Anda di halaman 1dari 59

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Fakultas Kedokteran Gigi Skripsi Sarjana

2017

Prevalensi Kasus Ameloblastoma yang


Disebabkan oleh Gigi Impaksi di RSUP
H. Adam Malik Medan tahun 2013-2016

Chandran, Archana Devi

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/1618
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
PREVALENSI KASUS AMELOBLASTOMA
YANG DISEBABKAN OLEH GIGI IMPAKSI
DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2013-2016

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi


syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

OLEH:
ARCHANA DEVI CHANDRAN
NIM : 130600173
PEMBIMBING:
ISNANDAR, drg.,Sp. BM

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial

Tahun 2017

Archana Devi Chandran

Prevalensi Kasus Ameloblastoma yang Disebabkan oleh Gigi Impaksi di


RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2013-2016.

xii + 45 halaman

Ameloblastoma adalah tumor odontogenik yang bersifat benigna tetapi agresif


secara local. Gejala klinis ameloblastoma biasanya berupa pembengkakan yang tidak
sakit, karena itu biasanya ameloblastoma baru disadari saat tumor sudah membesar.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan prevalensi kasus ameloblastoma yang
disebabkan oleh gigi impaksi di RSUP H. Adam Malik Medan. Jenis penelitian ini
adalah survei deskriptif dengan sampel pasien ameloblastoma yang disebabkan oleh
gigi impaksi di RSUP H. Adam Malik, Medan, yaitu sebanyak 13 orang. Penentuan
sampel penelitian menggunakan teknik total sampling dimana sampel yang dipilih
dari populasi harus termasuk dalam kriteria inklusi dan terbebas dari kriteria eksklusi.

Hasil penelitian menunjukkan 76 kasus ameloblastoma dan sebanyak 13 kasus


ameloblatoma yang disebabkan oleh gigi impaksi. Jumlah penderita laki-laki 53.85%
dan perempuan 46.15%. Kelompok usia terbanyak adalah 20-29 tahun (38.5%). Tipe
yang paling dominan adalah multikistik (69.23%). Kesimpulan penelitian ini adalah
usia dominan adalah dekade kedua dan jumlah laki-laki dan perempuan hamper sama.

Kata kunci : Ameloblastoma, prevalensi, ameloblastoma yang disebabkan oleh gigi


impaksi

Daftar rujukan : 37 (2006-2016)

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan


di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 24 Agustus 2017

Pembimbing : Tanda Tangan

Isnandar, drg., Sp.BM …………………………..


NIP : 19790225 2005011 001

Universitas Sumatera Utara


TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan tim penguji


pada tanggal 24 Agustus 2017

TIM PENGUJI

KETUA : Indra Basar Siregar, drg., Sp.BM, M.Kes.

ANGGOTA : 2. Isnandar, drg., Sp.BM


3. Rahmi Syaflida, drg., Sp. BM

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi ini selesai disusun dalam rangka memenuhi
kewajiban penulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Dengan hati yang tulus, penulis mengucapkan terima kasih yang tidak
terhingga kepada dosen pembimbing skripsi yaitu Isnandar, drg., Sp. BM yang telah
meluangkan waktu dan kesabaran dalam membimbing penulis demi selesainya
proposal ini. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua penulis,
En.Chandran Kanniappan dan Pn.Shanti Murugesan yang telah memberikan kasih
sayang, doa dan dukungan serta segala bantuan baik moril maupun materil yang tidak
terbatas kepada penulis. Selanjutnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Eddy A Ketaren., Sp. BM selaku Ketua Departemen Bedah Mulut dan
Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, atas segala
saran dan bantuan.
2. Seluruh staf pengajar dan laboran Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan
saran dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Simson Damanik, drg., M.Kes, selaku dosen pembimbing akademik yang telah
membimbing penulis selama menjalankan akademik.
4. Teman- teman terbaikku Reevanash Poravi, Abirami Muthukumaru, Renuga
Gunasekaran, Harjit Kaur, dan kakak senior Darsheni Manokaran yang telah
banyak memberi dukungan, bimbingan dan saran kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
5. Teman seperjuangan skripsi di Departemen Bedah Mulut dan teman- teman lain
serta seluruh teman mahasiswa setambuk 2013 atas dukungan, saran dan
bantuannya kepada penulis.

Universitas Sumatera Utara


Akhirnya, penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat digunakan dan
memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara.

Medan, 24 Agustus 2017

Penulis,

(Archana Devi Chandran)


NIM: 130600173

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL…………………………………………………
HALAMAN PERSETUJUAN………………………………….........
HALAMAN TIM PENGUJI………………………………………...
KATA PENGANTAR …………………………………………….... iv
DAFTAR ISI………………………………………………………... vi
DAFTAR TABEL………………………………………………....... viii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………....... ix
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………........ x

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang…………………………….………… 1
1.2. Rumusan Masalah……………………………….….. 3
1.3. Tujuan Penelitian…………………………………..... 3
1.4. Manfaat Penelitian…………………………………... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Ameloblastoma……………………………………….. 5
2.1.1 Definisi dan Terminologi…………………………… 5
2.1.2 Etiologi dan Patogenesis……………………………. 6
2.1.3 Tipe Klinis Ameloblastoma………………………… 7
2.1.3.1 Solid/Multikistik………………………………….. 7
2.1.3.2 Unikistik…………………………………………... 8
2.1.3.3 Ekstraossus/ Periferal……………………………... 9
2.1.4 Gambaran Klinis……………………………………. 9
2.1.5 Gambaran Histopatologis…………………………... 11
2.1.5.1 Tipe Folikuler…………………………………….. 11
2.1.5.2 Tipe Pleksiform…………………………………… 11
2.1.5.3 Tipe Acanthomatous……………………………… 12
2.1.5.4 Tipe Sel Granuler…………………………………. 12
2.1.5.5 Tipe Sel Basal…………………………………….. 13

Universitas Sumatera Utara


2.1.6 Gambaran Radiologis……………………………… 13
2.1.6.1 Multilokular……………………………………… 14
2.1.6.2 Unilokular………………………………………... 14
2.1.7 Riwayat Penyakit…………………………………... 15
2.1.8 Pemeriksaan Intraoral dan Ekstraoral……………… 16
2.1.9 Pemeriksaan Sitologi………………………………. 17
2.1.10 Diagnosis Banding……………………………….. 17
2.2 Gigi Impaksi…………………………………………. 18
2.2.1 Definisi ……………………………………………. 18
2.2.2 Gigi yang paling sering Mengalami Impaksi………. 18
2.2.3 Komplikasi Impaksi Gigi…………………………… 18
2.2.3.1 Perikoronitis……………………………………… 18
2.2.3.2 Resopsi Akar……………………………………… 19
2.2.3.3 Karies……………………………………………... 19
2.2.3.4 Kista dan Tumor………………………………….. 19
2.3 Hubungan Gigi Impaksi ke Ameloblastoma………….. 20
2.4 Penatalaksanaan………………………………………. 21
2.5 Kerangka Teori……………………………………….. 25
2.6 Kerangka Konsep……………………………………... 26

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN


3.1. Rancangan Penelitian………………………………. 27
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian………….……………. 27
3.2.1. Lokasi Penelitian..................................................... 27
3.2.2. Waktu Penelitian..................................................... 27
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian………………….….. 27
3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional...……... 29
3.5 Alat dan Bahan Penelitian........................................... 29
3.6 Metode Pengumpulan Data......……………………... 29
3.7 Pengolahan Data .......................................................... 29
3.8 Analisis Data................................................................ 30
3.9 Alur Penelitian…………………………………….... 31

BAB 4 HASIL PENELITIAN


4.1. Gambaran Lokasi Penelitian………………………… 32
4.2. Prevalensi Ameloblastoma yang disebabkan oleh Gigi
Impaksi Di RSUP H. Adam Malik Medan tahun
2013-2016…………………………………………… 32
4.3. Prevalensi Ameloblastoma yang disebabkan oleh Gigi
Impaksi Di RSUP H. Adam Malik Medan tahun
2013-2016 berdasarkan Usia………………………. 33
4.4. Prevalensi Ameloblastoma yang disebabkan oleh Gigi

Universitas Sumatera Utara


Impaksi Di RSUP H. Adam Malik Medan tahun
2013-2016 berdasarkan Jenis Kelamin……………... 34
4.5. Prevalensi Ameloblastoma yang disebabkan oleh Gigi
Impaksi Di RSUP H. Adam Malik Medan tahun
2013-2016 berdasarkan Tipe Ameloblastoma……… 35

BAB 5 PEMBAHASAN…………………………………………. 37

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN


6.1. Kesimpulan………………………………………….. 40
6.2. Saran………………………………………………… 41

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………..... 42

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Lesi Odontogenik yang terkait dengan Gigi Molar Ketiga


Impaksi……………………………………………………… 21
2. Variabel dan Definisi Operasional………………………...... 29
3. Prevalensi Ameloblastoma yang Disebabkan oleh Gigi
Impaksi Di RSUP H. Adam Malik Pada Tahun 2013-2016
Berdasarkan Usia………………………………………….. . 33
4. Prevalensi Ameloblastoma yang Disebabkan oleh Gigi
Impaksi Di RSUP H. Adam Malik Tahun 2013-2016
Berdasarkan Jenis Kelamin………………………………… 34
5. Prevalensi Ameloblastoma yang Disebabkan oleh Gigi
Impaksi Di RSUP H. Adam Malik Tahun 2013-2016
Berdasarkan Tipe Klinis Ameloblastoma………………….. . 36

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Gambar Distribusi relatif Ameloblastoma pada rahang……. 6


2. Gambar Ameloblastoma subtipe klinis…………………….. 7
3. Gambar Ameloblastoma. Pasien dengan lesi besar pada
bagian kanan posterior mandibula…………………………. 10
4. Gambar Ameloblastoma tipe Follikuler…………………… 11
5. Gambar Ameloblastoma tipe Pleksiform………………….. 12
6. Gambar Ameloblastoma tipe Achanthomatous……………. 12
7. Gambar Ameloblastoma tipe sel Granuler………………… 13
8. Gambar Ameloblastoma tipe sel Basal……………………. 13
9. Ameloblastoma multilokular ditemukan pada kanan
mandibula yang berhubungan dengan gigi impaksi ……… 14
10. Radiografik panoramik menunjukkan ameloblastoma
unilokular terkait dengan gigi impaksi molar satu ……….. 15
11. Ameloblastoma. A.Hemi-mandibulektomi. B. Radiografi
menunjukkan radiolusen besar yang terkait dengan impaksi
molar ketiga……………………………………………….. 22
12. Ameloblastoma unikistik………………………………….. 23

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Daftar Riwayat Hidup


2. Jadwal Pelaksanaan Skripsi
3. Anggaran Biaya Penelitian
4. Master Data
5. Ethical Clearance

Universitas Sumatera Utara


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ameloblastoma merupakan tumor jinak odontogenik yang berasal dari sisa-sisa
epitel pada masa pembentukan gigi. Ameloblastoma dapat tumbuh dari berbagai
macam epitel odontogenik yang tersisa di antara jaringan lunak alveolar dan tulang.
Tumor ini tumbuhnya lambat, agresif secara lokal dan dapat menyebabkan deformitas
wajah yang besar. Ameloblastoma memiliki angka kejadian rekurensi yang tinggi bila
tumor ini tidak dieksisi secara luas dan teliti.1
Dari semua pembengkakan yang terjadi pada rongga mulut, 9% merupakan
tumor odontogenik dan kira-kira 1% dari lesi tersebut merupakan ameloblastoma.
Ameloblastoma terjadi pada maksila sekitar 20% kasus, paling sering terjadi pada
regio kaninus. Ameloblastoma terjadi pada mandibula sekitar 80% kasus, yakni 70%
terjadi di regio molar atau pada ramus asendens, 20% pada regio premolar dan 10%
di regio anterior.2
Secara etimologi, ameloblastoma berasal dari perkataan Perancis lama amel
yang bermaksud enamel dan perkataan Greek blastos yang bermaksud kuman. Dari
masa ke masa tumor ini telah disebut dengan banyak nama yang berbeda termasuk
cystosarcoma, adamantine epithelioma, adamantinoma dan akhirnya ameloblastoma.3
Menurut Cawson pada tahun 1991, ameloblastoma memiliki berbagai jenis
histopatologi, diantaranya yaitu ameloblastoma tipe folikular, tipe pleksiform, tipe
akantomatosa, tipe granular, dan tipe basaloid. Jenis histopatologi ameloblastoma
yang paling banyak terjadi adalah tipe folikular, tipe pleksiform, dan tipe
akantomatosa.2,3
Ameloblastoma biasanya didiagnosa pada pasien yang umurnya antara dekade
empat dan lima, kecuali pada kasus tipe unikistik yang biasanya terjadi pada pasien
yang berusia 20 sampai 30 tahun dengan tidak ada prediksi jenis kelamin. Sekitar
10% hingga 15% tumor ini terjadi berhubungan dengan gigi yang tidak erupsi.2

Universitas Sumatera Utara


Gigi impaksi adalah gigi yang tidak keluar ke dalam lengkung gigi dalam
jangkauan waktu yang diharapkan. Gigi impaksi terjadi disebabkan oleh adanya gigi
lain yang berdekatan, tulang padat diatasnya, jaringan lunak yang berlebihan, atau
kelainan genetik yang mencegah erupsi gigi. Gigi impaksi selalu terjadi akibat
panjang lengkung gigi tidak adekuat untuk erupsi gigi.4
Gigi yang sering mengalami impaksi adalah gigi molar ketiga mandibula dan
maksila, diikuti oleh kaninus maksila dan premolar mandibula. Gigi molar ketiga
merupakan gigi yang paling sering mengalami impaksi karena merupakan gigi yang
terakhir erupsi.1 Umumnya gigi molar ketiga ditemukan erupsi antara usia 17 dan 21
tahun, tetapi dapat juga erupsi hingga usia 25 tahun.1,5,6Ada juga penelitian-
penelitian yang melaporkan variasi berdasarkan ras. Erupsi gigi molar ketiga dan
perubahan posisinya yang terus menerus setelah erupsi tidak hanya berhubungan
dengan ras tetapi juga dengan sifat dari pola makanan, kebiasaan mengunyah dan
juga keturunan genetik.6,7
Menurut literatur sebelumnya melaporkan bahwa kista dan tumor yang tumbuh
sekitarmolar ketiga pada kenyataannya dengan insiden rendah. Pada kebanyakan
penelitian prevalensi kasus kista dan tumor pada gigi molar tiga berkisar dari 2%
hingga 6,2%. Terdapat beberapa penelitian menyatakan bahwa prevalensi
pembentukan kista dan tumor paling tinggi pada kelompok usia 46,5 tahun (13,3%)
manakala prevalensi pembentukan kista dan tumor paling rendah pada kelompok usia
20 tahun (1,5%). Belum ada penelitian yang memastikan bahwa prevalensi
pembentukan kista dan tumor berubah sesuai kelompok usia dan jenis kelamin.8
Antara kista dan tumor, ameloblastoma merupakan temuan patologis yang
sering berhubungan dengan gigi impaksi. Menurut beberapa peneliti, insidensi
ameloblastoma berkisar dari 0,14% hingga 2%. Secara umumnya, diyakini bahwa
prevalensi ameloblastoma disebabkan gigi impaksi menurun pada pasien melebihi
usia 30 tahun. Ini disebabkan oleh perubahan pada enamel organ epithelium menjadi
squamous epithelium.9
Di Indonesia, Rusdiana melaporkan bahwa pada penderita ameloblastoma di
klinik Bedah Mulut RS. Ciptomangunkusumo Jakarta, dari tahun 2002- 2008,

Universitas Sumatera Utara


perempuan mencapai 56,1% dan laki-laki 43,9%, dan tipe histopatologis yang
terbanyak adalah pleksiform yaitu 31,8%.10 Menurut studi oleh Hasan pada tahun
2010 di RS.Dr. Sardjito (2005-2009) sebelumnya dilaporkan terdapat perempuan
53% & laki-laki 47%, tipe pleksiform merupakan tipe yang paling banyak yaitu
54%.11
Di Sumatera Utara khususnya di Medan penelitian mengenai prevalensi kasus
ameloblastoma yang disebabkan oleh gigi impaksi tidak dilakukan. Oleh karena itu
penulis berminat untuk melakukan penelitian mengenai prevalensi kasus
ameloblastoma yang disebabkan oleh gigi impaksi di RSUP H. Adam Malik, Medan
tahun 2013-2016.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, didapatkan rumusan masalah
yaitu :
1. Bagaimana prevalensi kasus ameloblastoma yang disebabkan oleh gigi
impaksi di RSUP H. Adam Malik tahun 2013-2016.
2. Bagaimana prevalensi kasus ameloblastoma yang disebabkan oleh gigi
impaksi di RSUP H. Adam Malik tahun 2013-2016 berdasarkan usia.
3. Bagaimana prevalensi kasus ameloblastoma yang disebabkan oleh gigi
impaksi di RSUP H. Adam Malik tahun 2013-2016 berdasarkan jenis
kelamin.
4. Bagaimana prevalensi kasus ameloblastoma yang disebabkan oleh gigi
impaksi di RSUP H. Adam Malik tahun 2013-2016 berdasarkan tipe
ameloblastoma.

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan umum penelitian ini untuk mengetahui prevalensi kasus ameloblastoma
yang disebabkan oleh gigi impaksi di RSUP H. Adam Malik dari tahun 2013-2016.
Adapun tujuan khusus penelitian ini antara lain :

Universitas Sumatera Utara


1. Mengetahui prevalensi kasus ameloblastoma yang disebabkan oleh gigi
impaksi.
2. Mengetahui prevalensi kasus ameloblastoma berdasarkan jenis kelamin.
3. Mengetahui prevalensi kasus ameloblastoma berdasarkan usia pasien.
4. Mengetahui prevalensi kasus ameloblastoma berdasarkan tipe
ameloblastoma.

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa:
1. Sebagai media informasi tentang prevalensi ameloblastoma yang
disebabkan oleh gigi impaksi di RSUP H. Adam Malik, Medan.
2. Pengetahuan mengenai angka prevalensi dapat berguna dalam
merencanakan pelayanan kesehatan publik dan dapat menggambarkan
perawatan medis serta kebutuhan perlengkapan rumah sakit.
3. Sebagai bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut mengenai ameloblastoma
di RSUP H. Adam Malik, Medan.

Universitas Sumatera Utara


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ameloblastoma
2.1.1 Definisi dan Terminologi
Ameloblastoma menurut Gorlin merupakan tumor yang berasal dari epithelial
odontogenik yang sering terjadi. Cusack mendeskripsikan ameloblastoma sebagai
bentuk khusus dari kista rahang. Mallasez mengemukakan bahwa ameloblastoma
dapat tumbuh dari sisa epithelial selubung akar gigi yang sedang berkembang dan
dikenalkan dengan istilah adamantine epithelioma. Derjinsky pada tahun 1890
pertama kali menggunakan istilah adamantinoma, tetapi menurut Farmer istilah
adamantinomatidak tepat karena pada tumor tidak terbentuk enamel dan tidak keras,
sedangkan Ivy dan Churchill menyatakan bahwa jika enamel tidak berkembang, maka
istilah ameloblastoma digunakan.8,12
Fonseca, mendefinisikan ameloblastoma sebagai tumor basaloid yang
mempunyai beberapa variasi bentuk histopatologis, tampilan klinis dan sifat, serta
mempunyai tampilan seperti kista multilokular secara radiografis.13
Menurut Small dan Waldron, kejadian ameloblastoma relatif rendah, hanya
sekitar 1% dari seluruh tumor dan kista rongga mulut. Menurut penelitian oleh
Regezi dkk ameloblastoma biasanya memiliki perkembangan lokal dan persisten serta
berkemampuan untuk menghasilkan deformitas atau kerusakan, sedangkan menurut
penelitian Soames, ameloblastoma merupakan tumor yang jinak, akan tetapi
mempunyai sifat menginvasi secara lokal, serta menyebabkan induksi minimal pada
jaringan konektif. Ameloblastoma dapat tumbuh dari sel-sel embrional gigi yang

Universitas Sumatera Utara


sedang berkembang. Walaupun ameloblastoma tumbuh lambat, jinak dan bersifat
invasif secara lokal, tumor ini mempunyai kecenderungan menjadi ganas.12,13

Gambar 1.Distribusi relatif Ameloblastoma pada


rahang. 12

2.1.2 Etiologi dan Patogenesis


Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, ameloblastoma merupakan tumor
yang berasal dari epitelial odontogenik, akan tetapi pemicu transformasi neoplastik
pada epitel tersebut belum diketahui dengan pasti.12Epitel yang terlibat dalam formasi
ameloblastoma yaitu dapat berasal dari12:
1. Sel rest organ enamel.
2. Sisa selubung Hertwig ataupun epitel Malassez.
3. Perkembangan organ enamel.
4. Batas epitelial kista odontogenik.
5. Sel basal mukosa rongga mulut.
6. Epitel heterotropik dari bagian tubuh lain terutama kelenjar hipofisis.
7. Sel basal dari permukaan epitel yang membentuk rahang.
Neoplasma ini berasal dimandibula atau maksila dari epitel yang terlibat
dalam pembentukan gigi. Sumber epitel yang potensial termasuk organ enamel, dan
lapisan epitel kista odontogenik, terutamanya kista dentigerous. Pemicu untuk
transformasi neoplastik epitel ini sama sekali belum diketahui.Mekanisme dimana
ameloblastoma bertumbuh dan invasi termasuk protein anti-apoptosis dan

Universitas Sumatera Utara


proteininterface (fibroblast growth factor [FGF], matriks metaloproteinase
12
[MMPs]).

2.1.3 Tipe Klinis Ameloblastoma


Secara klinis, ada tiga tipe ameloblastoma yaitu tipe solidatau multikistik, tipe
unikistik dan tipe ekstraosseus atau periferal.1

Gambar 2. Ameloblastoma subtipe klinis A. Tipe Multikistik B. Tipe Unikistik


C.Tipe Periferal.1

2.1.3.1 Tipe solid atau multikistik


Tumor ini menyerang pasien pada seluruh lapisan umur. Tumor ini jarang
terjadi pada anak yang usianya lebih kecil dari 10 tahun dan relatif jarang terjadi pada
usia 10 sampai 19 tahun. Tumor ini menunjukan angka prevalensi yang sama pada
usia dekade ketiga sampai dekade ketujuh. Tidak ada predileksi jenis kelamin yang
signifikan. Sekitar 85% tumor ini terjadi pada mandibula, paling sering pada daerah
molar di sekitar ramus asendens. Sekitar 15% tumor ini terjadi pada maksila biasanya
pada regio posterior.12
Tumor ini biasanya asimptomatik dan lesi yang kecil ditemukan pada saat
pemeriksaan radiografis. Gambaran klinis yang sering muncul adalah pembengkakan
atau ekspansi rahang yang tidak terasa sakit. Jika tidak dirawat, lesi akan tumbuh

Universitas Sumatera Utara


lambat membentuk massa yang masif. Rasa sakit jarang terjadi bahkan pada tumor
yang besar.12
Tumor ini muncul dengan berbagai macam gambaran histologis antara lain
variasi dalam bentuk folikular, pleksiform dan sel granular. Walaupun terdapat
bermacam tipe histologis tapi hal ini tidak memperngaruhi perawatan maupun
prognosis.15
Tipe solid atau multikistik tumbuh invasif secara lokal memiliki angka
kejadian rekurensi yang tinggi bila tidak diangkat secara tepat tapi dari sisi lain tumor
ini memiliki kecenderungan yang rendah untuk bermetastasis.15
Ameloblastoma tipe solid atau multikistik ini ditandai dengan angka terjadi
rekurensi sampai 50% selama 5 tahun paska perawatan. Oleh karena itu,
ameloblastoma tipe solid atau multikistik harus dirawat secara radikal (reseksi dengan
margin jaringan normal disekeliling tumor). Pemeriksaan rutin jangka panjang
bahkan seumur hidup diindikasikan untuk tipe ini.15

2.1.3.2 Tipe unikistik


Ameloblastoma unikistik sering terjadi pada pasien muda, 50% dari tumor ini
ditemukan pada pasien yang berada pada dekade kedua. Lebih dari 90%
ameloblastoma unikistik ditemukan pada mandibula pada regio posterior.
Ameloblastoma tipe unikistik umumnya membentuk kista dentigerous secara klinis
maupun secara radiografis walaupun beberapa diantaranya tidak berhubungan dengan
gigi yang tidak erupsi.12
Tipe ini sulit didiagnosa karena kebanyakan ameloblastoma memiliki
komponen kista. Tipe ini umumnya menyerang bagian posterior mandibula diikuti
dengan regio para-simfisis dan anterior maksila. Sebuah variasi yang disebut sebagai
ameloblastoma unikistik pertama sekali disebut pada tahun 1977 oleh Robinson dan
Martinez. Mereka melaporkan bahwa tipe unikistik ini kurang agresif dan
menyarankan enukleasi simpel sebagai perawatannya. Studi menunjukkan secara
klinis enukleasi simpel pada ameloblastoma tipe unikistik sebenarnya menunjukan
angka rekurensi yang tinggi yaitu sekitar 60%. Dengan demikian enukleasi simpel

Universitas Sumatera Utara


merupakan perawatan yang tidak sesuai untuk lesi ini dan perawatan yang lebih
radikal dengan osteotomi periferal atau terapi krio dengan cairan nitrogen atau
keduanya lebih sesuai untuk tumor ini.15

2.1.3.3 Tipe ekstraosseus atau periferal


Periferal ameloblastoma juga dikenal sebagai ekstraosseus ameloblastoma
atau ameloblastoma jaringan lunak. Biasanya terjadi pada gingiva atau mukosa
alveolar. Tipe ini menginfiltrasi jaringan di sekelilingnya yaitu jaringan ikat gingiva
dan tidak ada keterlibatan tulang di bawahnya. Periferal ameloblastoma ini umumnya
tidak sakit, kaku, pertumbuhan eksofitik yang biasanya halus atau granular.15
Tumor ini didapati 2% sampai 10% dari seluruh kasus ameloblastoma yang
didiagnosa. Tumor ini pernah dilaporkan terjadi pada semua rentang usia dari 9
sampai 92 tahun. Kasus-kasus melaporkan bahwa tumor ini terjadi kebanyakan pada
pria daripada wanita. Ameloblastoma tipe periferal ini terjadi pada mandibula, dari
bagian ramus dari anterior mandibula sampai foramen mandibula paling sering
terkena.15
Perawatan yang direkomendasikan untuk tumor ini berbeda dengan perawatan
tumor tipe lainnya karena tumor ini biasanya kecil dan bersifat lokal pada jaringan
lunak superfisial. Kebanyakan lesi berhasil dirawat dengan eksisi lokal dengan
mengikut sertakan sebagian kecil dari margin jaringan yang normal. Margin inferior
harus diikutkan periosteoum untuk merangsang agar penetrasi sel tumor ke tulang
tidak terjadi.1
2.1.4 Gambaran Klinis
Ameloblastoma biasanya tumbuh ke segala arah, menginvasi jaringan lunak
dan menghancurkan tulang baik dengan tekanan langsung maupun dengan memicu
resorpsi tulang oleh osteoklas. Kecenderungan ameloblastoma terjadi pada orang
kulit hitam lebih besar daripada orang kulit putih, tetapi kecenderungan ras ini masih
sulit untuk dipastikan, hal ini dilaporkan oleh Kovi dan Laing pada tahun 1966,
White dan Pharoah pada tahun 2000, serta Kegel. Studi yang dilakukan oleh Small
dan Waldron pada tahun 1955 pada lebih dari 1000 kasus termasuk 379 kasus yang

Universitas Sumatera Utara


dianalisa oleh Robinson membuktikan bahwa faktor predominan ras tertentu masih
sulit untuk dievaluasi.1

Gambar 3.Ameloblastoma. Pasien


dengan lesi besar pada bagian kiri
posterior mandibula.1

Tumor ini biasanya timbul pada kelompok usia dewasa, paling sering terjadi
pada usia 20-50 tahun dengan hampir setengahnya berada pada dekade ketiga dan
keempat masa hidupnya dan dua pertiganya berusia kurang dari 40 tahun sesuai
analisis Small dan Waldron pada tahun 1955, serta analisis Mehlisch, Dahlin dan
Masson pada tahun 1972. Walaupun sebagian besar terjadi pada usia 20-50 tahun
rentang usia terjadinya ameloblastoma sangat prevalen mulai dari anak-anak hingga
usia tua. Dresser dan Segal pada tahun 1967, serta Lewin pada tahun 1966
melaporkan usia termuda mengalami tumor ini adalah bayi berusia 1 bulan dan usia
tertua 98 tahun.15
Sebagian besar kasus yang telah dilaporkan menunjukkan bahwa
ameloblastoma lebih sering terlibat di mandibula daripada di maksila. Sehdev dkk
pada tahun 1974 dan Mehlisch pada tahun 1972 melaporkan 78% kasus
ameloblastoma terjadi di mandibula, Small dan Waldron melaporkan 80% kasus
terjadi di mandibula, begitu juga dengan Cohen, Medak dan Burlakaw pada tahun
1972, serta Daramola, Ajagbe dan Akinyemi pada tahun 1980.15

Universitas Sumatera Utara


Lesi ini biasanya asimtomatik dan ditemukan lewat pemeriksaan radiografis
atau karena ekspansi rahang yang asimtomatik. Tetapi jika memiliki gejala maka
gejala tersebut bervariasi pada setiap pasien. Mehlisch melaporkan bahwa gejala
paling umum adalah pembengkakan dengan presentase kejadian 75%, diikuti oleh
rasa sakit terjadi pada 33%, lalu infeksi sinus 28% dan ulserasi 10%.15

2.1.5 Gambaran Histopatologis


Ameloblastoma menunjukan berbagai macam variasi pola histologi bergantung
pada arah dan derajat differensiasi sel tumor. Klasifikasi WHO membagi
ameloblastoma secara histologis terdiri dari follikular, pleksiform, acanthomatous,
sel granular dan tipe sel basal.14

2.1.5.1 Tipe Folikular


Ameloblastoma tipe folikular menunjukan gambaran histologi yang tipikal
dengan adanya sarang-sarang folikular dari sel-sel tumor yang terdiri dari sebuah
lapisan periferal dari sel-sel kolumnar atau kuboidal dan sebuah massa sentral dari sel
yang tersusun jarang yang menyerupai retikulum stellata. Degenerasi dari jaringan
yang berbentuk seperti retikulum stellata itu akan menghasilkan pembentukan kista.14

Gambar 4. Ameloblastoma tipe follikuler.1

2.1.5.2 Tipe Pleksiform

Universitas Sumatera Utara


Ameloblastoma tipe pleksiform ditandai dengan kehadiran sel tumor yang
berbentuk seperti pita yang tidak teratur dan berhubungan satu sama lain. Stroma
terbentuk dari jaringan ikat yang longar dan edematous fibrous yang mengalami
degenerasi kistik.14

Gambar 5.
Ameloblastoma tipe Pleksiform.1

2.1.5.3 Tipe Acanthomatous


Ameloblastoma tipe ini ditandai dengan karakteristik adanya squamous
metaplasia dari retikulum stelata yang berada diantara pulau-pulau tumor. Kista kecil
terbentuk di tengah sarang sellular. Stroma terdiri dari jaringan ikat yang fibrous dan
padat.14

Gambar 6.
Ameloblastoma tipe Achanthomatous.1

2.1.5.4 Tipe Sel Granular


Pada ameloblastoma tipe sel granular ditandai dengan adanya transformasi dari
sitoplasma biasanya berbentuk seperti sel retikulum stelata, sehingga memberikan

Universitas Sumatera Utara


gambaran yang sangat kasar, granular dan eosinofilik. Tipe ini sering melibatkan
periferal sel kolumnar dan kuboidal. Hartman melaporkan 20 kasus dari
ameloblastoma tipe sel granular dan menekankan bahwa tipe sel granular ini
cenderung merupakan lesi agresif ditandai dengan kecenderungan untuk rekurensi
bila tidak dilakukan tindakan bedah yang tepat pada saat operasi pertama. Sebagai
tambahan, beberapa kasus dari tumor ini dilaporkan pernah terjadi metastasis.14

Gambar 7. Tipe sel Granuler.1

2.1.5.5 Tipe Sel Basal


Ameloblastoma tipe sel basal ini mirip karsinoma sel basal pada kulit. Sel
epitelial tumor lebih primitif dan kurang kolumnar dan biasanya tersusun dalam
lembaran-lembaran, lebih banyak dari tumor jenis lainnya. Tumor ini merupakan tipe
yang paling jarang dijumpai.14

Gambar 8. Tipe sel Basal.1

2.1.6 Gambaran Radiologis


Secara radiologis, gambaran ameloblastoma muncul sebagai gambaran
radiolusensi yang multilokular atau unilokular.15Secara radiologis, ameloblastoma

Universitas Sumatera Utara


muncul baik unilokular ataumultilokular dan secara histologissebagai unikistik atau
multikistik. Kedua bentuk telah terbukti mempunyai rekurensi, terutama setelah
perawatan bedah. Pinggiran lesi mungkin halus atau bergigi. Pelat kortikal dapat
menjadi tipis, diperluas, dan bahkan dapat berlubang jika lesi dalam tahapadvanced.
Radiograf oklusal mungkin menunjukkan ekspansi kista-seperti, dengan penipisan
plat kortikal yang berdekatan hanya menyisakan sedikit tulang.
.
2.1.6.1 Multilokular
Pada tipe ini, tumor menunjukkan gambaran bagian-bagian yang terpisah oleh
septa tulang yang memperluas membentuk masa tumor.7 Gambaran multilokular
ditandai dengan lesi yang besar dan memberikan gambaran seperti soap bubble.
Ukuran lesi yang sebenarnya tidak dapat ditentukan karena lesi tidak menunjukkan
garis batasan yang jelas dengan tulang yang normal. Resorpsi akar jarang terjadi tapi
kadang-kadang dapat dilihat pada beberapa lesi yang tumbuh dengan cepat.1

Gambar 9. Ameloblastoma multilokular ditemukan pada kanan mandibula


yang berhubungan dengan gigi impaksi.17

2.1.6.2 Unilokular
Pada tipe lesi unilokular biasanya tidak tampak adanya karakteristik atau
gambaran yang patologis. Bagian periferal dari lesi biasanya licin walaupun
keteraturan ini tidak dijumpai pada waktu operasi. Pada lesi lanjut akan

Universitas Sumatera Utara


mengakibatkan pembesaran rahang dan penebalan tulang kortikal dapat dilihat dari
gambaran roentgen.1

Gambar 10.Radiografik panoramik menunjukkan ameloblastoma unilokular


terkait dengan gigi impaksi molar satu.17

2.1.7 Riwayat Penyakit


Dalam menentukan diagnosis, dilakukan pengumpulan data yang mencakup
riwayat penyakit, juga riwayat medis dan sosial pasien. Persepsi pasien terhadap
durasi lesi sangat penting karena lesi yang tumbuh lama menunjukan proses
perkembangan atau jinak.18
Gejala yang terkait rasa sakit dan peka terhadap palpasi adalah tanda proses
inflamasi atau infeksi, meskipun keganasan juga dapat menimbulkan gejala tersebut,
terutama pada tahap akhir penyakit. Perubahan pada lesi seperti pembesaran secara
bertahap dapat merupakan tanda neoplasia, sementara massa yang fluktuatif
merupakan proses reaktif. Berkurangnya rasa nyeri adalah tanda proses inflamasi atau
infeksi yang berada dalam proses penyembuhan, sementara munculnya rasa nyeri
pada massa yang sebelumnya asimptomatik dapat merupakan indikasi adanya
transformasi menjadi keganasan.18
Pada ameloblastoma penampakan klinis yang paling umum adalah adanya
pembesaran tanpa rasa nyeri pada rahang. Perubahan neurosensorik jarang terjadi,
meskipun pada tumor yang besar. Pertumbuhan yang lambat juga merupakan

Universitas Sumatera Utara


petunjuk, yaitu tumor yang tidak dirawat dapat menimbulkan perubahan wajah yang
nyata. Peningkatan ukuran lesi dapat menyebabkan asimetri wajah, perpindahan
posisi gigi geligi yang menyebabkan maloklusi, gigi mengalami resorpsi akar,
kehilangan gigi geligi, peningkatan mobilitas gigi, dan fraktur patologis. Peningkatan
ukuran ini disebabkan karena ekspansi tulang dan invasi lesi ke dalam jaringan
lunak.18
Ameloblastoma merupakan penyakit dengan tingkat rekurensi tinggi. Tingkat
rekurensi lebih besar pada pasien dengan usia lanjut dan pada pasien dengan lesi
multilokular yakni 23% dan unilokular 14%, karena lesi multilokular dapat
menginfiltrasi struktur sekitarnya secara mikroskopik yang tidak terdeteksi, sehingga
tidak terangkat saat operasi. Seperti yang terlihat pada tumor rahang lainnya,
rekurensi lebih agresif daripada tumor ini.18

2.1.8 Pemeriksaan Ekstraoral dan Intraoral


Beberapa parameter lesi yang dievaluasi meliputi lokasi, ukuran, karakter
(makula, ulser, massa), warna, termasuk penilaian homogenitas warna, morfologi
permukaan (halus, pebbly, granular, verrucous), batas tepi (halus, tidak teratur, tidak
jelas, berbatas tegas), konsistensi terhadap palpasi, gejala lokal, distribusi lesi jika
multipel, fungsi aspirasi biasanya menunjukkan cairan merah kecoklatan.1,17,18
Gambaran klinis meliputi usia rata-rata yang mengalami ameloblastoma adalah
antara 20-40 tahun, 85% terjadi pada mandibula dengan 66% terjadi pada regio molar
dan ramus, 11% pada regio premolar, dan 10% pada regio anterior serta 15% terjadi
pada maksila, kadang berhubungan dengan molar terakhir yang impaksi,
ameloblastoma umumnya mulai berkembang pada tulang kanselus mandibula dan
dapat mencapai ukuran yang besar sebelum kontur luar tulang mengalami perubahan.
Selanjutnya aspek bukal dan lingual pada mandibula mengalami ekspansi,
ameloblastoma dapat mencapai ukuran yang sangat besar tanpa menginvasi atau
mengalami ulserasi pada jaringan lunak, rasa sakit atau kerusakan saraf sensoris
terjadi bila disertai infeksi pada vena superfisial, trauma akibat ekstraksi dan

Universitas Sumatera Utara


pembuangan kista berhubungan dengan insiden ameloblastoma, radiograf
1
menunjukkan resorpsi gigi yang terlibat.

2.1.9 Pemeriksaan Sitologi


Biopsi aspirasi jarum halus (FNAB) telah menjadi alat diagnostik rutin
padatumor tertentu untuk hasil yang minimal trauma dan cepat. Menurut Gűnhan
pada tahun 1993 dan ArtesMartinez pada tahun 2005 dilaporkanbahwa
ameloblastoma dapat didiagnosa secara sitologis dengan Fine Needle Aspiration
Biopsy (FNAB). Diagnosis FNA dikategorikan Ameloblastoma jika noda
menunjukkan gugus sel epitel basaloid dengan perifer, bahan myxoid, dan sel
spindle.Lokasi tusukan FNAB penting untuk mendapatkan sampel diagnosis yang
memadai. Ameloblastoma terletak di dalamtulang rahang, sehingga tusukan harus
menembus tulang untuk mendapatkan cairan dari tumor target.19

Kandungan tumor ini dapat keras atau lunak, tetapi biasanya ada suatu cairan
mukoid berwarna merah kecoklatan. Kolesterin jarang dijumpai. Secara makroskopis
ada dua tipe yaitu tipe solid (padat) dan tipe kistik. Tipe yang padat terdiri dari massa
lunak jaringan yang berwarna putih keabu-abuan atau abu-abu kekuning-kuningan.
Tipe kistik memiliki lapisan yang lebih tebal seperti jaringan ikat dibanding kista
sederhana. Daerah-daerah kistik biasanya dipisahkan oleh stroma jaringan fibrous
tetapi terkadang tulang septum juga dapat dijumpai. Penentuan lokasi tusukan pada
tulang kortikal yang menipis atau merusakjuga penting untuk dibuat diagnosis
ameloblastoma dengan FNAB.Aspirasi ke daerah yang solid/padat tumor bisa
menghasilkan lebih banyak sel, sehingga kemungkinan untuk mendapatkan
smearyang tinggi.19

2.1.10 Diagnosis Banding


Menurut Regezipada tahun 2003, ketika usia, lokasi dan tampilan radiografis
dipertimbangkan, diagnosis banding klinis secara umum terbatas pada tiga kategori
penyakit pada rahang yaitu tumor odontogenik, kista dan lesi non-odontogenik jinak.

Universitas Sumatera Utara


Pada kelompok usia muda yang relatif lesi-lesi yang secara radiografik sama seperti
ameloblastoma yang juga termasuk lesi non-odontogenik yaitu giant cell granuloma,
ossifying fibroma, central hemangioma, dan idiopathatic histiocytosis.18
Odontogenic keratocyst, odontogenic myxoma dan central
mucoepidermoidcarcinoma menurut Budnick juga dapat dijadikan diagnosis banding.
Bentuk multilokular yang luas secara radiografik pada ameloblastoma juga dapat
terjadi pada lesi odontogenik. Aspirasi pada tumor ini negatif dan biopsi dibutuhkan
untuk menghasilkan diagnosis yang pasti.18

2.2 Gigi Impaksi


2.2.1 Definisi Gigi Impaksi
Gigi impaksi merupakan gigi yang tidak dapat muncul sepenuhnya ke dalam
rongga mulut dalam jangka waktu perkembangan yang diharapkan dan tidak ada lagi
kemungkinan untuk erupsi. Harus difahami bahwa bukan semua gigi terpendam
adalah gigi terimpaksi.4,5,20,21

2.2.2 Gigi Yang Paling Sering Mengalami Impaksi


Gigi impaksi merupakan sebuah fenomena yang sering terjadi di masyarakat.
Gigi impaksi merupakan sumber potensial yang terus menerus dapat menimbulkan
keluhan sejak gigi mulai erupsi. Keluhan utama yang paling sering dirasakan adalah
rasa sakit dan pembengkakan yang terjadi di sekeliling gusi gigi tersebut bahkan
kadang-kadang dapat mempengaruhi estetis, gangguan pengunyahan, kesulitan
berbicara, dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Gigi impaksi ini juga sering menjadi
tempat retensi makanan yang sulit dibersihkan. Retensi debris makanan dan plak akan
menyebabkan karies pada gigi tersebut atau pada gigi tetangganya dan menyebabkan
bau mulut.22,23,24

2.2.3 Komplikasi Impaksi Gigi


Gigi molar ketiga mandibula yang tidak erupsi dengan sempurna atau tidak
erupsi langsung, sering dikaitkan dengan masalah patologi yang bervariasi.25

Universitas Sumatera Utara


2.2.3.1 Perikoronitis
Ketikasebagian gigi terimpaksi dengan sejumlah besar jaringan lunak pada
sekeliling aksial dan permukaan oklusal,sebagian pasien akan mengalami lebih
kurang 1 kali episode perikoronitis. Perikoronitis adalah infeksi jaringan lunak sekitar
mahkota gigi sebagian terimpaksi dan biasanya disebabkan oleh flora normal dalam
rongga mulut.23 Perikoronitis sering merupakan penyebab pencabutan gigi M3
impaksi mandibula. Namun,tidak ada definisi standar perikoronitis saat ini. Proses
erupsi mungkin menyebabkan gingivitis, dimana gejalanya mirip dengan
perikoronitis.5,25

2.2.3.2 Resopsi Akar


Adanya tekanan dari gigi M3 pada akar gigi yang berdekatan dan
menyebabkan resorpsi akar.1 Meskipun, proses ini masih belum jelas, namun sama
halnya dengan proses resorpsi gigi primer yang berlaku selama proses erupsi gigi
permanen.1,5

2.2.3.3 Karies
Karies gigi dapat terjadi pada gigi M3 mandibula atau di molar kedua yang
berdekatan, paling sering di garis servikal gigi. Hal ini juga sering terjadi pada aspek
distal gigi molar kedua.1 Oleh karena ketidakmampuan pasien untuk secara efektif
membersihkan daerah ini serta ketidakmungkinan diakses oleh dokter gigi restoratif,
karies pada gigi molar kedua dan ketiga tersebut diindikasi untuk diekstraksi.5
Menurut penelitian Nordenram pada tahun 1987, insiden ini terjadi pada sekitar 15%
dari pasien.5,25

2.2.3.4 Kista dan Tumor

Universitas Sumatera Utara


Benih gigi yang tumbuh tak sempurna juga dapat menjadi tumor. Secara
fisiologis, setiap benih gigi diselubungi oleh kantung yang akan menghilang apabila
erupsi berlangsung normal. Pada gigi impaksi totalis, kantung tersebut dapat
mengalami degenerasi kistik, menjadi kantung patologis berisi cairan, disebut kista
dentigerous atau kista folikular.26 Pembesaran kista pada rahang mengakibatkan
destruksi tulang. Kista juga akan menghuni dan membuat rongga luas dalam tulang.
Hal itu akan menimbulkan asimetri wajah, dan dapat pula menyebabkan fraktur
rahang patologis. Kista dentigerous yang terbentuk oleh impaksi totalis gigi molar
atas, bahkan dapat dengan bebas mengisi sinus maksilaris, menembus dinding lateral
sinus sehingga menimbulkan benjolan pada pipi.25,26,27 Kista dentigerous bahkan
dapat berkembang menjadi tumor yaitu ameloblastoma. Ameloblastoma dapat
membesar, merupakan massa jaringan fibrous yang padat dan mendesak gigi geligi di
sekitarnya sehingga lengkung rahang berubah.28 Mengingat sifat neoplasma tersebut
yang secara klinis ganas pada daerah yang terbatas, diperlukan perawatan radikal
berupa reseksi rahang (blok/parsial/total), sekaligus odontektomi gigi molar yang
impaksi tersebut.26,28

2.3 Hubungan Gigi Impaksi ke Ameloblastoma


Gigi akan tumbuh normal ke dalam rongga mulut tanpa halangan bila benih gigi
terbentuk dalam posisi yang baik, lengkung rahang cukup ruang untuk
menampungnya. Sebaliknya, pertumbuhan terganggu bila benih malposisi, lengkung
rahang tidak cukup luas atau keduanya. Kondisi di atas berakibat gangguan erupsi
yang disebut impaksi. Gigi impaksi sering menimbulkan bermacam-macam
komplikasi.26,29
Patogenesis ameloblastoma yang berasal dari epitel odontogen kista folikuler, pada
mulanya terjadi pembesaran folikel gigi impaksi membentuk kista folikuler,
kemudian karena adanya stimulus (yang sampai sekarang belum dikatahui asalnya)
terjadi proliferasi sel-sel basal epitel dinding kista folikuler membentuk
ameloblastoma. Gigi impaksi yang paling sering dihubungkan dengan ameloblastoma
adalah gigi molar tiga mandibula. Menurut Vickers dan Gorlin pada tahun 1970

Universitas Sumatera Utara


mengatakan bahwa sel-sel basl epitel dinding kista folikuler dapat berproliferasi
membentuk ameloblastoma, terutama pada mandibula dan sering dihubungkan
dengan gigi molar tiga yang tidak erupsi.26,30
Ameloblastoma dapat terjadi dari berbagai sumber epitel odontogenik, termasuk
lapisan epitel folikuler gigi. Sekitar 50% kasus ameloblastoma timbul dari lapisan
epitel folikuler dari kista dentigerous. Kista dentigerous adalah paling umum dalam
kista non-inflamasi odontogenik. Kista dentigerous berkembang dalam folikel gigi di
sekitar gigi yang belum erupsi. Ia merupakan hasil dari akumulasi cairan epitel
folikuler dan mahkota gigi. Maka pada foto ronsen sebuah gigi yang tidak erupsi
dengan mahkota akan terlihat radiolusen.31

Tabel 1. Lesi odontogenik yang terkait dengan gigi molar ketiga impaksi.31

2.4 Penatalaksanaan
Perawatan ameloblastoma banyak dikemukakan dalam berbagai kepustakaan
dan sampai saat ini masih merupakan kontroversi. Namun pada umumnya perawatan

Universitas Sumatera Utara


ameloblastoma dibagi menjadi terapi konservatif dan radikal (agresif). Perawatan
radikal biasanya berupa reseksi segmental sedangkan perawatan konservatif dapat
berupa enukleasi.32,33 Menurut suatu penelitian perawatan konservatif mempunyai
rekurensi yang paling tinggi.33
Penatalaksanaan ameloblastoma dapat dengan cara konvensional atau radikal
disesuaikan dengan faktor usia dan kondisi umum pasien, ukuran, lokasi tumor dan
tipe ameloblastoma berdasarkan pemeriksaan histopatologi. Pada pasien usia muda
atau dengan kasus ameloblastoma unikistik dan ukuran yang tidak besar dapat
dilakukan tindakan konservatif enukleasi. Sedangkan pada kasus ameloblastoma solid
atau multikistik, terapi yang tepat adalah dengan reseksi segmental dengan batas 1cm
dari batas tumor terhadap tulang sehat.33
Pasien dengan ameloblastoma multikistik telah diperlakukan dengan berbagai
cara. Ini berkisar dari enukleasi sederhana dan kuretase untuk reseksi. Metode
pengobatan yang optimal telah menjadi subyek kontroversi selama bertahun-tahun.
Ameloblastoma multikistik cenderung di infiltrasi antara tulang trabekula di
pinggiran lesi sebelum resorpsi tulang.10

Gambar 11. Ameloblastoma. A.Hemi-mandibulektomi. B. Radiografi menunjukkan


radiolusen besar yang terkait dengan impaksi molar ketiga.10

Oleh karena itu margin tumor sebenarnya sering melampaui batas radiografi
atau klinis yang tampak jelas. Upaya untuk mengangkat tumor dengan kuretase sering
meninggalkanpulau-pulau kecil tumor dalam tulang yang kemudian bermanifestasi

Universitas Sumatera Utara


sebagai rekurensi. Setelah kuretase tingkat rekurensi 50% hingga 90% telah
dilaporkan dalam berbagai penelitian.10

Menurut beberapa temuan klinis dan radiologis, sebagian besar kasus


ameloblastoma unikistik dirawat dengan metode enukleasi. Jika unsur-unsur
ameloblastik terkandung ke lumen kista dengan atau tanpa ekstensi tumor
intraluminal, maka mungkin enukleasi adalah perawatan yang memadai. Walau
bagaimanapun, pasienharus dirawat di bawah kunjungan jangka panjang.10

Jika spesimen menunjukkan perluasan tumor ke dalamdinding kista fibrous


untuk jarak yang cukup, selanjutnyatindakan perawatanakan lebih kontroversial.
Beberapa ahli bedah percaya bahwa reseksi lokal diindikasikan sebagai tindakan
pencegahan; yang lain lebih memilih untuk observasi pasien di bawah pengamatan
radiografi dan menunda perawatan lebih lanjut sampai ada bukti rekurensi. Banyak
kasus mempunyai tingkat rekurensi dari 10% hingga 20% digambarkan setelah
enukleasi dan kuretase ameloblastoma unikistik. Perkiraan ini jauh lebih kecil dari
tingkat rekurensi 50% hingga 90% dicatat setelah kuretase ameloblastoma
multikistik.10

Gambar 12. Ameloblastoma unikistik.10

Ameloblastoma perifer menunjukkan perilaku klinis yang tidak berbahaya.


Pasien merespon dengan baik untuk eksisi bedah lokal. Meskipun rekurensi lokal
telah dicatat di 15% hingga 20% dari kasus, eksisi lokal hampir selalu menghasilkan
kesembuhan. Beberapa contoh perubahan ganas dalam ameloblastoma perifer telah
dilaporkan, namun hal ini jarang terjadi.10

Universitas Sumatera Utara


Reseksi marginal adalah pengobatan yang paling banyak digunakan, namun
tingkat rekurensi hingga 15% telah dilaporkan setelah reseksi marginal atau blok
reseksi.Beberapa ahli bedah menganjurkan pendekatan yang lebih konservatif untuk
pengobatan dengan perencanaan operasi setelah evaluasi yang cermat dari computed
tomography(CT) scan.Pengangkatan tumor, diikuti oleh ostectomy perifer, sering
mengurangi kebutuhan untuk operasi rekonstruksi yang luas. Ahli
bedahmerekomendasikan bahwa margin reseksi harus setidaknya 1,0 cm sampai 1,5
cm di atas batas tumor radiografi.Ameloblastoma dari posterior rahang atas sangat
berbahaya karena kesulitan untuk mendapatkanmargin bedah yang memadai di
sekitar tumor.33

Reseksi segmental termasuk hemimaksilektomi dan hemimandibulektomi


merupakan perawatan yang sering digunakan untuk kasus ameloblastoma. Suatu
penelitian mengatakan 10% rekurensi terjadi di 10 reseksi segmental. Peneliti
melaporkan bahwa lesi cenderung timbul kembali setelah dilakukan reseksi
segmental.33 Sehdev dkk melaporkan dari 23 pasien yang dirawat dengan reseksi
segmental, terjadi rekurensi pada 5 pasien sekitar 21%.32

Enukleasi merupakan prosedur yang kurang aman untuk dilakukan. Menurut


Weder pada tahun 1950 pada suatu diskusi menyatakan walaupun popular, kuretase
merupakan prosedur yang paling tidak efisien untuk dilakukan. Enukleasi
menyebabkan kasus rekurensi hampir tidak dapat dielakkan, walaupun sebuah
periode laten dari pengobatan yang berbeda mungkin memberikan hasil yang salah.
Kuretase tumor dapat meninggalkan tulang yang sudah diinvasi oleh sel tumor.33

Universitas Sumatera Utara


2.5 Kerangka Teori
Definisi

Etiologi dan Solid atau


Patogenesis multikistik

Tipe Klinis
Unikistik
Ameloblastoma

Ekstraosseus/
Gambaran Klinis
Periferal

Folikuler

Pleksiform

Gambaran
Acanthomatous
Ameloblastoma Histopatologis

Sel Granuler

Sel Basal

Unilokular
Gambaran
Radiologis
Multilokular
Riwayat Penyakit

Ameloblastoma Pemeriksaan IO
yang disebabkan dan EO
oleh gigi impaksi
Diagnosa
Banding

Definisi

Gigi yang paling Perikoronitis


Gigi Impaksi sering mengalami
impaksi
Resopsi Akar
Hubungan
Ameloblastoma Komplikasi
dengan Gigi impaksi gigi
Impaksi Karies

Penatalaksanaan Kista dan Tumor


2.6 Kerangka

Universitas Sumatera Utara


Konsep

Ameloblastoma Gigi Impaksi

• Usia
• Jenis Kelamin
• Tipe Klinis
Ameloblastoma

Universitas Sumatera Utara


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian


Jenis rancangan penelitian adalah penelitian deskriptif. Dikatakan penelitian
deskriptif karena ini merupakan penelitian yang bertujuan mendeskripsikan atau
menggambarkan prevalensi kasus ameloblastoma yang disebabkan oleh gigi impaksi
di RSUP H. Adam Malik, Medan tahun 2013-2016.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi rekam medik RSUP H. Adam Malik,
Medan.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama satu bulan yaitu pada bulan April 2017 hingga
bulan Mei 2017.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian


Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien menderita ameloblastoma
yang disebabkan oleh gigi impaksi yang dirawat di RSUP H. Adam Malik, Medan
pada tahun 2013 hingga 2016.
Sampel penelitian adalah rekam medik pasien yang didiagnosis menderita
ameloblastoma yang disebabkan oleh gigi impaksi dan menjalani perawatan di Poli
Bedah Mulut RSUP H. Adam Malik, Medan tahun 2013-2016. Pengambilan sampel
pada penelitian ini dilakukan dengan total sampling dengan kriteria inklusi dan
eksklusi.

Universitas Sumatera Utara


Kriteria inklusi:
1. Data rekam medik seluruh pasien ameloblastoma yang disebabkan oleh gigi
impaksi yang dirawat di RSUP H. Adam Malik, Medan.
2. Data rekam medik yang berisi data pasien menderita ameloblastoma yang
disebabkan oleh gigi impaksi yang dirawat di RSUP H. Adam Malik, Medan dari
tahun 2013-2016.
3. Data rekam medik pasien menderita ameloblastoma yang disebabkan oleh gigi
impaksi yang dirawat di RSUP H. Adam Malik, Medan yang setidaknya memiliki
informasi tentang data pribadi pasien ameloblastoma (Jenis Kelamin dan Usia)
serta tipe klinis ameloblastoma yang diderita dari tahun 2013-2016.

Kriteria Eksklusi:
1. Data rekam medik pasien menderita ameloblastoma yang disebabkan oleh gigi
impaksi yang dirawat di RSUP H. Adam Malik, Medan selain tahun 2013-2016.
2. Data rekam medik pasien menderita ameloblastoma yang disebabkan oleh gigi
impaksi yang dirawat di RSUP H. Adam Malik, Medan yang tidak
mencantumkan data pribadi pasien.
3. Data rekam medik pasien menderita ameloblastoma yang disebabkan oleh gigi
impaksi yang dirawat di RSUP H. Adam Malik, Medan yang tidak
mencantumkan tipe klinis ameloblastoma yang diderita pasien.
4. Data rekam medik pasien menderita ameloblastoma yang bukan disebabkan oleh
gigi impaksi yang dirawat di RSUP H. Adam Malik, Medan.

Universitas Sumatera Utara


3.4 Variabel dan Definisi Operasional
Tabel 2. Variabel dan Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional

Jenis kelamin Hubungan gender yang terdiri dari laki –


laki dan perempuan.

Usia Usia dalam penelitian ini adalah usia


pasien menderita ameloblastoma sesuai
dengan data yang ada pada rekam medis.

Tipe klinis ameloblastoma Tipe ameloblastoma dalam penelitian ini


dibagi menjadi : solid atau multikistik,
unikistik, ekstrasseous atau peripheral.

3.5 Alat dan Bahan Penelitian


1. Rekam medis pasien
2. Alat tulis

3.6 Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan di bagian rekam medik RSUP H. Adam Malik.
Data – data pasien ameloblastoma yang disebabkan oleh gigi impaksi yang datang ke
Poli Gigi dan Mulut RSUP H. Adam Malik diambil dan dicatat. Selain itu, identitas
pasien juga dicatat seperti usia, jenis kelamin dan tipe klinis ameloblastoma.

3.7 Pengolahan Data


Data diolah secara manual dan disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan grafik.

Universitas Sumatera Utara


3.8 Analisis Data
Analisa data dilakukan dengan cara menghitung prevalensi pasien
ameloblastoma dari hasil pencatatan data sekunder rekam medik dari pasien yang
datang ke Poli Gigi dan Mulut RSUP H. Adam Malik dari Tahun 2013-2016.

Universitas Sumatera Utara


3.9 Alur Penelitian

Prevalensi Kasus Ameloblastoma yang


Disebabkan oleh Gigi Impaksi di RSUP H.
Adam Malik, Medan

Populasi
Rekam Medik pasien ameloblastoma yang
disebabkan oleh gigi impaksi yang datang ke
Poli Gigi dan Mulut RSUP H. Adam Malik,
Medan Tahun 2013-2016

Sampel
Rekam Medik pasien ameloblastoma yang
disebabkan oleh gigi impaksi yang datang ke
Poli Gigi dan Mulut RSUP H. Adam Malik,
Medan Tahun 2013-2016

Variabel
- Usia, Jenis Kelamin, dan Tipe Klinis
Ameloblastoma

Pengolahan Data

Universitas Sumatera Utara


BAB 4
HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Lokasi Penelitian


Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan merupakan sebuah rumah
sakit pemerintah yang dikelola pemerintah pusat dengan Pemerintah Daerah Provinsi
Sumatera Utara, terletak di pinggiran kota Medan. Rumah sakit ini dibangun
berdasarkan Surat Keputusan Menkes No.335/Menkes/SK/VII/1990 yang merupakan
rumah sakit kelas A, yang terletak di Jalan Bunga Lau No. 17 Padang Bulan, Medan.
Di samping itu juga merupakan Rumah Sakit Pusat Rujukan untuk wilayah
Pembangunan A yang meliputi Propinsi Sumatera Utara, Propinsi Aceh, Propinsi
Sumatera Barat, dan Propinsi Riau. Rumah Sakit Adam Malik mulai beroperasi sejak
tanggal 17 Juni 1991 dengan pelayanan rawat jalan, sedangkan untuk pelayanan
rawat inap baru dimulai tanggal 2 Mei 1992.
Pelayanan medis adalah pelayanan yang diberikan RSUP H. Adam Malik
terhadap pasien dalam bidang medis atau kesehatan, yaitu dalam bidang pengobatan.
Pelayanan medis yang dimiliki RSUP H. Adam Malik Medan antaranya adalah
poliklinik gigi dan mulut.

4.2 Prevalensi Ameloblastoma yang Disebabkan oleh gigi impaksi Di


RSUP H. Adam Malik, Medan Tahun 2013-2016
Dari data-data yang diperoleh di bagian rekam medik Rumah Sakit Umum
Pusat H. Adam Malik Medan, jumlah pasien yang didiagnosa ameloblastoma yang
disebabkan oleh gigi impaksi di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik pada
tahun 2013-2016 adalah sebanyak 64 orang.

Universitas Sumatera Utara


4.3PrevalensiAmeloblastoma yang Disebabkan oleh gigi impaksi Di
RSUP H. Adam Malik, Medan Tahun 2013-2016 Berdasarkan Usia
Prevalensi kasus ameloblastoma yang disebabkan oleh gigi impaksi
berdasarkan usia diklasifikasikan menurut klasifikasi usia WHO.35 Dari 64 kasus
yang diperoleh, jumlah usia tertinggi yang didiagnosaameloblastoma yang
disebabkan oleh gigi impaksidi Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik adalah
usia 18-65 tahun sebanyak 79,7%, pada usia 0-17 tahun sebanyak 15,6% dan pada
usia 66-79 tahun sebanyak 4,7%. Tidak ada kasus ameloblastoma yang disebabkan
oleh gigi impaksi di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik dalam lingkungan
usia 80-99 tahun dan usia melebihi 100 tahun. Distribusi ameloblastoma dijumpai
pada usia paling muda yaitu 4 tahun dan paling tua pada usia 69 tahun.

Tabel 3. Prevalensi Ameloblastoma yang Disebabkan oleh Gigi Impaksi Di RSUP H. Adam.
Malik Tahun 2013-2016 Berdasarkan Usia

Usia Ameloblastoma yang disebabkan oleh gigi impaksi


Jumlah (Orang) Persentase
0-17 10 15,6%
18-65 51 79,7%
66-79 3 4,7%
80-99 0 -
>100 0 -
Total 64 100%

Universitas Sumatera Utara


0% 0%

5% 15%

0-17
18-65
66-79
80-99
80% >100

Diagram 1. PrevalensiAmeloblastoma yang Disebabkan oleh Gigi Impaksi Di


RSUP H. Adam Malik Pada Tahun 2013-2016 Berdasarkan Usia

4.4 Prevalensi Ameloblastoma yang Disebabkan oleh Gigi Impaksi Di


RSUP H. Adam Malik Tahun 2013-2016 Berdasarkan Jenis Kelamin
Dari 64 orang yang mengalami ameloblastoma yang disebabkan oleh gigi
impaksi di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik yang terjadi pada laki-laki
sebanyak 33 orang dengan persentase sebesar 51,56 % dan pada perempuan sebanyak
31 orang dengan persentase sebesar 48,44 %.

Tabel 4. Prevalensi Ameloblastoma yang Disebabkan oleh Gigi Impaksi Di RSUP H. Adam
Malik Tahun 2013-2016 Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis kelamin Ameloblastoma yang Disebabkan oleh Gigi


Impaksi
Jumlah (Orang) Persentase

Laki-laki 33 51,56%
Perempuan 31 48,44%

Universitas Sumatera Utara


48%
52%
Laki-laki
Perempuan

Diagram 2. Prevalensi Ameloblastoma yang Disebabkan oleh Gigi Impaksi Di


RSUP H. Adam Malik Tahun 2013-2016 Berdasarkan Jenis Kelamin

4.5 Prevalensi Ameloblastoma yang Disebabkan oleh Gigi Impaksi Di


RSUP H. Adam Malik Tahun 2013-2016 Berdasarkan Tipe Klinis
Ameloblastoma
Dari 64 kasus yang diperoleh, jumlah tertinggi yang didiagnosa
ameloblastoma yang disebabkan oleh gigi impaksi di Rumah Sakit Umum Pusat H.
Adam Malik berdasarkan tipe klinis ameloblastoma adalah tipe multikistik atau solid
yaitu 48,4%, tipe ekstraosseous atau periferal sebanyak 37,5%, dan persentase
terendah adalah tipe unikistik sebanyak 14,1%.

Table 5. PrevalensiAmeloblastoma yang Disebabkan oleh Gigi ImpaksiDi RSUP H. Adam


Malik Tahun 2013-2016 Berdasarkan Tipe Klinis Ameloblastoma

Tipe Ameloblastoma Ameloblastoma yang disebabkan oleh gigi impaksi


Jumlah (Orang) Persentase (%)
Multikistik / Solid 31 48,4%
Unikistik 9 14,1%
Ekstraosseus / Periferal 24 37,5%
Total 64 100%

Universitas Sumatera Utara


38%
48%
Multikistik/ solid
Unikistik
Ekstraosseus/ Periferal
14%

Diagram 3. PrevalensiAmeloblastoma yang Disebabkan oleh Gigi Impaksi Di


RSUP H. Adam Malik Pada Tahun 2013-2016 Berdasarkan Tipe
Klinis Ameloblastoma

Universitas Sumatera Utara


BAB 5
PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan
pasien yang didiagnosa ameloblastoma yang disebabkan oleh gigi impaksi pada tahun
2013 hingga 2016 adalah sebanyak 64 pasien.
Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa pasien mengalami ameloblastoma yang
disebabkan oleh gigi impaksiterjadi hampir pada seluruh rentang usia dari yang
paling muda yaitu 4 tahun dan yang paling tua 69 tahun. Presentase usia tertinggi
yang didiagnosa ameloblastoma yang disebabkan oleh gigi impaksidi Rumah Sakit
Umum Pusat H. Adam Malik adalah usia 18-65 tahun sebanyak 79,7%, usia 0-17
tahun sebanyak 15,6% dan presentase terendah pada usia 66-79 tahun sebanyak 4,7%.
Tidak ada kasus ameloblastoma yang disebabkan oleh gigi impaksi di Rumah Sakit
Umum Pusat H. Adam Malik dalam lingkungan 80-99 tahun dan usia melebihi 100
tahun.
Hasil ini telah membuktikan teori daripada literatur Tatapudi R dkk pada
tahun 2014 menyatakan bahwa usia yang sering terkena ameloblastoma yang
disebabkan oleh gigi impaksi adalah diantara 15-30 tahun yaitu sebanyak 43%.36
Pada penelitian di Denmark oleh Guven dkk pada tahun 2000 menyatakan bahwa
33,9% pada usia di bawah 33 tahun mengalami ameloblastoma yang disebabkan oleh
gigi impaksi.37Menurut beberapa buku ilmiah ameloblastoma yang disebabkan oleh
gigi impaksi telah diamati pada pasien yang berusia antara 18 sampai 75 tahun
dengan usia rata-rata 30 tahun.10 Ameloblastoma juga sering terjadi pada pasien
berusia antara 20 sampai 40 tahun, meskipun dapat terjadi pada usia berapapun.1

Ameloblastoma terjadi paling tinggi pada dekade ketiga berhubungan dengan


impaksi molar ketiga dan pada akhir dekade ketiga merupakan masa akhir erupsi gigi.
Insidensi kasus ameloblastoma tertinggi di Asia terjadi pada usia dekade ketiga
manakala di Amerika Utara pada dekade kelima. Penjelasan untuk perbedaan ini
adalah etnis dan juga perbedaan sosio-ekonomi. Hal ini karena orang di Amerika

Universitas Sumatera Utara


Utara sering memiliki akses ke perawatan medis yang lebih baik dibandingkan
dengan orang di negara berkembang seperti Thailand dan Vietnam. Pasien di
Amerika Utara lebih cenderung melakukan kunjungan rutin ke dokter gigi. Sebagai
konsekuensinya lesi oral seperti ameloblastoma terdeteksi di usia yang lebih muda.
Korea misalnya adalah negara industri dengan standar kehidupan yang tinggi dan
sistem kesehatan yang sangat dihormati, namun memiliki rata-rata usia penderita
ameloblastoma sebanding dengan negara-negara Asia lainnya.37
Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa pasien mengalami ameloblastoma yang
disebabkan oleh gigi impaksi berdasarkan jenis kelamin dimana didapatkan rasio
terjadinya ameloblastoma yang disebabkan oleh gigi impaksi pada laki-laki dan
perempuan adalah lebih kurang sama yaitu 1,1: 1. Hasil ini hampir sama dengan teori
yang terdapat pada beberapa literatur. Pada literatur Guven dkk juga menyatakan
bahwa persentase terjadinya ameloblastoma yang disebabkan oleh gigi impaksi pada
laki laki adalah 58% dan perempuan adalah 42%. Rasio bagi ameloblastoma yang
disebabkan oleh gigi impaksi pada laki-laki dan perempuan adalah 1,4 : 1.36 Pada
literatur Hamed Mortazavi menyatakan kasus ameloblastoma yang disebabkan oleh
gigi impaksi lebih banyak ditemukan pada laki-laki dari perempuan yaitu dengan
rasio sebanyak 1,3:1,2.17
Pada penelitian di Canada oleh Lorade DM dkk pada tahun 2006 pasien yang
mengalami ameloblastoma yang disebabkan oleh gigi impaksi ditemukan 12% pada
laki laki dan 5% pada perempuan dan rasio laki-laki terhadap perempuan adalah 2:1.9
Pada penelitian di Yaman oleh Halboub ES dkk pada tahun 2012 dari 54 kasus pasien
akibat ameloblastoma yang disebabkan oleh gigi impaksi ditemukan 50,3% pada laki-
laki dan 49,7% pada perempuan dan rasio laki-laki terhadap perempuan adalah 1:1.28
Hasil ini adalah lebih kurang sama dengan hasil yang diperoleh di Rumah Sakit
Umum Pusat H. Adam Malik Medan.
Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa pasien mengalami ameloblastoma yang
disebabkan oleh gigi impaksi di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik
berdasarkan tipe ameloblastoma adalah tipe multikistik atau solid yaitu 48,4%, tipe

Universitas Sumatera Utara


ekstraosseous atau periferal sebanyak 37,5%, dan persentase terendah adalah tipe
unikistik sebanyak 14,1%.
Persentase tertinggi kasus ameloblastoma yang disebabkan oleh gigi impaksi
adalah tipe multikistik atau solid sebanyak 48,4%. Hasil ini membuktikan teori
literatur oleh Jankowski et al. yang menyatakan bahwa persentase ameloblastoma
yang disebabkan oleh gigi impaksi adalah lebih tinggi pada tipe multikistik.36
Menurut literatur Andrew C McClary tipe multikistik atau solid adalah sering terjadi
dengan insidensi 91% diikuti dengan tipe unikistik dengan insidensi 2% dan tipe
periferal sebanyak 6%.3,36
Ameloblastoma solid atau multikistik adalah subtipe histologis yang dominan
pada populasi Thailand dan Myanmar yang sesuai dengan laporan sebelumnya dari
Brazil, Malaysia, Kanada dan Amerika Syarikat. Ameloblastoma tipe multikistik juga
lebih sering ditemukan dalam penelitian dari Malaysia jika dibandingkan dengan tipe
unikistik dan tipe periferal. Hal ini karena terdapat perbedaan pola histologis pada
populasi yang hidup dalam geografis yang berbeda.36

Universitas Sumatera Utara


BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Prevalensi ameloblastoma yang disebabkan oleh gigi impaksi di Rumah Sakit


Umum Pusat H. Adam Malik Medan pada tahun 2013-2016 sebesar 64 orang.
2. Prevalensi ameloblastoma terjadi hampir pada seluruh rentang usia dari yang
paling muda yaitu 4 tahun dan yang paling tua 69 tahun.
3. Prevalensi ameloblastoma yang disebabkan oleh gigi impaksi di Rumah Sakit
Umum Pusat H. Adam Malik Medan pada tahun 2013-2016 diperoleh
persentase yang tertinggi pada usia 18-65 tahun sebanyak 79,7%.
4. Prevalensi ameloblastoma yang disebabkan oleh gigi impaksi di Rumah Sakit
Umum Pusat H. Adam Malik Medan terjadi pada laki-laki sebesar 51,56%
dan pada perempuan sebesar 48,44%.
5. Rasio terjadinya ameloblastoma yang disebabkan oleh gigi impaksi pada laki
laki dan perempuan adalah sebesar 1,1 :1
6. Prevalensi ameloblastoma yang disebabkan oleh gigi impaksi ditemui
persentasi paling tinggi dalam tipe ameloblastoma adalah tipe
Multikistik/solid sebanyak 48,4%.

Universitas Sumatera Utara


6.2 Saran
Saran penulis dalam penelitian ini:

1. Direkomendasikan kepada tenaga medis di RSUP H. Adam Malik, Medan


untuk melakukan observasi pada pasien dengan gigi impaksi dan pemeriksaan
rutin secara berkala.
2. Pada penelitian yang lebih lanjut diharapkan menggunakan sampel dari rumah
sakit yang lain sehingga sampel lebih banyak supaya hasil penelitian lebih
representatif.
3. Pada penelitian lanjutan juga diharap dapat melakukan penelitian mengenai
prevalensi pasien ameloblastoma yang disebabkan oleh impaksi gigi yang
melakukan perawatan di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik telah
sembuh.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

1. Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary oral and maxillofacial
pathology. 2nd ed. Missouri: Mosby, 2004; 134-143.
2. Lagares DT, Cossio PI, Guisado JMH, Perez JLG. Mandibular ameloblastoma
a review of the literatur and presentation of six cases. J Med Oral Patol Oral
Cir Bucal 2005; 10: 231-238.
3. McClary CA. West RB. McClary CA. Ameloblastoma : A clinical review and
trends in management. Eur Arch Otorhinolaryngol 2015; 1-13.
4. Hupp JR, Ellis E, Tucker MR. Contemporary oral and maxillofacial surgery.
6th ed.USA: Elsevier Inc, 2014; 464-694, 467-694.
5. Miloro M, Ghali GE, Larsen PE, Waite PD. Peterson’s principles of oral and
maxillofacial surgery. 2nd Ed. Hamilton: BC Decker Inc, 2004; 49-140.
6. Mitra R, Prajapati VK, Vinayak KM, Nath S, Sharma N. Prevalence of
mandibular third molar impaction. IJCMR 2016; 3(2): 2625-626.
7. Juodzbalys G, Daugela P. Mandibular third molar impaction: Review of
literatur and a proposal of a classification. J Oral Maxillofac Res 2013; 4(2): 1-
8.
8. Shin SM, Choi EJ, Moon SY. Prevalence of pathologies related to impacted
mandibular third molars. SpringerPlus 2016; 1-5
9. Alamgir W, Mumtaz M, Kazmi F, Baig MA. Cause and relationship between
mandibular third molar impactions and associated pathologies. International
Journal of Advanced Research 2015; 3(1) : 762-767
10. Rusdiana, Sandini SU., Vitria EE., Santoso TI. Profile of ameloblastoma from
a retrospective study in Jakarta, Indonesia. Journal of Dentistry Indonesia
2011; 18(2): 27-32
11. Hasan MA. Prevalensi ameloblastoma dan distribusi ameloblastoma serta
perawatannya di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Journal of Dentistry
Indonesia 2010; 45-46

Universitas Sumatera Utara


12. Neville BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE. Oral and maxillofacial
pathology. 2nd ed. Philadelphia: Elsevier, 2004; 611-2,616
13. Fonseca, RJ. Oral and maxilofacial surgery. Vol. 5. Philadephia: Elsevier,
2005; 334-358
14. Regezi, Joseph A, Sciubba, James J, Jordan, Richard CK. Oral pathology,
clinical pathologic correlation. 4th ed. USA: W.B. Saunders Co, 2005; 267-274,
281, 284-286.
15. Booth PW, Schendel SA, Hausamen JE. Maxillofacial surgery. 2nd ed.
Missouri: Churchill Livingstone Elsevier, 2007; 426-34,492-5,1466-8
16. Sudiono J, Kurniadhi B, Hendrawan A, Djimantoro B. Ilmu patologi. Ed 1.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2003; 153
17. Mortazavi H, Baharvand M. Jaw lesions associated with impacted tooth: A
radiographic diagnostic guide. Korean Academy of Oral and Maxillofacial
Radiology 2016; 46:147-57
18. Kawulusan N, Tajrin A, Chasanah NR. Penatalaksanaan ameloblastoma
dengan metode dredging. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanudin
2010; 2: 36-20
19. Rahaju AS., Fauziah D., Kusumastuti EH. Diagnostic accuracy of pre-
operative fine needle aspiration biopsy in ameloblastoma.Folia Medica
Indonesiana 2010; 46(1): 41-44
20. Varghese KG. A Practical guide to the management of impacted teeth. New
Delhi: Jaypee, 2010; 29-36, 58-59, 73-82.
21. Kleiman MA. Managing impacted third molar.dentoalveolar surgery - Oral and
maxillofacial surgery clinics of North America. Philadelphia: Elsevier, 2015;
365-70.
22. Moore UJ. Principles of oral and maxillofacial surgery 6th Ed. United
Kingdom: Wiley- Blackwell, 2011; 138-49.
23. Hashemipour MA, Arashlow MT, Hanzaei FF. Incidence of impacted
mandibular and maxillary third molars: A radiographic study in a southeast
Iran population. Med Oral Patol Oral Cir Bucal 2013; 18(1): 140-44.

Universitas Sumatera Utara


24. Cordero E, Vallejos D, Sadovnik I, Romo L. Study of prevalence of third
molar according to Pell and Gregory classification. IJOM 2011; 13(10): 11-16
25. Santosh P. Impacted mandibular third molars: Review of literatur and a
proposal of a combined clinical and radiological classification. AMH Res,
2015; 5(4): 229-33.
26. Rahayu S. Odontektomi, tatlaksana gigi bungsu impaksi. E-journal WIDYA
Kesehatan dan lingkungan 2012; 1: 2-3
27. Dodson TB, Susarla SM. Clinical evidence: Impacted wisdom teeth. Clinic
Edv 2010; 1-5.
28. Cawson RA. Essentials of dental surgery and pathology. 5th ed. USA: Churchill
Livingston Inc, 2007; 247- 250.
29. Woo SB. Oral Pathology: A Comprehensive Atlas and Text. 1st ed.
Philadelphia: W.B. Saunders, 2012; 146-442.
30. Sudiono J, Kurniadhi B, Hendrawan A, Djimantoro B. Ilmu Patologi. 4thed.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2013; 153.
31. Ceylan ZC, Barton FB, Leon Barnes. Ameloblastoma and dentigerous cyst
associated with impacted mandibular third molar tooth. Philadelphia:
Springerplus, 2011; 30: 8-5
32. Gunadi H, Roesli A. Perawatan ameloblastoma dengan metoda dredging.
Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia 2003; 10: 11-7
33. Dandriyal R, Gupta A, Pant S, Baweja HH. Surgical management of
ameloblastoma: Conservative and radical approach. Natl J Maxillofac Surg
2011; 2(1): 27-22
34. Widianto B, Rahmat M, Rahardjo. Reseksi segmental dan rekonstruksi
mandibular dengan mandibular positioner guidance sebagai perawatan
ameloblastoma pada pasien edentulus total. Faculty of dentistry Gadjah Mada
2011; 3: 31-27
35. Kriteria baru kelompok usia.https://inspirasidakwah.net/2016/02/19/who-
mengeluarkan-kriteria-baru-kelompok-usia/.

Universitas Sumatera Utara


36. Tatapudi R., Samas AS., Reddy S., Boddu NK. Prevalence of ameloblastoma:
A three year retrospective study. Journal of Indian Academy of Oral Med and
Radiology 2014; 26: 145-152
37. Intapa C. Analysis of prevalence and clinical features of ameloblastoma and its
histopathological subtypes in Southeast Myanmar and lower Northern
Thailand populations: A 13-year old retrospective study. Journal of Clinical
and Diagnostic Research 2017; 11(1): 3-5

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai