Anda di halaman 1dari 13

Faktor yang berhubungan dengan personal hygiene pada remaja

putri di SMA Cokroaminoto Makassar

AYATULLAH S.Kep., M.Kes.


Ayatullah92@yahoo.com,
STIKES YAHYA BIMA
NIDN. 0812099201

ABSTRAK

Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan atau


kesehatan untuk kesejahteraan, baik fisik maupun psikisnya (Laily, 2012). Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan, status sosial
ekonomi, kepercayaan (kebudayaan) dengan personal hygiene pada remaja putri
di SMA Cokroaminoto Makassar. Penelitian ini merupakan jenis penelitian survei
analitik dengan metode cross sectional, populasi dalam penelitian ini adalah
sisiwi SMA Cokroaminoto Makassar. Pengambilan sampel menggunakan tehnik
total sampling, didapatkan 36 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan kuesioner dan observasi. Data yang telah terkumpul kemudian
diolah dan dianalisis dengan menggunakan computer program microsoft exel dan
program statistic (SPSS) versi 16.0. Analisis data mencakup analisis univariat
dengan mencari distribusi frekuensi, analisis bivariat dengan uji chi-square (p <
0,05) untuk mengetahui hubungan antar variabel dan uji person untuk mengetahui
kekuatan korelasi. Hasil analisis bivariat didapatkan hubungan antara pengetahuan
dengan personal hygiene (p = 0.001 < 0,05), terdapat hubungan antara status
sosial ekonomi dengan personal hygiene (p = 0,005 < 0,05), dan terdapat
hubungan antara kepercayaan (kebudayaan) dengan personal hygiene (p = 0,004 <
0,05). Kesimpulan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara
pengetahuan, status sosial ekonomi, dan kepercayaan (kebudayaan) dengan
personal hygiene di SMA Cokroaminoto Makassar, dimana status sosial ekonomi
mempunyai pengaruh yang dominan terhadap personal hygiene.

Kata Kunci : Personal hygiene, Pengetahuan, Status sosial ekonomi, kepercayaan


(kebudayaan).

1
PENDAHULUAN
Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan
dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan, baik fisik maupun
psikisnya. Perawatan kesehatan dan kebersihan adalah hal yang
banyak dibicarakan dalam masyarakat. Kebiasaan menjaga
kebersihan, termasuk kebersihan organ-organ seksual atau reproduksi
merupakan awal dari menjaga kebersihan (Novita, 2011).
Pengetahuan tentang hygiene akan mempengaruhi praktik
personal hygiene. Namun, hal ini saja tidak cukup, karena motivasi
merupakan kunci penting dalam pelaksanaan hygiene tersebut.
Permasalahan yang sering terjadi adalah ketiadaan motivasi karena
kurangnya pengetahuan (Laily, 2012).
Status sosial ekonomi seseorang mempengaruhi jenis dan
tingkat praktik personal hygiene. Status ekonomi yang rendah
memungkinkan personal hygiene yang rendah pula. Kepercayaan
(kebudayaan) nilai pribadi akan mempengaruhi perawatan personal
hygiene. Berbagai budaya memiliki praktik hygiene yang berbeda
(Laily, 2012).
Sekitar 1 miliyar manusia atau setiap 1 diantara 6 penduduk
dunia adalah remaja. Sebanyak 85% diantaranya hidup di negara
berkembang. Di Indonesia jumlah remaja dan kaum muda
berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan 2000, kelompok
umur 15-24 jumlahnya meningkat dari 21.000.000 menjadi 43.000.000
atau dari 18% menjadi 21% dari total jumlah populasi penduduk
Indonesia (Eny, 2011).
Pada masa remaja, personal hygiene dipengaruhi oleh 1
kelompok teman sebaya. Remaja wanita misalnya, mulai tertarik
dengan penampilan pribadi dan mulai memakai riasan wajah (Laily,
2012).
Di Indonesia kejadian ISK pada wanita sekitar 3-4 kali
dibandingkan pada laki-laki. Diduga, salah satu faktor penyebabnya
adalah karena uretra wanita lebih pendek daripada laki-laki. Selain itu
kesulitan lain yang timbul adalah proses perawatan diri khususnya
terkait pemenuhan personal hygiene (Novita, 2011).
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan di masyarakat dan
fasilitas kesehatan serta sumber data lainnya oleh Kementerian
Kesehatan RI didapatkan bahwa masyarakat yang berperilaku hidup
bersih dan sehat di Indonesia mencapai angka 52,89% dimana
Sulawesi Selatan khususnya menempati urutan ke 26 dengan
presentase 46,60% masyarakatnya telah menggalakkan perilaku
hidup bersih dan sehat (Depkes RI, 2012) Di penelitian lain yang
dilakukan di 3 kabupaten di Provinsi Bengkulu menyebutkan bahwa
yang terinfeksi A.lumbricoides 65%, T.trichuira 55%, dan Hookworm
22% akibat dari perilaku masyarakat yang kurang memperhatikan

2
kesehatan pribadi dan lingkungannya (Marleta, Dewi,dan Marwoto,
2005).
Keadaan perilaku kesehatan masyarakat tersebut juga dialami
di Makassar dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan di Makassar
mengenai infeksi ini juga pernah dilakukan tepatnya di daerah kumuh
Mariso yang merupakan salah satu bekas tempat pembuangan akhir
sampah dengan subyek penelitiaannya adalah pemulung yang
bermukim di daerah ini dan hasil yang diperoleh prevalensi yang
terinfeksi adalah 92,1 % (Hadju, 1992 dalam Fausiah, 2006), ini juga
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Rahma (2006) di
Kelurahan Kalukuang Kota Makassar yang hasilnya menunjukkan
bahwa yan terinfeksi Kecacingan prevalensinya lebih banyak (71,4%)
sedangkan yang tidak terinfeksi Kecacingan lebih sedikit (28,%)
dikarenakan oleh masyarakat yang kurang memperhatikan kesehatan
pribadi dan lingkungannya (Pertiwi, dkk, 2013).
Dari survey awal terhadap remaja di SMA Cokroaminoto
Makassar pada tanggal 19 Februari 2014, dari beberapa remaja putri
yang diamati secara umum diperoleh data bahwa kebutuhan
kebersihan diri (personal hygiene) pada remaja putri belum terpenuhi
dengan baik. Kondisi ini terlihat dari keadaan sebagian besar remaja
putri dimana kebersihan dirinya kurang terpenuhi dengan baik yang
ditandai dengan kulit kering dan kotor, kuku panjang, rambut yang
kusut dan bibir kering.
Dari penggambaran diatas peneliti tertarik untuk membuat
penelitian dengan judul ” faktor yang berhubungan dengan personal
hygiene pada remaja putri”.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei
analitik, dengan pendekatan Cross-Sectional dimana pengukuran atau
pengamatan dilakukan pada saat bersamaan (sekali waktu) antara
faktor independen (pengetahuan, status sosial ekonomi, kepercayaan)
dan faktor dependen (personal hygiene). Pada penelitian ini
menggunakan tehnik total sampling, dimana semua populasi menjadi
sampel. Sampel pada penelitian ini berjumlah 36 orang.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Analisis Univariat
a. Karateristik Umum Responden
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di SMA
Cokroaminoto Makassar dengan 36 responden diperoleh data
sebagai berikut:

3
1) Distribusi kelas responden
Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelas Remaja


Putri di SMA Cokroaminoto Makassar
Tahun 2014

Jumlah
Kelas
n %
X 1 47.2
XI 19 52.8
Jumlah 36 100,0
Sumber : Data Primer
Tabel 5.1 tentang distribusi responden berdasarkan
kelas di SMA Cokroaminoto Makassar, dari 36 responden,
menunjukan bahwa responden yang paling banyak kelas XI
sebanyak 19 orang (52,8%), sedangkan responden yang
paling sedikit kelas X sebanyak 17 orang (47,2%).
2) Distribusi umur responden
Tabel 5.2

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Remaja


Putri di SMA Cokroaminoto Makassar
Tahun 2014
Umur Jumlah
N %
14 1 2,8
15 4 11,1
16 14 38,9
17 12 33,3
18 4 11,1
20 1 2,8
Jumlah 36 100.0
Sumber : Data Primer
Tabel 5.2 tentang distribusi responden berdasarkan
umur di SMA Cokroaminoto Makassar, dari 36 responden,
menunjukan bahwa umur responden yang paling banyak 16
tahun sebanyak 14 orang (38,9%), sedangkan umur
responden yang paling sedikit 14 tahun sebanyak 1 orang
(2,8%) dan umur 20 tahun sebanyak 1 orang (2,8%).
b. Variabel yang diteliti
1) Pengetahuan

4
Tabel 5.3

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan


Remaja Putri di SMA Cokroaminoto Makassar
Tahun 2014
Jumlah
Pengetahuan
n %
Cukup 7 19,4
Kurang 29 80,6
Jumlah 36 100,0
Sumber : Data Primer
Tabel 5.3 tentang distribusi responden berdasarkan
pengetahuan di SMA Cokroaminoto Makassar, dari 36
responden, menunjukan bahwa responden yang mempunyai
pengetahuan cukup sebanyak 7 orang (19,4%), sedangkan
responden yang mempunyai pengetahuan kurang sebanyak
29 orang (80,6%).
2) Status Sosial Ekonomi
Tabel 5.4

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Sosial


Ekonomi Remaja Putri di SMA Cokroaminoto Makassar
Tahun 2014
Status Sosial Jumlah
Ekonomi n %
Tinggi 24 19,4
Rendah 12 80,6
Jumlah 36 100,0
Sumber : Data Primer
Tabel 5.4 tentang distribusi responden berdasarkan
status ekonomi di SMA Cokroaminoto Makassar, dari 36
responden, menunjukan bahwa responden yang mempunyai
status sosial ekonomi tinggi sebanyak 31 orang (86,1%),
sedangkan responden yang mempunyai status sosial ekonomi
rendah sebanyak 5 orang (13,9%).
3) Kepercayaan (Kebudayaan)
Tabel 5.5

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kepercayaan


(kebudayaan) Remaja putrid di SMA
Cokroaminoto Makassar
Tahun 2014
Kepercayaan Jumlah
(Kebudayaan) n %
Cukup 28 77,8
Kurang 8 22,2
5
Jumlah 36 100,0
Sumber : Data Primer
Tabel 5.5 tentang distribusi responden berdasarkan
kepercayaan (kebudayaan) di SMA Cokroaminoto Makassar,
dari 36 responden, menunjukan bahwa responden yang
mempunyai kepercayaan (kebudayaan) cukup sebanyak 28
orang (77,8%), sedangkan responden yang mempunyai
kepercayaan (kebudayaan) kurang sebanyak 8 orang (22,2%).
4) Personal Hygiene
Tabel 5.6

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan personal


Hygiene Remaja Putri Di SMA Cokroaminoto Makassar
Tahun 2014
Jumlah
Personal Hygiene
n %
Cukup 30 83,3
Kurang 6 16,7
Jumlah 36 100,0
Sumber : Data Primer
Tabel 5.6 tentang distribusi responden berdasarkan
umur di SMA Cokroaminoto Makassar, dari 36 responden,
menunjukan bahwa responden yang mempunyai personal
hygiene cukup sebanyak 30 orang (83,3%), sedangkan
responden yang mempunyai personal hygiene kurang
sebanyak 6 orang (16,7%).
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat ini untuk melihat apakah ada hubungan
antara variabel independen dengan variabel dependen.
Hubungan ini akan terlihat dari p value yang akan dihasilkan dari
table analisis SPSS 16. Digunakan uji statistik Fisher Exact
dengan tingkat kemaknaan α = 0,05 atau interval kepercayaan p <
0,05.
Tabel ini memperlihatkan ada hubungan antara
pengetahuan, status sosial ekonomi, kepercayaan (kebudayaan)
dengan personal hygiene.
a. Hubungan antara Pengetahuan dengan Personal Hygiene.
Tabel 5.7

Hubungan antara Pengetahuan Remaja Putri Dengan


Personal Hygiene di SMA Cokroaminoto Makassar
Tahun 2014

Personal Hygiene p
Pengetahuan Jumlah
Cukup Kurang

6
n % n % n %
Cukup 3 8,3 4 11,1 7 19,4
Kurang 27 75,0 2 5,6 29 80,6 0,008
Jumlah 30 83,3 6 16,7 36 100,0
Sumber : Data Primer
Tabel 5.7 tentang distribusi responden berdasarkan
pengetahuan di SMA Cokroaminoto Makassar dari 7 orang
(19,4%) remaja putri menurut pengetahuan cukup, 4 orang
(11,1%) personal hygiene kurang dan 3 orang (8,3%) personal
hygiene cukup. Sedangkan dari 29 orang (80,6%) remaja putri
menurut pengetahuan kurang, 2 orang (5,6%) personal
hygiene kurang dan 27 orang (75,0%) personal hygiene
cukup.
Berdasarkan uji statistik Fisher Exact diperoleh nilai
p = 0,008. Dengan demikian Ho ditolak Ha diterima atau ada
hubungan antara tingkat pengetahuan remaja putri dengan
personal hygiene.
b. Hubungan antara Status Sosial Ekonomi Dengan Personal
Hygiene.
Tabel 5.8

Hubungan antara Status Sosial Ekonomi Remaja Putri


dengan Personal Hygiene di SMA Cokroaminoto
Makassar Tahun 2014

Status Personal Hygiene Jumlah


Sosial p
Ekonomi Cukup Kurang
n % N % n %
Tinggi 18 50,0 12 33,3 30 83,3
Rendah 6 16,7 0 0,0 6 16,7
0,079
Jumlah 24 66,7 12 33,3 36 100,0

Sumber : Data Primer


Tabel 5.8 menunjukan bahwa dari 30 orang (83,3%)
remaja putri menurut status sosial ekonomi tinggi, 12 orang
(33,3%) personal hygiene kurang dan 18 orang (50,0%)
personal hygiene cukup. Sedangkan dari 6 orang (16,7%)
remaja putri menurut status sosial ekonomi rendah, 0 orang
(0,0%) personal hygiene kurang dan 6 orang (16,7%) personal
hygiene cukup.
Berdasarkan uji statistik Fisher Exact diperoleh nilai
p = 0,079. Dengan demikian Ho diterima Ha ditolak atau tidak

7
ada hubungan antara status sosial ekonomi remaja putri
dengan personal hygiene
c. Hubungan Antara Kepercayaan (Kebudayaan) Dengan
Personal Hygiene.
Tabel 5.9

Hubungan Antara Kepercayaan (Kebudayaan) Remaja Putri


Dengan Personal Hygiene di SMA Cokroaminoto Makassar
Tahun 2014

Personal Hygiene
Kepercayaan Jumlah
p
(kebudayaan)
Cukup Kurang
N % n % n %
Cukup 26 72,2 4 11,1 30 83,3
Kurang 2 5,6 4 11,1 6 16,7 0,014
Jumlah 28 77,8 8 22,2 36 100,0
Sumber : Data Primer
Tabel 5.9 menunjukan bahwa dari 30 orang (83,3%)
remaja putri menurut kepercayaan (kebudayaan) cukup, 4
orang (11,1%) personal hygiene kurang dan 26 orang (72,2%)
personal hygiene cukup. Sedangkan dari 6 orang (16,7%)
remaja putri menurut kepercayaan (kebudayaan) kurang, 4
orang (11,1%) personal hygiene kurang dan 2 orang (5,6%)
personal hygiene cukup.
Berdasarkan uji statistik Fisher Exact diperoleh nilai
p = 0,014. Dengan demikian Ho ditolak Ha diterima atau ada
hubungan antara status sosial ekonomi remaja putri dengan
personal hygiene.
A. Pembahasan
1. Hubungan antara Pengetahuan dengan Personal Hygiene
Hasil uji statistik Fisher’s Exact pada hasil penelitian ini
diperoleh bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan
personal hygiene. Dimana p = 0,008 < 0,05.
Hubungan tergambar pada tabel 5.7 yang menunjukan
bahwa dari 7 (19,4%) remaja putri menurut pengetahuan cukup, 4
(11,1%) personal hygiene kurang dan 3 (8,3%) personal hygiene
cukup. Sedangkan dari 29 (80,6%) remaja putri menurut
pengetahuan kurang, 2 (5,6%) personal hygiene kurang dan 27
(75,0%) personal hygiene cukup.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Wahyuningsih (2013), tentang hubungan antara pengetahuan
dengan personal hygiene yang mengungkapkan bahwa ada
hubungan antara pengetahuan dengan personal hygiene di
Makassar, dengan p = 0,001 < 0,05.

8
Hal ini sejalan dengan teori Notoadmodjo (2012)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.
Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian
besar pengtahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat
penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour).
Dan menurut (Laily, 2012) Pengetahuan tentang hygiene akan
mempengaruhi praktik personal hygiene. Pengetahuan yang baik
dapat meningkatkan kesehatan.
Peneliti mengenalisa, dari hasil yang didapatkan terdapat
(80,6%) pengetahuan kurang namun terdapat (75%) personal
hygienenya cukup. Rendahnya pengetahuan tidak menghalangi
mereka untuk dapat menyesuaikan diri dan berusaha mencari
tahu tentang perawatan diri.
Jadi, tidak ada pengaruh tingkat pengetahuan rendah
terhadap personal hygiene, sehingga walaupun pengetahuan
rendah tapi penyesuaian diri mereka baik, maka siswi pun mampu
menyesuaian diri mereka dengan kondisi. Hal ini diakibatkan oleh
karena penyesuaian diri merupakan suatu hal yang lebih banyak
dikaitkan dengan perubahan baik dalam diri siswi untuk mencapai
hubungan yang memuaskan dengan orang lain dan lingkungan.
Penyesuaian diri ditentukan pula oleh kemampuan menguasai
tuntutan lingkungan dan penerimaan terhadap perubahan yang
terjadi dalam kehidupan (Hendriani, 2006).
2. Hubungan antara Status Sosial Ekonomi dengan Personal
Hygiene
Hasil uji statistik Fisher Exact pada hasil penelitian ini
diperoleh bahwa tidak ada hubungan a ntara status sosial
ekonomi dengan personal hygiene. Dimana p = 0,079 > 0,005.
Hubungan tergambar pada tabel 5.8 menunjukan bahwa
dari 30 (83,3%) remaja putri menurut status sosial ekonomi tinggi,
12 (33,3%) personal hygiene kurang dan 18 (50,0%) personal
hygiene cukup. Sedangkan dari 6 (16,7%) remaja putri menurut
status sosial ekonomi rendah, 0 (0,0%) personal hygiene kurang
dan 6 (16,7%) personal hygiene cukup.
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Wahyuningsih (2013), tentang hubungan antara
status ekonomi dengan personal hygiene yang mengungkapkan
bahwa ada hubungan antara status ekonomi dengan personal
hygiene di Makassar, dengan p = 0,001 < 0,005.
Hal ini tidak sejalan dengan teori Suparyanto (2010)
Status sosial ekonomi adalah kedudukan atau posisi seseorang
dalam masyarakat, status sosial ekonomi adalah gambaran
tentang keadaan seseorang atau suatu masyarakat yang ditinjau

9
dari segi sosial ekonomi, gambaran itu seperti tingkat pendidikan,
pendapatan, dan sebagainya. Status ekonomi kemungkinan besar
merupakan pembentuk gaya hidup keluarga. Pendapatan
keluarga memadai akan menunjang tumbuh kembang anak.
Karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik
primer maupun sekunder. Status ekonomi adalah kedudukan
seseorang atau keluarga di masyarakat berdasarkan pendapatan
per bulan. Status ekonomi dapat dilihat dari pendapatan yang
disesuaikan dengan harga barang pokok.
Peneliti menganalisa bahwa status sosial ekonomi yang
tinggi mempengaruhi personal hygiene dan status sosial ekonomi
yang rendah pula tidak mempengaruhi personal hygiene
seseorang. Pendapatan tidak selamanya akan mempengaruhi
gaya hidup seseorang, sebab bahan dan alat begitu mudah untuk
didapatkan. Orang tua atau keluarga yang mempunyai status
sosial ekonomi yang rendah atau pendapat yang tinggi sama-
sama akan mempraktikan gaya hidup yang sehat, meskipun ada
perbedaan dalam pemenuhan personal hygiene.
3. Hubungan Antara Kepercayaan (kebudayaan) Dengan Personal
Hygiene
Hasil uji statistik Fisher Exact pada hasil penelitian ini
diperoleh bahwa ada hubungan antara kepercayaan (kebudayaan)
dengan personal hygiene. Dimana p = 0,014 < 0,005.
Hubungan tergambar pada tabel 5.9 menunjukan bahwa
dari 30 (83,3%) remaja putri menurut kepercayaan (kebudayaan)
cukup, 4 (11,1%) personal hygiene kurang dan 26 (72,2%)
personal hygiene cukup. Sedangkan dari 6 (16,7%) remaja putri
menurut kepercayaan (kebudayaan) kurang, 4 (11,1%) personal
hygiene kurang dan 2 (5,6%) personal hygiene cukup.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Wahyuningsih (2013), tentang hubungan antara kepercayaan
(kebudayaan) dengan personal hygiene yang mengungkapkan
bahwa ada hubungan antara kepercayaan (kebudayaan) dengan
personal hygiene di Makassar, dengan p = 0,004 < 0,05.
Hal ini sejalan dengan teori Notoatmodjo (2012)
Merupakan sumber-sumber di dalam suatu masyarakat akan
menghasilkan suatu pola hidup yang pada umumnya disebut
kebudayaan. Kebudayaan ini terbentuk dalam waktu yang lama
sebagai akibat dari kehidupan suatu masyarakat bersama.
Kebudayaan selalu berubah baik secara lambat maupun cepat,
sesuai dengan peradaban umat manusia. Kepercayaan sering
diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek.
Peneliti menganalisa bahwa kepercayaan (kebudayaan)
responden terhadap personal hygiene sangat cukup. Orang dari
latar kebudayaan yang berbeda mengikuti praktik keperawatan diri

10
yang berbeda pula. Kepercayaan dan nilai pribadi akan
mempengaruhi perawatan personal hygiene

KESIMPULAN DAN SARAN


Dari hasil penelitian yang dilakukan di SMA Cokroaminoto
Makassar tahun 2014 tentang faktor yang berhubungan dengan
personal hygiene pada remaja putri di SMA Cokroaminoto
Makassar, dapat disimpulkan bahwa :1. Ada hubungan antara
pengetahuan dengan personal hygiene, dengan p value = 0,008 <
0,05. 2. Tidak ada hubungan antara status sosial ekonomi dengan
personal hygiene, dengan p value = 0,079 > 0,005. 3. Ada
hubungan antara status sosial ekonomi dengan personal hygiene,
dengan p value = 0,014 < 0,005. Saran; Diharapkan agar orang
tua remaja putri di SMA Cokroaminoto Makassar dapat
membiasakan remaja putrinya untuk berprilaku hidup bersih dan
sehat sejak dini agar kepercayaan (kebudayaan) tentang personal
hygiene tertanam sejak dini.

11
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Nur, Muhammad, 2013. Gubernur Sulsel Tetapkan UMP


2014 Rp 1,8 Juta, Naik 25%. Detikfinance. Di akses tanggal18
februari 2014

Dahlan, M. Sopiyudin. 2011. Satatistik Untuk Kedokteran Dan Kesehatan.


Jakarta: Salemba Medika.

Dobson. 2008. Menjelang Masa Remaja. Jakarta: Gunung Mulia.

Gunarsa. 2008. Psikologi Perkembangan Anaka dan Remaja. Jakarta:


Gunung Mulia.

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2007. Metode Penelitian Keperawatan Dan Tehnik


Analisis Data. Jakarta Selatan: Salemba Medika.

Hendriani, wiwin, dkk. 2006. Penerimaan Keluarga Terhadap Individu


yang Mengalami Keterbelakangan Mental.(http://isjd.pdii.lipi.go.id/
admin/ jurnal/EEECDd01.pdf). Diakses Pada tanggal 26 Januari
2012.
Isro’in Laily, dan Sulistyo Andarmoyo. 2012. Personal Hygiene.
Yogyakarta: Graha Ilmu.

Kusmiran, Eny. 2011. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta


Selatan: Salemba Medika.

Lestari, Novita. 2011. Tips Praktis Mengetahui Masa Subur.Yogyakarta:


Katahati.

Martono, Nanang. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Rajawali


Pers.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Promosi Kesehatan danPerilaku Kesehatan.


Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka


Cipta.

Proverawati, Atikah & Siti Misarah. 2009. Menarche Menstruasi Pertama


Penuh Makna. Yogyakarta: Nuha Medika.

Sastroasmoro, S, & S. Ismael. 2012. Dasar-dasar Metodologi Penelitian


Klinis. Jakarta: Sagung Seto.

12
Subakti. 2009. Kenalilah Anak Remaja. Jakarta: Alex Media Kemputindo.

Suparyanto. 2010. Komponen Dasar Status Ekonomi. blogspot.com.


Diakses pada tanggal 2 April 2014.

Pertiwi A. Candra, dkk. 2013. Repository Analisis faktor praktik hygiene


perorangan terhadap kejadian kecacingan pada murid sekolah
dasar di pulau barrang lompo. Di akses tanggal 14 februari 2014.

Rinha. 2013. Citra Diri, (online). (makalah-citra-tubuh.html. diakses 26


januari 2015)

Thahir, H.Muhammad Syahib. 2009. Al-Quran Tajwid dan Terjemahannya.


Diterjemahkan oleh Latjanah Pentashih Mushaf Al-Qur’an
Departmen Agama Republik Indonesia. Bandung: Jabal Raudhotul
jannah.
Tim penyusun Program Studi ILmu Keperawatan, 2013/2014.Panduan
Penulisan Proposal Penelitian dan Skripsi, Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Muslim Indonesia.

13

Anda mungkin juga menyukai