Anda di halaman 1dari 6

Laporan Resmi Teknologi Pengolahan Limbah

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I.1 Dasar Teori


I.1.2 Limbah Cair
Limbah cair atau buangan merupakan air yang tidak dapat dimanfaatkan lagi serta
dapat menimbulkan dampak yang buruk terhadap manusia dan lingkungan. Keberadaan
limbah cair tidak diharapkan di lingkungan karena tidak mempunyai nilai ekonomi.
Pengolahan yang tepat bagi limbah cair sangat diutamakan agar tidak mencemari lingkungan
(Mardana,2007).
Menurut Metcalf dan Eddy (2008), Limbah cair baik domestik maupun non domestik
mempunyai beberapa karakteristik sesuai dengan sumbernya, dimana karakteristik limbah
cair dapat digolongkan pada karakteristik fisik, kimia, dan biologi yang diuraikan sebagai
berikut :
1. Karakteristik Fisik
Karakteristik fisika air limbah yang perlu diketahui adalah total solid, bau, temperatur,
densitas, warna, konduktivitas, dan turbidity.
2. Karateristik Kimia
Pada air limbah ada tiga karakteristik kimia yang perlu diidentifikasi yaitu bahan organik,
anorganik, dan gas.
a. Bahan organik
Pada air limbah bahan organik bersumber dari hewan, tumbuhan, dan aktivitas manusia.
Bahan organik itu sendiri terdiri dari C, H, O, N yang menjadi karakteristik kimia adalah
protein, karbohidrat, lemak dan minyak, surfaktan, pestisida dan fenol, dimana sumbernya
adalah limbah domestik, komersil, industri kecuali pestisida yang bersumber dari pertanian.
b. Bahan anorganik
Jumlah bahan anorganik meningkat sejalan dan dipengaruhi oleh asal air limbah. Pada
umumnya berupa senyawa-senyawa yang mengandung logam berat (Fe, Cu, Pb, dan Mn),
asam kuat dan basa kuat, senyawa fosfat senyawa-senyawa nitrogen (amoniak, nitrit, dan
nitrat), dan juga senyawa- senyawa belerang (sulfat dan hidrogen sulfida).
c. Gas
Gas yang umumnya ditemukan dalam limbah cair yang tidak diolah adalah nitrogen (N2),
oksigen (O2), metana (CH4), hidrogen sulfida (H2S), amoniak (NH3), dan karbondioksida
(Eddy, 2008).
3. Karakteristik
Biologi Pada air limbah, karakteristik biologi menjadi dasar untuk mengontrol timbulnya
penyakit yang dikarenakan organisme pathogen. Karakteristik biologi tersebut seperti bakteri
dan mikroorganisme lainnya yang terdapat dalam dekomposisi dan stabilitas senyawa organik

II.1.2 Dampak Limbah Cair


Menurut Metcalf dan Eddy (2008), limbah organik mengandung sisa-sisa bahan
organik, detergen, minyak dan kotoran manusia. Dampak negatif yang dapat ditimbulkan
limbah cair adalah sebagai berikut:
1. Gangguan terhadap kesehatan manusia.

Laboratorium Teknologi Pengolahan Limbah


Departemen Teknik Kimia Industri
2020
Laporan Resmi Teknologi Pengolahan Limbah
2

Gangguan ini dapat disebabkan oleh kandungan bakteri, virus, senyawa nitrat, beberapa
bahan
kimia dari industri dan jenis pestisida yang terdapat dari rantai makanan, serta beberapa
kandungan logam seperti merkuri, timbal, dan kadmium
2. Gangguan terhadap keseimbangan ekosistem
Kerusakan terhadap tanaman dan binatang yang hidup pada perairan disebabkan oleh
eutrofikiasi yaitu pencemaran air yang disebabkan oleh munculnya nutrient yang berlebihan
ke dalam ekosistem air.
3. Gangguan terhadap estetika dan benda
Gangguan kenyamanan dan estetika berupa warna, bau, dan rasa. Kerusakan benda yang
disebabkan oleh garam-garam terlarut seperti korosif atau karat, air berlumpur, menyebabkan
menurunnya kualitas tempat-tempat rekreasi dan perumahan akibat bau serta eutrofikasi.

II.1.3 Pengertian COD


Limbah adalah bahan, sisa pada suatu kegiatan atau dari suatu proses produksi,
dimana tidak lagi berguna atau bermamfaat bagi yang melakukan proses. Biasanya limbah
tersebut dibuang ke lingkungan dan akan mempengaruhi lingkungandimana limbah tersebut
di buang. Dari segi sumbernya limbah ini ada yang berasal dari industri yang disebut dengan
limbah industri, ada yang berasal dari kegiatan pertanian disebut dengan limbah pertanian,
ada yang berasal dari pemukiman disebut dengan limbah domestik dan ada yang berasal dari
peternakan disebut dengan limbah peternakan dan lain– lain. Karakteristik dari limbah
tersebut dapat meliputi meliputi BOD dan COD (Juandi, 2009).
Limbah industri dapat digolongkan kedalam tiga kelompok yaitu limbah cair, limbah
padat dan limbah gas yang dapat mencemari lingkungan sekitar pabrik. Adapun parameter
yang dijadikan indikator dalam penilaian mutu limbah adalah BOD dan COD (Juandi, 2009).
COD (Chemical Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen (mg O 2) yang dibutuhkan
untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam satu liter sampel air, dimana
pengoksidasi Kalium Dikromat (K2Cr2O7) digunakan sebagai sumber oksigen (Alaerts, 1984) .
Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara
alami dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya
oksigen terlarut di dalam air (Alaerts, 1984) .
Menurut Alaerts (1984), analisa COD berbeda dengan analisa BOD namun
perbandingan antara COD dengan angka BOD dapat ditetapkan. Perbandingan antara COD
dan BOD adalah berbanding lurus.Semakin tinggi nilai COD maka semakin tinggi nilai BOD.
Sebenarnya hal ini disebabkan, apabila nilai COD tinggi maka dalam air buangan tersebut
terdapat banyak bahan organik, jika dilakukan analisa BOD maka hasilnya juga akan tinggi.

II.1.4 Bahan Organik


Sumber utama karbon di perairan adalah aktivitas fotosintesis. Selain itu, fiksasi
karbon oleh bakteri juga merupakan sumber karbon organik di perairan. Berbagai jenis bahan
organik yang terdapat di alam ini dirombak atau didekomposisi melalui proses oksidasi yang
dapat berlangsung dalam suasana aerob (keberadaan oksigen) maupun anerob (tanpa
oksigen). Produk akhir dari dekomposisi atau oksidasi bahan organik pada kondisi aerob
adalah senyawa-senyawa stabil. Sedangkan produk akhir dari dekomposisi pada kondisi
anaerob selain karbondioksida dan air juga berupa senyawa-senyawa yang tidak stabil dan
bersifat toksik, misalnya amonia, metana dan hidrogen sulfida (Gunamantha, 2012).

Laboratorium Teknologi Pengolahan Limbah


Departemen Teknik Kimia Industri
2020
Laporan Resmi Teknologi Pengolahan Limbah
3

Danau atau sungai biasanya memiliki kadar bahan anorganik terlarut sepuluh kali
lebih besar daripada bahan organik. Air tanah memiliki kadar bahan organik terlarut seratus
kali lebih besar daripada kadar bahan organik. Air laut memiliki kadar bahan organik terlarut
30.000 kali lebih besar daripada kadar bahan organik. Sebaliknya, perairan rawa memiliki
kadar bahan organik yang lebih besar daripada kadar bahan anorganik terlarut (Gunamantha,
2012).
Indikasi keberadaan bahan organik dapat diukur dengan parameter, misal kebutuhan
oksigen biokimiawi atau BOD (Biochemical Oxygen Demand) dan kebutuhan oksigen
kimiawi atau COD (Chemical Oxygen Demand), nilai COD biasanya lebih besar
daripada nilai BOD, meskipun tidak selalu demikian (Gunamantha, 2012).
Keberadaan bahan organik dapat berasal dari alam ataupun dari aktivitas rumah
tangga dan industri, misalnya pabrik bubur kertas ( pulp ), pabrik kertas dan industri
makanan. Perairan yang memiliki nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan
perikanan dan pertanian. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari
20 mg/liter, sedangkan pada perairan yang tercemar dapat lebih dari 200 mg/liter dan pada
limbah industri mencapai 60.000 mg/liter (Gunamantha, 2012).

II.1.5 Analisis COD


Menurut Alaerts (1984), sebagian besar zat organik melalui tes COD ini dioksidasi
oleh larutan K2Cr2O7 dalam keadaan asam yang mendidih dengan reaksi kimia yang terjadi
sebagai berikut :
CaHbOc + Cr2O72- + H+ → CO2 + H2O + Cr3+ + Ag2SO4
Selama reaksi yang berlangsung kurang lebih 2 jam ini, uap direfluks dengan
kondensor, agar zat organik volatil tidak lenyap keluar. Perak sulfat Ag2SO4 ditambahkan
sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi. Sedang merkuri sulfat ditambahkan untuk
menghilangkan gangguan klorida yang pada umumnya ada pada air buangan. Untuk
memastikan bahwa hampir semua zat organik habis teroksidasi maka zat pengoksidasi
K2Cr2O7 masih harus tersisa sesudah direfluks. K2Cr2O7 yang tersisa didalam larutan tersebut
digunakan untuk menentukan berapa oksigen yang telah habis terpakai. Sisa K2Cr2O7 tersebut
ditentukan melalui titrasi dengan ferro ammonium sulfat (FAS), dimana reaksi adalah sebagai
berikut :
6Fe2+ + Cr2O72-+ 14H+ → 6Fe3+ + 2Cr3+ + 7H2O
Indikator feroin digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi, yaitu disaat warna
hijau-biru larutan berubah menjadi coklat-merah. Sisa K2Cr2O7 awal, karena diharapkan
blanko tidak mengandung zat organik yang dapat dioksidasi oleh K2Cr2O7.

I.1.6 Oksidator Kalium Permanganat


Titrasi permanganometri adalah salah satu bagian dari titrasi redoks (reduksi-
oksidasi). Reaksinya adalah merupakan serah terima elektron yaitu elektron diberikan oleh
pereduksi (proses oksidasi) dan diterima oleh pengoksidasi (proses reduksi). Oksidasi adalah
pelepasan elektron oleh suatu zat, sedangkan reduksi adalah pengambilan elektron oleh suatu
zat. Reaksi oksidasi ditandai dengan bertambahnya bilangan oksidasi sedangkan reduksi
sebaliknya (Hamdani, 2012) .
Kalium permanganat secara luas digunakan sebagai larutan standar oksidimetri dan
ia dapat bertindak sebagai indikatornya sendiri (autoindikator). Perlu diketahui bahwa larutan
kalium permanganat sebelum digunakan dalam proses permanganometri harus distandarisasi

Laboratorium Teknologi Pengolahan Limbah


Departemen Teknik Kimia Industri
2020
Laporan Resmi Teknologi Pengolahan Limbah
4

terlebih dahulu, untuk menstandarisasi kalium permanganat dapat dapat dipergunakan zat
reduktor seperti asam oksalat, natrium oksalat, kalium tetra oksalat, dan lain-lain (Hamdani,
2012) .
Larutan Kalium permanganat yang telah distandarkan dapat dipergunakan dalam 3
jenis titrasi, yaitu:
a. Dipergunakan dalam suasana asam untuk titrasi langsung kation-kation atau ion-ion yang
dapat dioksidasi. Zat-zat tersebut antara lain adalah Fe2+, Sn2+, C2O42-, SO3, H2O2, Mo3+.
Dalam suasana asam reaksi paro kalium permanganat adalah sebagai berikut:
MnO4 + 8H+ + 5e ↔ Mn2+ + 4H2O
b. Dipergunakan dalam suasana asam untuk titrasi tidak langsung zat-zat yang dapat
direduksi (oksidator). Di dalam tiap-tiap penentuan, sejumlah tertentu reduktor ditambahkan
dengan larutan oksidator yang akan dianalisa, setelah reduksi sempurna, kelebihan reduktor
dititrasi dengan larutan kalium permanganat standar, beberapa zat yang dapat digunakan
dengan cara ini antara lain : MnO4, Cr2O7, MnO2, Mn3O4, PbO2, PbO3, PbO4.
c. Digunakan dalam suasana netral atau basa untuk menitrasi beberapa zat. Dalam hal ini
permanganat direduksi menjadi MnO2 yang berbentuk endapan. Beberapa zat yang dapat
ditentukan dengancara ini adalah Mn2+ dan HCOOH (Hamdani, 2012) .
Dalam membuat larutan baku kalium permanganat harus dijaga faktor-faktor yang
dapat menyebabkan penurunan yang besar dari kekuatan larutan baku tersebut, antara lain
dengan pemanasan dan penyaringan untuk menghilangkan zat-zat yang mudah dioksidasi
(Hamdani, 2012).

II.1.5 Kelebihan dan Kekurangan Analisa COD


Dalam analisa COD memiliki kelebihan dan kekurangan, antara lain :
1. Kelebihan Analisa COD
a. Memakan waktu ± 3 jam, sedangkan BOD memakan waktu 5 hari.
b. Untuk menganalisa COD antara 50 – 800 mg/l, tidak dibutuhkan pengenceran sampel,
sedangkan BOD selalu membutuhkan pengenceran.
c. Ketelitan dan ketepatan tes COD adalah 2 sampai 3 kali lebih tinggi dari tes BOD.
d. Gangguan zat yang bersifat racun tidak menjadi masalah. (Goelanz, 2013).

2. Kekurangan Analisa COD


Kekurangan dari tes COD adalah tidak dapat membedakan antara zat yang sebenarnya yang
tidak teroksidasi (inert) dan zat-zat yang teroksidasi secara biologis. Hal ini disebabkan
karena tes COD merupakan suatu analisa yang menggunakan suatu oksidasi kimia yang
menirukan oksidasi biologis, sehingga suatu pendekatan saja. Untuk tingkat ketelitian
pinyimpangan baku antara laboratorium adalah 13 mg/l. Sedangkan penyimpangan
maksimum dari hasil analisa dalam suatu laboratorium sebesar 5% masih
diperkenankan.Senyawa kompleks anorganik yang ada di perairan yang dapat teroksidasi
juga ikut dalam reaksi, sehingga dalam kasuskasus tertentu nilai COD mungkin sedikit ‘ over
estimate ’ untuk gambaran kandungan bahan organik (Goelanz, 2013).

Laboratorium Teknologi Pengolahan Limbah


Departemen Teknik Kimia Industri
2020
Laporan Resmi Teknologi Pengolahan Limbah
5

II.2 Aplikasi Industri

Pemanfaatan Mikroorganisme Limbah Cair Tahu dalam Menurunkan Nilai COD dan
BOD pada Limbah Cair Hotel
Ni Putu Noviyanti, Ni G.A.M. Dwi Adhi Suastuti, Ni Made Suaniti
Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Udayana
2017
Bali merupakan pulau yang memiliki keindahan alam dan tradisi budaya yang unik,
sehingga menjadikan Bali sebagai tujuan wisata domestik maupun mancanegara. Tingginya
angka kunjungan wisatawan mempengaruhi tingkat pembangunan hotel dan restoran di Bali.
Namun limbah yang dihasilkan tidak terkontrol, hal ini terbukti dengan data BLH Tahun
2014 yang menunjukkan hanya 21% hotel di Bali yang mengikuti PROPER (Program of
Pollution Control Evaluation and Rating). PROPER adalah program penilaian terhadap upaya
penanggung jawab usaha dan atau kegiatan dalam mengendalikan pencemaran dan atau
kerusakan lingkungan hidup (KLH, 2014). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Jasmiati
dkk., (2010), penambahan EM-4 pada limbah tahu sebanyak 1 L ke dalam limbah tahu 20 L
dengan waktu fermentasi selama 15 hari dapat menurunkan nilai COD dan BOD dari 18.000
mg/L dan 6.000 mg/l menjadi 262,50 mg/L dan 136,40 mg/L. Dengan potensi yang dimiliki
limbah cair tahu tersebut, maka dilakukan penelitian mengenai pemanfaatan mikroba limbah
cair tahu dalam menurunkan nilai COD dan BOD pada limbah cair hotel.
Penelitian dilakukan di UPT. Laboratorium Analitik Uiversitas Udayana Bukit
Jimbaran. Waktu penelitian selama 3 bulan dari bulan Februari - Mei. Bahan-bahan yang
digunakan adalah limbah cair tahu yang diambil di Desa Ababi Kabupaten Karangasem serta
menggunakan alat Spektrofotometer UV-Vis 2800 Shimadzu. Langkah pertama adalah
menyiapkan sampel, disiapkan masing-masing 4 buah labu ukur ukuran 1 L, ditambah
mikroba limbah cair tahu dengan variasi volume 10, 15, 20, dan 25 mL dan diencerkan
dengan air limbah sampai tanda batas. Selanjutnya disiapkan masingmasing 4 buah toples
kaca ukuran 2 L, kemudian masing-masing larutan tadi dimasukkan ke dalam masing-masing
toples dan diolah dengan waktu 6 hari pengolahan. Setelah itu dilakukan pengukuran nilai
COD dan BOD (dalam mg/L) dari masing-masing limbah hotel yang telah diolah dengan
mikroba limbah cair tahu. Penentuan nilai COD dilakukan dengan sebanyak 20 mL sampel
dipipet dan dimasukkan ke dalam labu refluks kemudian ditambah 15 mL K2Cr2O7; 10 mL
campuran AgSO4-H2SO4 dan beberapa batu didih, selanjutnya larutan dikocok. Air
pendingin dialirkan melalui kondensor kemudian dilakukan proses refluks selama 1,5 jam.
Setelah 1,5 jam sampel didinginkan dan dipindahkan ke dalam Erlenmeyer. Kemudian,
sampel ditambah aquadest sampai volumenya kira-kira 150 mL dan selanjutnya ditambahkan
1-2 tetes indikator feroin dan dititrasi dengan larutan Fe(NH4)2(SO4) sampai terjadi perubahan
warna dari biru kehijauan menjadi merah bata. Volume titran yang diperlukan dicatat.
Prosedur di atas juga dilakukan untuk pengukuran blanko (BSN, 2009). Untuk penentuan nilai
BOD dilakukan dengan melakukna analisis DO0 dan DO5.

Laboratorium Teknologi Pengolahan Limbah


Departemen Teknik Kimia Industri
2020
Laporan Resmi Teknologi Pengolahan Limbah
6

Hasil penelitian menunjukkan persentase efektivitas ketiga parameter mengalami


penurunan pada penambahan 25 mL volume mikroba limbah cair tahu dengan pengolahan 6
hari masing-masing adalah 30,09 dan 60,93.

Laboratorium Teknologi Pengolahan Limbah


Departemen Teknik Kimia Industri
2020

Anda mungkin juga menyukai