BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gangguan ini dapat disebabkan oleh kandungan bakteri, virus, senyawa nitrat, beberapa
bahan
kimia dari industri dan jenis pestisida yang terdapat dari rantai makanan, serta beberapa
kandungan logam seperti merkuri, timbal, dan kadmium
2. Gangguan terhadap keseimbangan ekosistem
Kerusakan terhadap tanaman dan binatang yang hidup pada perairan disebabkan oleh
eutrofikiasi yaitu pencemaran air yang disebabkan oleh munculnya nutrient yang berlebihan
ke dalam ekosistem air.
3. Gangguan terhadap estetika dan benda
Gangguan kenyamanan dan estetika berupa warna, bau, dan rasa. Kerusakan benda yang
disebabkan oleh garam-garam terlarut seperti korosif atau karat, air berlumpur, menyebabkan
menurunnya kualitas tempat-tempat rekreasi dan perumahan akibat bau serta eutrofikasi.
Danau atau sungai biasanya memiliki kadar bahan anorganik terlarut sepuluh kali
lebih besar daripada bahan organik. Air tanah memiliki kadar bahan organik terlarut seratus
kali lebih besar daripada kadar bahan organik. Air laut memiliki kadar bahan organik terlarut
30.000 kali lebih besar daripada kadar bahan organik. Sebaliknya, perairan rawa memiliki
kadar bahan organik yang lebih besar daripada kadar bahan anorganik terlarut (Gunamantha,
2012).
Indikasi keberadaan bahan organik dapat diukur dengan parameter, misal kebutuhan
oksigen biokimiawi atau BOD (Biochemical Oxygen Demand) dan kebutuhan oksigen
kimiawi atau COD (Chemical Oxygen Demand), nilai COD biasanya lebih besar
daripada nilai BOD, meskipun tidak selalu demikian (Gunamantha, 2012).
Keberadaan bahan organik dapat berasal dari alam ataupun dari aktivitas rumah
tangga dan industri, misalnya pabrik bubur kertas ( pulp ), pabrik kertas dan industri
makanan. Perairan yang memiliki nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan
perikanan dan pertanian. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari
20 mg/liter, sedangkan pada perairan yang tercemar dapat lebih dari 200 mg/liter dan pada
limbah industri mencapai 60.000 mg/liter (Gunamantha, 2012).
terlebih dahulu, untuk menstandarisasi kalium permanganat dapat dapat dipergunakan zat
reduktor seperti asam oksalat, natrium oksalat, kalium tetra oksalat, dan lain-lain (Hamdani,
2012) .
Larutan Kalium permanganat yang telah distandarkan dapat dipergunakan dalam 3
jenis titrasi, yaitu:
a. Dipergunakan dalam suasana asam untuk titrasi langsung kation-kation atau ion-ion yang
dapat dioksidasi. Zat-zat tersebut antara lain adalah Fe2+, Sn2+, C2O42-, SO3, H2O2, Mo3+.
Dalam suasana asam reaksi paro kalium permanganat adalah sebagai berikut:
MnO4 + 8H+ + 5e ↔ Mn2+ + 4H2O
b. Dipergunakan dalam suasana asam untuk titrasi tidak langsung zat-zat yang dapat
direduksi (oksidator). Di dalam tiap-tiap penentuan, sejumlah tertentu reduktor ditambahkan
dengan larutan oksidator yang akan dianalisa, setelah reduksi sempurna, kelebihan reduktor
dititrasi dengan larutan kalium permanganat standar, beberapa zat yang dapat digunakan
dengan cara ini antara lain : MnO4, Cr2O7, MnO2, Mn3O4, PbO2, PbO3, PbO4.
c. Digunakan dalam suasana netral atau basa untuk menitrasi beberapa zat. Dalam hal ini
permanganat direduksi menjadi MnO2 yang berbentuk endapan. Beberapa zat yang dapat
ditentukan dengancara ini adalah Mn2+ dan HCOOH (Hamdani, 2012) .
Dalam membuat larutan baku kalium permanganat harus dijaga faktor-faktor yang
dapat menyebabkan penurunan yang besar dari kekuatan larutan baku tersebut, antara lain
dengan pemanasan dan penyaringan untuk menghilangkan zat-zat yang mudah dioksidasi
(Hamdani, 2012).
Pemanfaatan Mikroorganisme Limbah Cair Tahu dalam Menurunkan Nilai COD dan
BOD pada Limbah Cair Hotel
Ni Putu Noviyanti, Ni G.A.M. Dwi Adhi Suastuti, Ni Made Suaniti
Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Udayana
2017
Bali merupakan pulau yang memiliki keindahan alam dan tradisi budaya yang unik,
sehingga menjadikan Bali sebagai tujuan wisata domestik maupun mancanegara. Tingginya
angka kunjungan wisatawan mempengaruhi tingkat pembangunan hotel dan restoran di Bali.
Namun limbah yang dihasilkan tidak terkontrol, hal ini terbukti dengan data BLH Tahun
2014 yang menunjukkan hanya 21% hotel di Bali yang mengikuti PROPER (Program of
Pollution Control Evaluation and Rating). PROPER adalah program penilaian terhadap upaya
penanggung jawab usaha dan atau kegiatan dalam mengendalikan pencemaran dan atau
kerusakan lingkungan hidup (KLH, 2014). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Jasmiati
dkk., (2010), penambahan EM-4 pada limbah tahu sebanyak 1 L ke dalam limbah tahu 20 L
dengan waktu fermentasi selama 15 hari dapat menurunkan nilai COD dan BOD dari 18.000
mg/L dan 6.000 mg/l menjadi 262,50 mg/L dan 136,40 mg/L. Dengan potensi yang dimiliki
limbah cair tahu tersebut, maka dilakukan penelitian mengenai pemanfaatan mikroba limbah
cair tahu dalam menurunkan nilai COD dan BOD pada limbah cair hotel.
Penelitian dilakukan di UPT. Laboratorium Analitik Uiversitas Udayana Bukit
Jimbaran. Waktu penelitian selama 3 bulan dari bulan Februari - Mei. Bahan-bahan yang
digunakan adalah limbah cair tahu yang diambil di Desa Ababi Kabupaten Karangasem serta
menggunakan alat Spektrofotometer UV-Vis 2800 Shimadzu. Langkah pertama adalah
menyiapkan sampel, disiapkan masing-masing 4 buah labu ukur ukuran 1 L, ditambah
mikroba limbah cair tahu dengan variasi volume 10, 15, 20, dan 25 mL dan diencerkan
dengan air limbah sampai tanda batas. Selanjutnya disiapkan masingmasing 4 buah toples
kaca ukuran 2 L, kemudian masing-masing larutan tadi dimasukkan ke dalam masing-masing
toples dan diolah dengan waktu 6 hari pengolahan. Setelah itu dilakukan pengukuran nilai
COD dan BOD (dalam mg/L) dari masing-masing limbah hotel yang telah diolah dengan
mikroba limbah cair tahu. Penentuan nilai COD dilakukan dengan sebanyak 20 mL sampel
dipipet dan dimasukkan ke dalam labu refluks kemudian ditambah 15 mL K2Cr2O7; 10 mL
campuran AgSO4-H2SO4 dan beberapa batu didih, selanjutnya larutan dikocok. Air
pendingin dialirkan melalui kondensor kemudian dilakukan proses refluks selama 1,5 jam.
Setelah 1,5 jam sampel didinginkan dan dipindahkan ke dalam Erlenmeyer. Kemudian,
sampel ditambah aquadest sampai volumenya kira-kira 150 mL dan selanjutnya ditambahkan
1-2 tetes indikator feroin dan dititrasi dengan larutan Fe(NH4)2(SO4) sampai terjadi perubahan
warna dari biru kehijauan menjadi merah bata. Volume titran yang diperlukan dicatat.
Prosedur di atas juga dilakukan untuk pengukuran blanko (BSN, 2009). Untuk penentuan nilai
BOD dilakukan dengan melakukna analisis DO0 dan DO5.