Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang, Indonesia
Abstract
The purpose of this study was to determine the relationship between sit work at-
titudes with symptoms of CTDs in labor the sewing convection Aneka Gunungpati
Semarang. This type of research is a survey of analytical or explanatory research
with cross sectional research design. The study population was the sewing convec-
tion Aneka workers as many as 57 peoples. Samples taken in a purposive sampling
as many as 36 peoples. The data analyzed using chi square test. Instruments used in
research is a questionnaire nordic body map and anthropometric measurements.
Based on the chi square test, p values equal to 0,021, 0,011, 0,042, 0,021 and 0,042
for right and left shoulder backbone, waist and lower neck, respectively. It means
there is a relationship between working posture sit with symptom of CTDs.
*
Alamat korespondensi: ISSN 1858-1196
Gedung F1, Lantai 2, Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Email: pujihastuti@gmail.com
Rina Puji Hastuti & Sugiharto / KEMAS 6 (1) (2011) 8-15
9
Rina Puji Hastuti & Sugiharto / KEMAS 6 (1) (2011) 8-15
Metode Hasil
Jenis dan rancangan penelitian yang di- Tabel 1. Distribusi Sampel Berdasarkan Usia
gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
penjelasan dengan pendekatan belah lintang. Interval Usia
Frekuensi %
Variabel bebas pada penelitian ini adalah sikap (tahun)
kerja duduk, variabel terikat dalam penelitian 20-24 14 38,89
ini adalah gejala CTDs dan variabel penggang- 25-29 6 16,67
gu meliputi (1) Umur dikendalikan dengan
memilih responden yang berusia 20-34 tahun, 30-34 16 44,44
(2) Jenis kelamin dikendalikan dengan memilih Jumlah 36 100,00
responden dengan jenis kelamin perempuan,
(3) Kesehatan, dikendalikan dengan memilih Tabel 2. Distribusi Antropometri Sampel Tena-
responden yang tidak sedang dalam perawatan ga Kerja Bagian Penjahitan Konveksi Aneka
medis, mengalami trauma pada otot dan tulang
atau menderita penyakit-penyakit infeksi yang Min Maks Rata-rata
menyebabkan nyeri otot (mialgia) dan fibromi- Antropometri
(cm) (cm) (cm)
algia, (4) Getaran, dikendalikan dengan mela- Tinggi siku duduk 18 31 24,5
kukan pengukuran dengan vibration meter.
Setelah dilakukan pengukuran tingkat getaran Tinggi lutut duduk 40 52 46,0
pada tiga merk mesin jahit yaitu Brother, Juki Panjang tungkai 34 45 39,5
dan Pegasus diperoleh hasil bahwa tingkat ge- bawah
taran dari ke tiga merk mesin jahit tersebut di Panjang pantat 40 53 46,5
atas NAB, (5) Mikroklimat, dikendalikan de- lekuk lutut
ngan melakukan pengukuran Indeks Suhu Ba-
sah dan Bola (ISBB) pada line 1 dan 2 dengan
menggunakan area heat stress monitor. Tabel 3. Distribusi Ukuran Meja Kerja, Ukuran
Populasi dalam penelitian ini adalah Kursi Kayu, dan Ukuran Kursi Plastik Bagian
tenaga kerja bagian penjahitan konveksi Ane- Penjahitan Konveksi Aneka
ka. Jumlah populasi sebanyak 57 orang yang
terdapat dalam 2 bagian. Penelitian menggu- Dimensi Ukuran (cm)
nakan sampel nonprobability dengan teknik Dimensi meja kerja
pengambilan sampel secara purposif. Sampel Tinggi dataran kerja 72,5
dalam penelitian ini adalah sebanyak 36 peker-
ja perempuan yang bekerja di bagian penjahi- Panjang meja 100,0
tan konveksi Aneka yang dipilih secara bukan Lebar meja 48,5
acak dan memenuhi kriteria: (1) Usia 20-34 Tinggi kolong meja 65,0
tahun; (2) Sehat atau tidak sedang menjalani Dimensi kursi kerja kayu
perawatan medis, mengalami trauma pada otot
Tinggi alas duduk 44,0
dan tulang atau menderita penyakit-penyakit
infeksi yang menyebabkan nyeri otot (mialgia), Panjang alas duduk 30,0
fibromialgia dan ankilosis spondilitis. Lebar tempat duduk 30,0
Besar sampel adalah 36 orang. Instru- Dimensi kursi kerja plastik
men penelitian adalah kuesioner nordic body Tinggi alas duduk 48,0
map dan meteran untuk pengukuran antro-
Panjang alas duduk 27,0
pometri responden dan dibandingkan dengan
ukuran kursi. Analisis data secara univariat dan Lebar tempat duduk 27,0
bivariat dengan uji chi square, sebagai alternatif
uji, digunakan uji fisher.
10
Rina Puji Hastuti & Sugiharto / KEMAS 6 (1) (2011) 8-15
Kesesuaian
Total
Kriteria Sesuai Tidak Sesuai
n % n % n %
Tinggi siku duduk dengan tinggi meja atau dataran kerja 11 30,6 25 69,4 36 100
Tinggi lutut duduk dengan tinggi kolong meja 36 100,0 0 0,0 36 100
Panjang pantat lekuk lutut dengan panjang alas duduk 11 30,6 25 69,4 36 100
Panjang tungkai bawah dengan tinggi alas duduk 11 30,6 25 69,4 36 100
Tabel 5. Distribusi Lima Jenis Keluhan CTDs Terbanyak dan Tingkat Keluhan pada Tenaga
Kerja Bagian Penjahitan Konveksi Aneka
Tingkat Keluhan
Total
Jenis Keluhan Tidak Sakit Agak Sakit Sakit Sangat Sakit
n % n % n % N % n %
Bahu kanan 1 2,8 18 50,0 10 27,8 7 19,4 36 100
Bahu kiri 1 2,8 17 47,2 10 27,8 8 22,2 36 100
Punggung 1 2,8 16 44,4 10 27,8 9 25,0 36 100
Pinggang 1 2,8 18 50,0 10 27,8 7 19,4 36 100
Leher Bagian Bawah 1 2,8 16 44,4 10 27,8 9 25,0 36 100
ISBB (0C)
Lokasi
Hasil NAB
Line 1 26,4 30
Line 2 27,7 30
11
Rina Puji Hastuti & Sugiharto / KEMAS 6 (1) (2011) 8-15
dan maksimal adalah 45 cm. Meja kerja untuk duduk untuk kursi kayu adalah 30 cm dan un-
semua operator mesin jahit sudah dilengkapi tuk kursi plastik adalah 27 cm. Jika dibanding-
dengan pedal kendali yang sekaligus sebagai kan dengan panjang pantat lekuk lutut minimal
sandaran kaki dengan tinggi 6 cm, sehingga reponden sebesar 40 cm dan panjang pantat
tinggi alas duduk untuk kursi kayu 44 cm sete- lekuk lutut maksimal responden sebesar 53 cm
lah dikurangi tinggi pedal 6 cm menjadi 38 cm, maka panjang alas duduk untuk kursi kayu 30
jadi ukuran kursi kayu lebih pendek dari pan- cm hampir mendekati syarat ergonomis pan-
jang tungkai bawah maksimal responden dan jang alas duduk untuk ukuran panjang pantat
sesuai syarat ergonomis. Ukuran kursi plas- lekuk lutut minimal responden dan panjang
tik 48 cm setelah dikurangi tinggi pedal 6 cm alas duduk kursi plastik terlalu pendek. Pan-
menjadi 42cm, jadi ukuran kursi plastik lebih jang alas duduk yang terlalu pendek apalagi
pendek dari panjang tungkai bawah maksi- ditambah dengan tinggi alas duduk yang ter-
mal responden tetapi belum memenuhi syarat lalu tinggi akan menyebabkan penekanan yang
tinggi alas duduk yaitu antara 34-38cm. Kursi berlebih pada syaraf dan pembuluh darah paha.
kerja yang terlalu tinggi akan menyebabkan Tinggi kolong meja yang disyaratkan
posisi duduk yang tidak alamiah dan timbul adalah yang dapat memberikan kebebasan ge-
ketidaknyamanan bagi pemakainya. Hal ini di- rak pada kaki pengguna. Ukuran yang dianjur-
karenakan dengan posisi tersebut terjadi pene- kan yaitu jarak antara tinggi permukaan meja
kanan pada syaraf dan pembuluh darah paha bagian bawah dengan tinggi lutut duduk ada-
sehingga jika berlangsung dalam waktu lama lah sebesar 10-25 cm. Hasil pengukuran me-
akan menimbulkan rasa nyeri pada daerah nunjukkan bahwa tinggi kolong meja adalah 65
yang tertekan. cm, sedangkan tinggi lutut duduk minimal res-
Panjang alas duduk yang disyaratkan ponden adalah 40 cm dan maksimal adalah 52
adalah lebih pendek dari jarak lekuk lutut ke cm. Dengan demikian dapat diinterpretasikan
garis punggung, yaitu sekitar 36-40 cm. Hasil bahwa kaki responden mempunyai ruang yang
pengukuran diketahui bahwa panjang alas cukup bebas untuk bergerak.
12
Rina Puji Hastuti & Sugiharto / KEMAS 6 (1) (2011) 8-15
Hasil pengukuran dan analisis sesuai kuran mikroklimat untuk mendapatkan data
dengan kriteria yang ditentukan, diketahui ISBB dilakukan di 5 titik representatif sesuai
bahwa ada responden yang bekerja dengan si- dengan luas ruangan line 1 dan 2. Berdasarkan
kap kerja yang baik (30,6%) dan ada yang be- hasil pengukuran dan analisa yang dilakukan
kerja dengan sikap kerja duduk yang kurang diperoleh nilai ISBB di line 1 adalah 26,40 C dan
baik (69,4%). Kondisi seperti ini bisa berpe- line 2 adalah 27,70 C. Jika dibandingkan dengan
ngaruh terhadap menurunnya efisiensi dan NAB sesuai Keputusan Menteri Tenaga Kerja
efektifitas kerja. Keluhan-keluhan seperti nyeri RI No. 51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang
pada bahu dan pinggang, kaku leher, kesemu- Batas Faktor Fisika di tempat kerja untuk jenis
tan pada tungkai atau kaki, lengan dan seba- beban kerja ringan dan secara terus-menerus,
gainya merupakan indikator ketidaksesuaian maka hasil tersebut masih di bawah NAB (30,00
sarana kerja dengan pemakai atau operator- C). Dengan demikian bisa diinterpretasikan
nya. Nyeri pada pinggang dapat terjadi karena bahwa kondisi mikroklimat di line 1 dan 2
adanya sikap paksa atau tidak alamiah akibat relatif homogen dan belum sampai pada kondi-
penggunaan sarana kerja yang terlalu pendek si yang bisa menyebabkan terjadinya gangguan
atau terlalu tinggi. Jika pekerja terpaksa harus muskuloskeletal.
duduk pada tepi bagian depan kursi, mereka Sikap tubuh dalam pekerjaan sangat
akan merasakan nyeri di bagian lutut dan tung- dipengaruhi oleh bentuk, susunan, ukuran
kai bawah. dan tata letak peralatan, penempatan alat-alat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa petunjuk, cara-cara memperlakukan perala-
jenis keluhan yang paling banyak terjadi pada tan seperti macam gerak, arah dan kekuatan
responden yaitu keluhan pada bahu kanan, (Anies, 2005). Sikap dan posisi kerja yang tidak
bahu kiri, punggung, pinggang dan leher bagi- benar atau tidak ergonomis (seperti jongkok,
an atas yaitu sebanyak 35 keluhan (97,2%) dari membungkuk) akan menimbulkan nyeri otot
total responden yaitu 36 orang. Tingkat kelu- dan punggung serta gangguan fungsi dan ben-
han paling banyak yaitu agak sakit sebanyak tuk otot (Depkes RI, 2002). Salah satu dampak
18 keluhan (50 %) pada bahu kanan dan ping- negatif yang disebabkan oleh ketidaksesuaian
gang. Sedangkan dari total 569 keluhan, tingkat mesin dengan operatornya adalah terjadinya
rasa sakit yang dirasakan oleh reponden adalah cedera otot dan rangka akibat sikap tubuh yang
agak sakit sebanyak 280 keluhan (49,21%), ke- dipaksakan atau tidak alamiah pada saat bek-
mudian sakit sebanyak 248 keluhan (43,58%) erja. Cedera otot dan rangka terjadi pada se-
dan sangat sakit sebanyak 41 keluhan (7,21%). mua jenis pekerjaan dan industri (Tayyari dan
CTDs merupakan sekumpulan gangguan Smith, 1997).
atau kekacauan pada sistem muskuloskele- Berdasarkan hasil penelitian ini menun-
tal (musculosceletal disorders) berupa cedera jukkan bahwa sikap kerja duduk tenaga kerja
pada syaraf, otot, tendon, ligamen, tulang dan berhubungan dengan gejala CTDs pada bahu
persendian pada titik-titik ekstrim tubuh ba- kanan (p 0,021), pada bahu kiri (p 0,011), pada
gian atas (tangan, pergelangan, siku dan bahu), punggung (p 0,042), pada pinggang (p 0,021)
tubuh bagian bawah (kaki, lutut dan pinggul) dan pada leher bagian bawah (p 0,042). Gejala
dan tulang belakang yaitu punggung dan leher CTDs dalam penelitian ini menunjukkan ten-
(Tayyari dan Smith, 1997). Ketidaktepatan kur- tang gambaran tingkat dan jenis keluhan yang
si akan mengakibatkan keluhan kepala, leher dirasakan oleh tenaga kerja bagian penjahitan
dan bahu, keluhan lengan dan tangan, keluhan konveksi Aneka yang diharapkan dengan si-
pinggang, keluhan pantat, lutut dan kaki serta kap kerja duduk yang baik, menjadi dasar bagi
paha. tenaga kerja untuk mengurangi risiko gejala
Kondisi faktor fisik lingkungan kerja CTDs, sehingga akan berdampak pada tingkat
berupa mikroklimat yang tinggi dapat menim- dan jenis keluhan tenaga kerja.
bulkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja Berdasarkan hasil pengukuran dan ana-
berupa keluhan sakit atau nyeri. Oleh karena- lisa kesesuaian antara dimensi dataran kerja
nya dalam penelitian ini juga dilakukan pengu- dengan antropometri responden berdasarkan
kuran terhadap faktor tersebut. Adapun pengu- norma-norma ergonomi diketahui bahwa 11
13
Rina Puji Hastuti & Sugiharto / KEMAS 6 (1) (2011) 8-15
responden (30,6%) bekerja dengan sikap tubuh nya muncul pada jenis pekerjaan yang mono-
yang baik dan 25 responden (69,4%) bekerja ton dan penggunaan atau pergerakan otot yang
dengan sikap tubuh yang kurang baik dan ge- melebihi kemampuannya.
jala CTDs sebanyak 18 orang (50%) termasuk Menurut Bleuera (2008), faktor risiko
dalam tingkat keluhan agak sakit yaitu pada untuk terjadinya CTDs yaitu terdapat sikap
bahu kanan dan pinggang. Sehingga hasil pe- tubuh yang janggal, gaya yang melebihi ke-
nelitian ini menggambarkan bahwa dengan mampuan jaringan, lamanya waktu pada saat
sikap kerja yang kurang baik berakibat pada melakukan posisi janggal, dan frekuensi siklus
gejala CTDs. Terdapat beberapa penyebab yang gerakan dengan postur janggal per menit.
melatarbelakangi hasil dari penelitian yang Hasil penelitian ini menyatakan bahwa seba-
menyatakan bahwa sikap kerja duduk ber- nyak 69,4% responden bekerja dengan sikap
hubungan dengan gejala CTDs, antara lain: se- kerja duduk yang kurang baik. Hasil tersebut
banyak 69,4% responden bekerja dengan sikap menunjukkan bahwa semakin banyak kriteria
kerja yang kurang baik. antara dimensi dataran kerja dengan antro-
Responden yang bekerja dengan sikap pometri responden yang tidak sesuai, maka
kerja yang baik sebanyak 11 orang (30,6%). semakin kurang baik sikap tubuh responden
Sikap kerja duduk yang kurang baik tersebut dan semakin banyak pula gejala CTDs berupa
menjelaskan bahwa para responden belum keluhan muskuloskeletal yang dirasakan oleh
mempunyai sikap kerja duduk yang baik. Si- responden. Sehingga, sikap kerja duduk men-
kap kerja duduk yang kurang baik atau keli- jadi dasar tenaga kerja mengalami gejala CTDs.
ru menurut Purwanto dkk. (2004) akan me- CTDs dapat diterjemahkan sebagai kerusakan
nyebabkan berbagai masalah terutama yang trauma kumulatif.
berhubungan dengan tulang belakang, karena Penyakit ini timbul karena terkumpulnya
tekanan pada tulang belakang akan meningkat kerusakan-kerusakan kecil akibat trauma beru-
pada saat duduk, bila dibandingkan dengan lang yang membentuk kerusakan yang cukup
saat berdiri maupun berbaring. besar dan menimbulkan rasa sakit. Hal ini seba-
Jika tekanan tersebut diasumsikan seki- gai akibat penumpukan cedera kecil yang setiap
tar 100%, maka besarnya tekanan pada posisi kali tidak sembuh total dalam jangka waktu ter-
duduk yang tegang (erect posture) adalah 140% tentu yang bisa pendek dan bisa lama, tergan-
dan posisi duduk mengbungkuk ke depan te- tung dari berat ringannya trauma setiap hari,
kanannya adalah 190%. Sikap duduk yang yang diekspresikan sebagai rasa nyeri, kese-
tegang lebih banyak memerlukan aktivitas otot mutan, pembengkakan dan gejala lainnya (Bu-
atau urat syaraf belakang daripada sikap duduk diono dkk., 2003). Berdasarkan hasil penelitian
yang condong ke depan. Sikap tubuh yang di- Kuntodi (2008) yaitu tentang hubungan antara
paksakan adalah salah satu penyebab umum sikap dan cara kerja dengan gejala CTDs, juga
CTDs. Kemunculannya sering tidak disadari menyatakan bahwa sikap kerja tenaga kerja ba-
sampai terjadinya inflamasi, syaraf nyeri dan gian penjahitan di PT. Golden Flower Ungaran,
mengerut, atau aliran darah tersumbat. Sikap Kabupaten Semarang berhubungan dengan ge-
tubuh yang buruk dalam bekerja baik dalam jala CTDs ( p=0,02).
posisi duduk maupun berdiri akan meningkat- Berdasarkan hasil penelitian ini dapat
kan risiko terjadinya CTDs. Posisi-posisi tubuh diketahui bahwa sikap kerja duduk sebanyak
yang ekstrim akan meningkatkan tekanan pada 69,4% responden tergolong kurang baik, hal
otot, tendon dan syaraf (Tayyari dan Smith, ini menjadi dasar bagi responden mengalami
1997). gejala CTDs pada bahu kanan (p 0,021), pada
Banyaknya gejala CTDs yang dialami bahu kiri (p 0,011), pada punggung (p 0,042),
oleh tenaga kerja bagian penjahitan konveksi pada pinggang (p 0,021) dan pada leher bagian
Aneka, menunjukkan bahwa para tenaga kerja bawah (p 0,042) dengan koefisian kontingensi
bekerja dengan sikap kerja duduk yang kurang pada bahu kanan 0,360, pada bahu kiri 0,389,
baik. Sikap kerja duduk yang kurang baik atau pada punggung 0,321, pada pinggang 0,360,
tidak alamiah menurut Budiono dkk. (2003) dan pada leer bagian bawah 0,321 jadi hubu-
merupakan penyebab gejala CTDs yang biasa- ngan antara sikap kerja duduk dengan gejala
14
Rina Puji Hastuti & Sugiharto / KEMAS 6 (1) (2011) 8-15
CTDs tergolong rendah dikarenakan interval Bleuera, J.P., Böschb, K., Ludwig, C.A., Gmbh, H.V.,
koefisien kontingensi antara 0,20-0,399 (Sugi- Berne, Switzerland, Suva, Lucerne and Swit-
yono, 2004). zerland. 2008. InWiM: Knowledge Manage-
ment for Insurance Medicine. Medical and
Care Compunetics 5
Simpulan dan Saran Budiono, A.M.S. dkk. 2003. Bunga Rampai Hiperkes
dan KK. Semarang: UNDIP Semarang
Simpulan yang didapatkan adalah terda- Burke, A and Peper, E. 2002. Cumulative Trauma
pat hubungan antara sikap kerja duduk dengan Disorder Risk for Children Using Comput-
er Products: Results of a Pilot Investigation
gejala CTDs pada tenaga kerja bagian penjahi-
with a Student Convenience Sample. Public
tan konveksi Aneka dengan nilai p adalah 0,021 Health Reports, 117
pada bahu kanan, 0,011 pada bahu kiri, 0,042 Depkes RI. 2002. Upaya Kesehatan Kerja bagi Pe-
pada punggung, 0,021 pada pinggang dan 0,042 rajin. Jakarta: Bakti Husada
pada leher bagian bawah (p<0,05). Eng, A.A.G., Prims, J., Genserik, L.L., Eng, R.G.,
Selanjutnya saran yang bisa diberikan Weyns, D., Mahieu, P. and Audenaert, E.
bagi Dinas Perindustrian dan Perdagangan 2010. Evaluation and Economic Impact
hendaknya mempunyai program untuk me- Analysis of Different Treatment Options For
ngadakan pelatihan Kesehatan dan Keselama- Ankle Distortions in Occupational Acci-
tan Kerja (K3) terutama yang berkaitan dengan dents. Journal of Evaluation in Clinical Prac-
tice 16, 933–939
ergonomi bagi konveksi atau industri yang be-
Fitrihana, N. 2009. Memperbaiki Kondisi Kerja di
lum menerapkan sistem K3, selanjutnya bagi Industri Garmen. http://ojs.lib.unair.ac.id/
konveksi Hendaknya menggunakan kursi kerja index.php/CDK/article/view/2782/2763
sesuai norma ergonomi yang dianjurkan dan Griffin, M.J. 2008. Negligent Exposures to Hand-
disesuaikan dengan ukuran antropometri rata- Transmitted Vibration. Int Arch Occup Envi-
rata pekerja. Perawatan mesin-mesin secara ru- ron Health, 81: 645–659
tin dan berkala untuk mengurangi tingkat geta- Hiel, N., Kentner, M., Mattik, T.K.H.U. and Schack,
ran yang dihasilkan. Adanya kerjasama dengan A. 2000. Future Structures of Industrial
pelayanan kesehatan terdekat terutama untuk Work: Management of Occupational Safety
mengidentifikasi kasus-kasus CTDs yang di- and Occupational Health. Position of Man-
agement and Labour and The Accident In-
alami oleh pekerja. Pengaturan waktu istirahat
surance of the Chemical Industry. Int Arch
bagi pekerja. Dan bagi Pekerja semua pekerjaan Occup Environ Health, 73: S79±S89
menjahit hendaknya dilakukan dalam sikap Kuntodi. 2008. Cumulative Tauma Disorders
duduk dan diselingi dengan sikap berdiri waktu (CTDs). http://konsulhiperkes.wordpress.
mengambil bahan yang akan dijahit serta tiap com/2008/12/31/cumulative-trauma-disor-
satu jam sekali beristirahat beberapa menit dari ers-CTDs/
pekerjaan menjahit. Purwanto, W. dkk. 2004. Seminar Nasional Ergono-
mi 2. Yogyakarta: UGM Press
Santoso, G. 2004. Ergonomi Manusia, Peralatan dan
Daftar Pustaka Lingkungan. Jakarta: Prestasi Pustaka Pu-
blisher
Anies. 2005. Penyakit Akibat Kerja. Jakarta: PT. Elex Sugiyono. 2004. Statistika untuk Penelitian. Ban-
Media Komputindo dung: CV. Alfabeta
Bailey, T.C., Cordeiro, R. and Lourenc, R.W. 2007. Tayyari, F. dan Smith, J.L. 1997. Occupational Ergo-
Semiparametric Modeling of The Spatial nomics. London: Chapman and Hall
Distribution of Occupational Accident Risk Weiss, D.S., Brunet, A., Best, S.R. and Metzler, T.J.
in the Casual Labor Market, Piracicaba, 2010. Frequency and Severity Approaches
Southeast Brazil. Risk Analysis, 27 (2) to Indexing Exposure to Trauma: The Criti-
Bhushan, B. and Khan, S.M. 2006. Laterality and cal Incident History Questionnaire for Police
Accident Proneness: A Study of Locomotive Officers. Journal of Traumatic Stress, 23 (6):
Drivers. Laterality, 11 (5): 395 404 734–743
15