Anda di halaman 1dari 70

PENGARUH PENERAPAN INOVASI TEKNOLOGI DAN PEMAHAMAN

WAJIB PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG

PRIBADI

(Survey Pada Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying)

SKRIPSI
Diajukan Untuk Menempuh Ujian Sarjana (S1)

Pada Program Studi Akuntansi

Universitas Islam Bandung

Oleh :

MERRY PRISMAWATI

10090116079

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Negara yang

digunakan untuk membiayai pembangunan Nasional dalam upaya

mensejahterakan masyarakat Indonesia. Menurut Mardiasmo (2011) Pajak

merupakan sumber penerimaan Negara yang sangat besar kontribusinya

dalam membiayai kebutuhan belanja Negara dan pembangunan nasional. Oleh

karena itu, kepatuhan masyarakat maupun badan dalam membayar pajak

menjadi penting. Seperti yang diungkapkan oleh Aviliani (2019) selaku

economic senior Institute for Development of Economics and Finance

(INDEF) mengatakan bahwa kepatuhan wajib pajak di Indonesia masih

rendah. Menurut Aviliani (2019) Pajak dari PPh 21 maupun pajak Badan

kontribusinya masih kecil terhadap APBN yang berarti Masyarakat kelas

menengah dan atas meningkat, tetapi kepatuhan bayar pajak masih rendah.

Realisasi tingkat kepatuhan formal pada tahun 2017 tercatat sebesar 72,64%

jumlah tersebut bersumber dari jumlah SPT tahunan PPh yang diterima oleh

Direktorat Jendral Pajak sebanyak 12,06 juta dari total jumlah SPT sebanyak

16,59 juta wajib pajak (Aviliani, 2019).

Negara Indonesia menganut sistem perpajakan self assessment system

atau wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung/memperhitungkan,


membayar, dan melaporkan sendiri pajak terutangnya. Akan tetapi tingkat

kepatuhan Wajib Pajak masyarakat Indonesia Masih Rendah hal tersebut

diungkapkan oleh Prastowo (2018) selaku Direktur Eksekutif Center for

Indonesia Taxation Analysis (CITA) mengatakan bahwa Tingkat kepatuhan

yang rendah tergambar dari tax coverage ratio (nisbah realisasi terhadap

potensi) baru sebesar 72%. Nisbah penerimaan pajak terhadap PDB (tax ratio)

masih rendah, berkisar 11%-12% atau hanya naik 0,1% saja dalam rentang

2004-2014. Menurut Prastowo (2018) angka ini masih di bawah Filipina

sebesar 14%, Malaysia 16%, Thailand 17%, Korea Selatan 25%, Afrika

Selatan 27%, dan Brasil 34% Jauh di bawah rata-rata negara OECD sebesar

34% atau kebutuhan minimal MDGs sebear 25% Dari jumlah wajib pajak

belum optimal, baru 36.031.972 wajib pajak pada 2017, dengan rincian

2.922.712 WP Badan, 6.222.442 WP OP Non karyawan, dan 26.886.818 WP

OP Karyawan (Prastowo, 2018).

Rendahnya tingkat kesadaran dan kepatuhan wajib pajak membuat

pemerintah terjun ke lapangan dan melakukan pemeriksaan pajak. Hal

tersebut dilakukan oleh pemerintah agar wajib pajak menjadi patuh akan

kewajibannya. Akan tetapi kepatuhan wajib pajak hingga bulan Juli 2019

hanya sebesar 12,3 juta atau setara dengan 67,2% dari jumlah wajib pajak

yang wajib menyampaikan SPT sebanyak 18,3 juta wajib pajak. Hal tersebut

diungkapkan oleh Prayitno (2019) selaku direktur Ekstensifikasi dan penilaian

Dirjen Pajak mengatakan bahwa pemerintah telah menerima data wajib pajak
yang akan segera di optimalkan untuk mendorong kepatuhan wajib pajak yang

masih minim. Salah satu kriteria wajib pajak patuh menurut Keputusan

Menteri Keuangan No.235/KMK.03/2003 adalah kepatuhan dalam

menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT). Berikut rasio kepatuhan

penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Periode 2016-2019 yang disajikan

pada Tabel 1.1 berikut ini :

Tabel 1.1

Rasio Kepatuhan Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT)

Periode 2016-2019

Uraian Tahun
2016 2017 2018 2019
Jumlah WP 128,205 137,609 144,721 152,413
terdaftar
Jumlah WP 66,203 54,824 62,234 65,830
terdaftar SPT
Jumlah WP lapor 44,351 45,870 49,635 49,140
SPT
Rasio Kepatuhan 0.67 0.84 0.8 0.75
Sumber : Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI) KPP Pratama
Bandung Cibeunying

Berdasarkan data diatas, terlihat bahwa Wajib Pajak terdaftar

mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, namun tingkat kepatuhan Wajib

Pajak masih tergolong rendah hanya berkisar dibawah 60%. Fenomena serupa

pun terjadi pada KPP Pratama Bandung Cibeunying, terjadi peningkatan

jumlah Wajib Pajak terdaftar dari tahun ke tahun namun tidak diiringi dengan

kesadaran serta pemahaman Wajib Pajak dalam menyampaikan laporannya


sehingga tingkat kepatuhan Wajib Pajak pun cenderung menurun dari tahun

ke tahun.

Permasalahan dalam bidang pajak sampai saat ini masih sama. Banyak

masyarakat yang tidak patuh membayar pajak karena kurangnya pemahaman

masyarakat akan pajak. Hal tersebut diungkapkan oleh Sri Mulyani (2018)

selaku menteri keuangan Republik Indonesia, beliau mengatakan bahwa perlu

upaya ekstra untuk meningkatkan kesadaran serta pemahaman masyarakat

dalam membayar pajak. Karena saat ini faktanya, tidak semua wajib pajak

betul-betul membayar kewajiban perpajakannya kepada Negara Seperti 10

orang yang bekerja di Indonesia, baru ada 1 orang yang terdaftar sebagai

wajib pajak. Dari 10 orang wajib pajak, yang betul-betul membayar pajak

hanya 1 orang. Yang betul-betul menyampaikan SPT, hanya 5 orang. Oleh

karena itu Dibutuhkan pemahaman dan kesadaran yang harusnya ditanamkan

sejak usia dini sehingga akan diadakan kerja sama yang dilakukan untuk

memperluas kerja sama pendidikan pajak melalui perjanjian kerja sama

dengan universitas terbuka, serta pusat data dan informasi ilmiah. Kerja sama

ini diharapkan dapat menambah pemahaman masyarakat tentang manfaat dan

peranan pajak dalam pembangunan serta dukungan pemangku kepentingan

dalam menumbuhkan kesadaran serta pemahaman wajib pajak (Sri Mulyani,

2018).
Adapun beberapa penelitian yang telah dilakukan

sebelumnya mengenai Pemahaman Wajib Pajak. Rizki

Indrawan (2018) melakukan penelitian yang menjelaskan

bahwa pemahaman wajib pajak dan pengetahuan wajib pajak

secara bersama sama berpengaruh positif terhadap

kepatuhan wajib pajak. Randi Ilhamsyah (2017) dalam

penelitiannya menjelaskan bahwa pengetahuan dan

pemahaman wajib pajak, kesadaran wajib pajak, kualitas

pelayanan, dan sanksi perpajakan mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak yang terdaftar di

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kepanjen. Selain itu

penelitian yang dilakukan oleh Rani Apriani (2015)

menjelaskan bahwa pemahaman wajib pajak dan kualitas

pelayanan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

kepatuhan wajib pajak yang terdaftar di Kantor Pelayanan

Pajak Pratama Sumedang.

Rendahnya pemahaman masyarakat akan kewajiban perpajakannya

menjadi suatu alasan mengapa masyarakat menolak membayar pajak.

Pemahaman wajib pajak sangat dibutuhkan hal tersebut diungkapkan oleh Sri

Mulyani (2018) selaku menteri keuangan Republik Indonesia, beliau

mengatakan bahwa yang perlu dilakukan saat ini bukan hanya mengumpulkan

pajak tetapi juga memberikan pemahaman pajak kepada masyarakat Indonesia


sebagai wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran pajak. Pentingnya

pemahaman masyarakat dalam bidang pajak membuat pemerintah ikut turun

tangan untuk memberikan pengarahan serta pemahaman kepada wajib pajak

seperti yang dilakukan oleh pemerintah kota Jakarta barat yang memberikan

pemahaman mengenai cara menggunakan sistem online dalam bidang

perpajakan, diikuti oleh Ratusan Wajib Pajak yang dilaksanakan di Kantor

Walikota Jakarta Barat (Sri Mulyani, 2018).

Menurut M Zen (2019) selaku wakil walikota Jakarta Barat

mengatakan bahwa 300 Wajib Pajak (WP) di Jakarta Barat mengikuti

sosialisasi pajak daerah yang digelar di ruang MH Thamrin gedung B kantor

Walikota Jakarta Barat. Para WP berasal dari berbagai bidang usaha yakni

restoran, hotel, dan hiburan.  Mereka diberikan pemahaman terhadap

peraturan daerah dalam upaya pencapaian target penerimaan tahun 2019

beliau mengungkapkan bahwa, kegiatan sosialisasi digelar berkesinambungan

agar WP lebih memahami aturan dan kebijakan seputar perpajakan yang

diberlakukan oleh Pemprov DKI Jakarta sehingga roda usaha berjalan aman

dan lancar (M Zen, 2019). Sosialisasi tersebut diadakan yang bertujuan untuk

meningkatkan pemahaman seputar perpajakan daerah, online sistem dan

pelaporan serta penyetoran pajak tepat waktu (M Zen, 2019).

Pesatnya perkembangan teknologi dalam bidang perpajakan di

Indonesia dapat memberikan dampak yang luar biasa seperti memberikan

kemudahan kepada wajib pajak (WP) dalam melaporkan SPT ataupun dalam
melakukan pembayaran pajak oleh wajib pajak (WP). Kemudahan inilah yang

dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak (WP). Akan tetapi tidak semua

wajib pajak patuh kan kewajiban perpajakannya walaupun telah diberikan

fasilitas kemudahan oleh Dirjen pajak dikarenakan Wajib Pajak Masih

Kecewa Dengan Pelayanan Kantor Pajak hal tersebut diungkapkan oleh

Anwar (2017) selaku Ketua Komwas Perpajakan beliau menyatakan bahwa

sampai saat ini sudah menerima 432 pengaduan dari masyarakat. Pengaduan

ini masalahnya bermacam-macam diantaranya ada yang menyampaikan

rendahnya mutu pemeriksaan pajak dan kesalahan aparat pajak/bea dan cukai

(Anwar, 2017). Hasil dari catatan Komwas, sebanyak 60 % sudah ditindak

lanjuti, sedangkan 30 % diantaranya adalah laporan yang tidak perlu

ditindaklanjuti, Laporan yang tidak ditindak lanjuti karena ada faktor-faktor

sederhana seperti ketidakpahaman wajib pajak terhadap peraturan, sehingga

solusinya cukup dengan memberikan pemahaman (Anwar, 2017).

Banyaknya permasalahan yang bermunculan dalam bidang perpajakan

membuat Ditjen pajak harus menyusun strategi serta melakukan tindakan

untuk menaggulangi permasalahan tersebut. Seperti yang kita ketahui Pajak

Dalam Era Kemajuan Teknologi Informasi menjadi tantangan tersendiri bagi

Direktorat Jendral (Ditjen) Pajak. Selain itu fenomena Rendahnya tingkat

kepatuhan Wajib Pajak (WP) membuat pemerintah harus menyiapkan strategi

untuk meningkatkan tingkat kepatuhan Wajib Pajak (WP). Menurut wahyu

(2016) selaku direktur transformasi proses bisnis direktorat jendral pajak


mengatakan bahwa dirjen pajak telah melakukan pembenahan administrasi

PPN dengan aplikasi e-Nofa (Elektronik Nomor Faktur) penyampaian Surat

Pemberitahuan Tahunan (SPT) sudah dapat dilakukan secara online

menggunakan sistem e-Filling. Pengelolaan dan penerimaan SPT semakin

mudah dengan sistem dropbox. Menurut wahyu (2016) Penyesuaian tersebut

dimaksudkan untuk mempermudah wajib pajak agar lebih mudah, murah dan

cepat dalam melaksanakan kewajibannya dalam pembayaran pajak. Selain itu

perkembangan seperti penyampaian SPT melalui e-Filling juga dapat

mengurangi penggunaan kertas sehingga juga mendukung pelestarian

lingkungan (wahyu, 2016).

Adapun beberapa penelitian yang telah dilakukan

sebelumnya mengenai penerapan inovasi teknologi. Titik

Aryati (2017) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa

pemanfaatan teknologi dan modernisasi sistem administrasi

perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib

pajak orang pribadi. Gusti Ayu Raisa Ersania (2018) dalam

penelitiannya menjelaskan bahwa penerapan e-Registration,

e-Billing, dan e-Filling berpengaruh positif terhadap kepatuhan

Wajib Pajak orang pribadi pada KPP Pratama Denpasar Timur.

Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Riani (2015)

menjelaskan bahwa penerapan teknologi informasi dalam

bidang perpajakan mempunyai pengaruh yang positif


terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi yang terdaftar

di KPP Pratama Tulungagung.

Munculnya temuan-temuan teknologi finansial dari berbagai

perusahaan di penjuru dunia memunculkan tantangan baru bagi institusi pajak.

Hal tersebut diungkapkan oleh Sri Mulyani (2018) selaku Menteri Keuangan

Republik Indonesia beliau mengatakan bahwa E-commerce menjadi salah satu

contoh masuknya teknologi finansial sebagai objek perpajakan baru. Menurut

Sri Mulyani (2018) tidak hanya e-commerce, persoalan juga muncul dari on

demand service seperti ojek online yang sebagian besar mitranya adalah

masyarakat menengah ke bawah. Secara garis besar, Beliau menyebut konsep

permanent establishment atau bentuk usaha tetap yang dianut dalam

pemungutan pajak kini menjadi kurang relevan dengan pesatnya

perkembangan teknologi (Sri Mulyani, 2018)

Berdasarkan uraian fenomena diatas, maka penulis merasa tertarik

membahas masalah tersebut dan mencari pemecahannya. Untuk itu penulis

tertarik untuk mengambil judul :

“Pengaruh Penerapan Inovasi Teknologi dan Pemahaman Wajib Pajak

Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi”

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka penulis membatasi permasalahan

dengan memfokuskan permasalahan sebagai berikut :


1. Bagaimana penerapan inovasi teknologi, pemahaman wajib pajak dan

kepatuhan wajib pajak orang pribadi yang terdaftar di KPP Pratama

Cibeunying?

2. Bagaimana pengaruh penerapan inovasi teknologi terhadap kepatuhan wajib

pajak orang pribadi?

3. Bagaimana pengaruh pemahaman wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak

orang pribadi?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk menjelaskan pengaruh inovasi teknologi

yang diterapkan dan Pemahaman Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Orang Pribadi.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang penelitian dan identifikasi masalah penelitian

yang dikemukakan, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai yaitu:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana penerapan inovasi teknologi,

pemahaman wajib pajak dan kepatuhan wajib pajak orang pribadi yang

terdaftar di KPP Pratama Cibeunying?

2. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana pengaruh inovasi teknologi

terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi.


3. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana pengaruh pemahaman wajib

pajak terhadap Kepatuhan Wajib pajak orang pribadi.

1.4 Kegunaan Penelitian

Dari hasil penelitian yang penulis lakukan diharapkan memberikan manfaat

tidak hanya untuk pribadi penulis, tetapi memberi manfaat juga bagi beberapa

pihak lain. Kegunaan penelitian ini dapat dirumuskan dalam dua hal, yaitu:

1.4.1 Kegunaan Praktis

a. Bagi Penulis

Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Akuntansi (S1) pada

Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Bandung,

serta untuk menambah wawasan pengetahuan dan daya nalar sebagai bagian

dari proses belajar sehingga dapat lebih memahami bagaimana sebenarnya

aplikasi dari teori-teori yang telah penulis peroleh selama duduk di bangku

kuliah, tentunya dengan topik yang penulis pilih.

b. Bagi Instansi Pajak

Sebagai masukan dalam rangka penerapan inovasi teknologi dalam bidang

perpajakan untuk meningkatkan jumlah pemahaman wajib pajak serta

meningkatkan jumlah kepatuhan wajib pajak orang pribadi.

1.4.2 Kegunaan teoritis


Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan di

bidang perpajakan terutama mengenai Inovasi Teknologi yang diterapkan serta

Pemahaman Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN PENGEMBANGAN

HIPOTESIS

2.1 Inovasi Teknologi (technology innovation)

2.1.1 Definisi

Definisi Inovasi menurut Borins (2000) menjelaskan bahwa “Inovasi

merupakan perbedaan antara temuan (invention), dan kreasi ide baru”. Dalam literatur

manajemen juga dikemukakan sejumlah definisi inovasi dimana secara luas berada

dalam tema-tema perubahan proses atau teknologi yang menciptakan nilai bagi

pelanggan atau organisasi. Dalam pengertian lain dinyatakan oleh Koch (2005: 211)

dikutip dalam buku media economics, theory and practice mengatakan bahwa,

“inovasi adalah persoalan penggunaan hasil pembelajaran yaitu penggunaan


kompetensi anda sebagai dasar penemuan cara baru dalam melakukan”. Selain itu

pengertian lain mengenai inovasi teknologi yang dikemukakan oleh Firman (2008:50)

dikutip dalam buku media economics, theory and practice mengatakan bahwa:

Inovasi juga dapat didefinisikan sebagai melakukan lebih banyak


dengan lebih sedikit sumber daya, dengan memungkinkan efisiensi
dalam proses, baik pengiriman produktif atau administratif atau
keuangan dan jasa, meningkatkan dan menjadi mesin daya saing,
sehingga Inovasi menciptakan peningkatan daya saing ketika dapat
dianggap sebagai faktor kunci dalam pertumbuhan ekonomi suatu
masyarakat.
Menurut Everett M. dan Rogers (2007) dalam Susilo,et.al (2015), “inovasi

merupakan sebuah ide, gagasan, objek, dan praktik yang dilandasi dan diterima

sebagai suatu hal yang baru oleh seseorang atau pun kelompok tertentu untuk

diaplikasikan atau pun diadopsi.” Menurut Van de Vend dan Andrew H (2008) dalam

Suwandi (2013) “Inovasi adalah pengembangan dan implementasi gagasan-gagasan

baru oleh orang dalam jangka waktu tertentu yang dilakukan dengan berbagai

aktivitas transaksi di dalam tatanan organisasi tertentu.”

Teknologi merupakan suatu bentuk proses yang meningkatkan nilai tambah.

Proses yang berjalan dapat menggunakan atau menghasilkan produk tertentu, di mana

produk yang tidak terpisah dari produk lain yang sudah ada (Miarso, 2007). Definisi

lain Menurut Iskandar Alisyahbana seperti dikutip Yusufhadi Miarso (2007:131)

“Teknologi adalah cara melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan manusia

dengan bantuan alat dan akal, sehingga seakan-akan memperpanjang, memperkuat,

atau mebuat lebih ampuh anggota tubuh, pancaindra, dan otak manusia.” Menurut

Rogers (dalam Seels, Richey, 2008:12) “Teknologi adalah suatu rancangan langkah
instrumental untuk memperkecil keraguan mengenai hubungan sebab akibat dalam

mencapai hasil yang diharapkan.” Menurut Ellul dalam Miarso (2007:131)

“Teknologi adalah keseluruhan metode yang secara rasional mengarah dan memiliki

ciri efisiensi dalam setiap bidang kegiatan manusia.”

Menurut Manuel Castells (2004:311) dikutip dalam buku yang berjudul media

convergence, issue incultural and media studies menyebutkan bahwa:

Teknologi merupakan suatu kumpulan alat, aturan dan juga prosedur


yang merupakan penerapan dari sebuah pengetahuan ilmiah terhadap
sebuah pekerjaan tertentu dalam suatu kondisi yang dapat
memungkinkan terjadinya pengulangan.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli diatas (Borins, 2000; Koch, 2005;

Firman, 2008; Everett M. dan Rogers (2007); Van de Vend dan Andrew H (2008);

Iskandar Alisyahbana (2007:131); Rogers (dalam Seels, Richey, 2008:12); Ellul

dalam Miarso (2007:131). Miarso (2007) Inovasi teknologi adalah perubahan atau

pembaharuan terhadap suatu alat atau cara yang terjadi saat ini dengan

pengembangan serta implementasi gagasan-gagasan baru oleh orang dalam jangka

waktu tertentu yang dilakukan dengan berbagai aktivitas transaksi di dalam tatanan

organisasi tertentu dengan kumpulan alat, aturan dan juga prosedur yang merupakan

penerapan dari sebuah pengetahuan ilmiah terhadap sebuah pekerjaan tertentu dalam

suatu kondisi yang dapat memungkinkan terjadinya pengulangan.

2.1.2 Faktor Yang Mempengaruhi Inovasi

Menurut Irwan (2011:40) dikutip dalam buku yang berjudul understanding

media, culture, and technology mengemukakan bahwa inovasi dipandang sebagai


model dalam keberhasilan pemerintah daerah. Ada tiga faktor yang mempengaruhi

pemerintah daerah dapat berinovasi yaitu (Irwan, 2011). :

1. Faktor Pemimpin

Faktor pemimpin adalah faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya

seseorang dalam memimpin baik itu memimpin organisasi maupun memimpin

pemerintahan. Menurut Irwan (2011) Terdapat 3 hal yang dapat

mempengaruhi seorang pemimpin diantaranya:

a. Kecerdasan

Kecerdasan adalah Kemampuan untuk memecahkan suatu masalah dan

menciptakan sesuatu serta menawarkan suatu pelayanan yang berharga

dalam suatu kebudayaan masyarakat.

b. Motivasi

Motivasi adalah suatu dorongan kehendak yang menyebabkan seseorang

melakukan suatu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu

c. Hubungan Manusiawi

Hubungan Manusiawi merupakan suatu hubungan yang di dalamnya

terdapat suatu interaksi sosial, ada terjadi proses saling mempengaruhi dan

usaha saling mengubah sikap maupun tingkah laku, untuk kemudian

berakhir dengan saling merasakan adanya kepuasan hati. Bisa terjadi pada
semua bidang kehidupan sosial maupun kapan saja, tidak terikat ruang dan

waktu.

2. Faktor Lingkungan organisasi

Faktor Lingkungan organisasi adalah faktor yang dipengaruhi oleh lingkungan

organisasi. Menurut Irwan (2011) Terdapat 3 faktor yang dapat

mempengaruhi lingkungan organisasi diantaranya:

a. Faktor eksternal

Faktor eksternal adalah faktor-faktor dari luar yang mempengaruhi suatu

organisasi, yang terdiri atas berbagai macam unsur, yang sebagian besar tidak

dapat dikendalikan dan berpengaruh dalam pembuatan keputusan oleh

manajer.

b. Faktor lingkungan sosial

Faktor lingkungan sosial adalah faktor yang disebabkan oleh Lingkungan

sosial seperti interaksi diantara masyarakat dengan lingkungan, ataupun

lingkungan yang juga terdiri dari makhluk sosial atau manusia.

c. Hubungan lingkungan dan sosial budaya

Hubungan lingkungan dan sosial budaya adalah faktor yang disebabkan oleh

lingkungan sekitar serta budaya yang ada di lingkungan sekitar yang akan

dilakukan inovasi teknologi karena faktor ini menjadi faktor yang sangat

berpengaruh terhadap keberhasilan inovasi teknologi yang diterapkan.

3. Faktor politik
Faktor politik adalah faktor yang disebabkan oleh perebutan kekuasaan

kedudukan negara dalam urusan pemerintahan dan menyalurkan aspirasi rakyat

kepada pemerintah. Menurut Irwan (2011) terdapat 4 faktor politik diantaranya:

a. Tingkat Pengetahuan

Tingkat Pengetahuan adalah tingkatan pengetahuan sesorang dalam hal

ataupun bidang yang dimengerti. Pengetahuan biasanya baru didapatkan

setelah seseorang mengerti atau pun mengetahui sesuatu hal. Tanpa mengerti,

maka tidak ada kata pengetahuan.

b. Tingkat Pendidikan atau jenjang pendidikan

Tingkat Pendidikan atau jenjang pendidikan adalah tahap pendidikan yang

berkelanjutan, yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta

didik, tingkat kerumitan bahan pengajaran dan cara menyajikan bahan

pengajaran.

c. Peran aparat Pemerintah

Peran aparat Pemerintah adalah keikutsertaan anggota pemerintahan atau

pegawai pemerintahan dalam suatu hal, baik itu untuk mengawasi maupun

ikut serta membantu.

d. Peran kaum intelektual

Peran kaum intelektual adalah peran orang-orang yang terpelajar dan memiliki

edukasi (dalam bidang akademis) serta memiliki pengetahuan yang luas,

memikirkan tentang hari depan umat manusia dan kemanusiaan.

2.1.3 Strategi Pengembangan Inovasi di Bidang Teknologi


Strategi Pengembangan Inovasi di Bidang Teknologi menurut Thomas

(2010:11) dikutip dalam buku yang berjudul understanding media, culture, and

technology, mengemukakan bahwa “Program inovasi teknologi yang paling banyak

dikreasi dan dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten dan kota terkait dengan aplikasi

teknologi informasi seperti: E-government, website, LAN”.

Adapun srategi yang dapat dilaksanakan untuk pengembangan program inovasi

meliputi pengembangan komitmen elit (political will) lalu diikuti dengan berbagai

kebijakan dan alokasi anggaran serta mengoptimalkan pelaksanaan sosialisasi

program inovasi serta perlu adanya kebijakan pemerintah yang selaras dan terpadu

dalam bidang Industri dan Ilmu Pengetahuan & Teknologi sebagai alat yang ampuh

dalam mewujudkan program berbagai program Industrialisasi (Thomas, 2010).

Strategi Pengembangan Inovasi di Bidang Teknologi ini dikembangkan pada

dasarnya untuk meningkatkan nilai tambah dalam bidang teknologi.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas maka strategi pengembangan

inovasi dapat dilakukan melalui pengembangan program inovasi yang meliputi

pengembangan komitmen elit (political will) lalu diikuti dengan berbagai kebijakan

dan alokasi anggaran serta mengoptimalkan pelaksanaan sosialisasi program inovasi.

Selain itu perlu adanya kebijakan pemerintah yang selaras dan terpadu dalam bidang

Industri dan Ilmu Pengetahuan & Teknologi sebagai alat yang ampuh dalam

mewujudkan program berbagai program Industrialisasi.

2.1.4 Manfaat Inovasi Teknologi


Manfaat Inovasi Teknologi menurut Rachmat (2012) yang dikutip dalam buku

Teknik Praktis Riset Komunikasi Mengemukakan bahwa “Pemanfaatan inovasi

teknologi berupa penggunaan smart card dalam bidang pelayanan termasuk kategori

inovasi incremental dari tingkat inovasi termasuk dalam kategori inovasi sustaining

innovation”.

Sedangkan menurut Ismara (2009:11) dikutip dalam buku Mediamorfosis,

mengatakan bahwa:

Dengan Adanya inovasi organisasi ini diharapkan dapat


menanggapi kompleksitas lingkungan dan dinamisasi perubahan
lingkungan terutama dalam persaingan yang ketat dan
menciptakan sumber-sumber bagi keunggulan berasing.
Sehingga berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan oleh para ahli

bahwa inovasi teknologi dapat memberikan beberapa manfaat diantaranya

penggunaan smart card dalam bidang pelayanan termasuk kategori inovasi

incremental dari tingkat inovasi termasuk dalam kategori inovasi sustaining

innovation serta dapat menanggapi kompleksitas lingkungan dan dinamisasi

perubahan lingkungan terutama dalam persaingan yang ketat dan menciptakan

sumber-sumber bagi keunggulan berasing”.

2.1.5 Cara Mencapai Inovasi di Bidang Teknologi

Cara untuk mencapai Inovasi dalam bidang Teknologi Menurut Ismara

(2009:12) dikutip dalam buku Mediamorfosis menjelaskan bahwa inovasi dapat

dicapai melalui 4 cara yaitu:


1. Pengenalan teknologi baru

Pengenalan teknologi baru merupakan Suatu cara untuk mengenalkan suatu

teknologi yang baru ada atau berkembang di era modern ini untuk mencapai

suatu inovasi dalam bidang teknologi.

2. Aplikasi baru dalam produk pelayanan

Aplikasi baru dalam produk pelayanan merupakan Suatu cara untuk

mempermudah melakukan suatu pelayanan agar lebih efisien.

3. Penyumbangan pasar baru

Penyumbangan pasar baru merupakan upaya untuk Memperkenalkan inovasi

di bidang teknologi terhadap perkembangan teknologi yang baru agar dapat

membantu mempermudah berkembangnya suatu inovasi di era pasar baru ini.

4. Pengenalan bentuk baru organisasi.

Pengenalan bentuk baru organisasi merupakan suatu Inovasi dalam bidang

teknologi yang dapat membantu dalam memperkenalkan bentuk baru suatu

organisasi.

2.1.5 Faktor Penghambat Inovasi

Dalam melakukan suatu Inovasi tidak terjadi secara mulus atau tanpa resistensi

sehingga terdapat faktor penghambat. Menurut Suwano (2008:54) dikutip dari buku

Mediamorfosis mengatakan bahwa:


Banyak dari kasus inovasi diantaranya justru terkendala oleh
berbagai faktor. Biasanya budaya menjadi faktor penghambat
terbesar dalam mempenetrasikan sebuah inovasi. Hambatan inovasi
diidentifikasi ada enam jenis. Salah satunya yang dimaksud dengan
budaya risk aversion adalah budaya yang tidak menyukai resiko. Hal
ini berkenaan dengan sifat inovasi yang memiliki segala resiko,
termasuk resiko kegagalan.
Menurut suwarno (2008:55) terdapat enam jenis hambatan inovasi. Hambatannya

berupa:

1. Masalah keamanan

Masalah keamanan terjadi pada Hal-hal baru yang terasa menakutkan karena

sering membawa kerentanan baru. Tetapi keamanan bukan tidak bisa

dipecahkan itu hanya elemen penting lainnya untuk diperbaiki.

2. Waktu dan sumber daya terbatas

Waktu dan sumber daya terbatas terjadi pada suatu perusahaan yang merasa

punya cukup waktu atau orang untuk melakukan pekerjaan sehingga harus

mengukir waktu untuk inovasi karena inovasi tidak akan terjadi begitu saja.

3. Anggaran Terbatas atau Tidak Sama Sekali

Anggaran untuk melakukan inovasi harus disiapkan besar kecilnya tergantung

inovasi macam apa yang akan dilakukan. Selain itu perlu adanya ide-ide

inovatif yang dapat mendukung inovasi itu sendiri.

4. Kurangnya Keahlian

Kurangnya keahlian jauh lebih mudah untuk berinovasi jika memiliki orang

yang tahu cara melakukan hal hal baru.

5. Penerimaan atau Adopsi pengguna


Jika seorang pemimpin menerobos semua hambatan lain, mereka masih perlu

meyakinkan pelanggan Anda untuk mengambil keuntungan dari hal baru.

Karena inovasi tidak berhenti saat diluncurkan.

6. Budaya tidak menyukai risiko

Setiap inovasi pasti akan menerima risiko kegagalan namun ada beberapa

orang yang tidak mau menerima kegagalan tersebut, sehingga orang lebih

memilih tidak melakukan inovasi untuk menghindari kegagalan tersebut.

2.1.6 TAM (Technology Acceptance Model)

Inovasi Teknologi dapat diukur menggunakan beberapa cara salah satunya

menggunakan pendekatan TRA (Theory of Reasoned Action) dan pendekatan TAM

(Technology Acceptance Model). TAM adalah model yang disusun oleh Davis.et.al

(2007) untuk menjelaskan penerimaan teknologi yang akan digunakan oleh

pengguna teknologi. TRA adalah teori yang berhubungan dengan sikap dan perilaku

individu dalam melaksanakan kegiatan (Davis.et.al, 2007). Menurut Davis.et.al

(2007) Pengukuran inovasi teknologi menggunakan pendekatan TAM (Technology

Acceptance Model) dan TRA (Theory of Reasoned Action) adalah sebagai berikut:

1. TRA. (Theory of Reasoned Action)

TRA. (Theory of Reasoned Action) terdiri dari :

a. Belief (keyakinan)

Belief (Keyakinan) adalah suatu sikap yang ditunjukan dengan adanya

penggunaan teknologi informasi dalam bidang perpajakan dapat


memberikan kemudahan kepada wajib pajak dalam melakukan pelaporan

SPT.

b. Attitude (sikap)

Attitude (sikap) adalah pernyataan evaluative mengenai penggunaan

teknologi informasi dalam bidang perpajakan dapat memberikan

kemudahan dalam melakukan pelaporan sehingga wajib pajak akan

bersikap patuh pada kewajiban perpajakannya

c. Normative Belief (keyakinan normatif)

Normative Belief (keyakinan normatif) adalah suatu acuan atau motivasi

dalam diri wajib pajak dimana dengan adanya penggunaan teknologi

informasi dalam bidang perpajakan membuat wajib pajak termotivasi

untuk melaporkan SPT tepat waktu.

d. Subjective Norms (norma subjektif)

Subjective Norms (norma subjektif) adalah suatu keyakinan bahwa dengan

adanya penggunaan teknologi informasi seperti E-filling dan E-billing

dapat memberikan kemudahan kepada wajib pajak dalam melakukan

pelaporan secara spesifik mengenai kewajiban perpajakannya.

2. TAM (Technology Acceptance Model)

TAM (Technology Acceptance Model) terdiri dari :

a.Percieved Ease of Use (Kemudahan Penggunaan yang Dipersepsikan)

Suatu tingkatan dimana wajib pajak percaya bahwa dengan menggunakan

sistem teknologi informasi yang disediakan Direktorat Jendral Pajak (DJP)


membuat wajib pajak tidak perlu bersusah payah datang ke KPP untuk

melakukan pelaporan serta pembayaran pajak.

b. Perceived Usefulness (Manfaat yang Dirasakan)

Suatu tingkatan dimana seseorang percaya bahwa dengan adanya

Penggunaan teknologi informasi dalam bidang perpajakan dapat

memberikan kemudahan dalam melaporkan serta membayar pajak sehingga

membuat wajib pajak melaporkan dan membayar pajak tepat waktu.

c. Behavioral Intention to Use.( Niat serta Perilaku yang Digunakan)

Memanfaatkan penggunaan teknologi informasi yang disediakan oleh Ditjen

Pajak karena dianggap memberikan kemudahan kepada wajib pajak dalam

melakukan pelaporan serta pembayaran pajak.

Menurut Jogiyanto yang dikutip oleh Prambudi dan Ahmad (2014) kelebihan

yang dimilik oleh TAM adalah

1. TAM merupakan model perilaku (behaviour) yang bermanfaat untuk menjawab

pertanyaan mengapa banyak sistem teknologi informasi yang gagal diterapkan

karena pemakaiannya tidak mempunyai minat (intention) utnuk

menggunakannya.

2. TAM dibangun atas dasar teori yang kuat.

3. TAM telah diuji dengan banyak penelitian dan hasilnya sebaguan besar

mendukung dan menyimpulkan bahwa TAM merupakan model yang baik.

4. TAM merupakan model yang persimoni (parsimonious) yaitu model yang

sederhana namun valid.


Dalam memformulasikan TAM, Davis.et.al (2007) menggunakan TRA

(Theory of Reasoned Action) sebagai grand theory-nya namun tidak mengakomodasi

semua komponen dari teori TRA. Yang hanya memanfaatkan komponen “Belief”

dan “Attitude” saja, sedangkan Normative Belief dan Subjective Norms tidak

digunakannya. Menurut Davis.et.al (2007) perilaku menggunakan Teknologi

Informasi diawali oleh adanya persepsi mengenai manfaat (usefulness) dan persepsi

mengenaikemudahan menggunakan teknologi informasi (ease of use). Menurut

Gefen (2003) sampai saat ini TAM merupakan model yang paling banyak digunakan

dalam memprediksi penerimaan teknologi informasi. Tujuan model ini untuk

menjelaskan faktor-faktor utama dari perilaku pemakai teknologi informasi terhadap

penerimaan penggunaan teknologi informasi itu sendiri. Model TAM secara lebih

terperinci menjelaskan penerimaan-penerimaan teknologi informasi dengan dimensi-

dimensi tertentu yang dapat mempengaruhi dengan mudah diterimanya teknologi

informasi oleh pemakai.Technology Acceptance Model (TAM) mendefinisikan dua

persepsi dari pemakai teknologi yang memiliki suatu dampak pada penerimaan

mereka.

2.2 Pemahaman Wajib Pajak

2.2.1 Definsi Pemahaman Wajib Pajak

Pemahaman merupakan kesanggupan untuk mendefenisikan, merumuskan

kata yang sulit dengan perkataan sendiri. Menurut Benyamin S. Bloom dalam

Arikunto (2012) “Pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau


memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan di ingat.” Ngalim Purwanto

(2018:19) dikutip dalam buku Seni memahami, mengemukakan bahwa “Pemahaman

adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan serta mampu memahami arti atau

konsep, situasi, serta faktor yang diketahuinya.” Menurut Anas Sudijono (2016)

dalam Yusuf Anas mengemukakan bahwa pemahaman adalah kemampuan seseorang

untuk mengerti atau memahami sesuatu dan dapat dilihat dari beberapa segi.

Definisi wajib pajak menurut Undang-undang nomor. 16 Tahun 2009 tentang

perubahan ketiga atas Undang-undang nomor. 6 Tahun 1983 tentang ketentuan umum

perpajakan, adalah ”Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar

pajak dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.” Wajib pajak menurut

Erly Suandi (2011:105) “Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang meliputi

pembayar pajak, pemotong pajak, pemungut pajak yang mempunyai hak dan

kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan.”

Pemahaman wajib pajak merupakan Pemahaman terhadap sistem pemungutan

pajak yang ada di Indonesia dan segala macam peraturan perpajakan yang berlaku

(Mardiasmo. 2011:50). Menurut Carolina (2009:7) pemahaman wajib pajak adalah

“informasi pajak yang dapat digunakan wajib pajak sebagai dasar untuk bertindak,

mengambil keputusan, dan untuk menempuh arah atau strategi tertentu sehubungan

dengan pelaksanaan hak dan kewajibannya dibidang perpajakan”. Sedangkan

Menurut Waluyo (2011: 20) dikutip dalam buku perpajakan Indonesia menjelaskan
bahwa, “Pemahaman wajib pajak adalah proses dimana Wajib Pajak mengetahui dan

memahami tentang perpajakan dan mengaplikasikannya untuk membayar pajak”.

Berdasarkan beberapa penjelasan para ahli diatas maka dapat disimpulkan

bahwa pemahaman wajib pajak merupakan kemampuan seseorang untuk mengerti

atau memahami suatu informasi dalam bidang pajak yang dapat digunakan wajib

pajak sebagai dasar untuk bertindak, mengambil keputusan, dan untuk menempuh

arah atau strategi tertentu sehubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajibannya

dibidang perpajakan dan mengaplikasikannya untuk membayar pajak.

2.2.2 Dimensi pemahaman wajib pajak

Pemahaman wajib pajak dapat diukur dengan beberapa dimensi. Menurut

penelitian yang dilakukan oleh Widayati dan Nurlis (2010) terdapat beberapa

Dimensi wajib pajak, diantaranya:

1. Pengetahuan

a) Kewajiban kepemilikan NPWP

Wajib pajak yang telah memiliki penghasilan wajib untuk mendaftarkan diri

untuk memperoleh NPWP sebagai salah satu sarana untuk pengadministrasian

pajak.

b) Mengetahui mengenai hak dan kewajiban sebagai wajib pajak.

Wajib pajak harus mengetahui kewajiban perpajakannya salah satunya adalah

membayar pajak tepat waktu.

c) Mengetahui mengenai sanksi perpajakan.


Wajib pajak semakin tahu dan paham terhadap peraturan perpajakan, sehingga

saya semakin tahu dan paham juga terhadap sanksi yang akan diterima apabila

melalaikan kewajiban perpajakannya

2. Pemahaman

a) Pemahaman mengenai PTKP,PKP dan tarif pajak.

Wajib pajak semakin tahu dan paham mengenai PTKP,PKP dan tarif pajak

b) Wajib pajak memahami peraturan perpajakan melalui sosialisasi yang dilakukan

oleh KPP

Wajib pajak mengetahui dan memahami peraturan perpajakan melalui sosialisasi

yang dilakukan oleh KPP.

Menurut Widya (2009:17) dalam Siti resmi mengemukakan

bahwa pemahaman wajib pajak adalah suatu kondisi dimana wajib

pajak mengetahui, mengakui, dan menaati ketentuan perpajakan

yang berlaku serta memiliki kesungguhan dan keinginan untuk

memenuhi kewajiban pajaknya. Wajib pajak dikatakan paham

apabila :

1. Mengetahui adanya Undang-Undang dan ketentuan perpajakan.

2. Mengetahui fungsi pajak untuk pembiayaan negara.

3. Memahami bahwa kewajiban perpajakan harus dilaksanakan

sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.

4. Memahami fungsi pajak untuk pembiayaan negara.

5. Menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan sukarela.


6. Menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan benar.

Menurut Notoatmodjo (2007:143) menjelaskan bahwa pemahaman dapat

diperoleh melalui upaya pengajaran dan pelatihan, serta melalui

pendidikan baik Pendidikan formal maupun non formal. Dimana

Wajib pajak mendapatkan pengajaran melalui Pendidikan formal

dan Wajib pajak mendapatkan pengajaran melalui Pendidikan non

formal seperti pelatihan dan sosialisai dalam bidang perpajakan.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli diatas maka

dimensi pemahaman wajib pajak adalah

1. Pengetahuan

a. Kewajiban kepemilikan NPWP

b. Mengetahui mengenai hak dan kewajiban sebagai wajib pajak.

c. Mengetahui mengenai sanksi perpajakan.

2. Pemahaman

a. Pemahaman mengenai PTKP,PKP dan tarif pajak.

b. Wajib pajak memahami peraturan perpajakan melalui sosialisasi yang

dilakukan oleh KPP

3. Pendidikan formal

Wajib pajak mendapatkan pengajaran melalui pendidikan

formal

4. Pendidikan non formal


Wajib pajak mendapatkan pengajaran melalui pendidikan non

formal seperti pelatihan dan sosialisai dalam bidang

perpajakan.

2.3 Kepatuhan Wajib Pajak

2.3.1 Definisi Kepatuhan Wajib Pajak

Definisi Kepatuhan Kepatuhan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

(2005) “berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan”. Menurut Machfud sidik

yang dikutip oleh Siti Kurnia rahayu (2010:137-138)

Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela


merupakantulang punggung sistem self assestment system, dimana
wajib pajakbertanggungjawab menetapkan sendiri kewajiban
perpajakan dankemudian secara akurat dan tepat waktu membayar
dan melaporkan pajaknya tersebut.

Kepatuhan wajib pajak dikemukakan oleh Norman D. Nowak dalam

Moh.Zain (2004) seperti yang dikutip Siti Kurnia Rahayu (2010:138) menjelaskan

bahwa: Sebagai suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban

perpajakan, tercermin dalam situasi di mana:

1. Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuanperaturan

perundang-rundangan perpajakan

2. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas

3. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar

4. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya


Lalu Menurut Gunadi (2005:14) dikutip dari buku Perpajakan menjelaskan

bahwa kepatuhan perpajakan adalah:

kepatuhan perpajakan adalah Wajib Pajak Orang Pribadi mempunyai


kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai dengan aturan
yang berlaku tanpa perlu diadakannya pemeriksaan, investigasi sesakma,
peringatan, ataupun ancaman dan penerapan sanksi baik hukum maupun
administrasi.
Pengertian lain Menurut Siti Kurnia Rahayu (2006:112) didalam buku

Perpajakan menyatakan bahwa: “kepatuhan wajib pajak adalah wajib pajak yang

taat dan memenuhi serta melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan perpajakan”. Sedangkan menurut Budiatmanto

(1999) dalam Tjahjono (2006:29) menjelaskan bahwa, ”kepatuhan wajib pajak

adalah perilaku wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai

dengan perturan yang berlaku. Menurut Abdul Rahman (2010:32) didalam buku

Panduan Pelaksanaan Administrasi Perpajakan, “Kepatuahan perpajakan dapat

didefinisikan sebagai keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban

perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya”. Menurut Nurmantu

(2005:148) menjelaskan bahwa “Kepatuhan wajib pajak adalah kondisi dimana

wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakannya dan melaksanakan hak

perpajakannya”.

Berdasarkan pengertian yang telah diurutkan diatas dapat disimpulkan

bahwa, kepatuhan wajib pajak adalah kondisi dimana wajib pajak mendaftarkan

diri, menhitung, menyampaikan, dan membayar kwajiban perpajakannya dan


menyetorkan kembali surat setoran sesuai peraturan yang berlaku tanpa ada

tindakan pemaksaan.

2.3.2 Syarat Menjadi Wajib Pajak Patuh

Syarat Menjadi Wajib Pajak Patuh Berdasarkan pertauran Menteri Keuangan

Nomor 74/KMK.03/2012 tentang wajib pajak dengan kriteria tertentu dalam rangka

pengembalian pendhuluan kelebihan pembyaran pajak, wajib pajak dengan kriteria

tertentu disebut wajib pajak patuh apabila memenuhi beberapa syarat berikut :

1. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan, tepat waktu dalam

penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan dalam tiga tahun terakhir yaitu

bulan ketiga setelah tahun pajak.

2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali

tunggakan pajak yang telah memperoleh izin memnganggur atau menunda

pembayaran pajak. Tunggakan pajak adalah angsuran pajak yang belum

dilunasi pada saata atau setelah tanggal pengenaan denda.

3. Laporan keuangan harus di audit oleh Kantor Akuntan Publik atau Lembaga

Pengawasan Keuangan Pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa

Pengecualian diberikan oleh auditor apabila tidak ditemukan kesalahan

material secara menyeluruh dalam laporan keuangan yang disajikan, dengan

kata lain laporan keuangan tersebut sudah sesuai dengan Standar Akuntansi

Keuangan (SAK).
4. Tidak pernah di pidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan

berdasrka keputusna pengauditan yang mempunyai hukum tetap dalam jangka

wkatu 5 tahun terakhir.

Keuntungan yang diterima apabila menjadi wajib pajak patuh adalah

mendapatkan pelayanan khusus dalam restitusi dalam pajak penghasilan dan pajak

pertambahan nilai yaiutu pengambilan pendahuluan kelebihan pajak tampa harus

dilakukan pemeriksaaan kepda pengusaha kena pajak.

2.3.3 Dimensi Kepatuhan Wajib Pajak

Kepatuhan wajib pajak terdiri dari beberapa jenis menurut Siti Rahayu

(2006:110) dikutip dalam buku Perpajakan menjelaskan bahwa jenis-jenis kepatuhan

wajib pajak diantaranya:

1. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi

kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang

perpajakan. Adapun kriteria kepatuhan formal diantaranya:

a. Kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri

b. Kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang

c. Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan pajak

d. Kepatuhan untuk melaporkan kembali Surat Pemberitahuan

2. Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara

substantif/hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan yaitu

sesuai isi dan jiwa Undang-undang pajak kepatuhan material juga dapat

meliputi kepatuhan formal. Misalnya ketentuan batas waktu penyampaian


Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT PPh) Tahunan tanggal 31

Maret. Adapun kriteria kepatuhan material diantaranya:

a. Wajib pajak bersedia melaporkan informasi tentang pajak

apabila petugas membutuhkan informasi

b. Wajib pajak bersikap kooperatif (tidak menyusahkan)

petugas pajak dalam pelaksanaan proses administrasi

perpajakan

c. Wajib pajak berkeyakinan bahwa melaksanakan kewajiban

perpajakan merupakan tindakan sebagai warga Negara

yang baik

Apabila wajib pajak telah melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak

Penghasilan Tahunan sebelum atau pada tanggal 31 Maret maka wajib pajak telah

memenuhi ketentuan formal, akan tetapi isinya belum tentu memenuhi ketentuan

material, yaitu suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara substantif memenuhi

semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang

perpajakan. Kepatuhan material dapat meliputi kepatuhan formal. Wajib Pajak

yang memenuhi kepatuhan material adalah Wajib Pajak yang mengisi dengan

jujur, lengkap dan benar Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai ketentuan dan

menyampaikannya ke KPP sebelum batas waktu berakhir Siti Rahayu (2006:110)

2.3.4 Hak dan Kewajiban Wajib Pajak


Hak dan Kewajiban Wajib Pajak Menurut Mardiasmo (2011:56) didalam

buku Perpajakan menyatakan bahwa wajib pajak memiliki beberapa hak dan

kewajiban yang harus dipenuhi diantaranya:

Kewajiban wajib pajak menurut Mardiasmo (2011:57) yaitu :

1. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP.

2. Melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP.

3. Menghitung pajak terutang.

4. Mengisi denganbenar SPT (SPT diambil sendiri), dan memasukan ke Kantor

Pelayanan Pajak dalam batas waktu yang telah ditentukan.

5. Menyelenggarakan pembukuan/pencatatan.

6. Apabila di perikasa wajib pajak diwajibkan :

a. Memperlihatkan laporan pembukuan atau catatan, dan dokumen-dokumen

yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha,

pkerjaan bebas wajib pajak, atau objek yang terutang.

b. Memberikan kesempatan untuk memasuki temoat atau ruangan yang

diperlukan dan yang dapat memeperlancar pemeriksaan.

7. Apabila ketika mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta

keterangan yang diminta, wajib pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk

merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh

permintaan untuk keperluan pemeriksaan.

Hak-hak wajib pajak menurut Mardiasmo (2011:57) yaitu :


1. Mengajukan surat keberatan dan surat banding.

2. Menerima tanda bukti pemasuka SPT.

3. Melakukan pembetulan SPT yang telah dimasukan.

4. Mengajukan permohonan penundaan penyampaian SPT.

5. Mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak.

6. Mengajukan permohonan perhitungan pajak yang dikenakan dalam surat

ketetaoan pajak.

7. Meminta pengembalian kelebihan pemabayaran pajak.

8. Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi, serta

pembetulan surat ketetapan pajak yang salah.

9. Memberi kuasa kepada orang untuk melaksanakan kewajiban pajaknya.

10. Meminta bukti pemotongan atau pemungutan pajak.

2.3.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Widi Widodo (2010:8) dalam buku Moralitas, Budaya, dan

Kepatuhan Pajak menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi Kepatuhan

Wajib Pajak yaitu :

1. Pengaruh Moralitas
Motovasi yang muncul pada wajib pajak, atas kemauan, keyakinan untuk

berpartisipasi kepada negara dengan membayar pajak yang dapat dinyatakan

sebagai sikap kepatuhan pajak. Moralitas merupakan salah satu aspek dalam

kepatuhan pajak, beberapa yang mendasari faktor moralitas yaitu demografis,

kebanggan nasional, partisipasi warga negara, kepercayaan, otonomi daerah,

kondisi ekonomi, sistem perpajakan, dan defference factors.

2. Pengaruh Budaya

Konsep budaya pajak merupakan keseluruhan interaksi formal dan informal

dalam suatu instuiasi yang menghubungkan sistem perpajakan nasional

dengan wajib pajak dimana secara historis melekat dengan budaya nasional,

termasuk ketergantungan dan ikatan yang terbentuk akibat interkasi yang

berkelanjutan,

3. Pengaruh Agama

Indonesia terdapat beberapa keyakinan yang dianut, bukan berarti perbedaan

keyakinan tidak menjadikan masyarakat bepecah belah, toleransi atas umat

beragama, dan tidak berkaitan dengan pemungutan pajak, dari agama yang

dianut.

4. Pengaruh pendidikan

Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka akan semakin tinggi kesadaran

orang untuk membayara pajak, dengan pendidikan yang tinggi maka akan

mengerti manfaat pajaka dan perolehan pajak yang digunakan untuk

pembangunan dn kesejahteraan rakyat.


Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kepatuhan wjaib pajak

adalah :

a. Wajib pajak wajib mendaftarkan dirinya untuk dpat memenuhi kewajiban dan

menjaga ketertiban pembayaran pajak.

b. Wajib pajak wajib membayar kewajiban perpajakan pada Kantor Pajak yang

ada di daerahnya masing-masing, malalui pihak lain maupun melalui wajib

pajak sendiri.

c. Wajib pajak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan yang sudah terdaftar

pada Kantor Pajak yang telah dilengkapi dengan laporan keuangan.

Menurut Riffandi Ahmad (2013:53) didalam buku Administrasi Perpajakan

menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kepatuhan adalah

besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh wajib pajak, serta wkatu yang terpakai

oleh wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan, mulai dari waktu membaca

formulir SPT dan buku petunjuknya, waktu untuk konsultasi dengan akuntan atau

konsulatan pajak untuk mengisi SPT, serta waktu tang terpakai untuk pulang pergi ke

kantor pajak.

2.3.6 Indikator Kepatuhan Wajib Pajak

Indikator kepatuhan wajib pajak menurut Undang-undang No.16 Tahun 2009

tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah sebagi berikut :

1. Kepatuhan untuk mendaftrakan diri


Wajib pajak yang tealah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif wajib

mendaftarkan diri pada KPP yang wilayah kerjanya terdiri dari tempat tinggal dn

tenpat kegiatan usaha wajib pajak untuk kemudian mendapatkan NPWP. NPWP

digunakan sebagai identitas bagi wajib pajak dalam melaksanakan hak dan

kewajibannya.

2. Kepatuhan dalam perhitungan dan pembayaran pajak terutang

Pajak yang telah dihitung kemudian disetorkan ke kas negara melalui bank atau

kantor pos dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak (SPP)

3. Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan pajak

Tunggakan pajak merupakan pajak terutang yang belum dilunasi oleh wajib pajak

setelah jatuh tempo tanggal pengenaan denda.

4. Kepatuhan untuk melaporkan kembali Surat Pemberitahuan

Wajib pajak diwajibkan untuk mengisi dan menyampaikan SPT kepada KPP

dengan batas waktu penyampaian untuk SPT masa paling lambat 20 hari setelah

akhir masa pajak, sedangkan untuk STP Tahunan paling lambat 3 bulan untuk

Wajib Pajak Orang Pribadi dan 4 bulan untuk Wajib Pajak Badan setelah akhir

tahun pajak. Wajib pajak akan dikenakan sanksi administrasi apabila terlambat

atau tidk menyampaikan SPT.

5. Wajib pajak bersedia melaporkan informasi tentang pajak

apabila petugas membutuhkan informasi

6. Wajib pajak bersikap kooperatif (tidak menyusahkan) petugas

pajak dalam pelaksanaan proses administrasi perpajakan


7. Wajib pajak berkeyakinan bahwa melaksanakan kewajiban

perpajakan merupakan tindakan sebagai warga Negara yang

baik

2.4 Kerangka Pemikiran dan Pengembangan Hipotesis

2.4.1 Pengaruh penerapan inovasi teknologi terhadap kepatuhan wajib pajak orang

pribadi

Sarana, prasarana dan sistem informasi yang baik baru disediakan oleh organisasi

publik, seperti Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam melayani wajib pajak.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus melakukan transformasi digital guna

meningkatkan kualitas pelayanan. Salah satu pembaharuan yang dilakukan adalah

menerapkan teknologi informasi terbaru dalam pelayanan pajak. Salah satunya

dengan adanya modernisasi teknologi seperti e-Registration, e-Filling, e-SPT, dan e-

Billing diyakini akan menjadi salah satu pilar penting dari reformasi perpajakan

karena akan sangat bermanfaat sebagai upaya untuk meningkatkan tax ratio,

penghindaran dan penggelapan pajak, serta dapat mendorong kepuasan wajib pajak

yang dapat berdampak pada kepatuhan wajib pajak (Chrisna Lumban, 2015).

Penelitian yang dilakukan oleh Tresno (2010) menjelaskan bahwa Kepatuhan

wajib pajak dapat dikaitkan dengan theory Reasoned Action, dimana teori ini

mengatakan bahwa seseorang melakukan sesuatu karena ada alasannya, sehingga

maksud dari teori ini wajib pajak mau menerapkan sistem Teknologi informasi

karena melihat sistem ini dapat memudahkan wajib pajak dalam melakukan
pelaporan pajak tanpa harus datang ke kantor pelayanan pajak setempat karena dapat

di akses di handphone dan komputer.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ulfah (2014) bahwa terdapat pengaruh

positif antara teknologi informasi dalam bidang perpajakan dengan tingkat kepatuhan

wajib pajak. Adanya teknologi informasi memberikan kemudahan kepada wajib pajak

baik dalam hal pelaporan SPT karena wajib pajak tidak perlu datang dan antri ke kantor

pajak untuk melaporkan SPT. Adanya penerapan teknologi informasi dalam bidang

perpajakan memberikan kemudahan kepada wajib pajak dalam melaporkan SPT

sehingga wajib pajak akan patuh terhadap kewajibannya (Fahmi, 2011). Penelitian

yang dilakukan oleh Alfian (2013) menjelaskan bahwa wajib pajak akan patuh apabila

mendapatkan kemudahan serta layanan terbaik baik itu dalam pelayanan pelaporan

maupun dalam pembayaran pajak. Layanan tersebut harus berisi tentang hal-hal yang

dibutuhkan oleh wajib pajak baik itu mengenai pelaporan SPT, mengenai pembayaran

pajak,serta mengenai pengaduan apabila ada kendala yang dialami oleh wajib pajak

pada saat mengakses layanan tersebut.

Namun menurut Nurtjahjono (2013) menjelaskan bahwa inovasi teknologi yang

diterapkan dalam bidang perpajakan tidak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan

wajib pajak. dengan adanya teknologi informasi dalam bidang perpajakan tidak selalu

dapat memberikan kemudahan tersendiri pada wajib pajak karena tidak semua wajib

pajak paham bagaimana cara menggunakan teknologi tersebut sehingga adanya

teknologi informasi yang digunakan dalam bidang pajak cenderung tidak selalu

memberikan kemudahan wajib pajak (Fatimasari, 2014).


Berdasarkan penjelasan diatas maka, inovasi teknologi yang diterapkan

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan wajib pajak. Berdasarkan

beberapa penelitian diatas, maka rumusan hipotesis yang dapat diajukan dalam

penelitian ini adalah:

H1: Penerapan Inovasi Teknologi berpengaruh terhadap Kepatuhan wajib pajak orang

pribadi.

2.4.2 Pengaruh Pemahaman wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak orang

pribadi

Pemahaman merupakan suatu kemampuan seseorang dalam mengartikan atau

menyatakan sesuatu dengan caranya tersendiri. Pemahaman wajib pajak merupakan

pemahaman terhadap sistem pemungutan pajak yang ada di Indonesia dengan segala

macam peraturan perpajakn yang berlaku yang telah mengalami beberapa perubahan.

Pemahaman sangat penting untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Apabila wajib

pajak paham akan peraturan perpajakan maka wajib pajak akan patuh terhadap

kewajiban perpajakannya. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Noviandhini (2015) yang menjelaskan bahwa pemahaman wajib pajak berpengaruh

positif terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Penelitian yang dilakukan oleh

Nugroho (2009) menyatakan bahwa pemahaman wajib pajak berpengaruh signifikan

terhadap kepatuhan wajib pajak. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Salma, dkk (2012)

menunjukan bahwa variabel pemahaman berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kepatuhan wajib pajak.


Gunadi (2015:14) menjelaskan bahwa, kepatuhan perpajakan adalah wajib pajak

orang pribadi mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai

dengan aturan yang berlaku tanpa perlu diadakannya pemeriksaan, investigasi saksama,

peringatan, ataupun ancaman dan penerapan sanksi baik itu sanksi hukum maupun

sanksi administrasi. Selain itu kepatuhan wajib pajak dapat diukur dari fasilitas yang di

dapatkan oleh wajib pajak serta kemudahan seperti apa yang di dapatkan oleh wajib

pajak. Arianto (2014) menjelaskan bahwa, wajib pajak akan paham terhadap kewajiban

perpajakannya serta sistem perpajakan di Indonesia apabila diadakannya sosialisai yang

dilakukan oleh Ditjen pajak kepada wajib pajak hal tersebut dilakukan sebagai cara

untuk meningkatkan pemahaman serta kepatuhan wajib pajak mengenai kewajiban

perpajakannya.

Namun menurut penelitian yang dilakukan oleh Arviah (2016) menjelaskan bahwa

pemahaman wajib pajak berpengaruh negatif terhadap kepatuhan wajib pajak. hal

tersebut dikarenakan banyak wajib pajak yang paham mengenai kewajiban

perpajakannya namun tetap saja mereka tidak patuh dikarenakan wajib pajak tidak

berniat untuk membayar pajak. Berdasarkan penjelasan diatas maka, kemudahan yang

didapatkan dan dirasakan oleh wajib pajak akan hal pelaporan SPT maupun pembayaran

pajak itu tidak terlepas dari sejauh mana wajib pajak paham akan kewajiban

perpajakannya. Apabila wajib pajak paham akan kewajiban perpajakannya maka hal

inilah yang dapat menyebabkan kapatuhan dalam diri wajib pajak. Berdasarkan

beberapa penelitian diatas, maka rumusan hipotesis yang dapat diajukan dalam

penelitian ini adalah:

H2: Pemahaman wajib pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi
Variabel Independent 1(X1)

Penerapan inovasi teknologi

1. Belief (keyakinan)
2. Attitude (sikap)
3. Normative Belief (keyakinan normatif)
4. Subjective Norms (norma subjektif)
5. Percieved Ease of Use (Kemudahan
Penggunaan yang Dipersepsikan)
6. Perceived Usefulness (Manfaat yang
Dirasakan)
7. Behavioral Intention to Use.( Niat serta
Variabel Dependen (Y)

Kepatuhan Wajib Pajak

1. Kepatuhan Formal
2. Kepatuhan Material
Siti Rahayu (2006:110)

Variabel Independen 2 (X2)

Pemahaman wajib pajak

1. Pengetahuan
2. Pemahaman
3. Pendidikan formal
4. Pendidikan non formal
Widayati dan Nurlis (2010)

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Objek dan Metode Penelitian

3.1.1 Objek Penelitian

Objek penelitian merupakan objek yang akan diteliti, yang

dianalisis dan dikaji. Menurut Sunyonto (2013: 19) objek penelitian

adalah :

Objek penelitian menjadi sangat penting dalam sebuah


penelitian. Hal ini berhubungan dengan judul penelitian dan
data yang diperlukan. Jika penentuan objek penelitian
ternyata tidak mendukung judul dan data penelitian, tentu
saja merupakan kendala besar dan mempengaruhi hasil
penelitian.

Nuryaman (2014:5) berpendapat bahwa objek penelitian

merupakan karakteristik yang melekat pada subjek penelitian

dimana subjek penelitian sendiri adalah unit analisis yang akan

diteliti yang berupa orang, organisasi, dan hal lain yang menjadi

perhatian dalam penelitian. Pendapat lain diungkapkan oleh

Sugiyono (2014: 41) objek penelitian adalah sasaran ilmiah untuk

mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu tentang

suatu hal objektif, valid, dan reliable tentang suatu hal (variabel

tertentu).

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan

bahwa objek penelitian merupakan karakteristik yang melekat pada

unit analisis (orang, organisasi, dan hal lain yang menjadi pusat
perhatian) yang akan diteliti dengan maksud mendapatkan data

yang objektif, valid, dan reliable mengenai variabel tertentu. Dalam

penelitian ini, yang menjadi objek penelitian adalah Penerapan Inovasi

Teknologi, Pemahaman Wajib Pajak dan Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi yang

terdaftar di KPP Pratama Cibeunying.

3.1.2 Metode Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah

untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.

Untuk mencapai tujuan yang diperlukan dibutuhkan metode yang

relevan untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Sugiyono, 2016:1).

Sedangkan menurut Sunyonto (2013: 13) metode penelitian

merupakan urutan-urutan proses analisis data yang akan disajikan

secara sistematik. Karena dengan urutan proses analisis data dapat

diketahui secara cepat dan membantu pemahaman maksud dari

penelitian tersebut

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitan ini adalah

metode deskriptif dan verifikatif. Metode deskriptif adalah metode yang

digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak

digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas (Sugiyono, 2016). Metode

deskriktif ini untuk mengetahui keberadaan variabel secara tunggal dan tidak

membandingkan maupun mencari hubungan antar variabel yang satu dengan yang
lainnya sedangkan Nurmayan (2014) berpendapat bahwa metode deskriktif bertujuan

untuk mencari deskripsi atau gambaran tentang karakteristik dari variabel tertentu.

Metode verifikatif merupakan metode penelitian yang bertujuan untuk

membuktikan atau menguji hipotesis hasil penelitian deskriptif menggunakan

perhitungan statistic sehingga di dapatkan hasil pembuktian yang menunjukan

hipotesis diterima atau ditolak (Sugiyono, 2013). Berdasarkan jenis penelitian diatas

dimana penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan metode verifikatif. Data

yang didapatkan dengan mengumpulkan data yang ada di lapangan dan metode

pendekatan yang digunakan adalah metode survey.

Sugiyono (2012) berpendapat bahwa :

Metode survey merupakan metode penelitian yang


dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data
yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari
populasi, sehingga ditemukan hubungan antar variabel
sosiologis maupun psikologis.
Melalui metode ini penulis bermaksud mengumpulkan data dan mengamati

secara seksama tentang aspek-aspek tertentu yang berkaitan erat dengan masalah

yang diteliti sehingga akan diperoleh data-data yang menunjang penyusunan laporan

penelitian.

3.2 Definisi dan Pengukuran Variabel Penelitian

3.2.1 Definisi Variabel Penelitian

Variabel merupakan construct yang dapat diukur atau dinilai menggunakan

berbagai macam nilai yang digunakan untuk memberikan gambaran secara lebih
nyata mengenai fenomena-fenomena. Seperti yang dijelaskan oleh Nur Indriantoro

dan Bambang Supomo (2009: 69) ada beberapa macam variabel adalah sebagai

berikut:

1. Variabel Independen (Variabel X)

Variable independen disebut juga dengan variabel bebas stimulus, antecedent

dan variabel eksogen. Variable independen adalah variable yang mempengaruhi

atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (Diamonalisa

dan Nunung, 2018:2). Variabel (X) penelitian ini adalah :

a) Penerapan Inovasi Teknologi, sebagai variabel bebas pertama (X1)

Inovasi teknologi menurut Firman, dkk (2008) di definisikan sebagai

suatu perubahan atau pembaharuan terhadap suatu alat atau cara yang terjadi

saat ini dengan pengembangan serta implementasi gagasan-gagasan baru oleh

orang dalam jangka waktu tertentu yang dilakukan dengan berbagai aktivitas

transaksi di dalam tatanan organisasi tertentu dengan kumpulan alat, aturan

dan juga prosedur yang merupakan penerapan dari sebuah pengetahuan ilmiah

terhadap sebuah pekerjaan tertentu dalam suatu kondisi yang dapat

memungkinkan terjadinya pengulangan.

Cara untuk mengukur inovasi teknologi di penelitian ini menggunakan

beberapa indikator diantaranya:

3. TRA. (Theory of Reasoned Action)


e. Belief (keyakinan)

Belief (Keyakinan) adalah suatu sikap yang ditunjukan dengan adanya

penggunaan teknologi informasi dalam bidang perpajakan dapat

memberikan kemudahan kepada wajib pajak dalam melakukan pelaporan

SPT.

f. Attitude (sikap)

Attitude (sikap) adalah pernyataan evaluative mengenai penggunaan

teknologi informasi dalam bidang perpajakan dapat memberikan

kemudahan dalam melakukan pelaporan sehingga wajib pajak akan

bersikap patuh pada kewajiban perpajakannya

g. Normative Belief (keyakinan normatif)

Normative Belief (keyakinan normatif) adalah suatu acuan atau motivasi

dalam diri wajib pajak dimana dengan adanya penggunaan teknologi

informasi dalam bidang perpajakan membuat wajib pajak termotivasi

untuk melaporkan SPT tepat waktu.

h. Subjective Norms (norma subjektif)

Subjective Norms (norma subjektif) adalah suatu keyakinan bahwa dengan

adanya penggunaan teknologi informasi seperti E-filling dan E-billing

dapat memberikan kemudahan kepada wajib pajak dalam melakukan

pelaporan secara spesifik mengenai kewajiban perpajakannya.

4. TAM (Technology Acceptance Model)

TAM (Technology Acceptance Model) terdiri dari :


d.Percieved Ease of Use (Kemudahan Penggunaan yang Dipersepsikan)

Suatu tingkatan dimana wajib pajak percaya bahwa dengan menggunakan

sistem teknologi informasi yang disediakan Direktorat Jendral Pajak (DJP)

membuat wajib pajak tidak perlu bersusah payah datang ke KPP untuk

melakukan pelaporan serta pembayaran pajak.

e. Perceived Usefulness (Manfaat yang Dirasakan)

Suatu tingkatan dimana seseorang percaya bahwa dengan adanya

Penggunaan teknologi informasi dalam bidang perpajakan dapat

memberikan kemudahan dalam melaporkan serta membayar pajak sehingga

membuat wajib pajak melaporkan dan membayar pajak tepat waktu.

f. Behavioral Intention to Use.( Niat serta Perilaku yang Digunakan)

Memanfaatkan penggunaan teknologi informasi yang disediakan oleh Ditjen

Pajak karena dianggap memberikan kemudahan kepada wajib pajak dalam

melakukan pelaporan serta pembayaran pajak.

b. Pemahaman Wajib Pajak, sebagai variabel bebas kedua (X2)

Pemahaman wajib pajak Menurut Carolina (2009:7) di definisikan sebagai

informasi pajak yang dapat digunakan wajib pajak sebagai dasar untuk

bertindak, mengambil keputusan, dan untuk menempuh arah atau strategi

tertentu sehubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajibannya dibidang

perpajakan. Cara untuk mengukur pemahaman wajib pajak di penelitian ini

menggunakan beberapa indikator diantaranya:


1. Pengetahuan

a) Kewajiban kepemilikan NPWP

Wajib pajak yang telah memiliki penghasilan wajib untuk mendaftarkan diri

untuk memperoleh NPWP sebagai salah satu sarana untuk pengadministrasian

pajak.

b) Mengetahui mengenai hak dan kewajiban sebagai wajib pajak.

Wajib pajak harus mengetahui kewajiban perpajakannya salah satunya adalah

membayar pajak tepat waktu.

c) Mengetahui mengenai sanksi perpajakan.

Wajib pajak semakin tahu dan paham terhadap peraturan perpajakan, sehingga

saya semakin tahu dan paham juga terhadap sanksi yang akan diterima apabila

melalaikan kewajiban perpajakannya

2. Pemahaman

a) Pemahaman mengenai PTKP,PKP dan tarif pajak.

Wajib pajak semakin tahu dan paham mengenai PTKP,PKP dan tarif pajak

b) Wajib pajak memahami peraturan perpajakan melalui sosialisasi yang

dilakukan oleh KPP

3. Pendidikan formal
Wajib pajak mendapatkan pengajaran melalui pendidikan

formal

4. Pendidikan non formal

Wajib pajak mendapatkan pengajaran melalui pendidikan non

formal seperti pelatihan dan sosialisai dalam bidang

perpajakan.

2. Variabel Dependen (Variabel Y)

Variabel terikat atau variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau

yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2016:39). Variabel

dependen dalam penelitian ini adalah:

a) Kepatuhan Wajib Pajak, sebagai variabel terikat (Y)

kepatuhan wajib pajak menurut Siti Kurnia Rahayu (2006:112)

didefinisikan sebagai wajib pajak yang taat dan memenuhi serta melaksanakan

kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan

perpajakan. Cara untuk mengukur kepatuhan wajib pajak di penelitian ini

menggunakan beberapa indikator diantaranya:

1. Kepatuhan Formal

a. Kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri

b. Kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang

c. Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan pajak

d. Kepatuhan untuk melaporkan kembali Surat Pemberitahuan

2 . Kepatuhan Material
a. Wajib pajak bersedia melaporkan informasi tentang pajak

apabila petugas membutuhkan informasi.

b. Wajib pajak bersikap kooperatif (tidak menyusahkan)

petugas pajak dalam pelaksanaan proses administrasi

perpajakan.

c. Wajib pajak berkeyakinan bahwa melaksanakan

kewajiban perpajakan merupakan tindakan sebagai

warga Negara yang baik.

Agar lebih mudah untuk mengetahui variabel penelitian yang akan digunakan,

maka penulis menjabarkannya kedalam bentuk operasionalisasi variabel yang

terdapat pada tabel 3.1 berikut:

Tabel 3.1

Tabel Operasional Variabel (X) dan Variable (Y)

Variabel Dimensi Indikator Skala data Instrument


penelitian
a. Belief
Penerapan TRA. (Theory of (keyakinan)
Inovasi Reasoned b. Attitude (sikap)
c. Normative
Teknologi Action)
Belief
(X1) (keyakinan
normatif)
d. Subjective
Norms (norma
subjektif)

a. Perciev
Ordinal Kuisioner
TAM ed Ease of Use
(Technology (Kemudahan
Acceptance Penggunaan
Model) yang
Dipersepsikan)
b. Perceived
Usefulness
(Manfaat yang
Dirasakan)
c. Behavioral
Intention to
Use.( Niat serta
Perilaku yang
Digunakan)

Pemahaman Pengetahuan a. Kewajiban


wajib pajak kepemilikan Ordinal Kuisioner
(X2) NPWP
b. Mengetahui
mengenai hak
dan kewajiban
sebagai wajib
pajak.

c.Mengetahui
mengenai sanksi
perpajakan.

Pemahaman a. Pemahaman
mengenai
PTKP,PKP dan
tarif pajak.
b. Wajib pajak
memahami
peraturan
perpajakan
melalui
sosialisasi yang
dilakukan oleh
KPP
Pendidikan Wajib pajak
formal mendapatkan
pengajaran melalui
pendidikan formal
Pendidikan non Wajib pajak
formal mendapatkan
pengajaran melalui
pendidikan non
formal
Kepatuhan Kepatuhan a. Kepatuhan wajib
wajib pajak Formal pajak dalam
(Y) mendaftarkan diri
b.Kepatuhan dalam
penghitungan dan
pembayaran pajak
terutang
c. Kepatuhan dalam
pembayaran
tunggakan pajak
d.Kepatuhan untuk
melaporkan
kembali Surat
Pemberitahuan
Kuisioner
Kepatuhan a. Wajib pajak Ordinal
Material bersedia
melaporkan
informasi tentang
pajak apabila
petugas
membutuhkan
informasi
b. Wajib pajak
bersikap
kooperatif (tidak
menyusahkan)
petugas pajak
dalam
pelaksanaan
proses
administrasi
perpajakan
c. Wajib pajak
berkeyakinan
bahwa
melaksanakan
kewajiban
perpajakan
merupakan
tindakan sebagai
warga Negara
yang baik

c.3 Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

3.3.1 Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Menurut

Sekaran (2014: 242) data primer adalah data yang diperoleh dari tangan pertama

untuk analisis berikutnya untuk menemukan solusi atau masalah yang diteliti. Data

primer diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang bertujuan untuk

mengumpulkan informasi dari wajib pajak sebagai responden dalam penelitian ini.
Sedangkan responden dari peneliti ini adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang

terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying.

3.3.2 Teknik Pengumpulan Data

Menurut (Sugiyono, 2012:187) teknik pengumpulan data dapat

dilakukan dengan cara interview (wawancara), kuesioner (angket),

observasi (pengamatan), dan gabungan ketiganya. Dalam

penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah

kuesioner. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang

dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau

pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono,

2014:193).

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian

3.4.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek

dengan kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. (Sugiyono, 2014:119) Berdasarkan

definisi populasi diatas menerangkan bahwa pada penelitian ini yang menjadi

populasi adalah seluruh Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar di Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying yaitu sebanyak 140.214 wajib pajak.

3.4.2 Sampel Penelitian


Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi

(Sugiyono, 2016:81). Dalam penelitian ini tidak seluruh anggota populasi diambil,

melainkan hanya sebagian dari populasi. Penelitian ini mengambil sampel wajib

pajak yang terdaftar di KPP Pratama Bandung Cibeunying. Untuk menentukan

ukuran sampel penelitian dari populasi tersebut dapat digunakan rumus Formula

Slovin (Ridwan dan Sunarto, 2014: 65)

a.

Dimana:
n: jumlah sampel
N: jumlah populasi
e: batas toleransi kesalahan (error tolerance)
1 : Angka konstan

Dimana populasi yang digunakan sebanyak 140.214 wajib pajak Orang

Pribadi Berdasarkan data dari KPP Pratama Cibeunying, maka jumlah

sampel untuk penelitian dengan margin of eror sebesar 10% sehingga

akan mendapatkan hasil sebagai berikut:

140.214
n = 1+ 140.214(0,1) ²

n = 99,928

n = dibulatkan menjadi 100


Berdasarkan perhitungan diatas, maka jumlah sampel yang

diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 100 orang responden


wajib pajak yang terdaftar sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP

Pratama Bandung Cibeunying.

3.5 Pengujian Instrumen Penelitian

Sebagaimana dikemukakan oleh Sugiyono (2016: 132) bahwa

instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk

mengukur fenomena alam maupun fenomena sosial yang diamati,

kemudian secara spesifik semua fenomena disebut variabel

penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuisioner yang merupakan instrumen penelitian berupa daftar

pertanyaan atau pernyataan secara tertulis yang harus dijawab

atau diisi oleh responden sesuai dengan petunjuk pengisiannya.

Instrumen penelitian digunakan untuk mengukur inovasi teknologi

yang diterapkan, Pemahaman wajib pajak yang dan kepatuhan

wajib pajak orang pribadi. Adapun dalam menguji instrumen

penelitian dalam kuesioner dilakukan pengujian sebagai berikut :

3.5.1 Uji Validitas

Uji validitas adalah suatu data yang dapat dipercaya

kebenarannya sesuai dengan kenyataan. Menurut Sugiyono (2016:

172) bahwa :

Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk


mengukur apa yang sebenarnya diukur. Data yang diperoleh
dari penelitian itu adalah data empiris (teramati) yang
mempunyai kriteria tertentu yang valid. Validitas
menunjukan derajat ketepatan antara data yang
sesungguhnya terjadi pada objek dengan data yang dapat
dikumpulkan oleh peneliti.

Berdasarkan pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa uji

validitas dilakukan untuk melihat apakah pertanyaan mewakili

keberadaan variabel yang akan diteliti atau tidak. Langkah dalam

menguji validitas dilakukan dengan menguji valid atau tidaknya

jumlah pertanyaan yang ada dalam kuisioner.

Untuk mencari nilai validitas di sebuah item kita

mnegkorelasikan skor item dengan total item-item tersebut. Jika

terdapat item yang tidak memenuhi syarat, maka item tersebut

tidak dapat diteliti lebih lanjut. Syarat tersebut menurut Sugiyono

(2016:179) yang harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Jika r ≥ 0,30 maka memenuhi persyaratan validitas.

2. Jika r < 0,30 maka tidak memenuhi persayaratan validitas.

Langkah- langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :

1) Mendefinisikan secara operasional konsep yang akan diukur

2) Melakukan uji coba skala pengukur pada sejumlah responden.

3) Menghitung korelasi antar masing-masing pertanyaan dengan

skor total menggunakan rumus teknik korelasi Product

moment.

Rumus tersebut sebagai berikut :


N ( ∑ XY ) −( ∑ X ∑ Y )
r=
2 2
√ [ N ∑ X −(∑ X ) ][ N ∑ Y −(∑ Y ) ]
2 2

Keterangan :
r = Koefisien validitas item yang dicari
x = Skor yang diperoleh dari subjek tiap item
y = Skor yang diperoleh dari subjek seluruh item
∑x = Jumlah skor dalam distribusi X
∑y = Jumlah skor dalam distribusi Y
∑x2 = Jumlah kuadrat pada masing-masing skor X
∑y2 = Jumlah kuadrat pada masing-masing skor Y
N = Jumlah responden

3.5.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah tingkat kepercayaan hasil pengeluaran

yang dilakukan untuk mengetahui derajat kepandaian ketelitian

azas keakuratan yang di tunjukan pada instrument pengukuran. Uji

reliabilitas di tunjukan untuk menguji sejauh mana suatu hasil

pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulang dua kali

atau lebih jadi reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh

mana alat ukur dapat dipercaya atau diandalkan jika alat ukur

tersebut digunakan dua kali untuk konsisten (Sofianty dan

Nurhayati, 2018: 24).

Untuk mengetahui tiap instrumen pernyataan reliabel atau

tidak, maka nilai koefisien reabilitas (Alpha) tersebut dibandingkan

dengan 0,6. Dimana jika nilai Alpha lebih besar dari 0,6 maka

instrumen tersebut dinyatakan reliabel, begitu pula sebaliknya.


Sebagaimana yang dinyatakan Mustafa Edwin Nasution dan Hardius

Usman (Sofianty&Nurhayati, 2018: 25) menyatakan :

Jika koefisien reabilitas (Alpha) mendekati 1 sangat


baik, jika berada diatas 0,8 baik, tetapi bila berada di
bawah nilai 0,6 tidak baik. Artinya, bila nilai Alpha
berada dibawah 0,6 maka dapat dikatakan bahwa
pengukuran yang dilakukan tidak konsisten atau
pengukuran kita tidak reliable.

3.6 Teknik Analisis Data

3.6.1 Skala Likert

Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan presepsi

seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian,

fenomena sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya

disebut sebagai variabel penelitian. Dengan skala likert, maka variabel yang akan di

ukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemuadian indikator tersebut dijadikan

sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrument yang dapat berupa

pernyataan atau pertanyaan (Sugiyono,2017:93).

Tabel 3.2
Skor Berdasarkan Skala Likert

Keterangan Skor
Setuju/selalu/sangat positif 5
Setuju/sering/positif 4
Ragu-ragu/kadang-kadang/netral/kurang 3
Tidak setuju/hampir tidak pernah/negative 2
Sangat tidak setuju/tidak pernah 1
(Sugiyono, 2017:94)
Berdasarkan tabel diatas, perhitungan dan pengelompokan nilai jawaban

responden untuk setiap pertanyaan pada variabel penerapan inovasi teknologi,

pemahaman wajib pajak dan Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi adalah sebagai

berikut:

Peneliti menganalisis, mengukur, dan menunjukkan

seberapa besar tingkat kekuatan setiap variabel yang sedang

diteliti sesuai dengan instrument yang digunakan. Hasil untuk

menentukan skor dapat dilakukan dengan menghitung nilai

terendah dan tertinggi untuk setiap variabel dengan 7 pertanyaan.

Nilai tertinggi dikalikan 5 dan nilai terendah dikalikan 1, sehingga

nilai tertinggi 7 x 100 x 5 = 3500 dan nilai terendah 7 x 100 x 1 =

700. Lalu kelas kelas interval sebesar (3500-700)/5 = 560. Maka

penulis menentukan kriteria sebagai berikut :

Tabel 3.3
Kriteria Kelas Interval Variabel (Y)

Interval Kriteria

2940-3500 Sangat Baik

2380-2939 Baik

1820-2379 Cukup

1260-1819 Kurang Baik

700-1259 Sangat Kurang Baik


Tabel Pengelompokan Nilai Jawaban Responden SetiapVariabel
3.7 Rancangan Pengujian Hipotesis

3.7.1 Trasformasi data ordinal menjadi data interval dengan Method of

Successive Interval (MSI)

Cara meningkatkan skala ukur ordinal menjadi tingkat interval adalah dengan

menggunakan Method of Successive Interval (MSI), yaitu suatu metode untuk

mentransformasikan dari skala ordinal menjadi data berskala interval. Prosedur kerja

yang harus dilakukan untuk merubah data dengan skala ordinal menjadi skala interval

adalah sebagai berikut (Harun Al Rasyid, 1994: 131) :

1. Hitung frekuensi setiap skor (1 sampai dengan 5)

2. Tentukan proporsi dengan membagi setiap bilangan (frekuensi) f dengan n

3. Tentukan proporsi komulatif dengan menjumlahkan proporsi secara

berurutan untuk setiap respon.

4. Proporsi komulatif dianggap mengikuti distribusi normal baku,

selanjutnya hitunglah nilai z berdasarkan proporsi komulatif di atas.

5. Dari nilai z yang diketahui tersebut tentukan densitynya (dalam hal ini

hitung ordinat dari sebaran normal z).

6. Hitung scale value (nilai interval rata-rata) untuk setiap pilihan jawaban:

( Density at Lower Limit )−(Density at Upper Limit )


Method of Interval=
( AreaUnder Upper Limit )−( Area Under Lower Lmit )

Keterangan:
Density at lower limit : Kepadatan batas bawah
Density at upper limit : Kepadatan batas atas
Area under upper limit : Daerah dibawah batas atas
Area under lower limit : Daerah dibawah batas bawah
7. Hitung score (nilai hasil transformasi) untuk setiap pilihan jawaban

melalui rumus berikut :

Y =NS+ [ NS minimum+1 ]

3.7.2 Analisis Regresi Berganda

Data ini diolah dengan menggunakan analisis regresi linier berganda untuk

mengetahui seberapa besar pengaruh kualitas pelayanan pajak (X1) dan

pengetahuan wajib pajak (X2) terhadap kepatuhan wajib pajak (Y) sehingga

hubungan antara beberapa variabel tersebut dapat diwujudkan dalam suatu model

sistematis. Analisis regresi adalah suatu metode sederhana untuk melakukan

investigasi tentang hubungan fungsional di antara beberapa variabel

(Nawari,2010:1). Berikut ini adalah rumus untuk mencari koefisien regresi

berganda:

Y =α +b 1 x 1+ b2 x2 +e

Dimana:
Y: Kepatuhan Wajib Pajak (Variabel Dependen)
X1: Penerapan Inovasi Teknologi (Variabel Independen)
X2: Pemahaman Wajib Pajak (Variabel Independen)
α : Konstanta B1&B2 : Koefisien regresi
e : Error

3.7.3 Uji Asumsi Klasik

Model regresi linear berganda dapat disebut sebagai model yang baik jika

memenuhi asumsi klasik. Oleh karena itu, uji asumsi klasik sangat diperlukan
sebelum melakukan analisis regresi berganda. Uji asumsi klasik terdiri atas uji

normalitas, uji multikolinearitas, uji heterokedastisitas, dan uji autokorelasi.

(Diamonalisa dan Nunung, 2018:36)

3.7.3.1 Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah dalam model regresi

variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Dalam uji Tdan F

diasumsikan bahwa residual mengikuti distribusi normal. Untuk mengetahui bahwa

residual terdistribusi secara normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji

statistik (Santoso,2016:173). Pengambilan keputusan distribusi data menurut

Ghozali (2011) adalah sebagai berikut:

1. Jika nilai Asymp. Sig (2-tailed) < 0,05 maka Ho ditolak. Dapat disimpulkan

bahwa data residual terdistribusi tidak normal.

2. Jika nilai Asymp. Sig (2-tailed) ≥ 0,05 maka Ho diterima. Dapat disimpulkan

bahwa data residual terdistribusi normal.

3.7.3.2 Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen) (Santoso,2016:174).

Menurut (Nurhayati dkk,2017:45) untuk mendeteksi multikolinearitas adalah

sebagai berikut:

1. Jika nilai Variance Inflation Faktor (VIF) ≤ 10 dan nilai Tolerance ≥ 0,10,

maka tidak terjadi multikolinearitas.

2. Jika nilai Variance Inflation Faktor (VIF) > 10 dan nilai Tolerance < 0,10,

maka terjadi multikolinearitas


3.7.3.3 Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya

penyimpangan asumsi klasik heteroskedastisitas yaitu adanya ketidaksamaan varian

dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Metode ini yaitu dengan

cara grafik scatterplots anatara standardized predicted value (ZPRED) dengan

student residual (SRESID). Ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot

antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi dan

sumbu X adalah residual (Y prediksi-Y sesungguhnya).

Dasar pengambilan keputusan yaitu:

1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk sesuatu pola

tertentu yang teratur terjadi heteroskedastisitas

2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah

angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas

(Santoso,2016:175)

3.7.4 Pengujian Hipotesis

3.7.4.1 Uji F

Uji F digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara

simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Derajat kepercayaan

yang digunakan adalah 0,05 (Mulyono, 2018:113). Maka kriteria pengujian:

a. Apabila nilai signifikan F > 0.05, maka H0 diterima, artinya variabel

independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen


b. Apabila nilai signifikan F ≤ 0,05 maka H0 ditolak. Artinya terdapat

pengaruh yang signifikan antara semua variabel independen terhadap

variabel dependen.

3.7.4.2 Uji t

Menurut Mulyono (2018:113), uji t digunakan untuk mengetahui apakah variabel-

variabel independen secara parsial berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel

dependen. Derajat signifikansi yang digunakan adalah 0,05. Kriteria pengujinya

adalah :

a. Jika tingkat signifikan > 0.05 , maka dapat disimpulkan bahwa H0

diterima, sebaliknya Ha ditolak.

b. Jika tingkat signifikan ≤ 0,05 , maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak,

sebaliknya Ha diterima.

3.7.5 Koefisien Determinasi

Koefisien determinan bertujuan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan

model dapat menjelaskan variasi variabel dependen.Pada pengujian hipotesis

pertama koefisien determinan dilihat dari besarnya nilai (Adjusted R2) untuk

mengetahui seberapa jauh variabel yaitu Penerapan inovasi teknologi dan

pemahaman wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak. Nilai (Adjusted R2)

mempunyai interval antara 0 dan 2. Jika nilai Adjusted bernilai besar (mendeteksi 1)

berarti variabel bebas dapat memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan

untuk memprediksi variabel dependen. Sedangkan jika Adjusted bernilai kecil

berarti kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan variable dependen sangat

terbatas. Secara umum koefisien determinan untuk data siang (crossection) relative
rendah karena adanya variasi yang besar antara masing masing pengamatan,

sedangkan untuk data runtun waktu (time series) biasanya mempunyai nilai

koefisien determinan yang tinggi (Ghozali, 2013:97).

Menurut Ghozali (2013:97) koefisien determinasi ini dinyatakan dalam

persentase dengan rumus sebagai berikut:

Kd = R2× 100%

Keterangan:

Kd = Koefisien Determinasi

R = Koefisien korelasi

Anda mungkin juga menyukai