Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH K3 (KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA)

PENYAKIT AKIBAT KECELAKAAN KERJA

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4 / KELAS 3A

ANGGOTA KELOMPOK

NUR ADITYA RAMDANI 1130018003


VINA DWI AYUNDA SARI 1130018046
MU’ALATUL HASANAH 1130018049
HOTIJAH 1130018058
MUSARROFAH 1130018061
ICHLASUL AMALIA 1130018099
BINTI NUR KHOLIFAH 1130018101

FASILITATOR :
FRISKA AYU, S. KM., M. KKK

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2019
MAKALAH K3 (KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA)
PENYAKIT AKIBAT KECELAKAAN KERJA

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4 / KELAS 3A

ANGGOTA KELOMPOK

NUR ADITYA RAMDANI 1130018003


VINA DWI AYUNDA SARI 1130018046
MU’ALATUL HASANAH 1130018049
HOTIJAH 1130018058
MUSARROFAH 1130018061
ICHLASUL AMALIA 1130018099
BINTI NUR KHOLIFAH 1130018101

FASILITATOR :
FRISKA AYU, S. KM., M. KKK

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2019

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Keperawatan Medikal
Bedah yangberjudul “Penyakit Akibat Kecelakaan Kerja”dapat selesai seperti
waktu yang telah direncanakan. Tersusunnya makalah ini tentunya tidak lepas dari
peran berbagai pihak yang memberikan bantuan secara materil dan spiritual, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itupenulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Fasilitator mata kuliah Keselamatan dan Kesehatan Kerja yaitu Friska
Ayu, S. KM., M. KKK.
2. Orang tua yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada kami
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
3. Teman-teman yang telah membantu dan memberikan dorongan semangat
agar makalah ini dapat kami selesaikan.
Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang membalas budi
baik yang tulus dan ikhlas kepada semua pihak yang kami sebutkan di atas. Tak
ada gading yang tak retak, untuk itu kami pun menyadari bahwa makalah yang
telah kami susun dan kami kemas masih memiliki banyak kelemahan serta
kekeliruan baik dari segi teknis maupun non-teknis. Untuk itu penulis membuka
pintu selebar-lebarya kepada semua pihak agar dapat memberikan saran dan kritik
yang membangun demi penyempurnaan penulisan-penulisan mendatang, dan
apabila di dalam makalah ini terdapat hal-hal yang dianggap tidak berkenan dihati
pembaca mohon dimaafkan.

Surabaya,26 Nopember 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER................................................................................................................i
KATA PENGANTAR........................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2
1.3 Tujuan.............................................................................................................2
BAB 2TINJAUAN TEORI................................................................................4
2.1 Definisi Penyakit Akibat Kerja......................................................................4
2.2 Penyebab Penyakit Akibat Kerja...................................................................4
2.3 Faktor Penyebab Penyakit Akibat Kerja........................................................5
2.4 Macam-macam Penyakit Akibat Kerja..........................................................6
2.5 Macam-macam Penyakit Akibat Kerja di RS...............................................10
2.6 Diagnosa Penyakit Akibat Kerja...................................................................14
2.7 Pencegahan Penyakit Akibat Kerja...............................................................16
BAB 3 PENUTUP..............................................................................................27
3.1 Kesimpulan....................................................................................................27
3.2 Saran..............................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................28

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pelaksanaan Keselamatan dan KesehatanKerja (K3) adalah salah satu
bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari
lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan bebas dari kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efesiensi dan
produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa
maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat
mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang
pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas. Kesehatan dan
keselamatan kerja (K3) merupakan suatu upaya perlindungan kepada Tenaga
Kerja dan orang lain yang memasuki tempat kerja terhadap bahaya dari akibat
kecelakaan kerja. Tujuan K3 adalah mencegah, mengurangi, bahkan
meninggalkan resiko penyakit dan kecelakaan akibat kerja (KAK) serta
meningkatkan derajat kesehatan para perawat sehingga produktivitas kerja
meningkat (Tarwaka, 2008 didalam buku Manajemen Sumber Daya Manusia).
Rumah Sakit sebagai tempat kerja juga mempunyai resiko bahaya
kesehatan dan keselamatan kerja. Fasilita pelayanan kesehatan khususnya
rumah sakit telah diidentifikasi sebagai sebuah lingkungan di mana terdapat
aktivitas yang berkaitan dengan ergonomi antara lain mengangkat,
mendorong, menarik, membawa benda, dan dalam hal penanganan pasien.
Petugas kesehatan, terutama yang bertanggung jawab untuk perawatan pasien,
memiliki potensi bahaya lebih rentan yang dapat menyebabkan gangguan
musculoskeletal dibandingkan berbagai bidang lainnya. Dari hasil penelitian
di sarana kesehatan rumah sakit, sekitar 15005 tenaga kerja wanita di rumah
sakit Paris mengalami gangguan muskuloskeletal 16% dimana 4 7% dari
gangguan tersebut berupa nyeri di daerah tulang punggung dan pinggang
(OSHA 2013, dalam buku Geotoksikologi).
Penyakit akibat kerja (PAK) dan kecelakaan kerja (KK) di kalangan
petugas kesehatan dan non kesehatan di Indonesia belum terekam dengan
baik. Sebagai factor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran

1
pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak
pekerja yang meremehkan resiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat
pengaman walaupun sudah tersedia. Setiap orang membutuhkan pekerjaan
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam bekerja keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat penting untuk
diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam
kerjaakan berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu
tempat kerja yang mempunyai risiko tinggi bahaya kesehatan dan keselamatan
kerja adalah rumahsakit (Depkes RI 2006 dalam buku Keperawatan Kesehatan
Komunitas ).
Dalam UU Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan dinyatakan bahwa
upaya kesehatan dan keselamatan kerja (K3) harus diselenggarakan di semua
tempat kerja khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya
kesehatan, mudah terkena penyakit atau mempunyai karyawan yang paling
sedikit 10 orang. Dalam peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor
PER.05/MEN/1996 tentang system manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja telah diatur khusus pelaksanaan K3 dalam suatu sistem yang disebut
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Kemudian
pada pasal 3 Permenaker tersebut dinyatakan bahwa setiap perusahaan yang
mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 100 orang atau lebih dan mengandung
potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan
produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja,
peledakan, kebakaran dan pencemaran wajib menerapkan SMK3 (Hartoyo,
2015).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah definisi penyakit akibat kerja ?
2. Apa penyebab penyakit akibat kerja ?
3. Apa saja faktor-faktor penyebab penyakit akibat kerja ?
4. Apa saja macam-macam penyakit akibat kerja ?
5. Bagaimana diagnosa penyakit akibat kerja ?
6. Bagaimana pencegahan penyakit akibat kerja ?

2
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami definisi penyakit akibat kerja
2. Mahasiswa mampu memahami penyebab penyakit akibat kerja
3. Mahasiswa mampu memahami faktor-faktor penyebab penyakit akibat
kerja
4. Mahasiswa mampu memahami macam-macam penyakit akibat kerja
5. Mahasiswa mampu memahami diagnosa penyakit akibat kerja
6. Mahasiswa mampu memahami pencegahan penyakit akibat kerja
1.4

3
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Penyakit Akibat Kerja


Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang timbul akibat pengaruh
lingkungan kerja atau yang berhubungan dengan pekerjaan. Timbul karena
pekerja terpapar berbagai bahan berbahaya di tempat kerja atau hasil buangan
industri dan berpengaruh langsung atau tidak langsung kepada pekerja atau
keluarga pekerja di rumah (Djatmiko, 2016).
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan,
alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian,
penyakit akibat kerja merupakan penyakit yang artifisual atau man made
disease. Sejalan dengan hal tersebut pendapat lain yang menyatakan bahwa
penyakit akibat kerja ialah gangguan kesehatan baik jasmani atau rohani yang
ditimbulkan ataupun diperparah karena aktivitas kerja atau kondisi yang
berhubungan dengan pekerjaan.(Habbie, 2013 dalam buku Promosi
Kesehatan Kerja)
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan,
alat kerja, bahan, proses, maupun lingkungan kerja. Penyakit akibat kerja
menurut KEPPRES RI No.22 tahun 1993 adalah penyakit yang disebabkan
pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit akibat kerja terjadi sebagai pajanan
factor fisik, kimia, biologi, ataupun psikologi di tempat kerja.(Habbie, 2013
dalam buku Promosi Kesehatan Kerja).
2.2 Penyebab Penyakit Akibat Kerja
Tedapat beberapa penyebab PAK yang umu terjadi di tempat kerja,
berikut beberapa jenisnya yang digolongkan berdasarkan penyebab dari
penyakit yang ada di tempat kerja
1. Golongan fisik: bising, radiasi, suhu ekstrim, tekanan udara, vibrasi,
penerangan.
2. Golongan kimiawi: semua bahan kimia dalam bentuk debu (yang
menyebabkan pnemokoniosis), uap (menyebabkan metal fume fever
dermatis, atau keracunan), gas (keracunan CO3H2S),

4
larutan(menyeabkan dermatitis), awan atau kabut (racun serangga,
racun jamur dll) (Djatmiko, 2016).
3. Golongan biologik atau infeksi: bakteri, virus, jamur, dll.
4. Golongan fisiologik/ergonomik:disebabkan oleh kesalahan-
kesalahan kontruksi mesin, desain tempat kerja, beban kerja, sikap
badan kurang baik yang menimbulkan kelelahan fisik.
5. Golongan mental-psikososial: stres psikis dan depresi, monotomi
kerja, tuntutan pekerjaan, dll (Anies, 2010).
2.3 Faktor- Faktor Penyebab Penyakit Akibat Kerja
1. Faktor Fisik
a. Suara tinggi atau bising dapat menyebabkan pekak atau ketulian
b. Temperature atau suhu tinggi dapat menyebabkan Hyperpireksi,
Miliaria, Heat Cramp, Heat Exhaustion, Heat Stroke
c. Radiasi. Radiasi dapat berupa radiasi pengion dan radiasi non pengion.
Radiasi pengion, misalnya berasal dari bahan-bahan radioaktif yang
menyebabkan antara lain penyakit sistem darah dan kulit, sedangkan
radiasi non pingion, misalnya, radiasi elektromagnetik yang berasal
dari peralatan yang menggunakan listrik. Radiasi sinar elektromagnetik
infra merah dapat menyebabkan katarak pada lensa mata sedangkan
sinar ultraviolet menjadi sebab konjungtivitis photo elektrica.
d. Radio aktif/alfa/beta/gama/X dapat menyebabkan gangguan terhadat
sel tubuh manusia.
e. Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan heat stroke heat cramps atau
hyperpyrexia, sedangkan suhu-suhu yang rendah, antara lain
menimbulkan frosbite.
f. Tekanan udara tinggi menyebabkan Coison Disease.
g. Getaran menyebabkan Reynaud’s Desiase, ganguan metabolisme,
Polineurutis.
h. Penerangan lampu yang kurang baik, misalnya menyebabkan kelainan
kepada indra penglihatan atau kesilauan yang mudahkan terjadinya
kecelakaan (Anies, 2010).

5
2. Faktor Kimia
Asal: bahan baku, bahan tambahan, hasil sementara, hasil
samping(produk), sisa produksi atau bahan buangan. Bentuk: zat padat,
cair, gas, uap maupun partikel. Cara masuk tubuh dapat melalui saluran
pernafasan, saluran pencerrnaan, kulit dan mukosa. Masuknya dapat secara
akut dan secara kronis. Efek terhadap tubuh: iritasi, alergi, korosif,
asphyxia, keracunan sistematik, kanker, kerusakan kelainan janin.
3. Faktor Biologi
a. Viral Desiases: rabies, hepatitis
b. Fungal Desiases: Anthrax, Leptospirosis, Brucellosis, TBC, Tetanus
c. Parasitic Desiases: Ancylostomiasis, Schistosomiasis
4. Faktor Ergonomi/Fisiologi
Akibat cara kerja , posisi kerja, alat kerja, lkingkungan kerja yang
salah, dan kontruksi yang salah. Efek terhadap tubuh: kelelahan fisik,
nyeri otot, deformirtas tulang, perubahan bentuk, dislokasi, dan kecelakaan
5. Faktor Psikologi
Akibat organisasi kerja (type kepemimpinan, hubungan kerja
komunikasi, keqmanan), type kwerja (monoton, berulang-ulang, kerja
berlebihan, kerja kurang, kerja shif, dan terpencil). Manifestasinya berupa
stress (Hartoyo, 2015).
2.4 Macam-macam Penyakit Akibat Kerja
Penyakit akibat kerja banyak macamnya, namun disini kami akan
membahas beberapa macam penyakit akibat kerja yang banyak dialami oleh
pekerja antara lain :
1. Pneumokoniosis disebabkan oleh debu mineral pembentukan
jaringan parut (Silikosis, antrakosilikosis, asbestosis). Gejala
penyakit ini berupa sakit paru-paru namun berbeda dengan penyakit
TBC paru.

6
2. Silikosis adalah penyakit yang paling penting dari golongan
penyakit Pneumokonioses. Penyebabnya adalah silika bebas (SiO 2)
yang terdapat dalam debu dihirup waktu bernpas dan ditimbun
dalam paru-paru dengan masa inkubasi 2-4 tahun. Pekerja yang
sering terkena penyakit ini umumnya yang bekerja di perusahaan
yang menghasikan batu-batu untuk bangunan seperti granit,
keramik, tambang tiah putih, tambang besi, tambang batu bara, dan
lain-lain. gejala penyakit ini dapat dibedakan pada tingkat ringan
sedang dan berat. Pada tingkat ringan ditandai dengan batuk kering,
pengembangan paru-paru. Pada lansia didapat hyper resonansi
karena emphysema pada tingkat sedang terjadi sesak napas tidak
jarang bronchial, ronchi terdapat basis paru-paru. Pada tingkat berat
terjadi sesak napas mengakibatkan cacat total, hypertofi jantung
kanan, kegagalan jantung kanan.

3. Anthrakosilikosis ialah pneumokomiosis yang disebabkan oleh


silika bebas bersama debu arang batu penyakit ini mungkin
ditemukan pada tambang batu bara atau karyawan industri yang
menggunakan bahan batu bara jenis lain gejala penyakit ini berupa
sesak nafas, bronchitis chronis batuk dengan dahak hitam
(Melanophtys).

7
4. Asbebstosis adalah jenis pneumokoniosis yang disebabkan oleh
debu asbes dengan masa latennya 10-20 tahun. Asbes adalah
campuran berbagai silikat pekerja yang umumnya terkenal penyakit
ini adalah pengelola asbes, penenunan, pemintalan asbes dan
reparasi tekstil yang terbuat dari asbes. Gejala yang timbul berupa
sesak nafas, batuk berdahak dengan brhonchi dibasis paru, cyanosis
terlihat bibir biru. Gambar radiologi menunjukkan adanya titik-titik
halus yang disebut ground dlass appearanc, batas jantung dengan
diafragma tidak jelas seperti ada duri duri landak sekitar jantung
(Percupine hearth), jika sudah lama terlihat penumpukan kapur pada
jaringan ikat.

5. Berryliosis, penyebabnya adalah debu yang mengandung


Berrylium, terdapat pada pekerja pembuat aliasi berrylium tembaga,
pada pembuatan tabung radio, pembuatan tabung Fluorescen
pengguna sebagai tenaga atom.

6. Byssinosis disebabkan oleh debu kapas atau sejenisnya dikenal


dengan : Monday Morning Syndroma atau Monday Fightnes
sebagai gejala timbul setelah hari kerja sesudah libur, terasa demam,

8
lemah badan, sesak nafas, batuk-batuk, Vital Capacity jelas
menurun setelah 5-10 tahun bekerja dengan debu.

7. Stannosis penyebab debu bijih timah putih (SnO).Siderosis


disebabkan oleh debu yang mengandung (Fe2O2).
8. Penyakit paru dan saluran pernapasan (bronkhopulmoner) yang
disebabkan oleh debu kapas, vlas, henep dan sisal (bissinosis).
9. Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan
zat perangsang yang dikenal berada dalam proses pekerjaan.

10. Penyakit yang disebabkan oleh berilium, kadmium, fosfor, krom,


mangan, arsen, raksa, timbal, fluor dan karbon disulfida atau
persenyawaan yang beracun.
11. Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaan
hidrokarbon alifatik atau aromatik yang beracun.
12. Penyakit yang disebabkan oleh benzena, derivat nitro dan amina
atau homolog yang lainnya.
13. Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol atau keton.
14. Penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia atau
keracunan seperti karbon monoksida, hidrogensianida, hidrogen
sulfida, amoniak seng, nikel atau bahan yang lainnya.

9
15. Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan.
16. Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan-kelainan
otot, urat, tulang persendian, pembuluh darah tepi atau syaraf tepi).
17. Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektro dan suhu tinggi atau
rendah.
18. Penyakit kulit (dermatoses) yang disebabkan oleh penyebab fisik,
kimiawi atau biologik. Bisa mengakibatkan kanker kulit.

19. Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh esbes.


20. Penyakit yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit yang
didapat dalam suatu pekerjaan yang memiliki risiko kontaminasi
khusus.
(Djatmiko, 2016).
2.5 Macam-macam Penyakit Akibat Kerja di Rumah Sakit
1. Faktor Fisik
a. Kebisingan dapat mengakibatkan gangguan pada pendengaran sampai
dengan Non-induced hearing loss
b. Radiasi (sinar radio aktif) dapat mengakibatkan kelainan darah dan
kulit
c. Suhu udara yang tinggi dapat mengakibatkan heat stroke, heat cramps,
atau hyperpyrexia. Sedangkan suhu udara yang rendah dapat
mengakibatkan frostbite, trenchfoot atau hypothermia.
d. Tekanan udara yang tinggi dapat mengakibatkan caison disease
e. Pencahayaan yang tidak cukup dapat mengakibatkan kelahan mata.
Pencahayaan yang tinggi dapat mengakibatkan timbulnya kecelakaan.

10
f. Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkopulmoner) yang
disebabkan
oleh debu logam keras.
Salah satu dari bahaya fisik yaitu bahaya gravitasi :
Lokasi : Area dengan level ketinggian lantai yang berbeda atau lantai yang
licin.
Pekerja yang paling beresiko : Cleaning service, perawat, pasien.
Penyebab kepada Perawat :
a. Lantai licin yang tidak ada tandanya
b. Cara yang salah ketika menurunkan dan menaikkan pasien
menggunakan kursi roda,tandu dll.
c. Tidak adanya pegangan didaerah yang rawan terpeleset seperti :
kamar mandi, tangga dan jalan yang menurun.
Untuk penyebab diatas dapat menimbulkan fraktur, gegar otak, dan
memar.
2. Faktor Kimia
a. Debu dapat mengakibatkan pneumokoniosis
b. Uap dapat mengakibatkan metal fume fever, dermatitis dan
keracunan
c. Gas dapat mengakibatkan keracunan CO dan H2S
d. Larutan dapat mengakibatkan dermatitis
e. Insektisida dapat mengakibatkan keracunan
Salah satu dari bahaya kimia yaitu ethylene oxide :
Lokasi : Kamar Operasi
Pekerja yang paling beresiko : Dokter dan Perawat
ethylene oxide memiliki 2 macam sifat yaitu gas tidak berwarna dan cair.
Dalam dunia medis ethylene oxide biasanya digunakan untuk sterilisasi
perawatan kedokteran (peralatan operasi).
Efek terhadap tubuh :
a. Terhirup : paparan yang berlebihan dapat menyebabkan iritasi pada
mata, hidung, tenggorokan dan saluran pernapasan. Efek terhadap

11
saraf pusat, pusing,kejang dan koma. Efek pada darah kerusakan
pada paru edema paru dan kanker
b. Tertelan : dapat terjadi keracunan saraf dan penurunan tingkat
kesuburan.
c. Kontak dengan kulit : menyebabkan respon alergi fan kulit
melepuh
3. Faktor Biologi
Penyakit akibat faktor biologi biasnya disebabkan oleh makhluk
hidup sehingga menyebabkan gangguan kesehatan. Potensi bahaya yang
menyebabkan reaksi alergi atau iritasi akibat bahan bahan biologis seperti
debu kapas, dedaunan, bulu, virus, bakteri dan sebagaiannya.
a. Kontak dengan individu yang terinfeksi, sekresi, ekskresi atau
jaringan tubuh manusia, seperti Hepatitis, AIDS, TBC, Flu burung,
Flu babi, demam berdarah, antrakx
b. Akibat penularan dari binatang yang menginfeksi manusia secara
langsung atau kontak dengan sekresi, eksresi, jaringan tubuh
binatang yang terinfeksi atau via vektor.
c. Akibat polusi udara yang mengandung mikroorganisme yang
menimbulkan penyakit seperti:
1) Inhalation Fever, akibat paparan udara berat
2) Alergi akibat polusi udara: asma pnemonitis hipersensivitas.
Salah satu dari bahaya biologi yaitu hepatitis :
Lokasi : IGD, kamar operasi, ruang pemeriksaan gigi, laboratorium.
Pekerja yang paling beresiko : Dokter, perawat, dokter gigi, petugas
laboratorium.
Penyebab dan Penularannya kepada Perawat :
a. Kontak langsung dengan px tanpa menggunakan APD
b. Lalai nya seorang petugas kesehatan yang tertusuk saat menutup
jarum suntik setelah digunakan kepada px yang terkena hepatitis.
c. Kelalaian seorang perawat ketika melakukan bed making tanpa
menggunakan APD.

12
Untuk orang yang terkena penularan diatas dapat dicurigai orang tersebut
terkena hepatitis B dan C
Waktu inkubasi virus hepatitis kisaran 2-6 minggu. Gejala biasanya mual,
muntah- muntah, mencret, kulit kuning, demam, urine berwarna gelap dan
nyeri abdomen. Penderita akan kambuh kembali setelah 6 bulan pertama.
4. Faktor Ergonomi/fisiologi
Resiko ini banyak terjadi pada pekerjaan angkat dan angkut baik
pasien maupun barang
Salah satu dari bahaya Ergonomi/Fisiologi yaitu postur yang salah dalam
melakukan pekerjaan :
Lokasi : kantor/administrasi di RS
Orang yang melakukan pekerjaan yang sama secara berulang ulang contoh
nya duduk dengan posisi yang tidak baik dapat menimbulkan penyakit
kelainan tulang dan sendi seperti :
a. Osteoporosis
b. Rakitis
c. Skoliosis
d. Kifosis
e. Lordosis
Penyakit tersebut terjadi apabila dilakukan secra berulang-ulang dan dalam
jangka waktu yang lama.
5. Faktor Psikologi
a. Insomnia, gejala penyakit insomnia tersebut adalah penderita
mengalami kesulitan untuk tidur atau sering terjaga di malam hari
dan sepanjang hari merasakan kelelahan.
b. Psikosomatis, penyakit ini muncul sebagai akibat dari kondisi
emosional seperti marah, depresi dan rasa bersalah.
c. Somatis Disease, gangguan somatoform spesifik yang ditandai oleh
banyak keluhan fisik atau gejala somatik yang banyak mengenai
sistem organ.
Salah satu dari bahaya psikologis yaitu beban kerja :
Lokasi : Semua ruangan di Rumah Sakit

13
Pekerja yang paling beresiko : Perawat
Beban kerja adalah suatu kondisi yang membebani tenaga kerja, baik
secara fisik maupun non fisik dalam menyelesaikan pekerja. Beban kerja
perawat juga perlu diperhatikan. Beban kerja dapat mempengaruhi kinerja
tenaga perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan.
Biasanya akan menyebabkan stress berat pada perawat dan akan
menimbulkan gangguan rasa nyaman pada perawat itu sendiri atau
dilampiaskan kepada sesama perawat dan tim medis lainnya.
2.6 Diagnosis Penyakit Akibat Kerja
Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu perlu
dilakukan suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang
diperlukan dan menginterpretasinya secara tepat.
Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7 langkah yang dapat
digunakan sebagai pedoman:
1. Tentukan Diagnosis klinisnya
Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu, dengan
memanfaatkan fasilitas-fasilitas penunjang yang ada, seperti
umumnya dilakukan untuk mendiagnosis suatu penyakit. Setelah
diagnosis klinik ditegakkan baru dapat dipikirkan lebih lanjut apakah
penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan atau tidak.
2. Tentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini
Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang
tenaga kerja adalah esensial untuk dapat menghubungkan suatu
penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan anamnesis
mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang
mencakup:
a. Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh
penderita secara khronologis
b. Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan
c. Bahan yang diproduksi
d. Materi (bahan baku) yang digunakan
e. Jumlah pajanannya

14
f. Pemakaian alat perlindungan diri (masker)
g. Pola waktu terjadinya gejala
h. Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang
mengalami gejala serupa)
i. Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang
digunakan (MSDS, label, dan sebagainya)
3. Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan
penyakit tersebut
Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang
mendukung pendapat bahwa pajanan yang dialami menyebabkan
penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak ditemukan
adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka
tidak dapat ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam
kepustakaan ada yang mendukung,
4. Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk
dapat mengakibatkan penyakit tersebut.
Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan
pajanan tertentu, maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja
menjadi penting untuk diteliti lebih lanjut dan membandingkannya
dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan diagnosis
penyakit akibat kerja.
5. Tentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat
mempengaruhi
Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat
pekerjaannya, yang dapat mengubah keadaan pajanannya, misalnya
penggunaan APD, riwayat adanya pajanan serupa sebelumnya
sehingga risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat
kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih
rentan/lebih sensitif terhadap pajanan yang dialami.
6. Cari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab
penyakit

15
Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab
penyakit? Apakah penderita mengalami pajanan lain yang diketahui
dapat merupakan penyebab penyakit. Meskipun demikian, adanya
penyebab lain tidak selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan
penyebab di tempat kerja.
7. Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh
pekerjaannya
Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat
suatu keputusan berdasarkan informasi yang telah didapat yang
memiliki dasar ilmiah. Seperti telah disebutkan sebelumnya, tidak
selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit,
kadang-kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang
telah ada sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan pada waktu
menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai
penyebab suatu penyakit apabila tanpa melakukan pekerjaan atau
tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan menderita penyakit
tersebut pada saat ini.
Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila
penyakit telah ada atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung
pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/pajanannya memperberat/mempercepat
timbulnya penyakit.
Dari uraian di atas dapat dimengerti bahwa untuk menegakkan
diagnosis Penyakit Akibat Kerja diperlukan pengetahuan yang spesifik,
tersedianya berbagai informasi yang didapatbaik dari pemeriksaan klinis
pasien, pemeriksaan lingkungan di tempat kerja (bila memungkinkan) dan
data epidemiologis.
2.7 Pencegahan Penyakit Akibat Kerja
Untuk meminimalisasikan terjadinya penyakit akibat kerja dalam dunia
dapat dilakukan beberapa cara. Inilah beberapa tips dalam mencegah penyakit
kerja, diantaranya:
1. Pakailah alat pelindung diri secara benar dan teratur, misalnya masker,
kaca mata, sarung tangan, sepatu, topi, pakaian kerja, dll.

16
2. Kenali resiko pekerjaan dan cegah supayah tidak terjadi lebih lanjut.
3. Segara akses tempat kesehatan terdekat apabila terjadi luka yng
berkelanjutan.
4. Pendidikan tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja kepada pekerja
sesuai kontinue, agar pekerja tetap waspada dalam menjalankan
tugasnya.
5. Mengetahui substansi, ventilasi dan isolasi yang tepat pada saat bekerja
atau ruangan yang dipakai bekerja (Djatmiko, 2016).
Selain itu terdapat pula beberapa pencegahan lain yang dapat ditempuh
agar bekerja bukan menjadi lahan untuk menuai penyakit.:
a. Pencegahan primer
1) Perilaku kesehatan
Perilaku adalah merupakan factor terbesar ke dua setelah
lingkungan yang mempenganruhi kesehatan individu, kelompok,
atau masyarakat. Oleh sebab itu dalam rangka membina dan
meningkatkan kesehatan masyarakat, maka intervensi atau upaya
yang ditunjukkan kepada factor perilaku ini sangat strategis.
Intervensi terhadap factor perilaku dapat dilakukan melalui dua
upaya, yang saling bertentangan, dan masing-masing upaya
tersebut ada kelebihan dan kekurangannya.
a) Tekanan (enforcement) Adalah upaya agar masyarakat merubah
perilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan dengan cara-cara
tekanan, paksaan atau koersi (coertion). Upaya enforcemen ini
bisa dalam bentuk undang-undang atau peraturan-peraturan,
instruksi, tekanan, sanksi dan sebagainya. Pendekatan atau

17
carainibiasanya dampaknya terhadap perubahan perilaku lebih
cepat. Tetapi pada umumnya perubahan atau perilaku baru ini
tidak lama (sutainable) karena perubahan perilaku yang
dihasilkandengan cara ini tidak didasari oleh pengertian dan
kesadaran yang tinggi terhadap tujuan atau untuk apa perilaku
tersebut dilaksanakan
b) Edukasi (education)Adalah upaya agar masyarakat berperilaku
atau mengadopsi perilaku kesehatan dengan cara persuasi,
bujukan, himbauan, ajakan, memberikaninformasi, memberikan
kesadaran dan sebagainya, melalui kegiatan yang disebut
pendidikan atau penyuluhan kesehatan. Memang dengan cara
inidampaknya terhadap perubahan perilaku masyarakat akan
berlangsung lama (long lasting), dibandingkan dengan cara
koersi. Namun demikiannbila perilaku tersebut berhasil
diadopsi masyarakat, maka akan langgeng bahkan selama hidup
dapat dilakukan.
2) Faktor Bahaya di Tempat Kerja
Secara umum terdapat 5 faktor bahaya ditempat kerja, antara lain:
a) Faktor bahaya biologis Seperti: Jamur, Virus, Bakteri,
Tanaman, Dan Binatang
b) Faktor Bahaya Kimia Seperti : Bahan
material/cairan/gas/debu, Beracun, Reaktif, Mudah Meledak
c) Faktor bahaya fisik dan Mekanik seperti :Ketinggihan.
Konstruksi, ruangan terbatas, tekanan, bisingan, suhu,
cahaya, listrik, getaran dan radiasi
d) Faktor bahaya Biomekanik seperti: Gerakan berulang, posisi
kerja, pengangkutan manual, desain tempat/kerja/alat/mesin
e) Faktor bahaya social-psikologis seperti : stress, kekerasan,
pelecehan, pengucilan, intimidasi dan emosi negative.
3) Perilaku kerja yang baik
Perilaku kerja dibagi menjadi dua dimensi, yaitu dimensi
kinerja tugas (task performance) dan kinerja kontesktual

18
(contextual performance). Task performance merujuk pada
perilaku-perilaku inti dan kegiatan kegiatan pokok yang terlibat
dalam pekerjaan. Contextual performance merujuk pada perilaku-
perilaku yang mendukung lingkungan dimana perilaku inti
berjalan.
4) Olahraga
Olahraga yang dianjurkan untuk penanggulangan tekanan
darah tinggih adalah olahraga aerobic. Banyak orang lebih suka
jongging, meskipun boleh memilih bersepeda atau berenang.
5) Gizi Seimbang
Gizi kerja yang baik akan meningkat derajat kesehatan tenaga
kerja yang tinggi dan akan mempengaruhi produktivitas perusahaan
dan produktivitas nasional. Sedangkan gizi kerja yang buruk akan
menyebabkan:

a. Daya tahan tubuh menurun dan sering menderita sakit dengan


akibat absensi yang tinggi.
b. Daya kerja fisik turun sehingga prestasi rendah.
Dengan absensi tinggi ditambah lagi dengan prestasi kerja rendah maka
akan menyebabkan produktivitas rendah pula.Ada beberapa jenis atau unsur
zat gizi yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia. Unsur-unsur tersebut
adalah karbohidrat, protein, lemak, mineral, dan air. Enam unsur tersebut
dapat dikelompokkan lagi menjadi tiga golongan besar, yaitu:
a. Unsur gizi pemberi energi, yaitu : karbohidrat, protein, dan lemak.
b. Unsur gizi pembangun sel-sel jaringan tubuh, yaitu : protein, mineral,
dan air.
c. Unsur gizi pengatur fungsi faal tubuh, yaitu : mineral, vitamin, dan
air.
b. Pencegahan Sekunder
1) Pengendalian melalui Undang Undang
Dalam Peraturan Perundang-Undangan No 50 Tahun 2012,
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
merupakan sistem manajemen yang meliput struktur organisasi,

19
perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan
sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan,
pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan
kesehatan kerja dalam pengendalian resiko yang berkaitan dengan
kegiatan kerja untuk menciptakan tempat kerja yang aman, efisien
dan produktif.
2) Pengendalian Administrasi/organisasi
Sistem pengendalian administrasi adalah sebuah sistem yang
terdiri dari beberapa sub sistem yang saling berkaitan, yaitu:
pemograman, penganggaran, akuntansi, pelaporan, dan
pertanggungjawabanan untuk memenolong manajemen mensugesti
orang lain dalam sebuah perusahaan, semoga mau mencapai tujuan
perusahaan melalui taktik tertentu secara efektif dan efisien.
Misalnya : Rotasi atau Pembatasan jam kerja.
3) Pengendalian Teknis
Lima tehnik pengendalian bahaya yang lebih popular dengan
arti hirarki pengendalian bahaya atau hazard control hierarchy atau
hierarchy of control. Hirarki pengendalian bahaya berikut sebagai
prinsip penting pengendalian bahaya dalam tempat kerja.Ke lima
tehnik pengendalian bahaya itu ialah:
1. Elimination: dengan memakai tehnik ini, bahaya di hilangkan
benar-benar dari tempat kerja atau ruang kerja.
2. Reduction: tehnik ini tidak bisa menghilangkan bahaya k3
seperti tehnik pertama, tetapi cuma turunkan tingkat
bahayanya.
3. Engineering control: tehnik ini diaplikasikan lewat cara
lakukan eksperimen atau modifikasi, untuk kurangi paparan
bahaya dari sumbernya.
4. Administrative control: dengan memakai tehnik yang satu ini,
bahaya dikontrol dengan menyiapkan mekanisme operasi atau
SOP, penyusunan jam kerja, dan sebagainya.

20
5. Personal Protective Equipment: paparan bahaya dikontrol
dengan memakai alat pelindung diri yang sesuai dengan.
4) Pengendalian jalur kesehatan
Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical
Control) : Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control)
Yaitu upaya untuk menemukan gangguan sedini mungkin dengan
cara mengenal (Recognition) kecelakaan dan penyakit akibat kerja
yang dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan
kesehatan dan pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada baik
terhadap pekerja itu sendiri maupun terhadap orang disekitarnya.
Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi lebih
cepat, mengurangi penderitaan dan mempercepat pemulihan
kemampuan produktivitas masyarakat pekerja. Disini diperlukan
system rujukan untuk menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja
secara cepat dan tepat (prompt-treatment). Pencegahan sekunder ini
dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi :
1. Pemeriksaan Awal Adalah pemeriksaan kesehatan yang
dilakukan sebelum seseorang calon/pekerja (petugas
kesehatan dan non kesehatan) mulai melaksanakan
pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh
gambaran tentang status kesehatan calon pekerja dan
mengetahui apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari segi
kesehatannya sesuai dengan pekerjaan yang akan ditugaskan
kepadanya. Anamnese umumüPemerikasaan kesehatan awal
ini meliputi: 
a. Anamnese pekerjaan 
b. Penyakit yang pernah diderita 
c. Alrergi 
d. Imunisasi yang pernah didapat 
e. Pemeriksaan badan 
f. Pemeriksaan laboratorium rutin Pemeriksaan
tertentu : Tuberkulin test dan Psiko test 

21
2. Pemeriksaan Berkala Adalah pemeriksaan kesehatan yang
dilaksanakan secara berkala dengan jarak waktu berkala yang
disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang dihadapi.
Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar
pemeriksaan berkala. Ruang lingkup pemeriksaan disini
meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus seperti
pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah dengan
pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang
dihadapi dalam pekerjaan. 
3. Pemeriksaan Khusus yaitu pemeriksaan kesehatan yang
dilakukan pada khusus diluar waktu pemeriksaan berkala,
yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada keadaan yang
dapat mengganggu kesehatan pekerja. Sebagai unit di sektor
kesehatan pengembangan K3 tidak hanya untuk intern
laboratorium kesehatan, dalam hal memberikan pelayanan
paripurna juga harus merambah dan memberi panutan pada
masyarakat pekerja di sekitarnya, utamanya pelayanan
promotif dan preventif. Misalnya untuk mengamankan
limbah agar tidak berdampak kesehatan bagi pekerja atau
masyarakat disekitarnya, meningkatkan kepekaan dalam
mengenali unsafe act dan unsafe condition agar tidak terjadi
kecelakaan dan sebagainya. 
c. Pencegahan Tersier
1) Pemeriksaan PRA kerja
Pemeriksaan ini dilakukan sebelum seorang dipekerjakan atau
ditempatkan pada pos pekerjaan tertentu dengan ancaman terhadap
kesehatan yang mungkin terjadi. Pemeriksaan fisik yang ditunjang
dengan pemeriksaan lain seperti darah, urine, radiologis, serta
organ tertentu, seperti mata dan telinga, merupakan data dasar yang
sangat berguna apabila terjadi gangguan kesehatan tenaga kerja
setelah sekian lama bekerja.
2) Pemeriksaan kesehatan berkala

22
Pemeriksaan kesehatan berkala sebenarnya dilaksanakan
dengan selang waktu teratur setelah pemeriksaan awal sebelum
penempatan. Pada medical check-up rutin tidak selalu diperlukan
pemeriksaan medis lengkap, terutama bila tidak ada indikasi yang
jelas. Pemeriksaan ini juga harus difokuskan pada organ dan sistem
tubuh yang memungkinkan terpengaruh bahan-bahan berbahaya di
tempat kerja, sebagai contoh, audiometri adalah uji yang sangat
penting bagi tenaga kerja yang bekerja pada lingkungan kerja yang
bising. Sedang pemerikaan radiologis dada (foto thorax) penting
untukmendeteksi tenaga kerja yang berisiko menderita
pneumokonosis, karena lingkungan kerja tercemar debu.
3) Pemeriksaan lingkungan secara berkala
Menempatkan setiap tenaga kerja dalam suatu lingkungan
kerja yang sehat dan sesuai dengan faal dan jiwanya dengan
perkataan lain menyesuaikan pekerjaan terhadap seseorang dan
setiap orang dengan pekerjaannya.
4) Pemeriksaan Survelins
Menurut German (dalam Kesmas, 2013), surveilans kesehatan
masyarakat (public health surveillance) adalah suatu kegiatan yang
dilakukan secara terus-menerus berupa pengumpulan data secara
sistematik, analisis dan interpretasi data mengenai suatu peristiwa
yang terkait dengan kesehatan untuk digunakan dalam tindakan
kesehatan masyarakat dalam upaya mengurangi angka kesakitan
dan kematian, dan meningkatkan status kesehatan.Surveilans
kesehatan masyarakat adalah pengumpulan, analisis, dan
interpretasi data secara terus menerus dan sistematis yang
kemudian didiseminasikan (disebarluaskan) kepada pihak-pihak
yang bertanggung jawab dalam pencegahan penyakit dan masalah
kesehatan lainnya.
Prinsip Umum Surveilans Prinsip umum survelian epidemiologi
adalah sebagai berikut :

23
a. Pengumpulan data Pencatatan insidensi terhadap population at
risk. Pencatatan insidensi berdasarkan laporan rumah sakit,
puskesmas, dan sarana pelayanan kesehatan lain, laporan
petugas surveilans di lapangan, laporan masyarakat, dan petugas
kesehatan lain; Survei khusus; dan pencatatan jumlah populasi
berisiko terhadap penyakit yang sedang diamati. Tehnik
pengumpulan data dapat dilakukan dengan wawancara dan
pemeriksaan. Tujuan pengumpulan data adalah menentukan
kelompok high risk; Menentukan jenis dan karakteristik
(penyebabnya); Menentukan reservoir; Transmisi; Pencatatan
kejadian penyakit dan KLB.
b. Pengelolaan data Data yang diperoleh biasanya masih dalam
bentuk data mentah (row data) yang masih perlu disusun
sedemikian rupa sehingga mudah dianalisis. Data yang
terkumpul dapat diolah dalam bentuk tabel, bentuk grafik
maupun bentuk peta atau bentuk lainnya. Kompilasi data
tersebut harus dapat memberikan keterangan yang berarti.
c. Analisis dan interpretasi data untuk keperluan kegiatan Data
yang telah disusun dan dikompilasi, selanjutnya dianalisis dan
dilakukan interpretasi untuk memberikan arti dan memberikan
kejelasan tentang situasi yang ada dalam masyarakat.
d. Penyebarluasan data dan keterangan termasuk umpan balik
Setelah analisis dan interpretasi data serta telah memiliki
keterangan yang cukup jelas dan sudah disimpulkan dalam
suatu kesimpulan, selanjutnya dapat disebarluaskan kepada
semua pihak yang berkepentingan, agar informasi ini dapat
dimanfaatkan sebagai mana mestinya.
e. Evaluasi Hasil evaluasi terhadap data sistem surveilans
selanjutnya dapat digunakan untuk perencanaan,
penanggulangan khusus serta program pelaksanaannya, untuk
kegiatan tindak lanjut (follow up), untuk melakukan koreksi dan

24
perbaikan-perbaikan program dan pelaksanaan program, serta
untuk kepentingan evaluasi maupun penilaian hasil kegiatan.
5) Pengobatan segera bila ditemukan gangguan pada kerja
Apabila kecelakaan kerja sudah terjadi, supervisor harus
memberikan respons dengan cepat. Supervisor harus menyusun
sebuah laporan kecelakaan kerja yang baik dengan memasukkan
semua data yang terkait.Setiap pekerja yang mengalami
kecelakaan kerja, baik cedera kecil maupun cedera serius/ fatal,
harus melaporkan kejadian tersebut kepada atasannya
(supervisor). Hal ini untuk memudahkan dalam membuat laporan
kecelakaan kerja.
6) Pengendalian segera di Tempat kerja
Dalam menerapkan langkah pengendalian, diantaranya ada
beberapa hal yang harus dilaksanakan, yaitu:
a. Mengembangkan prosedur kerja
Prosedur bertujuan sebagai alat pengatur dan pengawas
terhadap bentuk pengendalian bahaya dan risiko yang kita
pilih, agar penerapan pengendalian bahaya potensial dapat
berjalan efektif. Tanggung jawab manajer, supervisor dan dan
pekerja harus jelas dinyatakan dalam prosedur tersebut.
Contohnya: Manajer bertanggung jawab dalam desain tempat
kerja dan lingkungan kerja telah sesuai dengan peraturan.
Supervisor bertugas mengawasi pelaksanaan kegiatan
pekerja. Dalam kasus ini tidak ada pengawasan dari
supervisor, dan hanya dari sesama pekerja. Pekerja
bertanggung jawab untuk melaksanakan pembersihan sesuai
prosedur yang ada.
b. Komunikasi
Pekerja harus diberi informasi mengenai penggunaan alat
pengendali bahaya dan juga alasan penggunaannya.
c. Menyediakan pelatihan

25
Pelatihan terutama bagi para pekerja hendaknya
dilakukan secara berkesinambungan, sehingga dalam
menghadapi suatu permasalahan yang berhubungan dengan
pekerjaan dan lingkungan kerjanya dapat ditangani dengan
baik oleh pekerja itu sendiri.
d. Pengawasan
Pengawasan dapat dilakukan dengan menggunakan
lembar isian atau formulir yang harus diisi oleh pekerja dan
nantinya digunakan untuk pemantauan
e. Pemeliharaan
Pemeliharaan terhadap peralatan dan alat pengendali
bahaya merupakan hal penting yang harus dilakukan.
Prosedur kerja harus mencantumkan persyaratan
pemeliharaan untuk memastikan keefektifan penggunaan alat
kendali tersebut.

26
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sebagai suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun
pengusaha, kesehatan dan keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat
menjadi upaya preventif terhadap timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit
akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja. Pelaksanaan K3 diawali
dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan
kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi
hal demikian. Tujuan dari dibuatnya system ini adalah untuk mengurangi
biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat
hubungan kerja.
Peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja adalah
menjadi melalui pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan
kesehatan pekerja yang meliputi pemeriksaan awal, pemeriksaan berkala dan
pemeriksaan khusus. Untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan sakit pada
tempat kerja dapat dilakukan dengan penyuluhan tentang kesehatan dan
keselamatan kerja.
3.1 Saran
Kesehatan dan keselamatan kerja sangat penting dalam pembangunan
karena sakit dan kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian ekonomi (lost
benefit) suatu perusahaan atau Negara oleh yaitu kesehatan dan keselamatan
kerja harus dikelola secara maksimal bukan saja oleh tenaga kesehatan tetapi
seluruh masyarakat.

27
DAFTAR PUSTAKA
Djatmiko, Riswan Dwi. 2016. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Yogyakarta :
Deepublish.
Hartoyo, Edi. 2015. Sarapan Pagi dan Produktivitas.Malang : UB Press.
http://abunajmu.wordpress.com/2012/11/13/jenis-pemeriksaan-kesehatan-tenaga-
kerja/ diakses pada hariSabtu, 28 September 2019.
http://repository.unimus.ac.id diakses pada hariSabtu, 28 September 2019.
Unila. 2017. http://staff.unila.ac.id/suudi74/files/2014/10/materi-3-k3-bahaya-dan-
metriks-k3-2014.pdfdiakses pada hari Sabtu, 28 September 2019.
https://www.safetysign.co.id/news/376/Bagaimana-Cara-Membuat-Laporan-
Kecelakaan-Kerja-yang-Benar-Ini-5-Langkah-yang-Tidak-Boleh-
Diabaikandiakses pada hari Sabtu, 28 September 2019.
Makhfudli & Efendi.2009. Kesehatan Teori Komunitas dan Praktik dalam
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Nyoto. 2019. Manajemen Sumber Daya Manusia. Sidoarjo :Uwais Inspirasi
Indonesia.
Sukandarrumidi dkk. 2017. Geotoksikologi : Usaha Mencegah Keracunan Akibat
Bencana Geologi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Untung, Halajur. 2019. Promosi kesehatan di tempat kerja. Jakarta : Wineka
Media.

28

Anda mungkin juga menyukai