kutub, misalnya baik atau
jelek; setuju atau menolak, dan lainnya. Sikap adalah suatu reaksi evaluatif menguntungkan
terhadap sesuatu atau beberapa, dipamerkan dalam keyakinan seseorang, perasaan perilaku,
kemudian definisi lain mengatakan
Attitude is a disposition to respond favourably or unfuorably to object, person,
institution or event, Sarwono (2002). Definisi ini memberikan 14 pengertian bahwa sikap
adalah suatu disposisi bertindak positif atau negatif terhadap suatu objek, orang, lembaga
atau peristiwa. Attitude is a psyshological tendency that is expressed by evaluating a
particular entity with some degree of favor or disfavor. Eagly & Chaiken dalam Sarwono
(2002). Sikap adalah kecenderungan psikologis yang diekspresikan dengan mengevaluasi
kesatuan tertentu dengan beberapa derajat mendukung atau tidak mendukung. Definisi lain
dikemukakan Gerungan (2004) attitude dapat kita terjemahkan dengan sikap terhadap objek
tertentu yang dapat merupakan sikap pandanagan atau sikap perasaan, tetapi sikap tersebut
disertai dengan kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan objek.
Sikap adalah kondisi mental dan neural yang diperoleh dari pengalaman, yang
mengarahkan dan secar dinamis mempengaruhi respon-respon individu terhadap semua
objek dan situasi yang terkait. Sikap adalah ide yang berkaitan dengan emosi yang
mendorong dilakukannya tindakan-tindakan tertentu dalam situasi sosial. Secara tegas
menyatakan bahwa predisposisi itu diperoleh dari proses belajar. Ramdhani (2008)
menyatakan bahwa ide yang merupakan predisposisi tersebut berkaitan dengan emosi.
Menurut Luthfi (2009) domain sikap dapat dipahami sebagai dimensi atau unsur-unsur dari
sikap. Unsur ini memudahkan seseorang dalam melakukan pemahaman ataupun pengukuran
terhadap sikap.