Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


VaricelAla adalah suatu penyakit infeksi akut primer oleh virus Varicella Zoster
yang menyerang kulit, mukosa dan selaput lendir, klinis terdapat gejala konstitusi,
kelainan kulit polimorf ditandai oleh adanya vesikel-vesikel, terutama berlokasi di
bagian sentral tubuh. Sinonimnya adalah cacar air, chicken pox.1 Varicella merupakan
penyakit infeksi virus akut dan cepat menular. Penyakit ini merupakan hasil infeksi
primer pada penderita yang rentan.2
Varicella merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus Varicella Zoster.
Virus Varicella Zoster merupakan virus DNA yang mirip dengan virus Herpes Simpleks.
Pada hakekatnya varicella memberikan gambaran penyakit yang berat dan peradangan
yang lebih jelas disbanding dengan penyakit herpes simpleks. Virus tersebut dapat pula
menyebabkan herpes zoster. Kedua penyakit ini mempunyai manifestasi klinis yang
berbeda.3,4 Varicella pada umumnya menyerang anak, sedangkan herpes zoster atau
shingles merupakan suatu reaktivasi infeksi endogen pada periode laten VZV umumnya
menyerang orang dewasa atau anak yang menderita defisiensi imun.5
Virus Varicella Zoster dapat menyebabkan 2 jenis, yaitu infeksi primer dan
sekunder. Varicella (chicken pox) merupakan suatu bentuk infeksi primer virus Varicella
Zoster yang pertama kali pada individu yang berkontak langsung dengan virus tersebut
sedangkan infeksi sekunder/rekuren (karena persistensi virus) disebut Herpes
Zoster/shingles.3
Virus Varicella Zoster masuk kedalam tubuh dan menyebabkan terjadinya infeksi
primer, setelah ada kontak dengan virus tersebut akan terjadi varicella. Kemudian setelah
penderita varicella (infeksi primer) sembuh, mungkin virus itu tetap ada dalam bentuk
laten (tanpa ada manifestasi klinis) pada dasar akar ganglia dan nervus spinalis. Virus
tersebut dapat menjadi aktif kembali dalam tubuh individu dan menyebabkan terjadinya
Herpes Zoster.4

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Definisi
Varicella adalah infeksi akut primer oleh virus varicella zoster yang menyerang kulit
dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi
di bagian sentral tubuh.1
2. 2 Epidemiologi

Varicella tersebar kosmopolit (di seluruh dunia), dapat mengenai semua golongan
umur, termasuk neonates (varicella kongenital). Tetapi tersering menyerang terutama
anak-anak, tetapi dapat juga menyerang orang dewasa. Bila terjadi pada orang dewasa,
umumnya gejala konstitusi lebih berat. Transmisi penyakit ini berlangsung secara
aerogen. Varicella sangat mudah menular terutama melalui kontak langsung, droplet
atau aerosol dari lesi vesikuler di kulit ataupun melalui saluran nafas, dan jarang
melalui kontak tidak langsung. Masa penularannya, pasien dapat menularkan penyakit
selama 24-48 jam sebelum lesi kulit timbul sampai semua lesi timbul krusta/keropeng,
biasanya kurang lebih 6-7 hari dihitung dari timbulnya gejala erupsi di kulit. Penyakit
ini cepat sekali menular pada orang-orang di lingkungan penderita. Seumur hidup
seseorang hanya satu kali menderita varicella. Serangan kedua mungkin berupa
penyebaran ke kulit pada herpes zoster.1,2,4,6

Varicella dapat terjadi di sepanjang tahun. Di Negara Barat, prevalensi kejadian


varicella tergantung dari musim (musim dingin dan awal musim semi lebih banyak). Di
Indonesia belum pernah dilakukan penelitian, agaknya penyakit virus menyerang pada
musim peralihan. Angka kejadian di Negara kita belum pernah diteliti, tetapi di
Amerika dikatakan kira-kira 3,1-3,5 juta kasus dilaporkan tiap tahun.4,5

2. 3 Etiologi

Varicella disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV). Penamaan virus ini
memberi pengertian bahwa infeksi primer virus ini meyebabkan penyakit varicella,
sedangkan reaktivasi menyebabkan herpes zoster. Varicella Zoster Virus (VZV)
termasuk kelompok virus herpes dengan ukuran diameter kira-kira 140–200 nm.1,2,6

2
Varicella-Zooster virus diklasifikasikan sebagai herpes virus alfa karena
kesamaannya dengan prototipe kelompok ini yaitu virus herpes simpleks. Inti virus
disebut Capsid, terdiri dari protein dan DNA dengan rantai ganda, yaitu rantai pendek
(S) dan rantai panjang (L) dan membentuk suatu garis dengan berat molekul 100 juta
yang disusun dari 162 capsomer dan sangat infeksius. Genom virus mengkode lebih
dari 70 protein, termasuk protein yang merupakan sasaran imunitas dan timidin kinase
virus, yang membuat virus sensitif terhadap hambatan oleh asiklovir dan dihubungkan
dengan agen antivirus.7

VZV dapat pula menyebabkan Herpes Zoster. Kedua penyakit ini mempunyai
manifestasi klinis yang berbeda. Kontak pertama dengan virus ini akan menyebabkan
varicella, oleh karena itu varicella dikatakan infeksi akut primer, kemudian setelah
penderita varicella tersebut sembuh, mungkin virus itu tetap ada di akar ganglia dorsal
dalam bentuk laten (tanpa ada manifestasi klinis) dan kemudian VZV diaktivasi oleh
trauma sehingga menyebabkan Herpes Zoster.4,5,7

VZV dapat ditemukan dalam cairan vesikel dan dalam darah penderita
varicella sehingga mudah dibiakan dalam media yang terdiri dari fibroblast paru
embrio manusia.4

Gambar 2.1 Struktur partikel virus varicella-zooster

2. 4 Patofisiologi

3
Varicella disebabkan oleh VZV yang termasuk dalam famili virus herpes. Virus
masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran napas bagian atas dan orofaring
(percikan ludah, sputum). Multiplikasi virus di tempat tersebut diikuti oleh penyebaran
virus dalam jumlah sedikit melalui darah dan limfe (viremia primer). Virus VZV
dimusnahkan/ dimakan oleh sel-sel sistem retikuloendotelial, di sini terjadi replikasi
virus lebih banyak lagi (pada masa inkubasi). Selama masa inkubasi infeksi virus
dihambat sebagian oleh mekanisme pertahanan tubuh dan respon yang timbul (imunitas
nonspesifik).2,5,8
Pada sebagian besar individu replikasi virus lebih menonjol atau lebih dominan
dibandingkan imunitas tubuhnya yang belum berkembang, sehingga dalam waktu dua
minggu setelah infeksi terjadi viremia sekunder dalam jumlah yang lebih banyak. Hal
ini menyebabkan panas dan malaise, serta virus menyebar ke seluruh tubuh lewat aliran
darah, terutama ke kulit dan membrane mukosa. Lesi kulit muncul berturut-berturut,
yang menunjukkan telah memasuki siklus viremia, yang pada penderita yang normal
dihentikan setelah sekitar 3 hari oleh imunitas humoral dan imunitas seluler VZV. Virus
beredar di leukosit mononuklear, terutama pada limfosit. Bahkan pada varicella yang
tidak disertai komplikasi, hasil viremia sekunder menunjukkan adanya subklinis infeksi
pada banyak organ selain kulit.2,8
Respon imun penderita menghentikan viremia dan menghambat berlanjutnya lesi
pada kulit dan organ lain. Imunitas humoral terhadap VZV berfungsi protektif terhadap
varicella. Pada orang yang terdeteksi memiliki antibodi serum biasanya tidak selalu
menjadi sakit setelah terkena paparan eksogen. Sel mediasi imunitas untuk VZV juga
berkembang selama varicella, berlangsung selama bertahun-tahun, dan melindungi
terhadap terjadinya resiko infeksi yang berat.8
Reaktivasi pada keadaan tubuh yang lemah sebagian idiopatik tanpa diketahui
penyebabnya, sebagian simptomatik (defisiensi imun melalui penyakit system imun,
neoplasia, supresi imun).3

2. 5 Manifestasi Klinis

4
Masa inkubasi penyakit ini berlangsung 14 sampai 21 hari. Masa inkubasi dapat
lebih lama pada pasien dengan defisiensi imun dan pada pasien yang telah menerima
pengobatan pasca paparan dengan produk yang mengandung antibodi terhadap
varicella.1,9

Perjalanan penyakit dibagi menjadi 2 stadium yaitu stadium prodromal dan


stadium erupsi. Stadium prodromal yaitu 24 jam sebelum kelainan kulit timbul, terdapat
gejala seperti demam, malaise, kadang-kadang terdapat kelainan scarlatinaform atau
morbiliform. Stadium erupsi dimulai dengan terjadinya papul merah, kecil, yang
berubah menjadi vesikel yang berisi cairan jernih dan mempunyai dasar eritematous.
Permukaan vesikel tidak memperlihatkan cekungan ditengah (unumbilicated).4

Gejala klinis mulai gejala prodromal, yakni demam yang tidak terlalu tinggi,
malaise dan nyeri kepala, kemudian disusul timbulnya erupsi kulit berupa papul
eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel
ini khas berupa tetesan embun (tear drops). Vesikel akan berubah menjadi keruh
(pustul) dalam waktu 24 jam dan kemudian pecah menjadi krusta. Biasanya vesikel
menjadi kering sebelum isinya menjadi keruh. Sementara proses ini berlangsung, dalam
3-4 hari erupsi tersebar disertai perasaan gatal. Timbul lagi vesikel-vesikel yang baru di
sekitar vesikula yang lama, sehingga menimbulkan gambaran polimorfi. Stadium erupsi
yang seperti ini disebut sebagai stadium erupsi bergelombang.1,2,4

Gambar 2.2 Gambaran ruam pada infeksi virus varicella zoster

5
Penyebaran terutama di daerah badan dan kemudian menyebar secara sentrifugal ke
muka dan ekstremitas, serta dapat menyerang selaput lendir mata, mulut, dan saluran
napas bagian atas. Jika terdapat infeksi sekunder terdapat pembesaran kelenjar getah
bening regional. Penyakit ini biasanya disertai gatal.1

Pada anak kecil jarang terdapat gejala prodromal. Sementara pada anak yang lebih
besar dan dewasa, munculnya erupsi kulit didahului gejala prodromal. Ruam yang
seringkali didahului oleh demam selama 2-3 hari, kedinginan, malaise, anoreksia, sakit
kepala, nyeri punggung, dan pada beberapa pasien dapat disertai nyeri tenggorokan dan
batuk kering.9

Pada pasien yang belum mendapat vaksinasi, ruam dimulai dari muka dan skalp, dan
kemudian menyebar secara cepat ke badan dan sedikit ke ekstremitas. Lesi baru muncul
berturut-turut, dengan distribusi terutama di bagian sentral. Ruam cenderung padat kecil-
kecil di punggung dan antara tulang belikat daripada skapula dan bokong dan lebih
banyak terdapat pada medial daripada tungkai sebelah lateral. Tidak jarang terdapat lesi
di telapak tangan dan telapak kaki, dan vesikula sering muncul sebelumnya dan dalam
jumlah yang lebih besar di daerah peradangan, seperti daerah yang terkena sengatan
matahari.9

Gambar 2.3 Gambaran orang yang terkena infeksi varicella

6
Gambar 2.4 Infeksi varicella pada penderita dengan imunisasi

Gambaran dari lesi varicella berkembang secara cepat, yaitu lebih kurang dari 12
jam, dimana mula-mula berupa makula eritematosa yang berkembang menjadi papul,
vesikel, pustul, dan krusta. Vesikel dari varicella berdiameter 2-3 mm, dan berbentuk
elips, dengan aksis panjangnya sejajar dengan lipatan kulit. Vesikel biasanya superfisial
dan berdinding tipis, dan dikelilingi daerah eritematosa sehingga tampak terlihat seperti
“embun di atas daun mawar”. Cairan vesikel cepat menjadi keruh karena masuknya sel
radang, sehingga mengubah vesikel menjadi pustul. Lesi kemudian mengering, mula-
mula di bagian tengah sehingga menyebabkan umbilikasi dan kemudian menjadi krusta.
Krusta akan lepas dalam 1-3 minggu, meninggalkan bekas bekas cekung kemerahan
yang akan berangsur menghilang. Apabila terjadi superinfeksi dari bakteri maka dapat
terbentuk jaringan parut. Lesi yang telah menyembuh dapat meninggalkan bercak
hipopigmentasi yang dapat menetap selama beberapa minggu/bulan.9

Vesikel juga terdapat di mukosa mulut, hidung, faring, laring, trakea, saluran cerna,
kandung kemih, dan vagina. Vesikel di mukosa ini cepat pecah sehingga seringkali
terlihat sebagai ulkus dangkal berdiameter 2-3 mm.9

7
Gambar 2.5 Lesi dengan spektrum luas

Gambaran khas dari varicella adalah adanya lesi yang muncul secara simultan
(terus-menerus), di setiap area kulit, dimana lesi tersebut terus berkembang. Suatu
prospective study menunjukkan rata-rata jumlah lesi pada anak yang sehat berkisar
antara 250-500. Pada kasus sekunder karena paparan di rumah gejala klinisnya lebih
berat daripada kasus primer karena paparan di sekolah, hal ini mungkin disebabkan
karena paparan di rumah lebih intens dan lebih lama sehingga inokulasi virus lebih
banyak.9
Demam biasanya berlangsung selama lesi baru masih timbul, dan tingginya demam
sesuai dengan beratnya erupsi kulit. Jarang di atas 39oC, tetapi pada keadaan yang berat
dengan jumlah lesi banyak dapat mencapai 40,5oC. Demam yang berkepanjangan atau
yang kambuh kembali dapat disebabkan oleh infeksi sekunder bakterial atau komplikasi
lainnya. Gejala yang paling mengganggu adalah gatal yang biasanya timbul selama
stadium vesikuler.9
2. 6 Pemeriksaan Penunjang

Gambaran histopatologi yaitu vesikula terdapat dalam epidermis, terbentuk akibat


‘degenerasi balon’, sangat sukar dibedakan dari kelainan pada herpes zoster dan herpes
simpleks.5,6

Lesi pada varicella dan herpes zoster tidak dapat dibedakan secara histopatologi.
Pada pemeriksaan menunjukkan sel raksasa berinti banyak dan sel epitel yang
mengandung badan inklusi intranuklear yang asidofilik.9

8
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan percobaan Tzanck dengan cara membuat
sediaan hapus yang diwarnai, dimana bahan pemeriksaan diambil dari kerokan dari
dasar vesikel yang muncul lebih awal, kemudian diletakkan di atas object glass, dan
difiksasi dengan ethanol atau methanol, dan diwarnai dengan pewarnaan hematoxylin-
eosin, Giemsa, Papanicolaou, atau pewarnaan Paragon. Hasilnya akan didapati sel datia
berinti banyak.1,9

Gambar 2.6 Sel raksasa berinti banyak

Di samping itu Varicella zoster virus (VZV) polymerase chain reaction (PCR)
adalah metode pilihan untuk diagnosis varicella. VZV juga dapat diisolasi dari kultur
jaringan, meskipun kurang sensitif dan membutuhkan beberapa hari untuk mendapatkan
hasilnya. Bahan yang paling sering digunakan adalah isolasi dari cairan vesikuler. VZV
PCR adalah metode pilihan untuk diagnosis klinis yang cepat. Real-time PCR metode
tersedia secara luas dan merupakan metode yang paling sensitif dan spesifik dari tes
yang tersedia. Hasil tersedia dalam beberapa jam. Jika real-time PCR tidak tersedia,
antibodi langsung metode (DFA) neon dapat digunakan, meskipun kurang sensitif
dibanding PCR dan membutuhkan pengambilan spesimen yang lebih teliti.5,9
Berbagai tes serologi untuk antibodi terhadap varicella tersedia secara komersial
termasuk uji aglutinasi lateks (LA) dan sejumlah enzyme-linked immunosorbent tes
(ELISA). Saat ini tersedia metode ELISA, dan ternyata tidak cukup sensitif untuk
mampu mendeteksi serokonversi terhadap vaksin, tetapi cukup kuat untuk mendeteksi
orang yang memiliki kerentanan terhadap VZV. ELISA sensitif dan spesifik, sederhana
untuk melakukan, dan banyak tersedia secara komersial. Di samping itu LA juga
tersedia secara sensitif, sederhana, dan cepat untuk dilakukan. LA agak lebih sensitif
dibandingkan ELISA komersial, meskipun dapat menghasilkan hasil yang positif palsu,

9
dan dapat menyebabkan kegagalan untuk mengidentifikasi orang-orang yang tidak
terbukti memiliki imunitas terhadap varicella. Dimana salah satu dari tes ini akan
berguna untuk skrining kekebalan terhadap varicella.5,12

2. 7 Diagnosis
Varicella biasanya mudah didiagnosa berdasarkan gambaran klinis yaitu
penampilan dan perubahan pada karakteristik dari ruam yang timbul, terutama apabila
ada riwayat terpapar varicella 2-3 minggu sebelumnya.9
Varicella khas ditandai dengan erupsi papulovesikuler setelah fase prodromal ringan
atau bahkan tanpa fase prodromal, dengan disertai panas dan gejala konstitusi ringan.
Gambaran lesi bergelombang, polimorfi dengan penyebaran sentrifugal. Sering
ditemukan lesi pada membrane mukosa. Penularannya berlangsung cepat.2
Diagnosis laboratorik sama seperti pada herpes zoster yaitu dengan pemeriksaan
sediaan hapus secara Tzanck (deteksi sel raksasa dengan banyak nucleus/inti),
pemeriksaan mikroskop electron cairan vesikel (deteksi virus secara langsung) dan
material biopsi (kultur), dan tes serologik (meningkatnya titer).2,3

2. 8 Diagnois Banding

Varicella dapat dibedakan dengan beberapa kelainan kulit, antara lain harus
dibedakan dengan variola. Pada variola, penyakit lebih berat, memberi gambaran lesi
monomorf, dan penyebarannya sentripetal dimulai dari bagian akral tubuh, yakni telapak
tangan dan telapaka kaki, baru ke badan.1,2

Bedakan juga dengan Herpes Zoster. Pada Herpes Zoster lesi monomorf, nyeri,
biasanya unilateral. Pada herpes zoster juga sama-sama biasanya didahului oleh fase
prodromal, setelah fase prodromal sering disertai dengan rasa nyeri, perubahan pada
kulit terjadi pada setengah bagian badan (unilateral) dan berbentuk garis berkaitan
dengan daerah dermatom dengan lesi yang berupa gelembung-gelembung kecil yang
berkelompok di aatas dasar eritematosa. Dapat terjadi perkembangan yang berat yang
meliputi keterlibatan mata (Zoster trigeminus I), mukosa mulut (Zoster trigeminus II,
III), telinga bagian dalam (Zoster oticus). Herpes zoster pada penderita insufisiensi imun
atau tumor, terapi resisten dengan bahaya terjadi efek generalisasi pada kulit dan
manifestasi ekstrakutan.3,6

10
2. 9 Penatalaksanaan
Tidak ada terapi spesifik terhadap varicella. Pengobatan bersifat simptomatik dengan
antipiretik, analgesic dan antpruritik.
• Antivirus
Beberapa analog nukleosida seperti acyclovir, famciclovir, valacyclovir, dan
brivudin, dan analog pyrophosphate foskarnet terbukti efektif untuk mengobati infeksi
VZV. Acyclovir adalah suatu analog guanosin yang secara selektif difosforilasi oleh
timidin kinase VZV sehingga terkonsentrasi pada sel yang terinfeksi. Enzim-enzim
selular kemudian mengubah acyclovir monofosfat menjadi trifosfat yang mengganggu
sintesis DNA virus dengan menghambat DNA polimerase virus. VZV kira-kira
sepuluh kali lipat kurang sensitif terhadap acyclovir dibandingkan HSV. 8
Valacyclovir dan famcyclovir, merupakan prodrug dari acyclovir yang
mempunyai bioavaibilitas oral lebih baik daripada acyclovir sehingga kadar dalam
darah lebih tinggi dan frekuensi pemberian obat berkurang. 8
• Topikal
Pada anak normal varicella biasanya ringan dan dapat sembuh sendiri. Untuk
mengatasi gatal dapat diberikan kompres dingin, atau lotion kalamin, antihistamin
oral. Cream dan lotion yang mengandung kortikosteroid dan salep yang bersifat
oklusif sebaiknya tidak digunakan. Kadang diperlukan antipiretik, tetapi pemberian
olongan salisilat sebaiknya dihindari karena sering dihubungkan dengan terjadinya
sindroma Reye. Mandi rendam dengan air hangat dapat mencegah infeksi sekunder
bakterial. 8
• pengobatan pada anak
Pengobatan dini varicella dengan pemberian acyclovir ( dalam 24 jam setelah
timbul ruam ) pada anak imunokompeten berusia 2-12 tahun dengan dosis 4x20
mg/kgBB/hari selama 5 hari menurunkan jumlah lesi, penghentian terbentuknya lesi
yang baru, dan menurunkan timbulnya ruam, demam, dan gejala konstitusi bila
dibandingkan dengan placebo. Tetapi apabila pengobatan dimulai lebih dari 24 jam
setelah timbulnya ruam cenderung tidak efektif lagi. Hal ini disebabkan karena
varicella merupakan infeksi yang relatif ringan pada anak-anak dan manfaat klinis
dari terapi tidak terlalu bagus, sehingga tidak memerlukan pengobatan acyclovir
secara rutin. Namun pada keadaan dimana harga obat tidak menjadi masalah, dan
kalau pengobatan bisa dimulai pada waktu yang menguntungkan menguntungkan
pasien ( dalam 24 jam setelah timbul ruam ), dan ada kebutuhan untuk mempercepat
11
penyembuhan sehingga orang tua pasien dapat kembali bekerja, maka obat antivirus
dapat diberikan.8
• Pada remaja dan dewasa
Pengobatan dini varicella dengan pemberian acyclovir dengan dosis 5x800 mg
selama 5 hari menurunkan jumlah lesi, penghentian terbentuknya lesi yang baru, dan
menurunkan timbulnya ruam, demam, dan gejala konstitusi bila dibandingkan
dengan placebo.8
Secara acak, pemberian placebo dan acyclovir oral yang terkontrol pada orang
dewasa muda yang sehat dengan varicella menunjukkan bahwa pengobatan dini
(dalam waktu 24 jam setelah timbulnya ruam) dengan acyclovir oral ( 5x800 mg
selama 7 hari ) secara signifikan mengurangi terbentuknya lesi yang baru,
mengurangi luasnya lesi yang terbentuk, dan menurunkan gejala dan demam.
Dengan demikian, pengobatan rutin dari varicella pada orang dewasa tampaknya
masuk akal. Meskipun tidak diuji, ada kemungkinan bahwa famciclovir, yang
diberikan dengan dosis 500 mg per oral setiap 8 jam, atau valacyclovir dengan dosis
1000 mg per oral setiap 8 jam mudah dan tepat sebagai pengganti acyclovir pada
remaja normal dan dewasa, Banyak dokter tidak meresepkan acyclovir untuk
varicella selama kehamilan karena risiko bagi janin yang dalam pengobatan belum
diketahui. Sementara dokter lain merekomendasikan pemberian acyclovir secara oral
untuk infeksi pada tri semester ketiga ketika organogenesis telah sempurna, ketika
mungkin ada peningkatan terjadinya resiko pneumonia varicella, dan ketika infeksi
dapat menyebar ke bayi yang baru lahir. Pemberian acyclovir intravena sering
dipertimbangkan untuk wanita hamil dengan varicella yang disertai dengan penyakit
sistemik.

2. 10 Komplikasi
Komplikasi pada anak-anak umumnya jarang terjadi. Komplikasi lebih sering
terjadi pada orang dewasa, berupa ensefalitis, pneumonia, glomerulonephritis, karditis,
hepatitis, keratitis, konjungtivitis, otitis, arteritis, dan kelainan darah (beberapa macam
purpura).1,2
Pada anak sehat, varicella merupakan penyakit ringan dan jarang disertai
komplikasi. Angka mortalitas pada anak usia 1-14 tahun diperkirakan 2/100.000 kasus,
namun pada neonates dapat mencapai hingga 30%. Komplikasi tersering umumnya
12
disebabkan oleh infeksi sekunder bakterial pada lesi kulit, yang biasanya disebabkan
oleh Stafilokokus aureus atau Streptokokus beta hemolitikus grup A, sehingga terjadi
impetigo, furunkel, selulitis, atau erisipelas, tetapi jarang terjadi gangren. Infeksi fokal
tersebut sering menyebabkan jaringan parut, tetapi jarang terjadi sepsis yang disertai
infeksi metastase ke organ yang lainnya. Vesikel dapat menjadi bula bila terinfeksi
stafilokokus yang menghasilkan toksin eksfoliatif.8
Pneumonia varicella hanya terdapat sebanyak 0,8% pada anak, biasanya disebabkan
oleh infeksi sekunder dan dapat sembuh sempurna. Pneumonia varicella jarang
didapatkan pada anak dengan system imunologis normal, sedangkan pada anak dengan
defisiensi imunologis atau pada orang dewasa tidak jarang ditemukan.4
Pneumonia, otitis media, dan meningitis supurativa jarang terjadi dan responsif
terhadap antibiotik yang tepat. Bagaimanapun juga, superinfeksi bakteri umum
dijumpai dan berpotensi mengancam kehidupan pada pasien dengan leukopenia.8
Pada orang dewasa demam dan gejala konstitusi biasanya lebih berat dan
berlangsung lebih lama, ruam varicella lebih luas, dan komplikasi lebih sering terjadi.
Pneumonia varicella primer merupakan komplikasi tersering pada orang dewasa. Pada
beberapa pasien gejalanya asimpomatis, tetapi yang lainnya dapat berkembang
mengenai sistem pernafasan dimana gejalanya dapat lebih parah seperti batuk, dyspnea,
tachypnea, demam tinggi, nyeri dada pleuritis, sianosis, dan batuk darah yang biasanya
timbul dalam 1-6 hari sesudah timbulnya ruam.8
Varicella pada kehamilan mengancam ibu dan janinnya. Infeksi yang menyebar luas
dan varicella pneumonia dapat mengakibatkan kematian pada ibu, tetapi baik kejadian
maupun keparahan pneumonia varicella tampaknya meningkat secara signifikan pada
kehamilan. Janin dapat meninggal karena kelahiran prematur atau kematian ibu karena
varicella pneumonia berat, tetapi varicella selama kehamilan, tidak, jika tidak secara
subtansial meningkatkan kematian janin. Namun demikian, pada varicella yang tidak
disertai komplikasi, viremia pada ibu dapat menyebabkan infeksi intrauterin
(kongenital), dan dapat menyebabkan abnormalitas kongenital. Varicella perinatal
(varicella yang terjadi dalam waktu 10 hari dari kelahiran) lebih serius daripada
varicella yang terjadi pada bayi yang terinfeksi beberapa minggu kemudian.8
Morbiditas dan mortalitas pada varicella secara nyata meningkat pada pasien
dengan defisiensi imun. Pada pasien ini replikasi virus yang terus-menerus dan
menyebar luas mengakibatkan terjadinya viremia yang berkepanjangan, dimana
mengakibatkan ruam yang semakin luas, jangka waktu yang lebih lama dalam
13
pembentukan vesikel baru, dan penyebaran visceral klinis yang signifikan. Pada pasien
dengan defisiensi imun dan diterapi dengan kortikosteroid mungkin dapat berkembang
menjadi pneumonia, hepatitis, encephalitis, dan komplikasi berupa perdarahan, dimana
derajat keparahan dimulai dari purpura yang ringan hingga parah dan seringkali
mengakibatkan purpura yang fulminan dan varicella malignansi.8
2. 11 Prognosis

Dengan perawatan yang teliti dan memperhatikan higiene memberi prognosis yang
baik dan jaringan parut yang timbul sangat sedikit.1,2

14
BAB III

LAPORAN KASUS

3. 1 Identitas Pasien
a. Nama : INJ
b. Umur : 32
c. Jenis kelamin : Laki-laki
d. Alamat : Br Dinas Cingang Kayubihi
e. Agama : Hindu
f. Status : Menikah
g. Pendidikan : SMA
h. Pekerjaan : Swasta
i. RM : 291041
j. Tanggal Pemriksaan : 9-10-2019

3. 2 Anamnesis
Keluhan Utama :
Bintil-bintil berisi cairan jernih yang tersebat disebuluh tubuh.
Riwayat Pnyakit Sekarang :
Pasien datang dengan ke RSU Bangli dengan keluhan muncul bintil-bintil kecil berisi
cairan bening yang tersebar diseluruh tubu sejak lima hari yang lalu. Pasien mengatakan
bintil-bintil tersebut terasa gatal dan menyebar ke seluruh tubuhnya yang diawali timbul
di leher belakang dan kemudian menyebar ke punggung, dada, perut, wajah, tangan dan
kaki Pasien juga mengatakan awalnya pasien merasa demam sekitar satu hari
sebelumnya. Demam dikatakan terus menerus sepanjang hari. Kemudian muncul bintik-
bintik kecil yang terasa gatal. Keluhan tersebut juga disertai penurunan nafsu makan dan
pasien merasa pusing serta lemas. Pasien juga mengeluhkan mual, muntah dan nyeri
kepala.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Riwayat penyakit
sistemik seperti jantung, asma dan kencing manis disangkal.

15
Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang mengalami keluhan serupa dengan
dirinya. Riwayat penyakit sistemik dikeluarga seperti penyakit jantung, asma dan
kencing manis disangkal.

Riwayat Penyobatan
Pasien belum pernah berobat terkait dengan keluhan yang sekarang.

Riwayat Alergi :
Pasien tidak memiliki alergi baik makanan ataupun obat-obatan.

Riwayat Sosial :
Pasien mengatakan tidak ada orang dilingkungannya yang mengalami keluhan
serupa. Riwayat merokok dan mengkonsumsi alkohol disangkal

3. 3 Pemeriksaan Fisik
1. Status present
GCS : E4V5M6
Tekan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Respirasi rate : 20x/menit
Suhu aksila : 37,1 0C
2. Status generalis
Kepala : normocephal
Mata : konj. anemis (-), sklera ikterik (-), rf. pupil (+) isokor
THT : deviasi trakea (-), pembesaran kel. getah bening (-),
pembesaran tiroid (-)
Thorak : simetris
- Cor : S1S2 tunggal regular, mur-mur(-), gallop (-)
- Pulmo : suara napas vesikuler (+), rhonki (-), wheezing (-)
Abdomen : distensi (-), BU (+) normal
Ekstremitas : edema (-), akral hangat (+/+)

3. Status dermatologis
16
 Lokasi : fasialis, coli anterior dan posterior, thorakalis anterior dan posterior,
ekstremitas superior dan ekstremitas inferior, abdomen.
 Inspeksi : Tampak vesikel diatas dasar yang eritematous,berukuran miliar,
susunan tidak beraturan, berbentuk bulat, papula eritematous. Krusta (-),
skuama (-), ulkus (-)
 Palpasi : Hangat

Gambar 3.1 Status dermatologis pada kasus

3. 4 Diagnosis Banding
a. Herpes Zooster
b. Variola

17
3. 5 Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Darah lengkap

Parameter Hasil Nilai Rujukan Unit


Leukosit 6,6 4,6-10,2 10e3/uL

Eritrosit 5,18 3,80-6,50 10e6/uL

Hemoglobin 14,7 11,5-18,0 g/dL

Hematokrit 43,7 37-54 %

MCV 84,4 80-100 fL

MCH 28,4 27-32 pg

MCHC 33,6 31-36 %

RDW-CV 13,0 11,5-14,5 %

Trombosit 145 150-400 10e3/uL

MPV 11,0 7,8-400 fL

 Pemeriksaan Tzanck Test


3. 6 Diagnosis Kerja
Varicella Zoster

3. 7 Tatalaksan
- Acyvlovir 5x800 mg
- Citirizine 10 mg
- Salicyl Acid

3. 8 Prognosis
Prognosis pada kasus ini adalah :
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad fungsionam : Bonam
Quo ad sanationam : Bonam

18
BAB IV
PEMBAHASAN

4. 1 Pembahasan
Diagnosis varisela pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien adalah seorang laki - laki berumur 32
tahun. Berdasarkan kepustakaan yang ada disebutkan bahwa varisela dapat juga
menyerang orang dewasa. Keluhan utama pada pasien ini adalah timbulnya bintil-bintil
kecil di badan, yang mula-mula timbul di leher belakang dan kemudian menyebar ke
punggung, dada, perut, wajah, tangan dan kaki. Bintil-bintil kemudian berubah
menjadi lepuh-lepuh berisi cairan. Dari anamnesis ini diketahui bahwa penyebaran dari
lesi terjadi dari sentral ke perifer, yaitu dari daerah badan menyebar ke wajah dan lengan
dan lesi berbentuk khas seperti tetesan embun. Hal ini sesuai kepustakaan dimana
disebutkan bahwa penyebaran lesi kulit dari varisela pada umumnya pertama kali di
daerah badan kemudian menyebar secara sentrifugal ke wajah dan ekstremitas, serta
lesinya yang khas seperti tetesan embun (tear drops). Lesi kulit dari varisela dapat juga
menyerang selaput lendir mata, mulut, dan saluran napas bagian atas.1
Satu hari sebelum timbulnya lepuh-lepuh kecil tersebut, pasien merasa badannya
demam, lemah badan, kepala terasa sakit, dan batuk. Berdasarkan kepustakaan
disebutkan bahwa gejala prodromal dari varisela biasanya berupa demam, nyeri kepala,
dan malaise ringan, yang umumnya muncul sebelum pasien menyadari bila telah timbul
erupsi kulit. Masa prodromal ini kemudian disusul oleh stadium erupsi. 1,2,4
Pada pemeriksaan fisik didapati pada status generalis suhu badan aksiler 37,1°C yang
menunjukkan bahwa pasien dalam keadaan sub febris kemudian dari status dermatologis
yang didapati pada wajah, leher, dada, perut, dan punggung pasien tampak vesikel yang
seperti tetesan embun dan papul dengan dasar kemerahan, pustul, erosi dan krusta. Pada
lengan kiri dan kanan pasien tampak papul dengan dasar kemerahan. Jadi terdapat
gambaran lesi kulit yang bermacam-macam. Hal ini sesuai kepustakaan dikatakan bahwa
varisela mempunyai bentuk vesikel yang khas yaitu seperti tetesan embun (tear drops)
dan memiliki gambaran polimorf. 1,2,4
Selain dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis varisela juga ditegakkan
berdasarkan pemeriksaan laboratorium. Berdasarkan kepustakaan pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan tzanck, yaitu dengan cara
mengerok bagian dasar dari vesikel yang diwarnai dengan giemsa kemudian dapat
19
ditemukan sel datia berinti banyak, dan serologi, misalnya flourescent antibody dan
pemeriksaan antibodi dengan cara ELISA. Pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan
tersebut.
Pasien ini tidak mengalami komplikasi. Ini dilihat dari hasil pemeriksaan fisik yang
meliputi keadaan umum, tanda vital dan pemeriksaan fisik lainnya yang masih dalam
batas normal. Pada orang yang immunocompromised (leukemia, pemberian
kortikosteroid dengan dosis tinggi dan lama, atau pasien AIDS) bila terinfeksi VVZ
maka manifestasi varisela lebih berat (lesi lebih lebar, lebih dalam, berlangsung lebih
lama, dan sering terjadi komplikasi).8
Varisela dapat didiagnosis banding dengan herpes zoster namun karena dari
anamnesis pasien belum pernah mengalami sakit yang sama seperti ini sebelumnya dan
dari pemeriksaan fisik pada status dermatologis ditemukan gambaran lesi kulit yang
polimorf, tidak bergerombol, dan tidak terasa nyeri, maka herpes zoster dapat dieliminasi
sebagai diagnosis banding varisela. Pada herpes zoster, pasien sebelumnya sudah pernah
terpapar dengan VVZ dan gambaran lesi kulit berupa vesikel yang bergerombol,
unilateral sesuai dengan daerah persarafan saraf yang bersangkutan dan biasanya timbul
di daerah thorakal. Pada herpes zoster lesi dalam satu gerombol sama, sedangkan usia
lesi pada satu gerombol dengan gerombol lain berbeda.3,6
Tujuan pengobatan pada pasien ini adalah untuk memperpendek perjalanan penyakit
dan mengurangi gejala klinis yang ada, yaitu dengan pemberian anti virus yaitu asiklovir
5 x 800 mg/hari selama 7 hari, hal ini dimaksudkan untuk menekan atau menghambat
replikasi dari virus varisela zoster, analgetik dan antipiretik parasetamol 3 x 500 mg/hari
jika demam, topikal yaitu bedak salisil 2% diberikan dengan maksud untuk
mempertahankan vesikel agar tidak pecah dan salicyl acid.8
Pasien disarankan agar istirahat yang cukup, makan makanan yang bergizi, menjaga
kebersihan tubuh, dan tidak memecahan vesikel. Pasien kemudian dianjurkan untuk
kontrol dipoliklinik kulit dan kelamin 7 hari kemudian. Hal-hal diatas bertujuan untuk
memperbaiki daya tahan tubuh pasien, mencegah terjadinya infeksi sekunder, mencegah
terjadinya komplikasi dan munculnya jaringan parut serta untuk mengetahui
perkembangan penyakitnya.
Prognosis umumnya baik, bergantung pada kecepatan penanganan dan kemungkinan
komplikasi yang dapat terjadi. Pada pasien ini prognosis Quo ad vitam adalah bonam
karena penyakit ini tidak mengancam jiwa, sebab dari pemeriksaan fisik tidak ditemukan
tanda-tanda komplikasi. Prognosis Quo ad functionam adalah bonam karena fungsi
20
bagian tubuh yang terkena tidak terganggu. Prognosis Quo ad sanationam adalah bonam
karena varisela merupakan penyakit yang bersifat self-limiting disease dan tidak
mengganggu kehidupan sosial penderita, sebab penanganan yang cepat maka perjalanan
penyakit dapat diperpendek.

BAB V
PENUTUP

21
4. 1 Kesimpulan
Varicella adalah infeksi akut primer oleh virus varicella zoster yang menyerang kulit
dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi
di bagian sentral tubuh. Masa inkubasi penyakit ini berlangsung 14 sampai 21 hari.
Perjalanan penyakit dibagi menjadi 2 stadium yaitu stadium prodromal dan stadium
erupsi. Stadium prodromal yaitu 24 jam sebelum kelainan kulit timbul, terdapat gejala
seperti demam, malaise, kadang-kadang terdapat kelainan scarlatinaform atau
morbiliform. Bentuk vesikel ini khas berupa tetesan embun (tear drops). Stadium erupsi
dimulai dengan terjadinya papul merah, kecil, yang berubah menjadi vesikel yang berisi
cairan jernih dan mempunyai dasar eritematous. Permukaan vesikel tidak memperlihatkan
cekungan ditengah (unumbilicated). Penatalaksanaan pada Varicella bersifat simptomatik
dengan prognosis yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

22
1. Djuanda Adhi, dkk. Varisela. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin; edisi
Keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2011. H.115-116.
2. Harahap Marwali. Varisela. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates;
2000. H.94-96.
3. Rassner, Steinert. Penyakit virus varisela-zoster. Dalam: Buku Ajar dan Atlas
Dermatologi; edisi 4. Jakarta: EGC; 1995. H.44-45.
4. Hassan Rusepno, Alatas Husein. Varisela (cacar air,”chicken pox”). Dalam:
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, jilid 2. Jakarta: INFOMEDIKA; 2007. P.637-
640.
5. White David, Fenner Frank. Varicella-zoster virus. In: Medical Virology; Fourth
Edition. United Kingdom: Academic Press; 1994. P.330-334.
6. Siregar RS. Varisela. Dalam: Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit; edisi 2.
Jakarta: EGC; 2004. H. 88-84.
7. Lichenstein R. 2002 Oct 21. Pediatrics: Chicken vox or varicella. (serial on the
internet). 2013 (cited 2013 Jun 16):(about 4p). Available from:
http://www.emedicine.com.
8. Straus, Stephen E. Oxman, Michael N. Schmader, Kenneth E. Varicella. In:
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine; seventh edition, vol 1 and 2.
2008. P.1885-1895.
9. Soedarmo Sarmono S.P, dkk. Varisela. Dalam: Buku Ajar Infeksi & Pediatri
Tropis; edisi kedua. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2002. H. 134-142.

23

Anda mungkin juga menyukai