Anda di halaman 1dari 6

Pengertian Dividen

Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh yang termasuk objek pajak adalah
dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi kecuali
ditentukan lain oleh ketentuan perpajakan. Dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf g,
ditegaskan pula bahwa termasuk dalam pengertian dividen adalah:

1. pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama
dan dalam bentuk apapun;
2. pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor;
3. pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham
bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham;
4. pembagian laba dalam bentuk saham;
5. pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;
6. jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh
pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang
bersangkutan;
7. pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika
dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran
kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara
sah;
8. pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima
sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut;
9. bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;
10. bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;
11. pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi;
12. pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang
dibebankan sebagai biaya perusahaan.

Jelas kita ketahui bahwa pengertian dividen mempunyai arti yang luas, pengertian
diatas merupakan pengertian dividen secara formal, namun dalam penjelasan Pasal 4
ayat (1) huruf g ini juga menjelaskan bahwa dalam praktek sering dijumpai pembagian
atau pembayaran dividen secara terselubung, misalnya dalam hal pemegang saham
yang telah menyetor penuh modalnya dan memberikan pinjaman kepada perseroan
dengan imbalan bunga yang melebihi kewajaran. Apabila terjadi hal yang demikian
maka selisih lebih antara bunga yang dibayarkan dan tingkat bunga yang berlaku di
pasar, diperlakukan sebagai dividen. Bagian bunga yang diperlakukan sebagai dividen
tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya oleh perseroan yang bersangkutan.

Pajak atas Dividen


Pemberi dividen akan memotong jenis pajak penghasilan (PPh) dengan tarif yang
berbeda-beda tergantung siapa penerima dividennya, apakah penerimannya dalam
bentuk WP Badan, WP Orang Pribadi, atau WP Luar Negeri. Adapun untuk lebih
jelasnya dapat kita lihat uraian singkat dibawah ini:

1. Dividen Sebagai Objek Pemotongan PPh Pasal 23


Wajib Pajak Badan Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menerima atau
memperoleh penghasilan berupa dividen, maka atas penghasilan dividen tersebut
dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15% dari penghasilan bruto sebagaimana diatur dalam
Pasal 23 ayat (1) huruf a UU PPh. Dividen tersebut dikenakan PPh Pasal 23 sepanjang
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana disebutkan dalam pasal 4 ayat 3 huruf f UU
PPh.

 15% (BerNPWP)
 30% (Tidak BerNPWP)

2. Dividen Sebagai Objek Pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2)


Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yang menerima atau memperoleh
penghasilan berupa dividen, maka atas penghasilan dividen tersebut dipotong PPh
Pasal 4 ayat (2) yang bersifat final sebesar 10% dari penghasilan bruto sebagaimana
diatur dalam PP No. 19 Tahun 2009 tanggal 9 Februari 2009.

3. Dividen Sebagai Objek Pemotongan PPh Pasal 26


Wajib Pajak Luar Negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan yang
bersumber dari Indonesia berupa dividen, maka atas penghasilan dividen tersebut
dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20% dari penghasilan bruto sebagaimana diatur dalam
Pasal 26 ayat (1) huruf a UU PPh. Namun, apabila penerima dividen ini adalah WPLN
dimana Negara domisili yang bersangkutan mempunyai perjanjian perpajakan dengan
Indonesia dan terdapat Surat Keterangan Domisili (COD), maka tarif yang dikenakan
adalah tarif yang sesuai dengan Tax Treaty.

Dividen yang Dikecualikan dari Objek Pajak

Pada penjelasan sebelumnya, sudah dijelaskan mengenai pengertian dividen serta


dividen yang termasuk objek pajak penghasilan. Namun, UU PPh memberikan
pengecualian atas dividen tertentu yang tidak termasuk objek pajak penghasilan.
Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf f UU PPh, bahwa yang dikecualikan dari objek pajak
adalah dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan
usaha milik daerah, dari penyertaan modal negara (PMN) pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:

1. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan


2. Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik
daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan
dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor.

PPh Pasal 23 Tarif 15%

Objek pajak PPh pasal 23 yang dikenakan tarif 15% pada umumnya dikenakan atas
penghasilan-penghasilan berikut:

A. Dividen
Tidak semua dividen yang diterima oleh wajib pajak dipotoh PPh pasal 23, untuk lebih
memahami dividen apa saja yang dipotong PPh pasal 23, kita lihat dari contoh di bawah
ini:

Misal PT. Angin Ribut akan membagikan Dividen sebesar RP. 100.000.000,- kepada :

a. Tn Bagas, atas kepemilikan saham di PT Angin Ribut sebanyak 60%, dividen


yang akan diterima Tn. Bagas sebesar Rp. 60.000.000,-

Atas penerimaan penghasilan dividen dari PT. Angin Ribut sebesar Rp. 60.000.000,- 
bukan dipotong PPh Pasal 23, akan tetapi dipotong dengan Pajak final yaitu PPh Pasal
4 ayat (2) sebesar 10%, jadi pajak yang harus dipotong atas dividen yang diterima Tn.
Bagas adalah 10% x Rp. 60.000.000,- = Rp. 6.000.000,-
Dividen yang diterima Tn. Bagas dipotong pajak final karena penerimanya WP OP,
sehingga hal ini dianggap tidak satu kesatuan karena wajib pajaknya beda, yang satu
wajib pajak orang pribadi sedangkan yang satu lagi wajib pajak badan
b. PT. Cipta Selaras, atas kepemilikian saham di PT. Angin Ribut sebanyak 25%,
dividen yang akan diterima PT. Cipta Selaras sebesar Rp. 25.000.000,-
Atas penerimaan penghasilan dividen dari PT. Angin Ribut tersebut TIDAK
DIPOTONG pajak apapun termasuk bukan sebagai objek pajak PPh pasal 23.

Hal ini dikarenakan kepemilikan saham PT. Cipta Selaras di PT. Angin Ribut sebesar
25%, sehingga dianggap ada hubungan istimewa, sehingga dividen yang diterima
bukan objek pajak.

c. PT. Dadali, atas kepemilikan saham di PT. Angin Ribut sebanyak 15%, dividen
yang akan diterima PT. Dadali sebesar Rp. 15.000.000,-

Atas penerimaan dividen ini PT. Angin Ribut harus memotong PPh pasal 23 sebesar
15%, jadi pajak yang dipotongnya sebesar 15% x Rp. 15.000.000,- = Rp. 2.250.000,-

Dividen yang dibagikan kepada wajib pajak badan yang kepemilikan sahamnya di
bawah 25% termasuk objek pajak PPh pasal 23.

B. Bunga
Penghasilan berupa bunga yang diterima wajib pajak, tidak semuanya harus dipotong
pajak. Untuk memahami penghasilan bunga yang mana yang harus dipotong pajak, kita
lihat dalam contoh di bawah ini:

a. Bank XXX membayar bunga atas simpanan PT. AAA sebesar Rp. 10.000.000,-
Atas bunga yang dibayarkan Bank XXX kepada PT. AAA harus dipotong pajak
final yaitu PPh pasal 4(2) sebesar 2%, jadi pajaknya 2% x Rp. 10.000.000,- =
Rp. 200.000,-

b. PT. BBB membayar bunga atas pinjaman yang diberikan oleh Bank XXX sebesar Rp.
10.000.000,-
Atas pembayaran bunga ini tidak dipotong pajak PPh pasal 23, karena dari sisi
Bank XXX penerimaan bunga tersebut dicatat sebagai peredaran usaha.

c. PT. BBB membayar bunga ke PT. CCC atas pinjaman yang diberikannya sebesar
Rp. 10.000.000,-
Atas pembayaran bunga ini PT. BBB harus memotong PPh Pasal 23 sebesar 15%,
jadi pajak yang dipotong adalah 15% x Rp. 10.000.000,- = Rp. 1.500.000,- 
Disis PT. CCC pemotongan pajak ini bisa dikreditkan.

C. Royalti
Penghasilan berupa royalti yang menjadi obejk PPh pasal 23 adalah sebagai berikut:
a. Hak atas harta tak berwujud
Misal hak pengarang, paten, merk dagang, formula, atau rahasia  perusahaan
b. Hak atas harta berwujud
Misal hak atas alat-alat industri, komersial, dan ilmu penggetahuan maksudnya 
setiap peralatan yang mempunyai nilai intelektual, contohnya peralatan-peralatan yang
digunakan di anjungan pengeboran minyak (drilling rig)
c. Informasi
Yaitu informasi yang belum diungkapkan secara umum, walaupun belum dipatenkan,
misalnya pengalaman dibidang industri. Ciri dari informasi ini adalah informasi tersebut
telah tersedia sehingga pemiliknya  tidak perlu lagi melakukan riset untuk menghasilkan
informasi tersebut. Akan tetapi tidak termasuk kedalam pengertian informasi ini adalah
informasi yang diberikan oleh akuntan publik, ahli hukum, atau ahli teknik sesuai
dengan bidang keahliannya, yang dapat diberikan oleh setiap orang yang mempunyai
latar belakang disiplin ilmu yang sama.

D. Hadiah
Yang dimaksud hadiah disini adalah penghargaan atau bonus dan sejenisnya selain
yang telah dipotong PPh pasal 21. Tidak semua hadiah yang diterima dipotong PPh
pasal 23, untuk lebih memahaminya kita lihat contoh di bawah ini:
a. Hadiah yang diterima dari undian, 
Kalau hadiah yang diterima dari undian maka menjadi objek PPh Final atau PPh pasal
4 (2) dengan tarif sebesar 25%.

b. Hadiah yang diterima dari perlombaan / penghargaan,


Kalau hadiah dari perlombaan/penghargaan yang diterima oleh WPOP maka menjadi
objek pajak PPh pasal 21 dengan tarif sesuai dengan pasal 17 UU PPH.
Kalau hadiah dari perlombaan/penghargaan diterima oleh WP Badan, maka menjadi
objek PPh pasal 23 dengan tarif 15%.

Pengertian Dividen
Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh yang termasuk objek pajak adalah
dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi kecuali
ditentukan lain oleh ketentuan perpajakan. Dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf g,
ditegaskan pula bahwa termasuk dalam pengertian dividen adalah:

1. pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama
dan dalam bentuk apapun;
2. pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor;
3. pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham
bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham;
4. pembagian laba dalam bentuk saham;
5. pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;
6. jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh
pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang
bersangkutan;
7. pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika
dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran
kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan
secara sah;
8. pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima
sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut;
9. bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;
10. bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;
11. pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi;
12. pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang
dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Jelas kita ketahui bahwa pengertian dividen mempunyai arti yang luas, pengertian
diatas merupakan pengertian dividen secara formal, namun dalam penjelasan Pasal 4
ayat (1) huruf g ini juga menjelaskan bahwa dalam praktek sering dijumpai pembagian
atau pembayaran dividen secara terselubung, misalnya dalam hal pemegang saham
yang telah menyetor penuh modalnya dan memberikan pinjaman kepada perseroan
dengan imbalan bunga yang melebihi kewajaran. Apabila terjadi hal yang demikian
maka selisih lebih antara bunga yang dibayarkan dan tingkat bunga yang berlaku di
pasar, diperlakukan sebagai dividen. Bagian bunga yang diperlakukan sebagai dividen
tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya oleh perseroan yang bersangkutan.

Pajak atas Dividen


Pemberi dividen akan memotong jenis PPh dan tarif yang berbeda-beda tergantung
siapa penerima dividennya. Jenis objek pajak penghasilan yang dikenakan penerima
dividen adalah sebagai berikut:

1.    Dividen Sebagai Objek Pemotongan PPh Pasal 23


Wajib Pajak Badan Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menerima atau
memperoleh penghasilan berupa dividen, maka atas penghasilan dividen tersebut
dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15% dari penghasilan bruto sebagaimana diatur dalam
Pasal 23 ayat (1) huruf a UU PPh. Dividen tersebut dikenakan PPh Pasal 23 sepanjang
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana disebutkan dalam pasal 4 ayat 3 huruf f UU
PPh.

2.    Dividen Sebagai Objek Pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2)
Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yang menerima atau memperoleh
penghasilan berupa dividen, maka atas penghasilan dividen tersebut dipotong PPh
Pasal 4 ayat (2) yang bersifat final sebesar 10% dari penghasilan bruto sebagaimana
diatur dalam PP No. 19 Tahun 2009 tanggal 9 Februari 2009.
 
3.    Dividen Sebagai Objek Pemotongan PPh Pasal 26
Wajib Pajak Luar Negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan yang
bersumber dari Indonesia berupa dividen, maka atas penghasilan dividen tersebut
dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20% dari penghasilan bruto sebagaimana diatur dalam
Pasal 26 ayat (1) huruf a UU PPh. Namun, apabila penerima dividen ini adalah WPLN
dimana Negara domisili yang bersangkutan mempunyai perjanjian perpajakan dengan
Indonesia dan terdapat Surat Keterangan Domisili (COD), maka tarif yang dikenakan
adalah tarif yang sesuai dengan Tax Treaty.

Dividen yang Dikecualikan dari Objek Pajak


Pada penjelasan sebelumnya, sudah dijelaskan mengenai pengertian dividen serta
dividen yang termasuk objek pajak penghasilan. Namun, UU PPh memberikan
pengecualian atas dividen tertentu yang tidak termasuk objek pajak penghasilan.
Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf f UU PPh, bahwa yang dikecualikan dari objek pajak
adalah dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan
usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan
bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: 

1. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan


2. Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik
daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan
dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor.

Saat terutang
Berdasarkan PP No. 94 Tahun 2010 dalam penjelasan pasal 15 ayat 3 dijelaskan
bahwa saat terutangnya Pajak Penghasilan Pasal 23 Undang-Undang Pajak
Penghasilan adalah pada saat pembayaran, saat disediakan untuk
dibayarkan (seperti: dividen) dan jatuh tempo (seperti: bunga dan sewa), saat yang
ditentukan dalam kontrak atau perjanjian atau faktur (seperti: royalti, imbalan jasa
teknik atau jasa manajemen atau jasa lainnya).

Anda mungkin juga menyukai